DISCLAIMER:

This story is a work of fiction. Any resemblance to any person, place, or written works are purely coincidental. The author retains all rights to the work, and requests that in any use of this material that my rights are respected. Please do not copy or use this story in any manner without author's permission.

The story contains male to male love and some male to male sex scenes. You've found this blog like the rest of the readers so the assumption is that material of this nature does not offend you. If it does, or it is illegal for you to view this content for whatever the reason, please leave the page or continue your blog walking or blog passing or whatever it is called.



It's Always About You - Chapter 1

Chapter 1, It's Hard to Say GOODBYE
by Oswald


Ketika mendapat kabar dari nyokap gw mengenai perpindahan keluarga yang sangat mendadak itu, gw enggak bisa menahan air mata. Waktu itu hari Rabu, dan nyokap dengan sedihnya mengabarkan bahwa hari Jumat besok kita sekeluarga akan pindah ke Bali. What the Hack?? Bali?

Dalam pikiran, gw harus berpisah dengan teman-teman SMP yang sudah sangat akrab melebihi saudara sendiri.
Air mata tak terbendung. Langsung gw lari ke kamar dan menangis. Air mata mengalir deras.

"Kenapa sih harus pindah ke Bali?" tanya gw dalam hati.

Sebenarnya nyokap sudah mengatakan alasan perpindahan keluarga gw dari Jakarta ke Bali, di karenakan beliau menjalin kerjasama dengan orang Jepang yang tinggal di Bali. Dan usaha bersama ini tidak bisa dilakukan berjauhan jarak tinggal.
Bokap pun meyetujui untuk pindah ke Bali karena saat itu kondisi ekonomi Indonesia sedang krisis akibat kerusuhan yang terjadi di tahun 1998.
Bokap seorang fotografer, dan dia sangat senang bisa tinggal di Bali, dengan alasan di Bali pangsa pasar fotografi masih rendah dan peluang bisnisnya terbuka lebar. selain itu bokap bisa menyalurkan hobi fotografinya karena pemandangan laut dan gunung di Bali yang emang pasti dan seyakin-yakinnya sangat indah.

Saat itu gw tidak dapat menerima perpindahan yang sangat mendadak itu.
Tanpa sepengetahuan gw,nyokap telah mendaftarkan gw di sebuah sekolah swasta di kota Denpasar.
Dan gw hanya memiliki waktu satu hari untuk menyampaikan perpisahan gw ini dengan teman-teman tercinta.

Gw adalah anak yang cukup populer di sekolah. Sebut saja nama Oswald, dan semua murid, baik teman-teman seangkatan ataupun kakak kelas dan adik kelas pasti ngenalin gw. Guru-guru dan pekerja sekolah pun menyukai karakter gw. Dan mereka semua tidak hanya mengenal gw, tapi mereka suka berteman dengan gw.
Hal ini disebabkan karena gw adalah anak yang sangat supel, dan suka sekali bercanda. Sudah menjadi pembawaan gw untuk ramah kepada semua orang. Bahkan kepada petugas kebersihan sekolah pun gw sering mengobrol dan mendengarkan keluh kesah mereka.
Guru-guru juga sering curhat kecolongan sama gw. Dan pastinya, teman-teman juga suka menceritakan masalah-masalah mereka ke gw.
Kata mereka, nyaman bila curhat dengan Oswald. Well, gw gak sengajalah bisa begitu. It's just naturaly my self. Memang kata bokap gw nurunin karakter dia yang satu itu, bisa menjadi tempat konsultasi dan pendengar yang baik. Dan thank's God banget gue punya kelebihan itu.

Gw benar-benar tidak menyangka dan sengaja untuk menjadi populer di sekolah. Gw hanya menjadi diri gw sendiri. Gak pernah gw melebih-lebihkan diri gw di depan orang.
Memang gw selalu aktif, ceria, demen olahraga sepak bola dan basket, dan gw juga bisa dengan mudah menguasai pelajaran sekolah.

Di sekolah, gw memiliki beberapa kelompok bermain. Dan mereka semua akrab banget sama gw.
Bahkan beberapa teman laki-laki sudah seperti saudara kandung sendiri. Ada sekitar 12 orang yang sangat akrab dengan gw. Setiap hari bermain bersama. Bertanding sepak bola sehabis pulang sekolah.
Mandi juga sering bersama-sama di kamar mandi sekolah yang bersebelahan dengan lapangan basket.
Kami sering pinjam-pinjam dan saling tukar baju. Pokoknya apa yang kami miliki adalah milik bersama. Tidak ada benci dan dendam. Tidak saling memusuhi dan tidak saling bersaing.
Untuk urusan perempuan, kami saling membantu dan tidak menyelak pacar teman sendiri.
Tapi gw enggak pernah punya pacar selama SMP. Bukan gw enggak tertarik berpacaran, tapi karena gw masih ingin bebas dan lebih menikmati aktifitas gw yang padat dibanding berpacaran.

Itulah yang menyebabkan beratnya kepergian gw meninggalkan Jakarta.
Meninggalkan teman-teman terbaik gw.
Meninggalkan hidup yang hampir sempurna.

Satu hari sebelum gw berangkat ke Bali, ke 12 teman terakrab gw mendatangi rumah gw sambil membawakan bingkisan hadiah perpisahan. Mereka membelikan gw bola basket Spalding Limited Edition yang bagus sekali.
Mereka juga memberikan gw jam tangan G-Shock berwarna putih dengan lampu nyala berwarna biru. Dan beberapa surat-surat perpisahan dari teman-teman wanita di kelas gw.

Sore itu kami duduk-duduk di lapangan ilalang tempat kami biasa melihat matahari terbenam.
Kami berangkulan. Sebagian dari kami menangis. Gw pun tidak tahan melihat mereka bersedih begitu, dan ikut menangis. Kami saling berangkulan dan berpelukan.

Esok paginya, sebelum berangkat ke airport, gw tidak tahan untuk tidak mampir ke sekolah ketika melewati SMP swasta gw itu.
Gw langsung lari ke kelas sebelum pelajaran pertama dimulai.
Teman-teman yang melihat gw sempat terperangah kaget. Seluruh teman-teman sekelas gw langsung heboh mengucapkan selamat tinggal.
Tapi kali ini tidak ada air mata. Perpisahan terakhir ini dengan suasana ceria dan tawa kerelaan. Beberapa teman laki-laki gw menomplok kepunggung gw seakan ingin meniban gw. Kami sempat bercanda-canda.
Gw janji untuk rajin mengirimkan surat dan akan selalu memberikan kabar lewat sms dan email.

Gw melihat langit biru dengan awan seputih kapas terbang melewati di depan wajah. Wajah gw tidak lepas melihat kota Jakarta yang terlihat semakin kecil dan jauh.
Matagw terus memandangi awan-awan yang lewat di jendela pesawat di luar sana.
Hati gw masih sangat beraaaatttt bangeeettt... Tapi gw belajar merelakan. Belajar menerima perpisahan.

Ketika gw mendarat di Bandara Ngurah Rai, gw hirup udara segar, sedikit berbau pantai.
"Well, let's see the new life.." pikir gw.
Dan gw mendorong kereta berisi koper dan tas bawaan ke luar bandara. Menuju lembar kehidupan yang berbeda dari sebelumnya.

-----------------------------------------------------------------------------

0 comments:

Post a Comment