DISCLAIMER:

This story is a work of fiction. Any resemblance to any person, place, or written works are purely coincidental. The author retains all rights to the work, and requests that in any use of this material that my rights are respected. Please do not copy or use this story in any manner without author's permission.

The story contains male to male love and some male to male sex scenes. You've found this blog like the rest of the readers so the assumption is that material of this nature does not offend you. If it does, or it is illegal for you to view this content for whatever the reason, please leave the page or continue your blog walking or blog passing or whatever it is called.



It's Always About You - Chapter 5

Chapter 5, He's The Angel
by Oswald


Suatu sore, gw dapat sms dari nyokap. Isinya mengenai nyokap minta ditemenin untuk berenang di Hard Rock setelah gw pulang sekolah.

Ketika sampai di rumah, nyokap gw dengan centilnya mengajak gw berenang di Hard Rock.

"Sayang dek membernya, sudah mau habis. Kalau enggak dipakai sayaaanngg.." katanya.
Bokap juga ternyata kepingin ikutan.

Jadi, berangkatlah gw bonyok ke Kuta sore itu.
Berenanglah kita di Hard Rock.
Abang gw? Lagi jaga warung kali... hehehe...

Waktu berenang, gw sempat melihat pemandangan aneh. Ada 3 orang bule cowok sekitar umur 30an tahun, sedang berenang memakai kaos dan celana pendek, mereka bergelayutan di atas ban renang berbentuk bebek. Mereka bertiga terlihat akrab. Sangat akrab. maksud gw, sangat.. sangat.. akrab.. U know wat i mean.. Mereka saling berpelukan, berciuman dan bercanda-canda centil gituh. Wew..

Setelah selesai berenang, gw segera masuk ke kamar bilas pria.
Gw memasuki bilik shower yang kosong. Di sebelah-sebelah sudah terisi orang lain. Hanya di tengah yang kosong, yang gw tempati.

Gw buka Speedo gw. Langsunglah gw keramas dan sabunan.
Lagi asik-asiknya sabunan, gw merasa cincin gw terlepas.
Wah!! Tidak! Jangan sampai hilang! Itu cincin dari Mario, best friend gw di Jakarta. Gw sama sekali enggak rela kalau sampai cincin itu masuk ke lubang pembuangan air. Bisa gw bom tuh shower room dan gw gali tuh lubang pembuangan. Lebay..

Gw nunduk-nunduk ke bawah mencari-cari di balik busa sabun. Itu dia!
Cincin itu tergeletak di lantai, di lantai bilik shower sebelah.
OH NOOOOO!!!!
Jadi, bilik shower itu sekatnya tidak sampai full ke lantai, sekatnya hanya sampai di atas mata kaki, kira-kira 15 cm dari lantai. Sehingga kita bisa melihat kaki orang yang berada di bilik sebelah.

Aduh gimana donk? Masa gw merogoh-rogoh ke bilik sebelah. Ntar kalau dia liat ada tangan yang menggapai-gapai di lantai bilik dia, bisa-bisa tangan gw diinjak lagi.
Tapi gw gak mau sampai cincin itu hilang. Mau enggak mau, gw harus ambil cincin itu.

Gw menunduk, berjongkok, berlutut di lantai bilik, kemudian badan gw dekatkan ke lantai. Gw lihat kaki tetangga gw yang sedang mandi itu. Dia lagi menghadap ke arah lain. Baguslah! Dia pasti enggak mungkin melihat tangan gw yang menggapai-gapai di lantai. Gw tekan badan gw lebih rendah dan gw mulai ulurkan tangan kiri gw. Duh enggak nyampe lagi. Gw dorong badan gw ke bawah sekat antara bilik gw dan bilik sebelah. Dan gw ganti meraih cincin itu dengan tangan kanan. Badan gw jadi terlentang menghadap atas, dan gw jadi tiduran di lantai bilik.

Saat itulah gw melihatnya. Orang itu sedang menghadap lurus ke arah sana, dia membelakangi gw. Dari posisi bawah ini gw bisa melihat genitalnya. Organ rahasianya. Sumpah dehh... Gw enggak sengaja ngeliat pemandangan syur di depan gw itu. Gw enggak bermaksud dengaja.
Gw melihat sepasang bola kembar menggantung ditengah-tengah selangkangan orang itu, dan..
OH My Gosh!! Gw tanpa sengaja juga melihat penisnya. Besaarr sekaliiii... Sudah di sunat, dengan palkon yang tebal.
Gw tidak bisa melihat wajah orang itu, tapi mau enggak mau gw harus melihat posisi badan orang itu. Karena kalau dia berbalik badan, gw harus cepat-cepat menarik tangan gw kembali.

Secepat mungkin gw mengapai-gapai, berusaha meraih tuh cincin biadab yang membuat gw jadi kayak orang bego, tidur-tiduran di lantai shower room.
Gotcha! Jemari gw meraih cincin jahanam itu. Dan segera gw tarik tangan kanan gw, sebelum orang di bilik sebelah itu berbalik badan.

Setelah itu gw berbilas, mengeringkan badan dan mengenakan baju bersih. Gw mendengar orang sebelah sudah selesai dan keluar dari biliknya. Gw pun sudah selesai, dan keluar juga.

JEDERRR!! Alangkah kagetnya gw setelah mengetahui siapa orang di balik bilik tadi. DIA!!!

“Eh Ardo.” sapa gw dengan senyum getir dan salting abis. Sumpah muka gw panas.

“Hey, Os!” Ardo tersenyum melihat gw.

“Habis berenang, do?” tanya gw sambil berjalan ke arah pintu keluar.

“Iya, aku member di sini.” Ardo menjawab sambil mengusap-usap kepalanya dengan handuk.

“Wah, aku juga, do. Koc tadi enggak ketemu ya? “ Wah ternyata dia juga member di siniiii!!!

“Iya ya, koc ndak ketemu ya. Hehe..”

“Yuk, keluar, do.” ajakku keluar dari shower room.

“Ok. Pa, Ardo keluar dulu ya.” Sebelum keluar, Ardo memberitahukan ayahnya yang belum selesai berbilas di dalam bilik yang satu lagi.

Wah sopan sekali yah, sebelum keluar dia memberitahukan papanya.


Ya ampuuunn... Ternyata orang yang mandi di bilik sebelah itu adalah Ardo!!! Dia enggak melihat gw menggapai-gapai lantai biliknya kaann?? Duh...
Ngomong-ngomong soal melihat, berarti... tadi itu... gw melihat.... itunya... Ardo...
HOOOAAAAA!!!




Setelah keluar dari shower room. Dan setelah keluarga kami masing-masing telah selesai berbilas, ardo memperkenalkan papa dan mamanya ke bonyok gw. Kita pun makan malam bersama di cafe pool side Hard Rock.
Ternyata bonyoknya Ardo dan bonyok gw cocok, sehingga mereka cepat akrab.
Bonyoknya Ardo sangat ramah, dan bahan pembicaraannya cukup berat.
Biasalah, para ayah membicarakan tentang bisnis, perekonomian dan politik. Sedangkan para ibu membicarakan tentang anak, dokter kecantikan dan bisnis berlian.

Entah mengapa, gw enggak begitu ngerasa lapar. Padahal biasanya setelah berenang, gw pasti langsung makan membabi buta.
Caesar Salad di piring gw cuma gw coel-coel, baconnya saja yang udah habis. Grilled Turkey yang gw pesen masih utuh.

Ardo melirik ke arah piring gw kemudian ke wajah gw. Dia menaikkan alisnya.

Gw yang melihat pergerakannya, cuma bengong memandanginya dengan muka polos menjurus idiot.

Ardo mengedikkan dagunya ke piring gw, tanda menyuruh gw menghabiskan makanan yang ada di piring gw.

Gw cuma mengerutkan kening sambil sedikit menggelengkan kepala.

"Enggak nafsu?" Ardo tersenyum, Lesung pipitnya menyapa gw.

"Iya nih." Gw menjawab lemas.

Ardo cuma ngeliatin gw doank. Masih tersenyum. Masih ngeliatin gw.

Gw bingung.

Ardo masih ngeliatin gw. Matanya menatap mata gw. Masih ngeliatin gw.

Gw mulai salting.

Ardo masih ngeliatin gw. Matanya menatap lekat ke mata gw.

Gw mulai panik.

Mendadak, gw keingetan sama kejadian di bilik shower tadi. Gw teringat tadi melihat badan Ardo yang telanjang dari bawah, ketika gw lagi menggapai-gapai cincin biadab.
Kontan wajah gw langsung merah padam. Merah, semerahmerahnya. Dalam hitungan kurang dari 3 detik, gw ngerasa darah mengalir ke kepala gw dan gw jadi kepanasan.
Asli, gw tau banget, kalau kepanasan gara-gara panik kayak gini, muka gw pasti merah banget.
Gw salting abeeiiissss!!!!

Ardo langsung menahan tawanya. Wajahnya langsung terlihat iseng banget. Senyum nakalnya itu loohhh... Wew..
Dia ketawa-tawa gituh.

Asli iseng banget nih orang!
Dia tahu kalau gw diliatin gitu bisa grogi dan jadi salting. Duh.. gw keliatan kayak orang bego dengan muka merah gw...

"Kenapa sih, koc sampai merah gitu?" tanyanya sambil ketawa-tawa jahat.

"Eh.. err..." sumpah gw gak bisa menjawab apa-apa.


Makan malam kami sudah selesai, tapi para bonyok masih ketagihan ngobrol.
Akhirnya gw dan Ardo ijin untuk berjalan-jalan mengelilingi Hard Rock Hotel.

Kami melewati lobby yang di dindingnya dipenuhi berbagai gitar keren milik para musisi legendaris dunia. Ardo bercerita mengenai beberapa sejarah musik yang berkaitan dengan tokoh musikus legendaris tersebut.

Kamudian kami berjalan menuju sebuah Deck di lantai 2. Deck tersebut seperti dermaga. Menjurus lurus keluar bangunan, dan di bawahnya akan terlihat kolam renang tempat tadi kami berenang. Kami berjalan hingga ke ujung Deck, dan bersandar di ujungnya, di tepian pagar kayu.

“Os..” panggil Ardo.

“Ya?' jawab gw.

“Ke betah tinggal di Bali?”

“Sebelumnya sih enggak. Tapi lama kelamaan, aku jadi lebih suka Bali di banding Jakarta.”

“Ke akan terus stay di Bali atau someday akan move lagi ke Jakarta?”

“Wah, untuk itu aku belum tau, do. Aku juga masih bingung, apakah akan stay di Bali for good atau enggak. Kenapa, do?”

“Ah, enggak sih, aku cuma nanya aja.”

“Kamu sendiri gimana, do?”

“Kalo aku sih maunya bisa kuliah ke Jakarta, atau ke luar negeri. Aku mau mencari pengalaman, enggak mau di sini-sini aja.”

“Wow.”

“Aku mau kuliah jurusan Graphic Design, dan coba bekerja sambilan di Jakarta. Setelah itu, aku mau coba tinggal di USA. Kerja untuk ngumpulin uang dari sana. Terus aku pulang lagi ke Indo untuk membangun usaha baru.”

“Wah, kamu udah mikirin sejauh itu yah, do.”

“Iyalah, Os. Aku udah harus mikirn masa depan. Dari sekarang aku udah ngeband-ngeband untuk menambahkan penghasilan. Aku tabung terus, buat tambahan ke USA.” Ardo berbicara sambil memandang ke arah pantai Kuta. Matahari telah tenggelam, langit berubah warna menjadi biru tua.

Gw sangat amazed sama pola pemikiran Ardo. Dia bahkan belum lulus SMA, tapi sudah memikirkan langkah-langkah berikutnya. Dewasa banget. Saluuuttt!!!

“Planning ke apa, Os?”

“Umm... Lulus sekolah, terus kuliah, terus kerja.. enggak tau kerja apa.. hehehe..” Duh ketauan begonya gw, gak pernah memikirkan masa depan.

“Ke harus memikirkan masa depan dari sekarang, Os. Supaya enggak salah langkah nantinya. Karena kalau salah langkah, ke enggak akan bisa ngulang, kalupun ngulang itu sudah membuang waktu percuma. Ayo, Os, semangat!” Ardo menepuk pundak gw.

Ardo menceritakan rencana-rencana hidupnya. Dan dia pun berusaha membakar semangat gw. Dia memberikan gw inspirasi, membukakan pikiran gw yang selama ini mampet. Ardo seolah mencuci otak gw yang butut ini, menjadi jernih. Seakan-akan pintu di otak gw yang selama ini tertutup, langsung di dobrak terbuka. Berkali-kali gw kena tusuk sama perkataannya. JEP! JEP! JEP!

Duuhh... dibandingkan dengan dia, gw enggak ada apa-apanyaaa... Dia itu dewasa banget. Padahal cuma beda 1 tahun. Tapi pemikirannya sudah jauh ke mana-mana di banding gw. Malu banget gw sama diri gw sendiri.

“Do, makasih ya. Nasehat kamu tuh ngebuka pikiranku banget. And now i feel like i have another big brother."

“It's ok bro. I love to share good mind set to others. And yes, im you brother.” Ardo merangkul pundak gw. Gw diketekin. Tinggi gw yang cuma sebahu dia, langsung tenggelem.

Gw nengok dan mendekatkan wajah gw ke wajah Ardo. “Browthur.”

“Browthur.” Ardo mengangguk. Kemudian dia tersenyum maniiisss banggeettt...

Lalu bayangan tentang badan Ardo yang telanjang mendadak muncul lagi di otak gw. Seketika wajah gw langsung merah lagi.
Gw langsung nunduk supaya Ardo enggak lihat. Asli gw langsung grogi lagi.

Ardo yang melihat gaya salting gw dan muka merah gw, cuma nyengir kebingungan sambil mengangkat alisnya.
"Kenapa sih nih anak?" Dia memegang belakang kepala gw dengan telapak tangannya, dan mendorong kepala gw dengan lembut.

"Eh.. Enggak." Muka gw panas banget.

Pada malam itu, di ujung Deck, dengan angin pantai yang sepoi-sepoi, pikiran gw di refresh oleh seorang malaikat. Dan malaikat itu adalah orang yang gw kagumin selama ini. Dan gw enggak pernah nyangka, akan di anggap Browthur oleh malaikat itu.

How Lucky Bastard I Am...

-----------------------------------------------------------------------------

Chapter 1 - It's Hard to Say GOODBYE

0 comments:

Post a Comment