DISCLAIMER:

This story is a work of fiction. Any resemblance to any person, place, or written works are purely coincidental. The author retains all rights to the work, and requests that in any use of this material that my rights are respected. Please do not copy or use this story in any manner without author's permission.

The story contains male to male love and some male to male sex scenes. You've found this blog like the rest of the readers so the assumption is that material of this nature does not offend you. If it does, or it is illegal for you to view this content for whatever the reason, please leave the page or continue your blog walking or blog passing or whatever it is called.



It's Always About You - Chapter 7

Chapter 7, Only For One Love
by Oswald


Sekolah gw adalah sekolah yang heboh dan aktif akan kegiatan-kegiatan siswa.
Yang gw demen dari sekolah gw yaitu, tidak menahan daya kreatif siswa.
Bahkan di sekolah gw ada banyak divisi organisasi kesiswaan yang dapat memajukan eksistensi sekolah. Ada divisi promosi dan marketing, ada divisi public relation, ada divisi kesenian, ada divisi olahraga, musik, keamanan, dan banyak lainnya.

Kali ini sekolah gw mengadakan pentas seni umtuk dipamerkan ke sekolah-sekolah lain.
Kegiatannya yaitu ada lomba band, lomba modern dance, galery lukisan, lomba mading, lomba berkreasi baliho, hingga lomba seni ukir.

Gw telah membentuk grup band sendiri, yang berisikan anak-anak kelas 1 SMA.
Nama bandnya adalah The Soul. Aliran musik kami adalah rock alternative.
Personil gw ada lima orang, yaitu Derryl, teman kelas lain, sebagai gitaris dan backing vocal; Hadi anak kelas 2 SMA, sebagai basis dan backing vocal; Saron sebagai drummer; Garda, temannya Hadi, sebagai keyboardis; dan gw sebagai main vocal sekaligus back up gitaris.
Dan kami akan tampil untuk bersaing dengan band-band lainnya.
Buat gw, kalah atau menang enggak jadi persoalan. Yang penting gw enjoy ngeband dan bisa bersenang-senang sama anggota band gw dan penonton.
Band kami terbentuk sejak 3 bulan lalu. Dan kami cukup kompak karena setiap personil telah menduduki posisi yang tepat dan visi-misi kami telah bersatu. Sangking kompaknya, kami selalu rajin latihan dan saling mendukung apabila ada salah satu personil yang drop karena sedang menghadapi masalah atau karena lagi bad mood.

Gw ingat pertama kali gw diajarkan bermain gitar oleh Donny.
Well, sekali lagi, dia yang berjasa membukakan kesempatan lain dalam diri gw untuk mengembangkan kemampuan diri.
Donny yang membuat gw jadi tergila-gila sama musik, terutama gitar.
Sebenarnya di Jakarta, gw juga udah pernah les gitar, tapi gw enggak jago-jago banget. Malah les gitar gw putus di tengah jalan karena gw bosen.
Jadi, waktu itu di Bali sedang ngetrend-ngetrendnya album lagu Dewa Bintang Lima.
Yang Separuh Nafas lah, yang Dua Sedjoli lah, Ingin Ku Bunuh Pacarmu lah... semuanya gw suka.
Nah waktu itu gw minta diajarin Donny bermain gitar. Si Donny sudah jago bermain gitar sejak kecil. Dia juga sudah sempat performance di gereja, dan tergabung dalam anggota bandnya Ardo. Donny juga multi tasker, bisa apa ajah.
Sebenarnya, alasan yang paling dalam, kenapa gw pengen banget bisa main gitar, karena gw pengen buatin lagu untuk Ardo. Mau sok romantis gituh ceritanya. Hehehe...norak banget kalau dipikir-pikir!

Pada masa-masa gw belajar gitar, Donny hampir setiap hari menginap di rumah gw. Setiap hari sepulang sekolah dia mengajarkan gw cara bermain gitar yang baik. Dari nada dasar, belajar feeling nada lagu, belajar kunci-kunci gitar, sampai membuat lagu.
Ternyata, tanpa disangka-sangka, gw mempunyai bakat bermain musik. Ini tidak gw sadari sebelumnya. Dan ternyata gw suka banget main gitar. Mungkin ini juga karena cara mengajar Donny yang menyenangkan. Dalam waktu singkat, hanya sekitar 2 bulan gw sudah bisa bermain dengan lumayan lancar, dan sudah belajar menciptakan lagu sendiri, walau masih basic banget.
Jari-jari tangan gw sampai melepuh semua dan kulitnya terkelupas-kelupas. Tapi itu semua tidak menghalangi kegetolan gw bermain gitar.
Setiap malam gw mendengarkan musik apa saja, dan mengikuti petikan gitar dalam musik tersebut.

Sempat pula gw datang ke studio tempat Donny biasa bermain gitar bersama teman-teman lainnya, dan mengalami masa yang cukup indah.
Entah mengapa hari itu gw masuk ke ruang auditorium di studio itu, tidak ada orang sama sekali tapi ada sebuah gitar akustik klasik bermotif floral, yang berdiri di stand di atas panggung.
Gw yang sudah lumayan lancar bermain gitar, mencoba memainkan beberapa nada dasar yang gw pelajari dari guru gw, si Donny. Tanpa sadar gw sudah bersenandung dan bernyanyi dengan suara kecil diiringi oleh petikan gitar gw sendiri.
Suara gw dan petikan gitar bergema di ruang auditorium yang kosong.
Sedang asik-asiknya gw menikmati permainan gitar sendiri, tiba-tiba ada seseorang memanggil nama gw.

“Os?” Ternyata yang memanggil adalah DIA.
Ardo sedang berdiri di depan gw, berjarak 3 meter dari panggung tempat gw duduk bermain gitar. Dia mengenakan kaos lengan panjang dengan kerah oval, berwarna abu gelap, dan celana jeans biru gelap yang sudah belel. Sneakers hitam-putih membuatnya tambah terlihat keren. Wajahnya cerah, rambutnya yang pendek bergaya acak alami, senyumnya mengembang, dan lesung pipitnya membuat gw lemas. Ardo terlihat sangat tampan hari itu.

Gw langsung panik dan menghentikan permainan gitar gw.
Kapan Ardo masuk ke ruang ini yah? Pikir gw.
Gw segera berdiri dan hendak menaruh gitar yang gw mainin ke atas standnya.

“Eh, Ardo.” kata gw terkejut, dengan suara kecil. Gw ngerasa kayak ke gap abis memerkosa anak tetangga. Pipi gw merah merona, panik dan salting.

“Kamu bisa main gitar juga, Os?” senyum Ardo menghiasi sore kelabu gw.

“Umm.. enggak. Cuma main-main standard ajah. Baru belajar koc.” jawab gw, sebisa mungkin terlihat santai.

“Main lagu apa?” tanya Ardo, yang sekarang berjalan menaiki panggung.

“Oh, bukan lagu apa-apa. Cuma asal-asalan ajah mainnya.” jawab gw sambil memperhatikan Ardo mendekat.

Dia duduk di kursi depan gw, berhadapan dengan gw.
Kami lalu mengobrol-ngobrol tentang aliran musik, berbagai nada-nada unik, dan Ardo memainkan beberapa bagian lagu yang memiliki perpindahan kunci yang cukup sulit.
Wuuiihh!!! Jago banget loh Ardo main gitarnya. Makin cinta gw sama dia... *Blushing...

Gw tertarik dengan satu bait lagu yang ia nyanyikan, karena nada petikan gitarnya terdengar enak sekali, namun sulit dipelajari.

Berkali-kali Ardo mempraktekannya dan menjelaskan tentang perpindahan nada yang secepat kilat itu. Gw kesulitan mengikutinya. Jemari tangan gw belum seahli jemarinya. Kami bergantian saling mengoper gitar klasik tersebut.
Ardo menunjukkan cara bermainnya, gw berusaha mempraktekan ajarannya. Gw terus mencoba namun masih saja gagal. Gw pikir, ilmu bermain gitar gw udah lumayan, tapi ternyata setelah melihat Ardo bermain gitar, hueh, gw sama sekali kayak anak bayi baru belajar merangkak.
Kemudian karena gw enggak bisa-bisa, maka Ardo pun berdiri dan berjalan menuju belakang punggung gw.
Kini posisi Ardo di belakang gw, sambil berdiri, dan gw duduk di depannya.

“Ini jari telunjuknya di senar ke dua, lalu jari tengahnya di senar ke tiga.” Ardo menyentuh jemari gw, dan membetulkan posisinya ke senar yang benar.
Suaranya yang serak lembut terdengar dekat sekali di telinga kiri gw. Gw bisa merasakan nafasnya yang hangat di sekitar telinga kiri gw.
Duuuhhhh.... Gw jadi grogi berat niiihhh.... Malah enggak konsentrasi jadinyaaaa.... Jari-jari tangan gw malah jadi dingin dan kaku... keringetan pula.... uuuggghh...Ardo, kamu twwuuuhhh....gemesiiinnnn!!!

“Nah, jari tangan kanannya harus memetik senar dari bawah, baru bisa menghasilkan suara kayak aku tadi.” lanjutnya. Kini tangan kanannya merangkul melewati pundak gw dan mendarat di jemari tangan kanan gw. Dadanya, menempel di leher belakang gw.

Huuuaaa!!! Tolooongg... Tolooonnggg!!!

“Su..susah yah..” kata gw ragu. Maksud gw sebenarnya susah menahan grogi berdekatan dengan Ardo seperti ini.

“Enggak susah koc, kalau kamu latihan terus.” kata Ardo tersenyum ke gw.

Wew! Wajahnya dekat banget dengan wajah gw. Hiiyyaaaaahhh!!!! Mamaaaa....!!!

“Nih, kita coba lagi deh.” kata Ardo sambil menarik kursi stool dan memposisikan kursi itu di belakang kursi gw. Kemudian dia duduk di kursinya, di belakang gw.
Ardo berdeham sekali, dan sekali lagi merangkulkan tangannya dari belakang, melewati pundak gw, dan jemari tangan kanannya menyentuh jemari tangan kanan gw.
Dadanya menyentuh erat pada punggung gw. Gw bisa merasakan gerak nafas teratur pada dadanya itu.
Jemari tangan kirinya menyentuh jemari tangan kiri gw, membetulkan setiap jemari gw yang salah posisi.
Dagunya sesekali menyentuh area leher kanan gw.
Harum parfumnya tercium kentara di hidung gw. Wangi sweet sekaligus maskulin.
Anjrit!

Waaddduuuuhhhh!!!! Gw meleleeeeehhhh!!!!
Jantung gw dag-dig-dug, luar biasa enggak bisa diam.
Jemari tangan gw agak gemetaran, meski gw berusaha mati-matian untuk menahan gemetarnya.
Yang pasti jemari gw basah.

“Coba petik lagi.” kata Ardo di dekat telinga kanan gw. Nafas hangatnya kembali menghembus telinga kanan gw. Wangi mint tercium.

Huuwwaaaaahhh!!!! Aku... Aku... Akuuu.... Aku tak tahaaaannn....

Gw berusaha menguasai diri. Gw petik senar-senar gitar dan hasilnya ternyata enggak jelek-jelek banget. Gw teruskan petikan gitar gw, walau agak tertahan-tahan karena gw salah-salah terus menekan kunci-kunci gitar. Gw mengulang-ulang terus kunci-kunci gitar yang diajarkan Ardo itu.
Lama kelamaan gw jadi enjoy juga. Dan mulai lumayan lancar.
Ardo masih dengan sabar mengajarkan gw. Masih dengan posisi yang sama, ia seolah memeluk gw.

Setelah melihat permainan gitar gw yang sudah mulai lancar, Ardo bersenandung. Dia menciptakan vocal dari iringan petikan gitar gw. Suaranya serak dan lembut, beresonansi indah.
Suaranya melekat di telinga kanan gw.

“And I'd give up forever to touch you.
Cause I know that you feel me somehow.
You're the closest to heaven that I'll ever be..
And I don't want to go home right now.” Suara Ardo menggema ringan di ruang auditorium itu.
Desahan nafasnya membuat gw merinding gila!!

“And all I can taste is this moment.
And all I can breathe is your life.
Cause sooner or later it's over..
I just don't want to miss you tonight.” suara Ardo setengah berbisik. Kata-kata dari lagu itu terngiang di kepala gw. Dan gw memutuskan, untuk tidak akan pernah berhenti untuk tergila-gila pada Ardo.




“And I don't want the world to see me!!” teriak nyanyian gw di atas panggung. Para penonton lomba band sekolah langsung bersorak menggila. Terutama teman-teman VIP gw, mereka ikut bernyanyi dengan suara kencang.
Gw sedang tampil di atas panggung dengan membawakan lagu yang waktu itu pernah diajarkan Ardo di ruang auditorium studio rekaman.
Tangan gw dengan seru terus memainkan gitar sambil bernyanyi.

“Cause I don't think that they'd understand!
When everything's made to be broken..
I just want you to know who I am!” Mata gw terpejam saat menyanyikan lagu super duper mega power romantis itu. Lagu kenangan gw dan Ardo.

“And you can't fight the tears that ain't coming.
Or the moment of truth in your lies.
When everything seems like the movies.. Yeah you bleed just to know your alive.” suara gw serak lirih. Jiwa gw seakan mendalam berputar dalam kata-kata lagu itu.

“And I don't want the world to see me!
Cause I don't think that they'd understand.
When everything's made to be broken..
I just want you to know who I am!”
Selagi gw bernyanyi, Derryl memainkan melodi kelitan yang super keren pada gitarnya.
Saron makin seru memukul-mukul drumnya. Hadi dan Garda enggak kalah seru memainkan alat musik mereka masing-masing.

“I just want you to know who I am!” teriak gw mengakhiri lirik terakhir lagu itu.

Sontak penonton langsung berteriak-teriak gila.

“Oswaaaalldd!!” teriak Vita dan Joe yang sedang menonton penampilan band gw.
Henny, Dian dan Ely ikut melompat-lompat dan berteriak-teriak.

Gw mengangkat kepalan tangan gw ke udara.

Penonton kembali bersorak riuh.



Setelah selang beberapa band yang tampil, tiba giliran bandnya Ardo yang tampil.
Gila! Parah! Gokil!
Penampilan band Ardo sumpah, enggak ada yang bisa nandingin.
Nama bandnya adalah Thee Light. Keren kan!
Personilnya ada Donny sebagai main gitarist, Moses sebagai keyboardist, Vicky sebagai drummer, Raoul sebagai basis, dan pastinya, si pujaan hati gw, si manusia sempurna, kekasih hati gw, hidup dan darah gw, Ardo, menjadi main vocal sekaligus backup gitarist.

Mereka memainkan lagu slow alternatif dan beberapa lagu ciptaan mereka sendiri.
Asli, penampilan mereka lebih bagus jauh dari band-band lain. Setiap personil bandnya berkarakter kuat dan memang asli jago banget.
Gw terenyuh gituh mendengar suara Ardo, petikan gitarnya, dan setiap kata yang keluar dari bibirnya.
Gw serasa mau pingsan!

Itu belum seberapa. Di satu moment, mereka memainkan lagu bertempo cepat, lagu ciptaan mereka sendiri. Dengan teknik permainan yang, asli, sulit banget, gw ajah liatnya sampe pusing.
Donny ngeli-ngelit gitarnya dengan nada tinggi yang memekakkan telinga. Moses menggunakan sound effect yang gokil banget. Sound effect itu buatan dia sendiri, sehingga tidak mungkin bisa ditemukan di mana pun.
Vicky napsu banget menggebuk-gebuk drumnya, sesekali dia mencampur dengan pukulan perkusi.

Dan di klimaks lagu itu, tau enggak mereka ngapain? Mereka telanjang bareng-bareng, sambil joged-joged.
Enggak deeehhh.... hoahahahaha!!! Ngarep!!

Dan di klimaks lagu itu, mereka memberikan surprise yang di luar akal manusia!!

Ardo yang tadinya berada di posisi depan sebagai main vocal, langsung beringsut menggantikan posisi Donny sebagai gitarist, kemudian Donny beringsut menggantikan Raoul sebagai bassist, Raoul beringsut menggantikan Vicky sebagai drummer, dan menghentakkan perkusinya juga. Vicky beringsut menggantikan Moses sebagai keybordist. Kemudian Moses beringsut menggantikan posisi Ardo sebagai main vocal dengan menyanyikan lagu ciptaan mereka dalam versi dangdut, dengan cengok-cengok suara yang mendalam. Lucu abiiisss!!!!
Mereka melakukan itu secara serentak bersamaan. Lucu banget deh! Penonton yang mendengarkan perubahan genre musik mereka dari alternative ke dangdut langsung pada teriak-teriak menggila.
Jempol-jempol langsung teracung dan bergerak-gerak asik.

Penonton yang melihat atraksi mereka itu kontan langsung bersorak-sorai menggila!

“Waaaooohh!!” teriak gw, enggak percaya sama mata gw sendiri.

Kemudian satu di ketukan yang pas, Ardo beringsut berpindah menggantikan Donny yang tadi membetot bassnya, menjadi bassist sementara. Donny menggantikan posisi Raoul yang tadi hentakan drum. Kini Donny memukul drum dan menciptakan ritme mars prajurit dengan tempo super cepat. Raoul beringsut menggantikan Vicky yang sementara tadi menjadi Keyboardist, menciptakan iringan piano yang bertempo cepat. Lalu Moses beringsut menjadi gitarist, Giliran Vicky yang menjadi main vocal. Ia meneriakkan seruan-seruan rap nigger. Dan mereka memanikan gaya music Hip-Hop. Keren banget!! Dengan gayanya yang sok ngerap, Vicky terlihat tampan juga. Cocok lah!
Penonton langsung bersorak dan bertepuk tangan, tanda salut.
Mereka terus melakukan manuver-manuver itu sampai setiap personil memainkan semua peralatan musik yang berbeda, hingga akhirnya kembali ke posisi semula, memainkan alat musik masing-masing. OMG!!! Keren bangeeeetttt!!!
Ini membuktikan bahwa setiap personil mereka menguasai dengan baik semua alat musik yang mereka pakai. Ardo, Donny, Vicky, Moses dan Raoul, masing-masing bisa memainkan alat musik gitar, drum, keyboard, gitar bass, dan bisa bernyanyi dengan baik.

Setiap pergantian vocal, genre lagu yang dibawakan juga berbeda-beda.
Sewaktu Raoul menjadi vocal, ia meneriakkan nada-nada tinggi metalica.
Sewaktu Moses bernyanyi, mereka membawakan irama dangdut yang, asli, lucu banget!
Sewaktu Vicky menjadi vocal, ia meneriakkan seruan-seruan rap nigger! Kereeenn abiiiisss!!
Di sini penonton bersorak kenceng banget.
Sewaktu Donny giliran yang menjadi vocal, ia meneriakan nada-nada jazz yang, asli, gw sendiri enggak nyangka ternyata suara Donny sebagus itu!!

Sampai akhirnya Ardo pun kembali menjadi main vocal. Ia menyanyikan kelanjutan lagu yang mereka mainkan itu. Dengan suara khasnya yang serak-serak lembut itu.

Setelah lagu yang panjang dan menghebohkan itu selesai, sorak sorai penonton membahana.
Bali gempa!

Lebay!

Hari sudah gelap, sudah lewat pukul enam sore.
Masih ada 1 lagu yang akan Thee Light bawakan. Kemudian mereka memasuki nada slow lagu ciptaan Ardo.

Ardo mulai menyanyikan lagu tersebut. Suaranya tenang dan bagus sekali. Senyumnya mengembang manis. Lesung pipitnya kembali menyapa gw.
Gw ajah sih yang berasanya di sapa terus. GR!

Teman-teman di sekitar gw mengeluarkan hp, menyalakan lampunya dan beramai-ramai mengangkat hp mereka. Serentak, langsung seluruh lapangan di hiasi oleh lampu kerlap-kerlip dari hp para penonton. Agak norak sih kalau dipikir-pikir sekarang, tapi saat itu, menurut gw indah banget.

“....as long as you are mine, when You are there.. and I am here... we are still one....” Ardo menyanyikan setiap lirik lagu itu dengan wajah yang agak sendu.
Dan, apa ini perasaan gw, ataukah memang benar? Ardo menyanyikan lagu itu dengan menatap gw, yang memang posisi gw di tengah-tengah lapangan.

“.... for better or worse....I will run after You... and I don't care....”

Muka gw memerah.

“.... even it will takes whole my life....”

Jantung gw berdegup kencang sekali.

“....and when You are doubt....”

Nafas gw sesak.

“....and Your faith starts fading....”

Kepala gw mulai pening.

“.... I will standing still....”

Pandangan gw mulai kabur.

“....here.... Just for You....”

Badan gw langsung lemas. Seketika, dengan slow motion, gw mulai ambruk ke lantai.

Teman-teman disekeliling gw belum sadar.

Saat itu juga Ardo menghentikan nyanyiannya, kemudian ia langsung melompat turun dari atas panggung.
Donny dan teman-teman lainnya melongo kebingungan. Walau mereka masih memainkan musik.

Ardo berlari dari area panggung ke arah penonton, ke arah gw.

Penonton kebingungan melihat Ardo.
Lalu Vita yang berdiri di sebelah gw sadar ketika gw mulai tergeletak di lantai lapangan, karena gw tanpa sengaja menabrak Surya yang sedang berdiri di belakang gw.
Vita dan Joe langsung berjongkok di sebelah gw, berusaha membangunkan gw.

Gw merasa sangat aneh. Pusing dan pandangan gw agak kabur. Suara jantung gw yang berdegup cepat sampai terdengar di telinga gw. Gw menutup mata dan membukanya lagi. Terakhir yang gw lihat adalah samar-samar wajah Ardo yang mengerutkan keningnya. Memandang lekat pada gw. Mulutnya terbuka.

“Os!” gw mendengarnya berteriak. Tapi suaranya hanya seperti dengungan tidak jelas.
Detik berikutnya, yang gw lihat hanyalah gelap total.
Gw enggak sadarkan diri.



Entah gw sedang berada di mana. Semuanya serba putih. Air mata gw menetes. Pandangan gw masih buram. Gw dapat mendengar bunyi nafas gw yang berat.
Gw berusaha menggerakan tangan, tapi tidak mampu.

Gw memejamkan mata lagi.

Kemudian gw tersadar. Gw membuka mata. Pandangan gw masih kabur. Tapi gw sudah bisa melihat bayangan-bayangan gambar buram.
Telinga gw mulai bisa menangkap suara-suara. Suara sesuatu yang berdetik.
Nit..Nit.. Nit..
Suara mesin.

Gw menggerakkan jemari gw. Berusaha keras menoleh. Gw tahu bahwa gw sedang terbaring terlentang.
Pandangan gw mulai menjelas. Gw dapat melihat langit-langit putih.
Gw mengeluarkan suara erangan. Mata gw berat.
Bingung, di mana gw.

Kemudian gw melihat DIA.
Wajah Ardo memenuhi penglihatan gw.
Gw berkedip, wajahnya masih di sana.

“Hey..” suara Ardo terdengar pelan, serak dan parau.

“Mm..” gw berusaha bersuara tapi enggak bisa. Tenggorokan gw kering banget.

Ardo menggenggam jemari tangan kiri gw.

“Os?” Ardo memanggil gw pelan.

Gw cuma mengedip. Gw merasa dipakaikan masker oksigen.

Gw berusaha bergerak tapi masih susah.

“Jangan bergerak dulu. Easy..” Ardo mengusap dada gw. Tangan kanannya masih menggenggam jemari tangan kiri gw.

Sekitar satu menit berlalu, gw sudah sepenuhnya sadar. Gw mencoba mengangkat kepala gw.

“Mm..” erang gw pelan.

“Hey, hey.. Easy boy.” Ardo menahan dada gw.

Gw membandel, masih tetap berusaha mengangkat tubuh gw yang tidur terlentang.
Gw mengerutkan kening. Asli, pusing banget kepala gw.
Tapi gw memaksa untuk duduk. Gw melepaskan masker oksigen yang tadinya terpasang menutupi hidung dan mulut gw.

“Os, jangan dipaksa.” Ardo berkata lembut.

Woy! Mana bisa gw tiduran dengan manisnya gini di depan elo Doooooo!!!
Malu lah gw!!

“Sini, aku bantu.” Ardo melepaskan jemari tangan gw, dan menapakkan telapak kanannya untuk membantu gw duduk tegak. Ia lalu menarik sebuah tuas di sisi ranjang, kemudian secara otomatis, bagian kepala ranjang itu naik. Kemudian Ardo menaruh dan menegakkan bantal supaya gw dapat duduk di atas ranjang sambil bersandar.

“Mm.. Thank.. you..” gw bersuara parau, sambil bersandar pada bantal.

Asli gw malu nih berdekatan dengan Ardo dalam kondisi kacau seperti ini. Tapi Ardo sweet banget. Dia sampai menservice gw kayak gini. Sumpah gw enggak enak banget.

“Gimana rasanya?” Ardo menaruh bantal di belakang gw, kemudian duduk kembali di kursinya yang tepat di sebelah ranjang.

“Mm.. Pusing..” jawab gw pelan.

“Tadi kamu pingsan. Lalu kita langsung bawa kamu ke sini.” Ardo menjelaskan.

“Hm...? Ini di mana...? Kita..?” tanya gw pelan. Kepala gw masih rada pusing.

“Ini di rumah sakit. Tadi teman-teman kamu yang membawa kamu ke sini.” jelas Ardo.

Gw tersenyum kepada Ardo.

Ardo membalas senyuman gw. Lesung pipitnya seakan mengatakan, “Hi, it's me again!”

Pingsan lagi aaahhh....

“Adek! Adek udah sadar?” nyokap menjerti dari pintu, lalu segera jalan menghampiri gw.
“Ya ampun bikin mami takut ajah!” nyokap langsung menggenggam tangan kanan gw.
Ardo berdiri, bergeser ke samping.

“Mam.. jangan teriak.. pusing..” gumam gw sambil mengernyitkan kening.
Duuhh... nyokap heboh banget.

“Kamu sih bikin mami takut.”
Masih ajah loh nyokap heboh. Pusing deh gw.
“Do. Tolong mami yah panggilin dokternya.” nyokap meminta Ardo.
Dengan patuh Ardo segera keluar kamar, memanggil dokter.

“Gimana rasanya, sayang?” nyokap memegang kening gw dengan telapak kanannya

“Enggak papa, mam. Cuma pusing.” jawab gw tersenyum. Biar nyokap enggak panik.

Enggak lama, dokter pun datang.

“Nah, nak Waldo, gimana rasanya?” dokter berwajah ramah memegang kening gw.

Kenapa semua orang memegang kening gw. Emang ada apa sama kening gw?

“Cuma pusing, dok.” jawab gw lemes.

“Di cek sebentar yah.” kata dokter sambil mengukur tekanan darah gw, memeriksa dada gw dengan stetoskop. “Kapan terakhir kamu makan hari ini?”

“Mm..” Gw lupa. Sumpah! Gw lupa kapan gw makan.

“Nah kan, kamu belum makan ya? Makan pagi sudah belum?” tanya dokter lagi. Sekarang dia sedang mengukur nadi gw. Lalu memeriksa infus gw.

Infus? Gw baru nyadar ternyata gw di infus.

“Makan pagi.. Udah, dok.” akhirnya gw ingat tadi pagi makan lontong doank sebungkus.

“Kamu terkena serangan darah rendah, nak. Kadar glukosa kamu turun drastis. Sehingge tensi darah kamu drop, dan kamu langsung kehilangan kesadaran. Kalau dibiarkan begini terus bisa bahaya lho.” jelas sang dokter. Gw cuma manggut-manggut ajah. “Kalau darah rendah itu, harus makan tepat waktu. Pasti kamu belum makan dari siang. Makanya tensi kamu rendah gini.” kata dokter dengan senyum ramah.

“Iya, tadi pagi... saya cuma makan lontong sebungkus..” jelas gw.

“Hah?! Terus kamu enggak makan lagi sampai sekarang?” tanya nyokap heboh.
Gw menggelengkan kepala.

“Pantas saja.” kata dokter. “Sudah tidak makan, terus tadi kata teman-teman kamu pentas musik ya?” tanya dokter.

Gw mengangguk pasrah.

“Lha iya. Pentas musik kan menghabiskan banyak energi. Ndak boleh diulangi lagi ya. Makan harus teratur.” Dokter telah selesai memeriksa kondisi gw.
“Malam ini menginap dulu ya, besok pagi sudah boleh pulang. Sebentar suster akan membawakan makan malam dan obat penambah darah.” lanjutnya sambil menulis note yang dibawanya.
Nyokap mengucapkan terima kasih. Kemudian dokter meninggalkan ruangan.

“Dengar kata dokter ya, dek.” tambah nyokap gw.

Pintu kamar terbuka, Donny beserta teman-teman VIP, dan teman-teman band muncul.

“Gimana, Os?” tanya Donny mendekati gw.

Gw cuma tersenyum sambil mengangkat bahu. Senang rasanya melihat teman-teman gw begitu memperhatikan gw.

“Udah enakan, Os?” tanya Joe.

Gw mengangguk, “Yah, mendingan lah.”

“Bandel dia, belum makan udah sok-sokan ngeband.” Nyokap gw sok ngomel. “Don, tante titip Waldo dulu yah. Tante mau cek obatnya.” Nyokap lalu berjalan ke pintu.
Seperti yang udah gw jelasin sebelumnya, gw kadang dipanggil Os, tapi juga dipanggil Waldo.

“Iya, tante.” jawab Donny.

“Aku sampe kuaget loh tadi waktu liat kamu ambruk.” cerocos Vita seru.

“Iya. Ke nabrak aku. Aku kaget banget ci.” Surya enggak kalah seru.

“Aku ndak liat ke rubuh nok.” jelas Hadi. Teman-teman band gw berdiri di samping kanan gw.

“Aku lagi beli minum ci, jadi ndak tau ke pingsan. Tadi Garda sing teriak-teriak ke pingsan.” jelas Derryl.

“Tak kira kamu kenapa gitu.” Dian ikut-ikutan.

“Aku enggak apa koc.” jawab gw tersenyum. Mata gw masih sayu. “Cuma lemes.”

“Lagian ke nekat kali nok. Ndak makan wes malah mainan band.” sergah Vita.

“Tak kira ke udah makan barengan. Ndak makan tadi itu tah?” tanya Henny.

Duuhhh... kan gw cuma lupa makan doank.... koc pada heboh gini sih...

“Koc aku isa sampe sini? Gimana tah?” tanya gw pakai aksen jawa.

“Tadi waktu Ardo lagi nyanyi, elo pingsan. Enggak ada yang sadar elo udah ambruk ke tanah. Cuma Ardo sadar. Dia lalu lari dari atas panggung, dan nyamperin elo.” jelas Donny.

“Nah, di situ baru aku nyadar ke udah nggeletak di tanah.” sambung Vita.

“Ardo yang ngangkat lo dan bawa lo ke rumah sakit ini.” jelas Donny. Ekspresinya datar.

“Sampe panik tadi dia.” Vita tersenyum.

“Wuih, heboh kali ci. Kaget aku sampe ada ambulan dateng!” jelas Surya.

“Waldo bikin geger!” seru Derryl. Semua tertawa.

“Ardo yang nungguin ke dari tadi. Kita di larang dokter masuk ke kamar sebelum ke sadar. Ardo yang gantiin jaga kamu selagi ibu mu ngurus dokumen rumah sakit.” jelas Henny.

“Dia yang nungguin ke terus nok.” Hadi menambahkan. “Kelihatannya orangnya cuek-cuek gitu ya, ternyata perhatian juga sama teman nok!”

Gw terdiam. Wah.. Ardo yang berinisiatif membawa gw ke rumah sakit. Dan dia nungguin gw. Terus terang, gw jadi tersanjung banget. Tapi gw juga enggak enak udah ngerepotin dia. Emang dia siapanya gw. Sumpah gw jadi enggak enak.

“Pikachu...” Ely mendecit. Itu cara dia menghibur gw. Dengan suara imutnya, mengatakan 'Pikachu'.
Joe merangkul Ely sambil tersenyum.

Gw tersenyum ke Ely.

“Mana Ardo?” tanya gw.

“Oh, dia di depan. Lagi beli minum.” jawab Donny, masih dengan ekspresi datar.

“Oh.” gw cuma mengangguk.

“Mau dipanggilin?” tanya Donny.

“Mm..” gw ragu. Sebenernya gw masih pengen ngobrol sama teman-teman, tapi gw juga pengen bilang makasih sama Ardo.

“Tak panggilin ya..?” Tanpa ba-bi-bu, Vita langsung berjalan keluar. Dan di luar, dia memanggil Ardo dengan suara cemprengnya. Kami yang di dalam kamar sampai menahan tawa.

Duuhh... Vit, jangan teriak-teriak napa... Batin gw.

Enggak lama kemudian, “Os?” Ardo muncul dari balik pintu, tangannya menggenggam minuman kaleng bersoda.
Gw baru sadar, dia cuman mengenakan kaos vintage abu-abu, lengan pendek, tipis, dan sambil menenteng jaket kulit hitamnya. Tampangnya kelihatan lelah. Rambutnya acak-acakan. Kelihatan lusuh dan kumal. Tapi teteup, buat gw dia yang paling ganteng sejagad raya.

“Do..” jawab gw.

“Os, aku pamit dulu yah.. Udah kemaleman nih. Udah jam sembilan. Ndak enak sama ortuku” Henny segera berpamitan.

“Aku juga ya.” Joe ikut-ikutan.

“Kita juga pamit yah, Os. Do, jalan yah.” Hadi berpamitan.

Teman-teman gw semuanya bubar jalan dan pulang ke rumah masing-masing. Gw berterima kasih pada mereka karena sudah mau repot-repot demi gw.

“Take care, Os...” kata mereka.

Tinggal Donny dan Ardo yang tetap tinggal.

“Udah enakan, Os?” tanya Ardo. Wajahnya tersenyum, walau tampak kelelahan. Ia berjalan mendekati gw, dan duduk di kursi di sebelah ranjang.

“Udah, Do. Makasih ya, udah repot-repot nungguin aku.” Gw berkata sesungkan mungkin. Beneran, gw enggak enak banget sama dia.

“It's ok. Yang penting kamu enggak kenapa-kenapa.” jawab Ardo pelan. Senyumnya menyegarkan batin gw.

“Lho, teman-teman mu udah pulang semua, dek?” Nyokap sudah kembali ke kamar.

“Iya, mam. Udah kemaleman mereka.” jawab gw pelan.

“Wah, nak Ardo, masih setia menunggu. Makasih yah, Do. Donny juga baik sekali. Makasih yah” Nyokap gw cengar cengir sambil membereskan baju gw yang sudah disiapkan. Ternyata nyokap sudah menyuruh sopir gw untuk mengambil baju ganti gw dari rumah.

“Sama-sama, tante. Ini saya mau pulang juga. Gw pamit yah, Os.” kata Donny. “Do, gw balik yah.”

“Oh, iya, Don. Ati-ati.” Ardo mengangkat tangannya.

“Thank you, Don.” jawab gw, tersenyum.

“Ati-ati yah, Donny.” Nyokap membelai bahu Donny. Donny mengangguk dan tersenyum sama nyokap gw.

“Dee...!” Donny pun hilang di balik pintu.

Suster masuk ke kamar sambil membawakan gw makan malam beserta obat-obatan.

“Hayo, dimakan yaaaa...” kata suster dengan ramah, tersenyum.

“Terima kasih, susteeerr.” kata nyokap, enggak kalah ramah. “Yuk, dimakan, dek. Habis itu minum obat.”

Dengan sigap Ardo mengambil piring yang berisi nasi tim ayam, dan dia kembali mendekati gw, duduk di samping gw lagi. Lalu tangannya mulai menyendok nasi.

“Ayo makan, Os.” kata Ardo, mendekatkan sendok ke mulut gw.

Heeeee...????!!!! Di suapin??!! Ardo mau nyuapin guuueee?!?! Yang bener niiihhh....??!!

Gw masih diem bengong. Mulai grogi.

“Buka donk mulutnya.” Ardo berkata pelan. Sendok suapannya masih menanti di depan mulut gw.

“Aku makan sendiri ajah deh, Do.” kata gw cepat-cepat. Gw berusaha duduk tegak. Muka gw memanas.

“Kamu enggak usah banyak gerak dulu, Os.” sergah Ardo.

Iiiiiihhhh... Ardo galaaaakkk.... Aku atut ah... atuuuttt....

“Ayo cepat dimakan.” Ardo menggoyangkan sendok yang menanti di depan mulut gw.

Akhirnya gw membuka mulut dan aaammm.... Suapannya itu gw terima dengan ikhlas...

Gw terbatuk-batuk kecil.

“Oh, seret yah?” Ardo langsung mengambilkan minum, dan meminumkan gw dengan sedotan.

Weeeeewwww..... gw diurusin Ardo?! Mimpi apa gw semaleeemmm????

“Waahh! Ardo udah kayak abangnya Waldo ajah. Abang Waldo di rumah ajah belum tentu mau nyuapin gitu.” Nyokap heboh sendiri. “Emang anak mami yang ganteng ini paling baik bangeettt...”

“Ah enggak koc, tante.” jawab Ardo tersenyum salting.

“Tante?!” suara nyokap gw melengking.

“Eh, mami.” Ardo langsung mengkoreksi kata-katanya.

Huff...!

“Habis Waldo selesai makan, nak Ardo bisa pulang. Biar tante jagain Waldo.” Nyokap gw berceloteh sambil merapikan selimut gw.

“Enggak papa tante, eh, mami, Ardo ajah yang jagain Waldo.” Ardo menjawab. Suapan berikutnya sudah gw habiskan.

“Hah? Yakin kamu enggak apa? Kamu capek enggak?” Nyokap mengerutkan keningnya.

“Yakin, mam. Ardo enggak capek.” jawab Ardo sambil tersenyum, masih menyuapin gw, si bayi manja.

“Kamu enggak dicariin mama?” Nyokap gw meyakinkan.

“Enggak, tadi Ardo sudah telepon mama. Ardo bilang hari ini mau jagain Waldo di rumah sakit. Mama udah ngerti koc.” jelasnya.

“Oh. Kalau begitu ya sudah. Kamu yang jaga Waldo deh ya.” Nyokap gw tersenyum lembut.

“Iya, mam.” Ardo mengangguk, tersenyum manis banget. Lesung pipitnya ikutan mengangguk.

“Jadi, mami boleh pulang nih?” tanya nyokap gw dengan senyum menggoda.

“Hehe.. Mami pulang ajah, istirahat. Biar Ardo yang jaga Waldo.” Ardo kembali tersenyum. Nasi-nasi di piring gw ikutan tersenyum melihat senyuman manis Ardo.

“Ok. Makasih, sayang.” Nyokap gw mengusap kepala Ardo dan menciumnya.
Lalu nyokap beralih ke gw dan mencium kening gw, menyeka poni gw, tanda kasih sayang. “Kamu istirahat juga yah, dek.” Nyokap tersenyum.

Gw cuma mengangguk dan balas tersenyum.

“Daahhh..! Jangan lupa minum obatnya, yah!” Nyokap melambai, berjalan ke pintu sambil menenteng tasnya, kemudian hilang di balik pintu.

Gw menganga melihat kepergian nyokap. Bengong. Biasanya kalau gw sakit, selalu nyokap yang nungguin gw. Kali ini dia pergi, pulang ke rumah, dan gw dititipin sama... ehm... pacar gw.... huueehhh.....ngareepp!!!

“Oy! Dikunyah kaliii..” Ardo menggamit dagu gw yang menganga.

Asli gw malu banget digituin. Berasa kayak anak kecil banget.

Akhirnya, setelah menghabiskan ribuan tahun, makan malam pun selesai. Alhamdulillaaahhhh...

Terus Ardo menyuruh gw minum obat. Gw patuh kayak anak kecil yang diperintah bapaknya.

“Do, kamu tidur di mana ntar?” tanya gw, kuatir sama ketidak nyamanan Ardo.

“Ah, gampang.” jawabnya singkat. Dia lalu menonton HBO di sofa.

Gw merasa aneh deh. Dijagain Ardo, disuapin Ardo, di perhatiin Ardo. Ya Tuhan, aku terima rahmatMu yang melimpah ruah dalam hidupku... Tangkyu God!!!

“Do.” panggil gw.

“Hm?” gumamnya sambil nonton HBO.

“Sorry yah, aku udah mengacaukan performance panggung kamu.”

“Ah, enggak apa kali. Aku ajah enggak ambil pusing.”

“Tapi aku enggak enak, Do. Dan kamu udah baik banget nungguin aku gituh. Udah makan belum?”

“Udah.”

“......”

“......”

“Do...”

“Hm...?”

“Sini...”

“Apa?”

“Sini...”

Ardo berjalan dari sofa mendekati gw. “Apa?”

Ketika dia udah berada di depan gw, langsung gw rangkul lehernya dengan kedua tangan gw.

Ardo sempat diam. Membungkuk di dalam rangkulan gw.

Gw tetap merangkulnya.

Kemudian Ardo balas memeluk gw.

Badan gw langsung berasa hangat sekali. Wangi parfum Ardo tercium.

Gw bertanya di dalam hati, koc ada yah orang sesweet dia? Dan man, gw ini siapa, sampe dia mau melakukan ini semua buat gw?

Sejak itu gw tetapkan hati gw, bahwa gw hanya akan mencintai satu orang dalam hidup gw

-----------------------------------------------------------------------------

Chapter 1 - It's Hard to Say GOODBYE

0 comments:

Post a Comment