DISCLAIMER:

This story is a work of fiction. Any resemblance to any person, place, or written works are purely coincidental. The author retains all rights to the work, and requests that in any use of this material that my rights are respected. Please do not copy or use this story in any manner without author's permission.

The story contains male to male love and some male to male sex scenes. You've found this blog like the rest of the readers so the assumption is that material of this nature does not offend you. If it does, or it is illegal for you to view this content for whatever the reason, please leave the page or continue your blog walking or blog passing or whatever it is called.



It's Always About You - Chapter 3

Chapter 3, The First Sight
by Oswald


Hari pertama gw menginjakkan kaki ke sekolah baru ini adalah pada masa orientasi siswa baru. Para siswa baru dibagi menjadi puluhan kelompok sesuai dengan kelas masing-masing. Dan kami saling memperkenalkan diri.
Tidak sulit bagi gw untuk bersosialisasi. Gw berusaha ramah dan tidak kaku pada teman-teman baru. Tapi sepertinya, anak-anak Bali memang agak berbeda dengan anak-anak sekolah gw yang di Jakarta.

Orientasi berlangsung seperti biasa. Setiap anggota kelompok di kerjai oleh para kakak kelas. Di suruh inilah, di suruh itulah.
Banyak dari siswa baru yang menggerutu, bahkan beberapa siswi menangis karena tidak tahan akan perlakuan kakak kelas.
Tapi gw malah suka diorientasi. Menurut gw masa orientasi itu masa yang seru dan lucu yang nantinya akan menjadi kenangan indah.
Di masa-masa orientasi itu, gw pernah disuruh menari ska di tengah-tengah kelompok.
Yah, secara gw suka music regae dan ska, so it doesn't matter for me.

Tiba-tiba ada seorang kakak kelas perempuan yang memanggil gw.
Dia menyuruh gw berjalan sepuluh langkah ke depan kemudian meneriakkan sebuah nama sekencang-kencangnya.
Gw turuti ajah perintah kakak kelas itu.
Gw berjalan sepuluh langkah ke depan, dan meneriakkan, "Ardooooo!!!" sekencang-kencangnya.
Kontan sesosok laki-laki yang berdiri di depan gw, sepertinya kakak kelas, langsung kaget dan menoleh ke arah gw.
Melihat gaya kagetnya, gw menahan ketawa.
Pada saat itulah gw melihatnya.
Kakak kelas laki-laki yang sangat tampan dan berperawakan smart. Kulitnya kecokelatan, senyumnya sangat manis, matanya tajam, alis matanya tebal dan menukik, di kedua pipinya dihiasi lesung pipi, rambutnya dipotong pendek ala mohawk yang membuatnya tambah keren, tubuhnya tinggi atletis, bahunya tegap, perutnya rata dan dan tubuhnya proporsional. Ia adalah tipe laki-laki yang digandrungi para siswi. Dan namanya unik sekali, Ardo.
Gw enggak tahu apa yang terjadi pada diri gw, dia begitu menyita seluruh perhatian gw. Serasa bumi berhenti berputar, waktu berhenti bergulir, 'dunia' gw berhenti, seluruh perhatian gw terfokus hanya padanya, mata gw lekat menatap Ardo.
Saat itu gw belum mengenalnya.

"Siapa yang menyuruh kamu manggil aku?" tanyanya dengan wajah tersenyum nakal. Logat Balinya khas banget.

"Itu, kakak yang disebelah sana." jawabku polos.

Kemudian gw disuruhnya melakukan hal yang sama terhadap kakak kelas wanita yang menyuruh gw tadi.
Setelah bertemu dengan kakak kelas yang bernama Ardo itu, gw enggak pernah bisa melupakannya.
Tadinya pikir gw dia hanya akan sekejap saja nyantol dalam otak gw. Enggak gw sangka betapa salahnya gw.
Betapa ia.... Ehem... You better just read this story...

Hari-hari orientasi terus bergulir. Dan gw diam-diam selalu memperhatikan Ardo, si kakak kelas tampan.
Ardo berbeda dari kakak kelas lainnya. Dia berkelas. Di mana kakak kelas lainnya yang berkelakukan nista plus norak, dia selalu terlihat keren. Orangnya cool banget, manly banget, tenang, tapi setelah diperhatikan, sebenarnya dia orangnya asik banget, santai, smart dan punya gaya centil sendiri.
Punya ciri khas dan karakter yang kuat. Itu terlihat sekali ketika dia di tengah-tengah teman-teman kakak kelas lainnya, dia lebih dominan. Ardo seperti matahari. semua terfokus padanya, berputar dan terjerat gravitasinya, ia menarik yang lain untuk mendekatinya, tanpa ia perlu melakukan apapun.

Dia suka memukul-mukul meja membentuk ketukan beritme seperti suara drum. Itu sisi isengnya.
Ketika upacara bendera pada saat orientasi, dia tidak mau mengenakan topinya karena takut tatanan rambut ala mohawkanya rusak. Itu sisi centilnya. Tapi akhirnya di pakai juga tuh topi.
Di saat kakak-kakak kelas lain gemar menyiksa adik-adik kelas, dia lebih suka mengobrol bersama teman-teman baiknya di pojok lapangan sekolah, sama sekali tidak berniat mengerjai ataupun menyiksa adik-adik kelas..
Itu sisi baiknya Ardo.
Ketika ditugaskan untuk merapihkan barisan adik-adik kelas, dia mampu melakukannya dengan baik, tanpa marah-marah dan berteriak-teriak seperti kakak kelas lain. Herannya justru dengan gaya kalemnya ia memerintahkan barisan, adik-adik kelas lebih menurut, dibanding kakak kelas lainnya yang berteriak-teriak sambil membawa tongkat. Wibawa Ardo kuat, tanpa ia harus melakukan apapun.

Gw semakin kagum melihat Ardo. Dan namanya berulang kali terngiang di otak gw.

Sebelum perayaan berakhirnya orientasi, di sore hari yang masih terik, kami para siswa baru berjalan kembali ke sekolah, sehabis dari lapangan pusat kota. Anak-anak lain berjalan beriringan. Mereka sudah saling kenal. Ya iyalah, secara mereka dari SMP bareng, ya pastilah udah saling kenal.
Cuma gw sendiri yang berjalan sendirian di belakang barisan.
Gw lagi bete banget tuh. Mood gw lagi drop abisss. Gw kecapean, kehausan, kaki serasa mau patah, badan lengket, baju kotor, sendirian gak ada teman, dan gw kangen sama teman-teman di Jakarta.
Sepertinya semua kehidupan gw berbalik 180 derajat. Di sekolah lama yang di Jakarta, gw gak pernah mengalami orientasi separah ini. Dan gw selalu punya teman, gak takut akan kesepian. Pasti ada ajah teman yang nyamperin dan ngajak ngobrol. Di sini seakan gw di uji. Man! Gw gak punya teman. Kenalan siswa baru semasa orientasi gw udah entah pada ke mana, mencar-mencar semua. Ternyata anak-anak Bali memang benar berbeda dengan eman-teman Jakarta gw. Cara bercanda mereka berbeda sekali, pembicaraan dan gaya ngobrolnya juga beda. Ternyata, ini yah yang namanya susah sendirian karena enggak punya teman. Wew... Baru kali ini gw ngerasain...

Ketika gw berjalan di belakang rombongan sambil melamun, seseorang tiba-tiba berjalan di sisi gw.

"Capek?"

Gw menoleh ke samping dan ternyata.. DIA..
Tiba-tiba gw enggak bisa mengeluarkan suara apapun. Gw cuma melongo memandangi wajah tampan itu.

"Nih minum, bentar lagi juga sampai sekolah." Ardo memberikan sebotol air mineral miliknya yang tinggal setengah.

Gw menerima sebotol air mineral itu dan masih bengong.
Ardo kemudian kembali berjalan cepat mendahului gw.
Gw cuma bisa jalan sambil terus melongo. Itu kakak kelas barusan ngasih gw air minum? Wew..
Seketika gw jadi terhibur, dan semangat gw bangkit.
Akhirnya gw berjalan di belakangan rombongan siswa orientasi sambil senyam senyum sendiri.

Malamnya gw gak bisa tidur. Sumpah, itu botol air mineral masih gw simpen sampe sekarang.

-----------------------------------------------------------------------------

Chapter 1 - It's Hard to Say GOODBYE

0 comments:

Post a Comment