DISCLAIMER:

This story is a work of fiction. Any resemblance to any person, place, or written works are purely coincidental. The author retains all rights to the work, and requests that in any use of this material that my rights are respected. Please do not copy or use this story in any manner without author's permission.

The story contains male to male love and some male to male sex scenes. You've found this blog like the rest of the readers so the assumption is that material of this nature does not offend you. If it does, or it is illegal for you to view this content for whatever the reason, please leave the page or continue your blog walking or blog passing or whatever it is called.



Negeri Dibalik Awan - Chapter 31 END

Chapter 31
by Ajiseno


Angin semilir dingin menerpa tubuhku…
Terpadu dengan terik panas matahari yang menyengat
Akhirnya terbentuklah sebuah perasaan nyaman berbalut dengan kehangatan dan kesejukan

Pelan aku duduk di bongkahan batu yang lumayan besar
Adit mengikutiku
Ini sudah ketiga kalinya aku duduk di sini
Masih kuingat pertama kali aku mengenal tempat ini
Malam-malam yang ditemani sinar purnama
Aku ‘dibawa’ agung kesini
Dan pagi ini dengan suasana yang sangat berbeda aku kembali di sini

Ini adalah tempat yang sedemikian nyaman dan tenteram
Jauh dari pemukiman penduduk
Bahkan aku yakin…ini sudah masuk wilayah milik negara
Sekitar tiga ratus meter di bawah sana masih kujumpai beberapa ladang penduduk
Tapi disini sudah tak ada ladang
Walaupun ini bukan hutang lindung tapi jelas terlihat kalau disini tadinya adalah hutan pinus
Masih terlihat bekas-bekas pohon pinus yang ditebang
Sekarang terhampar semak belukar dan alang-alang yang luas
Di sela-selanya terdapat tanaman pinus muda untuk penghijauan
Dan sekitar seratus meter dibelakang sana…..
Hutan lindung yang rimbun berwarna kehijauan memenuhi lereng timur gunung prau…
Sangat indah…
Gunung prau dari sedemikian dekat sangatlah indah
Dalam hati aku berterima kasih pada agung yang tlah mengenalkan tempat yang indah ini kepadaku.

“kita di tempat yang tinngi banget ya kak?”
Aku mengangguk pelan
Adit berdiri berkacak pinggang menghadap ke timur
seluruh tempat terasa berada dibawah kita…
“wowww…”adit masih saja terpana
Pemandangan di bawah sana memang menakjubkan
Dua gunung tinggi besar kokoh berdiri…sumbing sindoro
Di bawahnya lembah luas…
Kotak-kotak sawah terlihat sedemikian indah
Dan di ujung sana gunung merapi merbabu terlihat kecil
Seperti beteng alam yang berderet memagari lembah subur.

“indah kan dit?”
“banget…”
Perlahan adit mendekatiku
Duduk menghimpit tubuhnku
Wajahnya masih terus mengamati keindahan alam yang sedemikian sulit untuk di lukiskan.

Kurangkul tubuhnya yang kecil
“dit…”
“iya kak”
“kuajak kamu kesini…hmmm…biar kamu bahagia, kulihat kemaren kamu di rundung duka dan aku tak ingin hal ini terus berlanjut”
Adit menatapku
Kulihat matanya berkaca-kaca
Dan dengan gerakan lembut dua memelukku
“makasih kak…makasih…makasih, swear aku sayang kak aji, kak aji lebih dari saudara buatku”
Kuelus rambutnya pelan…
Dalam kesejukan udara gunung
Dalam kecerahan alam yang menapilkan keindahan yang memukau…
Aku bahagia…
Sangat bahagia dalam pelukan adit.

“kak”
“ya dit”
“siapa yang ngajak kakak pertama kali disini”
Aku sejenak terdiam
Entahlah….
Sekilas memori tentang agung kembali melintas
Di sini…
Dibatu tempatku sekarang duduk
Aku tidur di pangkuannya
Berselimut sarungnya
Akhhh…agung dimana kamu sekarang?
Moga di sana di keluargamu kamu dapatkan keluargamu
Terlalu banyak kenangan yang tak mungkin kulupakan.

“hmmm….namanya agung”
“agung?”
“iya”
“dia orang lampung, hmmm…dia tinggal disini dan apa ya? Dia…hmmm dia jadi sopir eh, ya…boleh lah dibilang sopir, dia yang bantu aku selama disini, lebih tepatnya mirip asistenku gitu,”
“ohhh gitu ya, orangnya pasti cakep ya kak?”
“ya cakep, cakep banget, dia ganteng, dia macho dia…huft!”
Aku melotot pada adit
Semua yang kuucap tentang agung seolah anak panah yang melesat begitu cepat tanpa kendali keluar dari mulutku.
“eit salah ding, dia dah tua, jelek item…”
“hahahhahahhaha…..udahlah kak aji nggak bisa boong”
“iya beneran, agung itu jelek dit”
“hehehehehe, ngga mungkinlah, aku tahu bener siapa kak aji ini hehehehe”
“uhhh, tapi tak seperti yang kau pikir lho dit”
“hehehehehe, iya deh, heran ya, di daerah terpencil kayak gini saja masih nemuin orang cakep, dasar! Eh, sekarang agung dimana kak?”

Aku menoleh memandangnya
Uhh…aku paling tidak bisa bohong dengan adit atau hendra
“dia sekarang di lampung dit”
“alaaa boong”
“beneran”
“ya udah, kok di lampung trus dulu disini ngapain?”

Aku menarik nafas panjang
Dengan pelan aku bercerita tentang agung
Semuanya…..
Adit memperhatikan dengan sedemikian serius

“gimana menurutmu , agung itu dit?”
Adit menghela nafas
“aku kasian ma dia, swear, aku kasihan kak, andai aku jadi dia, aku tak tahu harus berbuat apa, bagaimanapun juga, makasih kak, kak aji telah membantunya”
Aku tersenyum
“jadi anak istrinya agung masih disini?”
Aku mengangguk
“itulah dit, pada dasarnya semua orang punya masalah, makanya kamu tidak sendiri, kamu harus mensyukuri, apapun juga yang terjadi padamu”
Adit menunduk
Dan…
Dia kembali memelukku
Sekarang jauh lebih erat dari sebelumnya.

tidak terasa...
waktu terasa sedemikian cepat
hingga tak terasa sudah jam dua siang aku bercengkrama dengan adit
kabut dari puncak gunung prau mulai turun
hawa dingin menusuk tulang
kuputuskan untuk kembali...
menyususri desa-desa menuju rumahnya pak sujar
meninggalkan lereng prau yang damai.

"ini desa yang tadi ya kak?" tanya adit
'ya dit"
"woww...seneng deh, tadi disana aku agak takut heheheh, takut kalau tiba-tiba ada macan datang"
"heheheheh...justru macannya yang takut pada kita dit, lebih tepatnya terpesona, hahahaha"
"ahahahahhaa...kak aji lebay..."

"bentar dit, aku mau mampir ke rumah seseorang"
"kemana lagi kak?"
"rahasia deh, entar kamu juga tahu"
kubelokkan sepedaku ke gang sempit berbatu
kanan kiri gang rumah yang sedemikian padat
dan tepat di ujung gang, sepedaku berhenti

"turun dit"
adit turun
dia mengikutiku saja
dari wajahnya terpancar rasa penasaran yang dalam

kami berjalan kaki menuju rumah yang berada di paling ujung
rumah yang terlihat paling sederhana dibanding rumah-rumah yang lain
dibelakang rumah terlihat jelas rumpun bambu yang rimbun dan bergoyang pelan tertiup angin

kami berjalan turun melewati jalan berundak setapak yang masih tanah dan belum berbatu
akhirnya sampai juga di depan rumah tersebut...
akhhhh...rumah ini semakin reyot saja
terlihat tiang rumah yang dari bambu mulai keropos termakan rayap tanah
dinding rumah yang berupa anyaman bambu juga sudah mulai rusak

kuketuk pintu....
"salamualaikummmmm..."
tak ada suara di dalam...
sepi...
kuulang kembali ketuk pintu
benar-benar sepi.
akhhh...aku lagi tak beruntung, rumah ini kosong, pastilah seluruh penghuninya sedang di ladang.
"kak ini rumah siapa sih? kok serem gini?" adit berbisik
aku cuma mengambil nafas panjang, sambil mengangkat pundak.
kulihat adit cemberut.

"mas ajiii..." suara seseorang setengah berteriak
aku menoleh ke arang samping
tampat seorang rmaja yang sedang manggul segulung rumput gajah terpaku memandangku
aku tersenyum lebar lega
dia langsung membuang gulungan rumput dari atas kepalanya
sambil mengusap-usap kedua belah telapak tangannya untuk membuang kotoran
dia datang dan langsung menyalamiku
kulitnya semakin hitam
aku yakin....ini karena dia terus bekerja keras terterpa sinar mentari

"apa kabar mas...?" tanyanya sambil menyalamiku
"baik gi, neh kenalkan saudaraku, aditya namanya, dit ini namanya sumargi"
adit langsung menyalaminya.
"kok sepi gi, pada kemana?"
"ohh...bentar, mas aji masuk dulu, bentar..."
dengan cepat dia membuka pintu kemudian berlari dan hilang disamping rumah.

kami pelan masuk rumahnya
sepi dan gelap
hawa dingin dan lembab langsung menyeruak menerpa tubuhku.
pelan kami duduk di kursi panjang dari bambu
adit semakin penasaran saja dengan sumargi

ternyata margi memanggil seluruh keluarganya
tak tahulah tadi semuanya di mana
yang jelas saat ini dengan tergopoh-gopoh ibunya sumargi menyambutku
kulihat beliau semakin kurus setelah meninggalnya suaminya.
rambutnya awut-awutan dan pakaiannya sudah sangat kusam
di belakangnya dua adiknya sumargi terdiam terpaku mengamatiku dan adit
dan...kemudian keduanya menyalamiku dan adit

ibunya margi begitu kikuk menghadapiku
"duh...mas aji kesini kok nggak ngasih kabar dulu to, sami sugeng to mas?"
"nggih bu, pangestu sak konduripun, ibu sekeluarga nggih sami sugeng to?"
"nggih mas, monggo sekecakke lenggah mas"

ibunya sumargi masuk ke dapur
sumargi duduk di depanku
keringatnya masih menetes deras
adiknya menggelendot manja di sisinya
sedang adiknya yang satunya lagi menyusul ibunya ke dapur

pelan kubuka tas punggungku
kukeluarkan tas plastik yang berisi biskuit, roti, kopi susu saccet,dan dua kuilo gula
kusodorkan ke sumargi
"nih gik,sekedar oleh-oleh untuk kamu"
'ahh mas aji, selalu repot, makasih mas.."
"tuh dibuka, adikmu di beri biskuit gi"

kulihat sumargi mulai membuka plastik kresek dan mengambil sepotong biskuit selanjutnya menyodorkan pada adiknya
biskuit itu langsung di santap dengan wajah cerahnya
aku tersenyum bahagioa memandangnya

"gi...gimana kerjaanmu?"
"hmmm...baru libur beberapa hari ini mas, seminggu lagi katanya ada proyek di batang mas, jadi aku ikut mas yoga"
"ohhh gitu ya, kamu nggak pa pa ninggalin keluargamu gi?"
"ya gimana lagi mas, kalau nggak gini aku nggak mungkin bisa ngumpulin modal untuk ngidupin keluargaku mas"
"modal? maksudmu?"
sumargi sedikit tersenyum masam
"yah boleh dibilang gitu mas, upah kerja yang kemaren dapatnya lumayan mas, jadi kemaren sudah bisa aku beli kambing sampai tiga ekor, sekarang keluargaku seneng mas, sudah punya kambing sendiri, makasih lho mas aji, ini semua berkat bantuan mas aji juga"
"walah nggak juga gik, gimana dengan temen-temen kerjamu gik?"
semua baik-baik kok mas, apalagi mas yoga, baik banget mas, aku jarang kerja berat kok, malah sepeninggal mas agung, aku di suruh mengganti posisinya mas agung, kerjaannya cuma nulis-nulis barang dan material saja kok mas, yahh kadang kerja beras juga, ngaspal, ngangkut pipa dan lain-lain, tapi semua nggak masalah kok"

aku tersenyum memandangnya
memandang wajah sumargi yang sekarang lebih berbinar dalam menatap hidup
wajah yang dulu begitu kuyu penuh dengan penderitaan
ohh Tuhan...andai aku bisa bantu lebih, maka akan kubantu sumargi dan keluarganya dari jurang kemiskinan
tapi...
hanya inilah yang bisa kupewrbuat

"mas sumargi ini kerja apa to?" tanya adit penasaran
akhirnya dengan pelan sumargi bercerita tentang kehidupannya sepeninggal ayahnya
adit beberapa kali menunduk ..
aku paham...dia ikut juga merasakan penderitaan hidup ditinggal seorang ayah
mirip sumargi

kesedihan berlalu seiring munculnya ibunya sumargi dengan membawa nampan dengan beberapa gelas teh panas dan singkong rebus yang masih berasap
"maaf lho mas, kami tak ada makanan yang pantes untuk mas aji dan adik ini, hanya singkong rebus saja mas"katanya sambil meletakkan di atas meja
aku tersenyum menyambutnya
"nggak apa-apa bu, ini juga kesukaanku ko, singkong rebus"
"eh bu, katanya minggu depan margi mau ke batang ya?"
"oh nggih mas"
"ibu nggak pa pa bu, di tinggal sumargi"
"nggak apa pa lah mas, ya gimana lagi mas, wong perginya sumargi juga untuk cari uang, bukan untuk dolan-dolan"
"maksudku, ibu nggak takut tinggal bertiga saja dengan anak-anak yang masih kecil"
"nggak pa pa mas, nanti rencananya lik nya sumargi, adikku aku suruh tinggal disini kalau malam, menemani aku gitu lho mas"
" ya syukurlah kalau gitu, terus terang aku nggak enak hati sama keluarga ini, kalau gara-gara pekerjaan sumargi, ibu jadi kerepotan"
"walah, nggak pa pa mas, malah saya yang matur nuwun mas, karena bantuan mas aji, margi jadi dapat kerja"
"maaf bu, cuma kerja kasar gitu bu, karena hanya itu yang dapat kubantu"
"nggih mas, lho ini apa to? mas aji selalu repot gitu kalau disni, matur nuwun lho mas oleh-olehnya"

"monggo mas, di minum dan di makan, gi ayo ke belakang dulu bantu-bantu ibu"
"nggih bu"
sumargi beranjak dari duduknya
aku paham, pastilah mereka mau masakin buat aku
"buu mau kemana, nggak usah repot masak-masak lho" ucapku mencegahnya
"nggak pa pa kok mas, hanya masakan biasa saja"

semua berlalu menuju dapur
tinggal aku dan adit yang mengunyah pelan singkong rebus
terasa nikmat walau hanya singkong rebus
sebuah kesederhanaan kusodorkan pada adit
"kak, usia sumargi itu kira-kira sama denganku ya?"
"iya, emang napa dit?"
"luar biasa ya, diusia segitu dia sudah bisa menghidupi keluarganya"
"yahh karena keadaan dit"
"aku sedikit ngiri pada margi kak"
"nggak usah iri, yang jelas kamu harus bersyukur"
"margi dan aku senasib, sama-sama kehilangan ayah diusia muda, hanya memang harus kuakui aku lebih beruntung dari dia, aku masih bisa sekolah, tapi herannya kami semua dibantu oleh kak aji, makasih ya kak"
dia mengambil telapak tanganku
dan meremasnya di pangkuannya
aku menoleh
memandangnya sambil tersenyum
"kayaknya dah ribuan kali kamu bilang makasih, sekarang kamu yang lebay kan?"
"hehehehehe...iya deh"

Akhirnya selesai sudah kunjunganku kali ini ke lereng prau
Setelah dari rumahnya sumargi kulanjutkan dengan bersantai di rumahnya pak sujar
Kami ngobrol panjang lebar
Tentang agung, teguh dan semuanya
Mas yoga sangat bersemangat dalam bercerita
Sebenarnya malam ini aku dan adit merencanakan tidur di rumahnya pak sujar
Tapi kulihat adit tidak menyukai gagasan ini
Aku maklum, adit belum terbiasa dengan udara dingin yang menusuk tulang seperti ini.

Dan dengan berat hati, sore ini kami pamit
Sudah jam 16.30…
Sangat sore untuk sebuah perjalanan kembali ke semarang
Tapi tak apalah…
Memang tujuan kali ini hanya jalan-jalan saja.
Dan kulihat ada banyak hikmah dalam perjalanan ini terhadap semangat hidup adit
Setelah bertemu dengan sumargi kurasakan adit kembali semangat hidupnya
Aku lega…

Ini memang salah satu tujuanku
Masih kuingat ketika bapaknya adit meninggal, dan eyangnya adit memintaku ikut membimbing adit
Inilah memang tujuanku mengajak adit ke lereng prau…
Agar dia mengenal kehidupan yang sesungguhnya
Agar dia paham…
Disisi lain di sudut dunia masih banyak yang lebih menderita dari padanya
Dan agar dia paham…
Bahwa hidup bukan untuk di sesali
Tapi untuk dinikmati dengan terus menerus berusaha mencari kebahagiaan yang sesungguhnya.
Dan kebahagiaan hakiki hanya dapat diperoleh oleh orang-orang yang mensyukuri nikmat
Dan kebahagiaan hakiki hanya dapat diperoleh dengan senyum ketika kita melihat orang lain ikut merasakan bahagia
Dan kebahagiaan hakiki dapat diperoleh dengan membuat orang lain ikut merasakan bahagia.
Dan…
Semua itu dapat dilihat disudut dunia yang belum begitu banyak terkontaminasi oleh pendewaan materi
Disudut dunia yang terpencil
Di belakangku saat ini…
Di lereng prau yang sejuk nyaman dan indah….

Aku mengendarai sepeda motorku dengan pelan
Jalan berkelok menurun tajam membuatku tak mungkin jalan cepat
Apalagi adit sepertinya ikut merasakan ketakukatan akan jurang di kanan kiri.

“kak…kita mau nginep dimana?”
“hmmm…nanti deh, cari villa”
“villa? Emang disini ada villa?”
“ada lah”
“villa itu mirip hotel ya?”
“hmmm iya”
“masih jauh villa nya kak?”
“udah deket kok, eh…nanti malem kita bercinta ya dit?”
“hah…dasar otak mesum! Awas kulaporkan ke kak hendra lho”
“heheheheh nggak pa pa lah, palingan hendra nggak marah kok”
“nggak mau! Enak saja, kita pulang ke semarang saja ah, nyampe semarang malem juga nggak pa pa”
“hehehehehehe, takut ya? Dulu kita kan pernah bercinta to?”
“udaaahhhh jangan di bahas!”
“heheheheh…seneng deh”
“uhh”
Aku memang paling seneng kalau membuat adit sewot.
Kubayangkan bibirnya yang tipis pastilah maju,.
Bikin gemes….

Akhirnya setelah kurang lebih setengah jam perjalanan sampalailah pada daerah yang lumayan datar
Di daerah ini ada sungai lebar berbatu dengan kanan kiri pesawahan khas pegungungan.
Yang aku suka dari sawah disini yaitu pola tanam antar sawah tidak bersamaan
Bedan di daerahku bantul, penanaman padi selalu bersama…
Disini tidak bersama, sehingga pemandangan jadi lebih menarik..
Mirip lukisan..
Ada warna coklat untuk sawah yang belum di tanami
Warna hijau untuk tanaman padi yang yang masih muda
Dan warna kuning untuk padi yang siap panen
Sehingga dari kejauhan mirip lukisan penuh dengan warna
Di tambah caping-caping petani yang terlihat disela-sela tanaman padi
Sungguh menakjubkan.

Sawah disini tidaklah rata…
Banyak bukut bukit kecil
Kanan kirinya bukit terdapat sungai kecil dan kemudian menyatu dalam sungai yang lebih besar…sungai trocoh namanya
Diujung sungai trocoh nun jauh disana, di dinding lereng prau terlihat jelas sebuah air terjun yang tinggi
Air terjun ini menakjubkan
Terdiri dari tiga tingkatan
Dan dari jalan sini terlihat jelas, air terjun pada tingkatan yang pertama
Tinggi
Terlihat airnya dari atas terjun di sela-sela tebing
Menakjubkan
Sejenak aku berhenti
Kutunjukkan kepada adit keindahan air terjun itu.
“dit lihat air terjun itu to?”
“mana?”
“itu tuh yang diantara dua tebing tinggi itu”
“wowww…indah banget, air terjun apa kak namanya?”
“itu air terjun surodipo dit”
“ohhhh…tadi kok nggak diajak kesana sih”
“mayan jauh kok, kapan-kapan ja ya?”
“oke , janji lho”
“iyalah”

Kulanjutkan perjalanan
Dan akhirnya sampai juga
Di sebuah tempat tujuan terakhirku
Aku berhenti
Dan mendadak kudengar gemericik air di saluran air yang sedmikian bening
Di depan sebuah rumah sederhana
Dengan pohon pisang, nangka dan jambu di depannya

Sepeda motorku terhenti
“kok berhenti kak?”
“kan mau nginep di villa…”
“villa? Mana villanya?”
“ini…rumah ini villanya”
“hahh” adit melotot tak percaya memandang rumah di depan kami

Aku berbelok
Kuparkir sepeda motorku tepat di depan rumah ini
Hmmm…dari dulu pertama ketemu sampai saat ini, keadaan rumah ini teteplah sama.
Bersih sederhana dan terasa nyaman jika memandang
Pak parto yang kuserahi untuk merawat rumah ini memang terkenal tekun dan rajin.

Aku berjalan melewati samping rumah
Menuju ke bagian belakang rumah
“kak..ini serius kak?”
“maksudmu?”
“kita mau nginep disini?”
“iya”
“emang rumah ini milik siapa kak?” adit ternyata masih penasaran

Aku berhenti berjalan
Dan berbalik
Menatap adit dengan senym
“ini bukan rumah dit…ini villa…ini villa milikku dit”
Dan kulihat adit terbengong kaget
 
Aku berjalan pelan..
Di belakang rumah sana ada bangku panjang dari bambu
Di depannya kolam ikan
Dan sejauh mata memandang hanya pesawahan dan berakhir pada lereng terjla gunung prau.

Kami duduk…
Ini tontonan favoritku
Memandang sunset di lereng prau…
Dan di depan sana gunung prau terlihat sangat-sangat indah
Berbentuk mirip perahu tengkurap
Dan…
Beberapa saat lagi, puncak prau akan berwarna jingga oleh sorot matahari yang tenggelam di balik gunung.

“hweee…mas aji rawuh to? Kapan mas?” suara pak parto emngagetkan aku dan adit
Sejak aku serahi rumah ini oleh agung, memang aku beberapa kali kesini
Sekedar mengecek keadaan rumah
Seperti pemilik sebelumnya, pak parto kuserahi untuk merawat rumah ini dan kuberi upah tiap bulan
Swear…aku senang sekali ‘punya’ rumah ini
Walau status kepemilikan bukan milikku, tapi aku merasa ini seperti milkku sendiri.

“nggih pak, gimana kabarnya pak? Sehat to?”
“alhamdulillah mas, eh mas tunggu sebentar yo, saya mau beresin kamar”
‘silakan pak”

Pak parto langsung masuk rumah
“dit…”
Adit menoleh
Kulihat dari raut wajahnya menunjukkan rasa penasaran yang tinggi.
“lihat disana..itu gunung prau yang tadi kita datangi dit”
“ohhh…”
“indah kan?”
“iya…indah banget”
“sebentar lagi kalau pas sunset, jauh lebih indah”
“ohhh”
Adit memandang lekat-lekat gunung prau di depan sana

Aku mengambil nafas panjang
“dit..”
“iya kak”
“hmmm…gimana perasaanmu hari ini?”
“ya pastilah banyak surprise yang membuatku sadar kak, yang jelas hari ini aku seneng bangetlah”
“syukurlah…”

Dan saatnya tiba…
Perlahan mentari jingga turun dan seperti masuk kedalam gunung prau
Sisa sinarnya berwarna jingga
Diatasnya ada beberapa awan kecil…
Sangat-sangat indah…
Beberapa kali kuabadikan keindahan ini lewat kamera hp ku
Dan kembali aku duduk
Kurangkul pundak adit erat…
Dia sandarkan kepalanya di pundakku
Sangat intim dengan memandang ke depan sebuah keindahan alam yang menakjubkan

“woiiii…ternyata kamu pacaran di sini to?”
Suara keras laki-laki dari arah belakang mengagetkan kamu
Seketika kami melonjak dambil menoleh ke belakang
Sosok tubuh gagah dalam remang terlihat
Dia memakai kaos ketat berjaket kulit dan bercelana jeans
Sangat ganteng
Wajahnya menunjukkan pura-pura marah

“hendraaaa….” Teriak kami kaget
Dia mendekat sambil senyum
Nahhh..bener sedang pacaran kan?” ujar hendra sambil mengerlingku jenaka
Adit seketika menjadi kikuk
“kak hendra, nggak kok…aku…aku…”
“tetep dit, kamu aku hukum telah merebut ajiku hari ini”
Hendra langsung duduk merapat di sisi adit
“hukumannya …hmmm..peluk aku sekarang dit…”
“hah….uhhh,”
“hahahhahah’
Hendra kegelian karena perutnya dicubit oleh adit
“ndra…kok kamu tahu kami disini?”
“hehehehhe…udah kubilang, kamu dimanapun juga aku tahu, aku kan reserse…hehhehe”

“Udah ya….mari kita lihat sunset di gunung prau depan sana”
Benar…gunung prau sekarang terlihat gelap
Dan…
Semburat warna jingga di atasnya…
“Wowww...indah banget ya…” hendra
Pelan kulihat lengan hendra merangkul pundak adit
Demikian juga lenganku
Adit yang bertubuh kecil dalam himpitan aku dan hendra
Akhh…bukankah aku selalu bermimpi moment ini?

Dan…
Sekarang menjadi kenyataan
Kami…aku ,hendra dan adit dalam sebuah keintiman yang sedemikian nyaman
Kami duduk diam membisu
Memandang keindahan alam yang tiada taranya
Di sana…
Di lereng prau yang indah
Ada kenanganku bersama teguh, agung dan segenap warga sana yang sedemikian menakjubkan.
Disana…
Tempat kedamaian tersimpan
Disana…tempat kebahagian terpancar
Seperti warna jingga yang sekarang terpancar
Bersama senyum kami bertiga…
Seolah kami larut dalam kabut…
Di sebuah negeri yang indah…negeri dibalik awan.

TAMAT********





Negeri Dibalik Awan - Chapter 30

Chapter 30
by Ajiseno



Rumah pak sujar seperti mendadak heboh
Yah…tawa kami di sela-sela obrolan mengundang beberapa tetangga datang
Semua datang dengan tawa lebar, menyambutku….
Akhh…dulu aku disini hanya seminggu, sudah sedemikian banyak warga mengenalku
Kulihat sekilas adit di sampingku, dia hanya terdiam dan kadang ikut tersenyum bila gurauanku mengundang tawa seisi ruang tamu.
Apapun….dalam lubuk hatiku terdalam aku melihat, sebuah sinar kebahagiaan yang sulit diungkapkan terpancar dari sorot matanya
Ada yang kembali kutemukan disini…
Sebuah kehidupan yang luar biasa damai
Semua orang sangat begitu mudah memperlihatkan senyum dan tawa
Semua orang sangat mudah untuk mengulurkan tangan untuk disambut orang lain
Dan hampir semua orang disini menawariku untuk sekedar mampir ke rumahnya

“mas…makan dulu mas, sudah saya siapin di ruang tengah, pak yoga paling sebentar lagi juga kesini kok,” bu sujar muncul dari balik pintu ruang tengah
“akhh…nggak usah bu, jadi ngerepotin nih” ujarku basa basi
“nggak repot kok mas, sudah ada tuh, tapi ya kayaknya sisanya pak yoga mas heheheh” pak sujar menimpali
“bapak ini lho, ya bukan sisanya pak yoga to, ayoo mas aji, ajak sekalian dik siapa tadi….”
“adit bu…”
“ya…monggo dik adit…seadanya lho, ginilah orang nggunung mas”

Aku Cuma tersenum mengangguk
Kutepuk pelan pundak adit dan dia ikut bangkit ke ruang tengah
Beberapa tetangga yang tadi mengerubungiku sekarang mulai kembali ke rumah masing-masing
Tinggallah pak sujar duduk sendiri dengan asap rokoknya yang mengepul
“pak sujar….ayo to sekalian sarapan sama saya…” ajakku
“walah…aku sudah tadi kok, monggo lho”

Di ruang tengah sudah tertata…
Menu sederhana yang dulu sering aku temukan di sini
Sayur buncis pedas, pecel sawi hijau, sup kacang merah dan telur dadar.
Hmmm…aku yakin semua yang terhidang di meja ini adalah hasil panen sendiri.

Kami makan dengan sedemikian lahapnya…
Tak tahulah…mungkin udara dingin membuatku jadi sedemikian lapar
Adit menoleh dan tersenyum
Aku Cuma meliriknya sekilas
“napa senyum-senyum dik adittt….” Aku menggodanya dengan sebutan ‘dik’
“uhh” dia kembali melanjutkan makan
Aku Cuma terkekeh pelan
Entahlah…
Aku selalu suka jika melihat wajah adit yang sedang senyum
Sangat jarang menemukan senyumnya

“dit…”
“ya kak”
“nggak ngira ya….rasanya baru kemaren kamu masih SMP, masih kecil…masih kuingat waktu malam-malam kamu datang dengan mamamu, minta aku untuk memberi privat matematika, dan….sekarang kamu sudah besar…sudah dewasa, waktu sedemikian cepat yah”
Kutepuk pelan punggung adit
Dia menunduk….
Raut wajahnya tiba-tiba berubah
Dan…kemudian dia mendesah seiring dengan desahan nafas panjang yang keluar dari celah bibirnya

Sejenak dia berhenti makan…
“kak…iya…sama…aku juga merasakan hal yang demikian, sungguh tak mengira pertemuan kita yang hanya sekilas ternyata bisa bertahan sampai saat ini, masih kuingat pula kak, pertama kali ketemu gara-gara si fian yang malam itu nginep di rumahku dan paginya aku di paksa untuk ikut dia jalan-jalan di simpang lima dan ternyata mungkin itu sebuah peristiwa yang sudah digariskan oleh Tuhan agar kita bertemu…sampai saat ini, sampai saat di mana aku merasa….ada seseorang yang memperlakukan aku layaknya anak, sahabat bahkan kekasih…makasih kak…”

Dia menoleh menatapku
Kulihat butiran air mata menggenang di kelopak matanya
Kurangkul pundaknya erat
“udaahhhh…apapun juga kita wajib bersyukur, ayo makan…agenda acara hari ini masih panjang” ujarku pelan setengah berbisik

Adit kembali tersenyum sambil mengusap mata
“emang acara hari ini kita mau kemana lagi kak?”
“hmmm…kemana ya? Keliling di taman surga …haahahha…..”
“apaan…?? Bikin penasaran saja”
“ayo dong cepet makan yang banyak, bentar lagi kuajak jalan-jalan…pokoknya seru deh”
“okee…”
Kami kembali dengan aktifitas semula
Makan dengan sedemikian lahapnya dengan satu harapan…moga-moga segala rencana yang sudah terpatri di otakku dapat berjalan dengan lancar….

Perjalanan selanjutnya melewati jalan pedesaan
Di depan sana gunung prau sedemikian indah dengan galur-galur menghijaunya hutan di lereng timur prau
Desa ini bentuknya memanjang ke arang barat
Bentuk relief tanahnya mirip pematang sawah yang akhirnya bertumpu pada gunung prau
Desa-desa berpencar di sepanjang lereng membentuk gerumbulan-gerumbulan kecil dengan atap rumah yang berkelip-kelip terterpa sinar matahari mirip berlian.

Sepeda motorku berjalan pelan menyusuri jalan desa yang sudah berubah halus dan rata karena aspal baru
Ada sedikit rasa bangga disudut hatiku…
Halusnya jalan aspal di desa ini adalah bagian dari jerih payahku pula, walau peranku disini tidaklah besar
Tapi …..tetap saja ada perasaan haru dan bangga

Lengan adit kurasakan melingkar erat di pinggangku
Tubuhnya yang kecil menempel erat di punggungku
Aku paham….
Dia kedinginan dan sedang mencari kehangatan dari tubuhku
“kita mau kemana kak?” tanyanya penasaran
“jalan-jalan saja dit”
“ohhh…aku inginnya di rumah saja, dingin banget….kita mau ke gunung itu ya?”
“mungkin…kamu belum pernah melihat gunung dari jarak dekat kan?”
“iya…”
“nah makanya kuajak kamu kesana”
Sejenak dia terdiam

“kak aji banyak kenalan disini ya?”
“mayan…emang napa?”
“pantesan…tiap orang yang ketemu kita selalu menyapa”
“oh itu ya?, dit…disini memang setiap ketemu orang, baik kenal atau tidak pastilah menyapa”
“lho…kok bisa?”
“yah…gitulah adat disini, beda banget dengan di kota kan? Ketemu orang cuek…”
“seneng ya jadi orang sini, yang nggak seneng Cuma satu….dingin hehehehe”
“sebenarnya nggak dingin-dingin banget kok dit, Cuma kamunya yang belum terbiasa”
“tetep dingin…sampai-sampai rumah-rumah disini begitu padatnya seperti kedinginan heheheh”

Desa ini bentuknya memanjang…
Sangat panjang
Di kanan-kiri berderet rumah-rumah penduduk
Di belakang rumah biasanya masih berupa tebing yang landai yang di tananami bambu
Hingga….rasanya kepadatan penduduk hanya di kanan kiri jalan saja

Aku sengaja mengendarai sepeda motor dengan sedemikian lambat
Ingin menikmati kesejukan udara di lereng prau sekaligus menumpahkan segenap memori ketika aku di desa ini….
Kulihat beberapa anak kecil dengan lincahnya mengendarai sepeda barunya
Aku tahu…sejak jalan ini di aspal banyak perubahan yang mencolok yaitu jalan ini begitu ramainya
Anak-anak sampai orang tua semuanya seperti terhambur melewati jalan ini
Sepeda motor juga ramai melewati jalan desa ini bahkan kulihat beberapa mobil melaju pelan..

Tiba-tiba suara rem mobil berderit tepat di depanku
Aku benar-benar kaget sampai oleng
Kurasakan adit juga kaget
Sepeda motorku kurem mendadak…dan berhenti
Kulihat mobil berhenti tepat di depanku

“ada apa kak?” adit bingung
“nggak tau dit?” aku juga bingung

Pintu mobil terbuka….
Dan sosok yang membuatku kaget bukan main
Sosok remaja dengan rambut tak beraturan tertiup angin yang memang lumayan kencang
Wajahnya putih…seolah bersinar terterpa sinar matahari pagi..
Dia tertawa lebar…menampilkan deret gigi-gigi putihnya yang tersusun rapi
Seorang bocah remaja yang memang secara fisik sedemikian sempurna
Aku juga tertawa lebar menyambutnya…

Kami turun dari sepeda motor
Setengah berlari dia menghmpiriku…
“mas…mas aji kan?...kapan mas aji kesini?’ ucapnya berteriak nyaring
“hahahahhaha…nggak ngira…ngak ngira ketemu kamu guh, pa kabar guh?”
Dia mendekat…menyodorkan lengannya
Tapi aku tak mau hanya sekedar bersalaman dengannya
Kubuka lenganku…dan kupeluk erat tubuhnya….
Teguh….
Walaupun hanya dalam hitungan hari atau bulan saja kutinggalkan tapi rasanya dia tambah cakep…
Rasanya sudah berpuluh tahun tak bertemu dengannya…
Dia memakai baju lengan panjang yang di masukkan …
Tapi…
Rambutnya basah berminyak disisir rapi menyamping…
Kuusap pelan rambutnya…dan kubaui harum minyak rambut….
Dan yang kutahu…teguh sepertinya sedang ada acara resmi beserta keluarganya
Tapi…
Apapun juga, aku sangat bahagia
Sangat-sangat-sangat bahagia….
Hingga sejenak aku lupa….ada adit yang berdiri bengong di sampingku

Kupegang kedua sisi pundaknya, teguh terus tersenyum sambil menatapku lekat
“guh…kamu tambah ganteng lho…”
“akhh…mas aji ini, kapan mas kesini? Kok aku nggak dikabari mas?”
“tadi pagi guh, Cuma maen bentar kok, kangen dengan desa ini, kangen juga denganmu”
“uhhh…mas ini, kangen kok sama aku, eh…ini mas siapa mas?” tanyanya sambil menyalami adit
Adit tersenyum kikuk…
“hmmm…ini temenku guh, adit namanya”
“temen? Yang bener mas?” teguh mengernyitkan dahi heran…
Yahh paham…perbedaan umur aku dan adit sangatlah terpaut jauh, sehingga mengherankan jika aku berteman dengannya.

Sesaat teguh dan adit saling berpandangan
“iya mas teguh…saya dan kak aji bersahabat….”
“kok bisa?”
“ya bisalah guh, kan mirip persahabatan aku dan kamu?”
“iya mas teguh…kami bersahabat sudah lama kok, walau kadang aku merasa seperti kakak adik” adit menimpali

“eh guh, kamu mau kemana?” tanyaku sambil melihat mobil
“hmmm…ibuku sakit mas, jadi hari ini aku mau periksakan ibu ke rumah sakit mas”
“ohhh sakit apa guh?”
“nggak tahu mas…nanti kalau sudah sampai rumah sakit kan bisa tahu”

Aku bergegas mendekati mobil yang pintunya terbuka diiringi adit dan teguh.
Sempat kulihat…
Sesosok ibu muda…duduk bersender di jok mobil dengan selimut tipis menutup tubuhnya.
Aku perlahan masuk mobil dengan senyum yang kubuat untuk mencairkan suasana
Ibunya teguh membalas senyumanku dengan mengulurkan lengan akan menyalamiku
Dari jarak dekat kulihat wajahnya pucat…
“ibu…katanya sakit ya?” tanyaku pelan
“iya mas…sedikit, paling Cuma masuk angin…”dia menjawab dengan lemah
Kuambil telapak tangannya
“ibu demam bu, ya sudah…silakan cepat ke rumah sakit, maaf bu, saya tidak dapat mengantar ibu, hanya ikut doa saja semoga cepat sembuh”
“makasih mas aji…”

Dengan cepat aku keluar mobil
Kutepuk pundak teguh
“guh…kamu Cuma sama ibumu? Bapakmu dimana?”
“bapak di puskesmas meminta surat rujukan”
“ohh…ya udah guh, ibumu keliatannya demam, sudah ya…sana cepet-cepet ke rumah sakit, maaf ya guh, aku nggak bisa ikut”
“nggak apa-apa mas, ya sudah mas…saya berangkat dulu…doanya saja mas…”
“iya guh, moga cepet sembuh”

Teguh menyalamiku dan adit dan dengan cepat kembali masuk mobil
Seiring lambaian tanganku mobil perlahan meninggalkan aku dan adit yang masih berdiri terpaku.

Lengan adit melingkar di pundakku
Aku menoleh sambil tersenyum
“napa dit?”
“siapa teguh itu kak?”
Sorot mata menyelidik menghujamku
Aku Cuma mengambil nafas panjang
Kenangan bersama teguh kembali menyeruak mengisi segala relung di jiwaku
“kak hendra tahu?” adit kembali menyelidik
Dan aku seolah semakin terpojok dengan pertanyaannya.

to be continued...




next chapter

Negeri Dibalik Awan - Chapter 29

Chapter 29
by Ajiseno


“dit….” suaraku serak pelan
Adit menoleh
Wajahnya putih pucat
Tapi sorot matanya berbinar memancarkan kebahagiaan
“iya kak…”

Kami duduk menghadap ke selatan
Berhadapan langsung dengan gunung sumbing sindoro yang masih terhalang kabut tipis
Kami duduk beralaskan rumput basah di pinggir jalan
Embun di rumput terasa begitu dingin
Tak ada angin…
Suasana sedemikian hening
Sangat-sangat dingin
Walau mentari pagi mulai muncul di ufuk timur
Adit duduk merapat ke tubuhku
Aku paham…dia butuh kehangatan

Aku masih memandang lurus ke depan
Pemandangan gunung sindoro di depan sana sungguh susah untuk lepas dari pandanganku
“hmmm dit, kadang aku berfikir…hidup kita mirip kabut di depan sana, atau embun di rumput ini….lihatlah kabut itu…walau terasa indah, kabut itu akan menghilang dan berganti bentuk dengan keindahan yang lain…”

Adit menoleh lagi
“maksud kak aji apa?”

Aku tersenyum
“sekedar pandangan hidup saja dit, maksudku gini dit, kalau kita berfikir jauh ke depan, kehidupan kita akan selalu berubah…berganti…tapi percayalah, di depan sana ada kecerahan hidup menanti, ini juga bisa kamu maknai..hmmm…maksudku…gini, meninggalnya papamu kemaren harus kamu maknai sebagai sebuah garis hidup yang harus kamu jalani dit, kalau kita berfikir lebih jauh lagi, mirip kabut di depan sana…walau kabut membawa kesejukan tapi ketika dia menghilang akan berganti dengan sebuah bentuk keindahan yang lain, cerahnya mentari yang memancarkan pemandangan alam terhampar”

Adit melongo…
“aku masih belum begitu paham kak, maksud kak aji, meninggalnya papa akan memberikan kebahagiaan bagi hidupku kelak….?”

Aku kembali tersenyum
Kuelus pundaknya dan ke remas pelan
“bukan kebahagiaan dit, tapi lebih pada ‘hikmah’ yang harus kau ambil dari kejadian itu…gini, percayalah, bahwa papamu meninggal ibaratnya sebuah kabut pekat yang menimpamu, dan sekarang kabut tersebut perlahan menghilang, aku berharap, setelah ini tinggal kecerahan hidup yang akan kau jalani. Jadikan moment ini menjadikan kamu bersikap lebih dewasa dit, beberapa kali sudah kubilang, kamu harus bisa mengambil alih ‘posisi’ papamu dalam keluarga, kasihan mamamu dit serta adikmu”

Adit tertunduk….
“hmmm…yah aku paham…Cuma aku kuatir kak, setelah kabut ini hilang, bukan keindahan yang kudapat, tapi panas menyengat yang membakar sehingga hidupku menjadi gersang”
“akhhh…hidup harus optimis dit, jangan menyerah, hari depanmu masih panjang”
“entahlah kak…saat ini semua idealisku luntur sudah…bahkan hilang lenyap bersama cita-cita hidup…yang kupikir sekarang….bagaimana aku bisa ‘hidup’ tanpa papa lagi”

Sekilas kulihat…
Ada guratan duka yang kembali muncul di rona wajah adit
“dit..mengapa kamu aku bawa kemari…tak lain agar kamu bisa kembali optimis dalam menempuh hidup kamu selanjutnya…disini kamu akan melihat, bahwa banyak duka yang lebih dalam dari yang kamu rasakan, tapi aku salut dengan orang-orang disini, nanti kamu akan melihat, betapa mereka dapat sedemikian bahagia dalam hidup dibalik duka yang sebenarnya mereka rasakan juga”

Adit sekarang mengangguk
Diambilnya telapak tanganku, dan diremasnya sedemikian kuat
“oke kak…makasih…aku akan berusaha optimis, tapi aku takkan seidealis dulu lagi, sekarang hidupku sudah beda, aku harus realistis….akhhh…mungkin segala sesuatu di depan sana akan gagal atau suram….aku tak tahu lagi…”
“percayalah dit…jangan kuatir, ada aku dan hendra yang akan tetap menjaga dan membantumu”

Dan tiba-tiba adit menoleh dan tersenyum lebar
“kak…
‘hmmm…”
“aku tak tau takdir kita…tapi yang jelas, kita berdua ditakdirku untuk bertemu dan untuk saling menyanyangi…makasih kak….aku…aku sedemikian bahagia hari ini.

Pagi yang cerah…
Kabut tipis menghilang
Berganti dengan panorama alam yang luar biasa
Sangat-sangat indah
Seperti mimpi di alam nirwana
Dan….
Dalam hati aku berdoa…
Semoga hidup adit seperti yang saat ini kami rasakan

Kuambil minuman dalam botol di dalam tas punggungku dan kusodorkan ke adit
“minum dit..”
Adit meraihnya sambil tersenyum
Dia meneguknya sedikit dan selanjutnya terlihat dari samping uap dingin keluar dari sela-sela bibirnya
Masih dingin walau matahari dari timur sudah terlihat
Rumput tempat kami dudukpun masih basah
Kubuka kembali tasku
Dan kuambil dua buah roti pisang coklat
Kusodorkan kembali ke adit
“makan dit, kita tadi kan belum sempat sarapan”
“hmmm…oke”

Kami berdua makan roti pisang coklat
Di alam terbuka…
Dengan udara dingin menusuk tulang
Dan….
Dengan pemandangan alam di depan sana yang luar biasa indah
Puluhan gunung tampak dari sini seolah memagari kami berdua
Sangat-sangat nyaman…
Sangat-sangat indah
Aku akan selalu mengingat kejadian ini sampai kapanpun

Tiba-tiba adit menoleh memandangku
Pandangan mata kami bertemu…
“da apa dit?” tanyaku sambil senyum
Dia juga tersenyum
Aku suka senyumnya adit
Memperlihatkan giginya yang gingsul…manis…

“kak aji sekarang lebih bijak..”
“bijak??” aku kaget
“ya, lebih sabar dan tambah dewasa”
“sama…kamu juga dit”
“nggak…aku nggak seperti yang kak aji bayangkan, aku juga masih labil”
“sama dit, aku juga masih labil”
“nggak, kak aji beda”
“hmmmm….”
“makasih kak”
“untuk apa?”
“untuk semua…semuanya…termasuk perhatian kak aji untukku”
“sama-sama”

Adit meraih telapak tanganku
“untung di saat aku tak lagi punya ayah…ada kak aji yang mendampingiku”
“kamu berlebihan dit”

Adit kembali tersenyum
“kak…”
“yup..da apa?”
“hmmm…apa kak aji masih juga memikirkan masa depan?”
“maksudmu?” aku sedikit kaget dengan pertanyaannya
Adit memang kadang menanyakan hal-hal yang diluar jangkauan usianya
“hmmm…masa depan kak, apa kak aji juga memikirkan masa depan?”

Aku kembali tersenyum
“dit…manusia yang tidak memikirkan masa depan berarti dia mati dalam hidup, masa depan adalah sebuah motivasi utama kita masih eksis di dunia”
“jadi??”
“yahhh…jelaslah, aku selalu memikirkan masa depan, itu adalah motivasi utama dalam hidupku”

Adit kembali memandang ke depan
Ke arah gunung sindoro yang menjulang tinggi di depan sana
Dia mengambil nafas panjang
“hmmm…boleh tau, apa rencana kak aji ke depan?”
“hmmm…apa ya? Banyak lah…”
“sebutin aja kak, satu aja nggak pa pa”
“Wah…kamu kok nanya gini, da apa neh?”
“tadi kan aku dah bilang kak, aku ini masih labil, siapa tau dengan mengetahui masa depan kak aji bisa menambah semangat hidupku”

Aku mengambil nafas panjang
“apa ya dit?, hmmm…mungkin aku akan siap-siap untuk menikah”
“hah..menikah? menikah dengan cewek?” dia kaget
“hehehehe ya iyalah, mosok dengan cowok”
“kak aji sekarang punya pacar cewek?”

Aku menggeleng..
“hehehehe kak aji ini gimana? Lha terus kak aji mau nikah ma siapa?”
“ya nggak tau lah…namanya saja kan rencana”
“yahhh…rencana sih rencana tapi realistis dong”
“eh..bagi lelaki, rencana nikah tuh realistis “
“iya maksudku, kalau dah punya cewek baru ngerencanain nikah gitu”

Aku Cuma tersenyum geli…
“eh kak, lagian kak aji kan gay, emang bisa tuh nikah ma cewek?”
“bisa aja emang napa dit?”
“Ýa ngga pa pa, Cuma aku tak yakin kak, pa lagi selama ini kak aji lom pernah pacaran ma cewek”

Aku mengambil nafas panjang
“hmmm…nggak taulah dit, semakin aku bertambah umur, semakin aku gelisah dengan hidupku, dimasa depan sana sepertinya gelap, sendiri dan sepi, sekarang memang ada hendra…tapi aku tak yakin akan bertahan sampai maut menjemput, aku sering kepikiran…bahwa di masa depan sana, aku harus punya penerus hidup…anak…..yah anak…anak sebagai penerus hidupku, dan untuk itulah aku suatu saat akan berencana nikah…aku harus punya penerus hidup, kadang aku berfikir…bahwa hidup merupakan estafet…maka harus ada yang meneruskan.

“boleh tau…hmmm…sudah ada pandangan cewek yang akan kak aji nikahi…karena…hmmm…maaf kak…mana ada cewek yang mau dinikahi lelaki gay”

Aku terdiam…
Dalam hati semua perkataan adit memang benar adanya
Mana ada cewek yang mau dinikahi lelaki gay
Akhhh….

“aku punya angan-angan dit…”
“apaan kak?”
“aku pengin hidup disini”
“hahhh..” adi terbelalak kaget
“yah disini, mungkin sekaligus aku ingin mencari cewek sini untuk aku nikahi”
“hah…”
“napa emang? Menurutku di sini adalah sebuah tempat sempurna…sempurna untuk hidup, suatu saat aku akan disini, hidup dengan anak-anakku…disini jauh dari pengaruh negatif anak-anak kota, disni jauh dari sifat materialistis, saling berebut kuasa, disini sehat…udara bersih, jauh dari polusi..disini juga masyarakatnya baik-baik, sopan dan..yang penting lagi, disini setiap hari bisa lihat pemandangan bagus”

Adit masih menatapku
“kak aji yakin?”
Aku mengangguk
“sejak pertama lihat tempat ini, aku langsung jatuh cinta dit”
“kak hendra tahu”
Aku menggeleng lemah “tapi aku pernah membicarakan hal ini dengannya”
“gimana reaksinya mas?”
“yaaahhh…kamu tau sendiri lah”

Adit kembali terdiam
Diambilnya botol minum dan kembali meneguknya
“kak…”
“yup…”
“terus terang…aku kasihan…”
“kasihan…kasihan ma siapa?”
“ma cewek yang nanti mas aji nikahi”
“hah…emang napa dit?”
“emangnya kak aji yakin, bisa memberi cewek itu kebahagiaan lahir bathin?”
Aku menatapnya
“yakin…yakin…dit”
Adit tersenyum…
“dan….aku ragu kak”

Kucubit pinggang adit
Dia tergelak menggelinjang kaget
“hehehehhe rasain! Salahnya sendiri nggak percaya…..”
“hahahhahaha…tetep saja aku ngga percaya….”
Akhirnya kurangkul erat tubuhnya
Dia tak berkutik dibawah himpitan tubuhku
“napa nggak percaya kalau aku bisa membahagiakan wanita?” tanyaku berbisik

Dia terdiam…
Akhirnya aku mengalah, kulepaskan himpitan tubuhku
Dia kembali duduk
Aku mengambil nafas panjang
“kak…kita kemana lagi neh?” tanyannya
“yaa Cuma kesini, emang mau kemana lagi?”
“hah? Yang bener? Kita pagi-pagi buta jalan hanya untuk kesini?”
Aku tersenyum mengerling…
“iyaaa…” jawabku menggoda
Adit terbengong…
Bibirnya yang tipis membentuk huruf ‘o’…manis banget
“ayooolahh…kita mau kemana kak?”
“ya rahasia lah, namanya saja surprise, mosok diberitahu?”
“gila neh kak aji, mosok Cuma maen kesini pake surprise-surprisan segala”
“ya nggak pa pa lah…hmmm…tapi kamu seneng to?”

Kulihat wajahnya dari samping
Dia menoleh cepat dan mengangguk
“yup, seneng banget…yaahhh…itung-itung ini refreshing kak”
“nah gitu dong, aku…aku hanya inginkan aditku yang dulu, aditku yang penuh semangat, energik dan suka membahas tentang masa depan…aku ingin aditku yang dulu kembali lagi setelah kemaren berkubang dalam duka”

Adit terdiam…
Dia tertunduk
Jemarinya memainkan rumput basah secara tak sengaja

“nggak taulah kak…kayaknya adit yang dulu takkan kembali lagi, sekarang…hmm…amat beda…sudah berubah”
Kuraih telapak tangannya
Dia menoleh menatapku
Aku berusaha kembali tersenyum
“dit….tak ada yang berubah…kamu tetaplah kamu…tetap menjadi aditku, Cuma aku paham, keadaanmu sekarang memang sudah berubah”

“kak….” Dia berkata sangat lirih
“hmmmm…ya ada apa?” jawabku lirih juga
Dia kembali menunduk
Kuelus rambutnya pelan
“ada apa dit?”

Dia masih menunduk
“kak…aku takkan bisa menjadi seperti dulu, sudah berbeda sekarang, hmmm…aku tak boleh lagi hanya memikirkan diriku sendiri, egois, tentu saja dari segi keuangan keluargaku sekarang sudah tak seperti dulu lagi, aku…aku …mungkin hanya akan menamatkan SMA saja kak, sudah kupikirkan jauh-jauh hari sejak kemaren, aku tak boleh egois, adik-adikku sekarang juga butuh biaya, ibuku Cuma ibu rumah tangga, dan…aku juga butuh biaya besar, aku…aku sudah mulai berfikir untuk kerja, cari uang, untuk menghidupi keluargaku…”

Aku tahu harus apa
Yang jelas secara reflek ketarik tubuhnya dalam rangkualanku
“yahhh…aku paham dit, aku paham, Cuma….aku tak ingin kamu selalu larut dalam duka, itu saja, tentang masa depan…hmmm…kita hanya berusaha dit, semua Tuhan yang menentukan, aku mohon…kamu jangan pesimis dit, yang penting kamu belajar dengan serius…nilaimu bagus…entar soal yang lain gampanglah, kalau kamu punya prestasi, sekarang kan banyak beasiswa”

Dalam rangkulanku adit mengangguk
“kak….”
“ya….apa lagi?”
“boleh aku tanya lagi…tapi..serius, kak aji harus jawab dengan jujur”
“iyaaa…apa dit?”

Kurasakan adit menghela nafas panjang
“hmmm…apa yang kak aji akan lakukan jika kak aji….hmmm maksudku…jika kak aji jadi aku?”
Aku terdiam sesaat
“kak…maksudku…jika kak aji di posisi aku sekarang”
“hmmm…apa ya?, aku akan bercinta dengan orang yang kucintai sampai sepuasnya atau mungkin aku akan coli sepanjang hari…”
Tiba-tiba kurasahkan adit mencubit keras pinggangku
“seriussss…aku kan dah bilang serius”
“hahahahhahaah..geli dit…geliiii….udah ah tanganmu pergi tuh”
Adit cemberut
“uhhh kak aji kalau diajak serius malah nggak serius”
“hehehehhe…aku tuh serius dit, aku tuh kalau ada masalah biasanya langsung coli pe puas, setelah itu tidur nyenyak, heheheh”
“walah…dah tua, coli jalan terus, ingat masa depan kakkkkk….”
“yahh…gimana lagi emang udah hoby sih hahahha”

“beneran kak, aku serius, siapa tau ini bisa jadi masukan aku untuk menjalanai masa depanku”
Aku garuk-garuk kepala….
“wahhh…gimana ya? Tapi swear, ini Cuma pendapatku lho, kalau kamu ngerasa nggak cocok jangan dilaksanakan”
“oke….”

Aku menghlea nafas panjang
“dit, kalau aku jadi kamu aku …hmmm…apa ya? Mungkin aku akan bicara baik-baik dengan ibumu, atau keluargamu, gini…sosok ayah dalam keluargamu begitu sentral dan vital dit, ibaratnya seperti tiang utama dalam keluargamu, jadi ketika ayahmu telah tidak ada, secara otomatis kondisi berubah, ibumu pasti akan menggantikan sosok ayahmu, aku yakin itu, tapi tidak semudah yang dibayangkan, makanya kamu harus bantu beliau dalam menopang ekonomi keluarga”

“membantu? Akhhh…sungguh berat kak, apa sanggup ya?”
“yang namanya membantu tak harus ikut bekerja keras, mungkin kamu bisa bantu mengerjakan pekerjaan rumah yang biasanya ibumu lakukan, mencuci, menyapu, menyeterika, mengasuh adik-adikmu yang masih kecil dan lain-lain”
“untuk sumber ekonomi keluarga gimana kak?”

Aku menghela nafas panjang lagi
“yah hidup di jaman sekarang memang harus ada sumber keuangan , kalau tidak ada akan repot, ya gini deh, uang tabungan, santunan atau mungkin tunjangan, itu hanya bersifat sementara saja, pasti lambat laun akan habis juga dit, mulai saat ini kamu harus membicarakan secara baik-baik dengan ibumu, bagaimana cara menggunakan uang itu agar tidak cepat habis, mungkin bisa untuk membuka warung kecil-kecilan, atau usaha laundry, atau apalah…entar coba kamu bicarakan dengan ibumu, usaha rumahan yang cocok, kamu juga bisa membuka les privat untuk anak-anak SD dit, kan bisa tuh untuk nambah sumber keuangan kamu tanpa menyita banyak waktu belajarmu”

Adit mengangguk pelan…
“yahhh…makasih masukannya kak…entar deh akan kurembug dengan ibu”
“oke…masa depan memang harus direncanakan dit, kalau tidak imbasnya akan ada kekacauan dalam hidup”

Tiba-tiba lengan adit telah di pinggangku
Merangkul erat dan menyenderkan kepala di pundakku
“kak…hari ini aku senang….di depan sana pemandangan sedemikian indah…dan…kuharap kehidupanku di depan seindah pemandangan di depan, aku mohon dukungannya untuk menyongsongnya”
“iya dit…indah…atau tidak indah , berada di otak kita dit, maksudku….indah atau tidak indah hidup yang kita jalani tergantung bagaimana kita dapat memaknai hidup tersebut…”
“oke…makasih sekali lagi kak…”

Kami terus mengobrol ..
Tentang masa depan…
Tentang makna hidup…
Tentang bagaimana kita bertindak dalam hidup..
Hingga..
Tak terasa hari sudah merambat siang
Meninggalkan pagi yang berkabut
Berganti dengan kecerahan yang sedemikian nyata
Di depan sana…
Gunung sindoro dan sumbing sedemikian nyata terlihat
Menampilkan galur-galur indah
Berwarna hijau kebiruan
Dan dibawahnya terlihat lembah luas
Menampilkan desa dan kota dengan rumah-rumah penduduk yang terlihat kecil
Terlihat mirip berlian dengan atapnya yang tertempa mentari pagi

Aku dan adit beranjak melanjutkan perjalanan
Melewati jalan berliku
Dengan tebing curam di sisi kakan kiri
Kami berjalan sedemikian pelan
Menikamati
Dan di depan sana
Dengan semakin dekat…kulihat gunung prau sedemikan kokoh menanti kehadiran kami
Kami telah sampai di punggungmu
Dan puncaknya sedemikian lebar
Mirip perahu tengkurap
Dan dilerengnya terdapat hutan lebat yang menghijau dan rapat
Galur-galur prau juga terlihat sedemikian dekat
Amat dekat
Dan jika diamati…galur itu membentuk sebuah sungai ketika sampai di bawah
Menampilakan sebuah sungai dengan air yang sedmikian bening…mengkilat mirip kaca terterpa sinar mentari pagi
Di bawahnya ladang-ladang penduduk dengan sistim teras sering
Akhhh…aku mencium bau ladang
Bau alam yang dulu pernah sedemikian denkat dengan indera penciumanku
Aku tersenyum…..

Aku tersenyum ketika di depan sana kulihat…
Sebuah perkampungan penduduk
Di punggung gunung prau
Dan masih tertutup kabut tipis
Aku tersenyum…
Karena memori tentang agung dan teguh kembali muncul
Masih teringat…hari-hariku di temani dua sosok yang sedemikian menyenangkan
Aku suka…
Aku suka karena aku kembali lagi kesini
Akan kukenalkan adit dengan kehidupan di sini
Akan kumotivasi…
Bahwa masih banyak orang yang lebih susah dari hidupnya

Kurasakan lengan adit merangkul erat perutku
Mengusir hawa dingin yang berhembus kuat
Dan kurasakan kehangatan menjalar di seluruh ragaku
Seiring makin dekatnya desa yang kutuju
Dengan kabut tipis yang mistis…

Putri berlari panik …
adiknya yang masih kecil berayun-ayun di gendongannya
rambutnya yang panjang bergoyang-goyang ke kanan ke kiri
aku dan adit hanya terpaku terbengong melihatnya

“mas aji…bentar ya, bapak ibu baru di ladang, aku panggil dulu, mas aji ini lho, ke sini kok nggak bilang-bilang….” Dia berteriak sambil berlari keluar rumah
Aku tak lagi sempat mencegahnya
Di desa terpencil ini, penghormatan terhadap tamu memang sangat luar biasa
Sebenarnya aku sungguh nggak enak hati, kalau tadi sempat kucegah, akan kucegah putri ke ladang hanya untuk memberitahukan kedatanganku ke orang tuanya

Aku hanya mengambil nafas panjang
Adit masih saja terbengong
Kami duduk di ruang tamu
Di hadapanku tersanding dua gelas kosong, dan sepiring gula jawa serta satu termos teh panas
Didaerah sini, memang sebuah adat, jika memberi suguhan terhadap tamu pasti dengan termosnya
Hal ini di maksudkan agar sang tamu bisa sepuas hati untuk minum
Sungguh luar biasa…

Kuambil termos dan kutuang ke dua gelas yang masih kosong
Adit tersenyum
“aneh ya kak, mosok memberi minum tamu pake termosnya hehehehe” adit tersenyum geli
“disini emang begini dit”
“woww…lha ini kok pakai gula jawa to kak?”
“iya…cara minumnya gini dit, kamu emut gulanya terus tehnya diseruput pelan-pelan, disini kan teh buatan sendiri, jadi cocoknya pakai gula jawa, di coba dit…kamu akan merasakan sensasi lain minum teh…”

Adit mengikuti cara minum teh seperti yang aku ajarkan
Aku mengamatinya
Dia begitu serius mencoba cara baru minum teh…
Pelan diserupat teh di gelas dengan mulut sudah ada gula jawanya
Kuamati…
Dia tersenyum geli
Bibirnya yang tipis memerah manis
Akhh…tiba-tiba aku ingat teguh
Kalau dia sehabis minum, pasti bibirnya merah…
Teguhh,…..sekarang kamu dimana ya?

“gimana dit?”
“yaaa…gimana ya, pait banget, tapi habis minum, hmmm berganti manis, soalnya gulanya kan masih di mulut hahahahha”
“iya…dulu awalnya aku juga bingung, tapi emang ada sensasi lain sih, sebenarnya ini bukan gula jawa lho, ini gula tebu”
‘gula tebu?”
“iya…ini diproduksi secara tradisional, tebu di giling dan airnya dibuat gula mirip gula jawa”
“woww…pantesan masih ada aroma tebunya ya kak”
“iya…”
“eh..kak aji kok udah kenal tempat ini to?”
“iya…”
“kok Cuma iya..maksudku kok bisa kenal tempat ini to?”
“ya kenal lah”

Adit cemberut
Dia sungguh penasaran aku sampai bisa mengenal tempat ini
Tiba tiba bibirnya mendekat di wajahku
“eh…cewek tadi itu calon istri kak aji ya?” Dia berbisik
Aku kaget…
“hehehhehe..hayoo ngaku, cewek tadi ceweknya kak aji to?”
Aku tersenyum
“gimana dit, cantik nggak?”
“hmmm…cantik sih, Cuma masih alami banget, kalau nanti di kota dan masuk salon, pasti cewek kota kalah cantik deh”
“kamu suka ya?” mataku sambil berkedip-kedip menggodanya
“hah apaan sih kak aji ini, aku kan baru saja lihat”
“tapi kamu suka kan?”
“ya nggak lah, aku tuh nggak seperti kak aji…”
“Lho maksudmu apa?”
“gini kak, aku tuh nggak seperti kak aji, baru memandang langsung jatuh cinta, makanya orang seperti kak aji sangat mudah obral kata cinta dan sayang, aku tuh untuk jatuh cinta susah kak”
“hah…emangnya aku seperti itu ya?”
“iya…hmmm..aku yakin, kepada cewek tadi pasti kak aji pernah bilang cinta…hayooo..ngaku aja…”

Aku pura-pura cemberut
Sememntara adit masih saja terkekeh menggodaku
“ya nggak lah dit, aku juga sama denganmu kok dit, susah jatuh cinta….”
“wuanyak….hahahhahha…sok alim nih, coba deh, selain dengan aku dan kak hendra, pastilah banyak diluar sana yang kak aji obral cinta”
“hahh…gila mosok aku kayak gitu ya nggak lah”

aku tersenyum kecut
Memang benar apa yang dikatakan adit, dia paham sekali dengan sifatku
Aku gampang sekali terpesona
Mudah sekali aku bilang cinta dan sayang
Akhhh…adit….

Kurangkul tubuhnya
Dan cepat kucium pipinya dengan gemas sambil berbisik“I lov u dit”
Dia melongo sambil mengusap pelan pipinya dibekas kecupanku

Aku sendiri juga kaget dengan perbuatan spontanku terhadapnya
“kak aji ini kebiasaan deh, ini kan di rumah orang, gimana kalau ada yang liat…”
“hmmm…maaf deh dit, tapi bener kok aku sayang ma kamu”
“hahh…gila neh”
“kok gila?”
“duhhh…”
“napa dit?”
“baru saja dibahas udah kumat”
“maksudmu apaan dit?”
“gilaaaa….”
“hah?”

Adit kali ini benar-benar cemberut
Kayaknya di benar-benar ngambek dengan perbuatan spontanku tadi
Kurangkul pundaknya…
“maaf dit, jangan marah dong” ucapku sambil merajuk

Dia tertunduk
“kak….”
“hmmm…”
“sampai kapan kak aji begini terus?”
“maksudmu apa dit”
“hmmm…sampai kapan kak aji obral kata cinta dan sayang tanpa tanggung jawab?”
“hah…emang obral kata cinta dan sayang nggak boleh ya?”
“duh kak….bukan berarti nggak boleh, tapi cobalah berfikir dewasa dikit kak, tak mudah kita berucap, setiap kata yang keluar dari bibir kita, harus bisa dipertanggung jawabkan, apalagi kata cinta dan sayang”
“iya…tapi aku memang benar-benar cinta kamu kok”
‘ lalu gimana dengan kak hendra?” tanya adit sengit
“aku juga cinta dia” jawabku polos
“itulah..makanya kak aji ini tergolong orang gilaaa….”
“apa? Gilaaa? Emang mencintai lebih dari satu orang nggak boleh ya?”

Adit terdiam menatapku tajam
Sampai kapanpun kalau berdebat kata dengannya aku memang selalu kalah
Kadang adit kalau bicara jauh lebih pintar dibanding aku
“kak…aku ini memang masih kecil kak, tapi aku paham…cinta itu tak semudah yang diucapkan”
“maksudmu?”
“menurutku…cinta butuh keseriusan…tidak hanya terucap di bibir, butuh kesetiaan…”
Aku menggeleng pelan
“hmmm…aku juga serius dengan apa yang aku ucapkan dit, kalau aku cinta kamu, aku juga memperhatikan kamu kan?’
“bukan itu kak maksudku”
“lalu?”
“akhhhh…kak aji ini….”
“emang napa dit?”
“kak…cinta itu sama dengan kesetiaan, kalau kita bilang cinta ke seseorang kita harus setia dengan orang tersebut, setia berarti…kita nggak boleh lagi bilang cinta ke orang lain, aku kasihan dengan kak hendra…kalau kak aji ini pacarnya kak hendra, harusnya kak aji tidak bilang cinta ke aku atau ke yang lain, termasuk ke cewek tadi, kalau kak aji seperti ini terus, dimana letak kesetiaan terhadap pasangan?”

“tapi dit aku bilang cin…..”
“stop! Aku tak mau dengar alasan lagi, mulai sekarang kak aji harus setia ke kak hendra, titik!” suara adit tinggi keras
Aku terhenyak….
“kalau kak aji menganggapku sebagai adik, jadikan aku benar-benar adik kak aji, jangan lakukan perbuatan seperti tadi, aku tak mau kak, aku tak ingin jadi duri dalam hubungan kak aji dengan kak hendra”
“tapi ditt….”
“stop! Aku tak mau dengar lagi alasan kak aji, udah…kak aji harus berubah mulai sekarang!”
Akhhhhh……..

“walahhhh….ada tamu to?”
Kami mendongak…
Pak sujar dan bu sujar telah di pintu
Keduanya memakai caping dan tersenyum
Kami berdiri menyambutnya
“tuh lihat…kedua tuan rumah itu, walau mereka petani, orang desa…tapi mereka paham makna sebuah kata cinta” adit berbisik pelan di telingaku
Dan aku hanya bisa menoleh sambil tersenyum
Akhhh…aku memang lemah…

to be continued...



Negeri Dibalik Awan - Chapter 28

Chapter 28
by Ajiseno


Kurasakan jemari tangan hendra yang hangat mengelus bibirku pelan…
Pelan…dan sangat pelan…

Kami sudah kembali dari ‘pesta’ ultahnya fian
Dan seperti biasa setiap kebersamaan bersama hendra selalu kami manfaatkan untuk bercumbu
Tubuh hendra terasa berat menindih tubuhku
Dia tersenyum…
Sebuah senyum manis yang selalu memabukkanku
Jemarinya masih ‘bermain’ di bibirku
Terasa sedemikian nyaman sehingga aku tak lagi kuasa untuk menatapnya
Mataku terpejam
Menikmati setiap sentuhannya…
Jemarinya terus ‘bermain’

Tiba-tiba kurasakan bibirnya menyentuh bibirku
Hangat dan segar
Bibirnya melumat bibirku
Aku menggelinjang ketika kurasakan kumis tipisnya menyentuh area bibirku
Terus melumat
Dan jemariku menelusur punggungnya yang kokoh , mencengkeram ketika bibirnya menghisap kuat bibirku dengan serbuan nafas harumnya yang memabukkan

Dan…
Aku menghela nafas panjang ketika bibirnya lepas dari bibirku
Dia tersenyum…
“jiii….aku selalu suka dengan bibirmu…entahlah, semua yang keluar dari bibir ini terasa sedemikian manisnya…” dia berbicara serak dan pelan
“apaan ndraa…”
“iya, tadi aku tak mengira kamu akan pidato seperti itu”
“uhhh…aku nggak bisa pidato ndra”
“tuh tadi bisa”
“hehehehhe…itu tadi pidato ya?”
“ya sayaaaaannggg….”
Hendra kembali mengecupku

“ndraa…kamu ngapain sih?”
“napa?”
“nggak pa-pa, dari tadi ciumi aku terus?”
“suka aja…..”
Tiba-tiba tangannya sudah menggerayangi celah diantara kedua pahaku
Kutahan….
Aku tersenyum lebar
“napa?” tanyanya menyelidik
“heh ini jam berapa? Tanganmu kok nakal?”
“aku lagi pengen jiii…”
“nggak!”
“napa?”

Kudorong tubuh hendra
Dan dia terduduk bengong
Kadang aku memang suka ‘menggodanya’ disaat dia mulai ‘on’
Sekedar variasi sebuah hubungan

Dengan cepat aku turun dari ranjang
Sempat kulirik hendra yang masih terbengong…

“jiii kurang ajar kamu ya?”
Kurasakan dia bangkit dari ranjang
Dan ketika aku sampai di pintu kamar kurasakan tubuh hendra mendekapku dari belakang
“awaasss ya, mulai main-main lagi sama aku”
Aku terkekeh
Kurasakan dengusan nafasnya di belakang telingaku
Dia menggigit daun telingaku
“lepasin ndraaa”
“biasaan, kamu tuh pasti mau mainin aku ya?”
“heheheheheh bentaaarrr deh, aku kencing dulu”

Hendra membalikkan tubuhku cepat
Nafasnya menderu keras
Aku paham, hendra sangat ingin bercinta saat ini
“ndraa…belajarlah mengendalikan diri” bisikku
‘nggak!”
“hihihi…gila kamu, ini masih sore ndraa”
“nggak peduli!”
Lidahnya merayap disekujur leherku
Akhhh……aku mulai terlarut dalam gelora

Tiba-tiba hp dalam sakuku berdering
Hendra semakin erat memeluk tubuhku
“jangan angkat jiii…”
Aku tak peduli
Kurogoh sakuku
“jangan angkat atau kubanting!” hendra mengancam
Aku Cuma tersenyum geli
Hendra kalau sudah terbakar libidonya memang selalu menggebu-ngebu
Kulihat di hpku
‘FIAN’
Hah? Fian nelpon? Tumben

“ndraa bentarr…fian nelpon neh”
Dengan berat hati akhirnya hendra melepaskanku

“haloo yan?”
“ya om, om…om udah tau belum, ternyata…hmmm”
“apa fian?” aku berteriak
“papanya adit kecelakaan dan meninggal om”
“hahh”
Tiba-tiba aku seperti tersengat listrik ribuan volt
Tubuhku kaku tak bergerak
Baru kusadari mengapa adit tadi tidak berangkat ke pestanya fian

“ada apa jii?” hendra ikutan panik melihat perubahan wajahku
“ndraa….papanya adit kecelakaan dan meninggal”
Hendrapun terbengong ikutan kaget
Dia hanya terpaku menatapku
“ya udah…sekarang kita kesana”
Lengannya langsung menyeret tubuhku
Pikiranku kosong
Membayangkan adit yang sekarang udah nggak punya sosok bapak
Dalam hati aku merasa begitu larut dalam kedukaan adit yang pasti sedang dia rasakan saat ini

Suasana berkabung sedemikian terasa
Beberapa tamu dengan baju berwarna hitam-hitam masih duduk dengan diam, dan jika bicarapun sangat pelan
Sangat kontras dengan suasana yang tadi aku temui di rumah fian
Rumah adit seperti ikut dalam suasana duka

Aku duduk di kursi plastik di samping hendra
Di depanku terhidang sepiring permen dan softdrink dalam kemasan gelas
Mataku menyapu seisi tenda….
Tak kulihat adit maupun keluarganya
Dari cerita bapak-bapak yang duduk di depanku dapatlah kuketahui kalau papanya adit telah dimakamkan beberapa waktu lalu
Akhhh…aku benar-benar menyesal
Menyesal sekali..
Tak dapat mengantar papanya adit untuk yang terakhir kalinya
Mengapa juga aku baru tahu kalau papanya adit meninggal dunia

Aku langsung berdiri…
Ketika kulihat seorang wanita berkerudung hitam tergopoh-gopoh mendatangiku
Wanita dengan wajah lelah penuh kedukaan
Dialah mamanya adit
Bermata sipit berkulit putih dan lesung pipinya muncul ketika dia tersenyum sedikit saja
Dia benar-benar mirip adit…

Aku mengangguk sambil tersenyum menyalaminya
Demikian juga hendra
“maaf bu…saya benar-benar tidak tahu, baru saja tahu dan langsung kesini, semoga papanya adit khusnul khotimah…..”
“amieeennn” ujar mamanya adit pelan
“ikut berbela sungkawa buu…” ucap hendra

Mamanya adit duduk di depanku
Dari beliau dapat diketahui, papanya adit meninggal karena kecelakaan kerja
Papanya adit bekerja di pertambangan minyak bumi di sumatera selatan
Mendengar cerita mamanya adit aku ikut larut dalam kedukaan
Aku masih ingat sumargi di lereng prau
Dia mirip adit…
Diusia yang masih remaja, mereka sama-sama kehilangan bapaknya
Sesosok tokoh yang menjadi pelindungnya….

“buu…dimana adit?” tanyaku pelan
Ibunya adit tiba-tiba tertunduk
“dia dikamar mas ….” Ucapnya pelan
“dikamar? Gimana kondisinya bu?”
Mamanya adit menatapku dan hendra
“dia masih syock dan sangat terpukul mas”
Tiba-tiba mamanya adit mengeluarkan air mata
“bo…boleh aku menemuinya bu?” ucapku pelan
Mamanya adit menggeleng lemah
Beliau kembali menatapku
Airmata kembali deras meleleh di pipinya
“mas….sejak jenazah papanya datang, adit terus histeris, kadang dia mengamuk terhadap siapapun yang mendekatinya, aku…aku paham mas…sebenarnya bukan Cuma adit yang terpukul atas perginya papa, semuanya…semua…tapi kami sadar, adit masih terlalu belia untuk menerima keadaan ini mas…”

Aku manatap mamanya adit
Kurasakan lengan hendra menepuk pundakku
Memberi penguatan

Tiba-tiba ada remaja yang datang tergopoh-gopoh menemui mamanya adit
“mbak…adit mbak…adit, dia mengamuk mbak”
Mamanya adit langsung berdiri
Akupun langsung berdiri

Kami berjalan tergopoh-gopoh masuk ke rumah
Semakin jelas kudengar suara adit yang menjerit-jerit histeris
Setelah melewati sebuah kamar, di bagian belakang kulihat kerumunan orang hanya berdiri terpaku meatap beberapa barang terlempar keluar kamar
Minyak rambut…bantal …jam wekker…dan beberapa barang terlempar keluar
Beberapa orang berdiri kebingungan menjauh dari pintu kamarnya adit

“pergiiiii…semua pergiiii…aku juga mau pergiii…nyusul papaaa…papaaaa…aku mau ikuuuttt….” Jerit adit histeris
Mamanya adit terhenti bingung
Aku tak sabar….
Kutinggalkan hendra..mamanya adit dan beberapa kerabat yang masih berdiri bingung
Aku langsung meneroboa kerumunan orang
Menuju pintu kamar….

Seorang remaja yang selalu kucinta sedang duduk disisi ranjang
Tubuhnya bersender di tembok
Rambutnya awut-awutan
Matanya bengkak…merah dengan sisa air mata yang telah mengering dipipinya

Dia sedikit kaget melihat kedatanganku
“mas ajii…pergiiiiii….pergiiiii….” dia menjerit histeris
Dan lemparan bantal sedemikian keras menerpa tubuhku
Selanjutnya kurasakan beberapa barang di lempar kearahku sambil terus mengusirku
Tapi aku tak peduli
Aku terus menerobos ‘gempurannya’
Sempat kudengar ibunya adit menejerit menyuruhku keluar kamar
Tapi aku benar-benar tak peduli

Dengan cepat kuraih tubuhnya
Kupeluk erat…
Sangat erat..
Dan dia berontak sedemikian hebat
Tubuhnya bergetar hebat dalam pelukanku
“kak aji pergiiii…pergi dari iniiii…” suaranya serak
Tetap kupeluk tubuhnya
Kudengar dia tersedu dalam pelukanku
Terus kupeluk dan terus kupeluk dengan erat tubuhnya
Aku tak peduli lagi
Wajahnya terhimpit didadaku
Dia tak lagi berontak…
Dadaku basah oelh air matanya
Dia terus tersedu
Dan aku hanya bisa menusap pelan rambutnya
Kulihat kerumunan orang di pintu kamar
Dan kuberi kode agar meninggalkan kamar termasuk kepada hendra

Adit masih saja tersedu…
Dan dadaku semakin basah oleh lelehan air matanya
Aku hanya diam…
Karena memang aku tak tahu lagi harus berbicara apa untuk menenangkannya
Yang jelas akan kubiarkan adit meluapkan segala emosinya…
Karena aku sadar…perasaan dukanya tak lagi dapat kuukur

Terus kuusap rambutnya pelan….
“dit…bukan Cuma kamu yang lara….semua…semua dit, kamu seharusnya mendoakannya karena kita semua, entah kapan juga akan menemuinya, jadi kamu harus tabah yahhh…” ucapku pelan disisi kepalanya
Kurasakan adit mengangguk pelan
Aku lega…
Aku merasakan emosinya sudah mulai reda
Kulihat, pelan hendra duduk di sisi ranjang, memandangku yang masih duduk memeluk adit erat
Tiba-tiba tangannya menjulur pelan dan mengusap pelan rambut adit
Dan….
Baru kali ini kulihat mata hendra berkaca-kaca menahan tangis

“bentar dit…”
Akhirnya pelan kulepas pelukanku
Aku beranjak bangkit
Berjalan pelan meninggalkan kamar dan kutinggalkan hendra dan adit dalam kebisuan

“gimana mas aji, kondisi adit?” mamanya adit terlihat cemas di depan pintu
Aku tersenyum “ dia sudah baikan sekarang kok bu, hmmm…mau minta segela teh hangat sama makan mungkin…untuk adit bu…kulihat fisiknya sangat lemah”
Mamanya adit kaget “oh ya, bentar sejak pagi memang belum makan…bentar mas..”

Dalam sekejab mamanya adit telah menghilang dibalik pintu
Kulihat ibu-ibu berumur sekitar 60 an tahun datang mendekatiku
Berpakaian kebaya jawa dengan wajah penuh kharisma dan senyum yang bikin kikuk
“nyuwun sewu, masse ini siapa kalau boleh tau, kenalkan saya eyangnya aditya dari purwokerto”
Dia mengulurkan tangannya
Kusambut sambil kucium telapak tangannya

“ohh nyuwunsewu bu, saya tidak tahu,saya aji bu… kapan rawuh kesini bu? Saya temannya, tetangganya dan sudah seperti saudara kalau dengan adit”
Beliau kembali terseyum “tadi pagi subuh mungkin nyampe sini”
Beliau kembali menatapku
Menatap dengan penuh curiga dan tanya…
Aku paham, aku dan adit memang sangat beda jauh usianya, itulah yang membuat beliau curiga
“hmmm…eyang, saya dulu pernah beberapa kali mengajari matematik, makanya kami saling kenal dan kemudian sudah seperti saudara….”

“ohhhh begitu ya, gini nak, atas nama keluarga, terutama saya pribadi menghaturkan banyak terima kasih atas bantuan nak aji kepada cucuku, sejak siang kami bingung, dan….sepertinya nak aji sangat dihormati adit, dia sangat nurut dengan nak aji, titip cucuku ya…sekarang dia sudah tidak punya bapak lagi, paling tidak ikut mengawasi…tolong dibantu, soale saya di purwokerto, jauh nak…”

Aku kaget dengan pernyataan beliau
Sebenarnya tanpa dimintapun aku sudah berjanji akan menjaga adit
Apalagi melihat kondisinya saat ini

“hmmm…jangan kuatir eyang, akan kujaga dia…”
“kapan-kapan kalau mas aji ‘kerso’ datanglah ke purwokerto di daerah njatilawang mas…ajak maen adit”
“oh iya bu, makasih”

Dan mamanya adit datang dengan sepiring nasi dan segelas teh hangat
Aku menyambutnya
“mas aji sekalian makan, sudah saya siapkan di ruang tengah, ajak temannya sekalian ya”
“oh ya bu,bentar, biar adit makan dulu saja”
Pelan aku mohon diri menuju kamar adit


Adit masih bersandar di tembok
Sedangkan hendra masih duduk di sisi ranjang dengan diam
Dan keduanya kaget aku datang membawa sepiring nasi dan segelan minum
“aku nggak mau makan!” adit setengah berteriak
Aku Cuma tersenyum
Duduk di sampingnya

“dit…hmmm…kamu harus sehat, ingat, mamamu sangat butuh kamu mulai sekarang, mamamu sudah tidak ada tempat lagi untuk meminta bantuan, kamu laki-laki, anak sulung, kamu harus bisa jadi tonggak keluarga ini, adikmu masih kecil-kecil, mereka butuh panutan, dan kamulah yang jadi panutannya sekarang, ingat….kamu harus sehat, kamu nggak boleh sakit-sakitan, ….kamu kan jadi pengganti papamu sekarang, ayoo…makan yang banyak, keluar kamar, sambut tamu-tamu dan jangan bikin kuatir keluargamu lagi” ucapku pelan tapi tegas

Adit sejenak terbengong menatapku
Kulihat matanya kembali berair
Dan membuka mulutnya menampilkan giginya yang gingsul

Kusuapi perlahan…
Sendok demi sendok nasi masuk ke mulutnya
Di kunyahpelan
Dan sesekali aku tersenyum menatapnya
Aku bahagia, melihat adit perlahan menemukan kembali semangat hidupnya

Dan kulihat hendra perlahan merebahkan tubuhnya di ranjang
“dit….”suara hendra pelan
Kami menoleh sejenak menatap hendra

“dit…hmmm…bagaimanapun juga kamu harus masih tetap bersyukur”
“bersyukur? Maksud mas hendra?”
“yahh…dibanding aku, paling tidak dibandingkan dengan nasibku dit, aku bahkan sejak kecil sudah tak ingat wajah bapakku, beliau meninggal ketika aku masih usia dua tahun….dan aku tak sempat merasakan sosok bapak disisiku, dan…tak hanya itu, waktu aku SMA ibuku juga meninggal dunia, lengkap sudah nasibku, selanjutnya aku diasuh oleh guruku hingga aku kuliah dan jadi seperti yang sekarang, aku tak punya saudara, harta warisan orang tuaku diambil paksa oleh pamanku, akhhh…kamu lebih beruntung dit di banding aku, kamu masih punya ibu, punya adik-adik yang manis, punya eyang yang selalu sayang dan….punya aji….”

Aku kaget dengan kata’punya aji’ dari mulut hendra
“punya kak aji? Maksud mas hendra apa?”
“yahhh…kamu punya aji, aku tahu, sampai kapanpun aji selalu sayang sama kamu, kadang aku cemburu, tapi aku paham, tak mudah menghilangkan perasaan sayang, dan aku paham juga, perasaan sayang adalah perasaan postitif, aku tak harus mencegah atau merubah jadi benci hmmm….mulai sekarang, kamu harus semangat dit, kamu tidak sendiri paling tidak ada aku dan aji, yang selalu sayang dengan kamu”

Kulihat adit tertunduk
Dia kembali terisak
“kak…kalian semua kakakku….aku ….aku sangat terharu mendapat perlakuan seperti ini dari kalian…yaaahh…aku baru tahu sekarang siapa kak hendra, dan…aku janji, aku akan semangat…semangat dalam menjalani hidup, karena aku sadar sekarang, aku tak lagi sendiri…ada kalian semua…kak..hendra…hmmmm…maaf, aku dulu sempat benci dengan kak hendra, dan sekarang mata hatiku baru terbuka, ternyata kak hendra sangat baik…kak…boleh…hmmm….”

Aku Cuma diam…
Dan kulihat hendra bangkit dari rebahnya
“apa dit” ujarnya pelan
Tiba tiba adit bangkit dan memeluk hendra
“aku Cuma ingin peluk kak hendra….maafkan aku ya kak” ucap adit sambil terisak dalam pelukan hendra…
Dan kali ini aku benar-benar terharu
Sangat sangat terharu
Andai tanganku tak memegang piring nasi, pastilah aku akan ikut dalam pelukan hingga jadi pelukan bertiga
Tapi yang jelas…
Apapun peristiwa di dunia ini, pasti ada ‘hikmah’ dibalik semuanya

Sepeda motorku berjalan menembus kabut tipis
Dan perlahan puncak gunung prau yang datar muncul seiring semakin menipisnya kabut…
Sangat dingin dan mistis…
Saat ini jam 7.30 pagi
Kabut masih menyelimuti area ini

Kurasakan dadaku bergetar menahan serbuan hawa dingin
Sangat-sangat dingin
Mentari pagi seolah sedemikian malu untuk muncul di balik kabut
Di musim kemarau seperti sekarang ini…
Mungkin boleh dikata menjadi musim dinginnya daerah sini
Sangat-sangat dingin….

Lengan adit melingkar erat di perutku
Pipinya menempel dipunggungku…
Aku paham…
Adit juga kedinginan
“kak…kak…kita kesasar ya? Kita dimana?” tanya adit sedemikian kebingungan
Aku Cuma tersenyum
“kak…ayo balik…dingin banget kak…aku nggak betah” serunya lagi
Dan aku hanya tersenyum kembali

Sepeda motorku pelan berhenti
Di sebuah jalan datar di punggung gunung
“turun dit…” ujarku tenang
Aditpun turun dengan wajah pucat kebingungan
Kami berdiri ke arah selatan…
“kita mo ngapain kak?”
“hmmmm…tunggu bentar…”
Adit menoleh ke arahku
Dia benar-benar kebingungan
Sepanjang dan sejauh mata memandang hanya kabut…
Putih…
Dingin dan tenang
Bukit di sekitar hanya terlihat sedemikian samar
“tunggu bentar dit…bentar lagi ada pemandangan bagus di sini yang tidak akan kita dapatkan di semarang…tunggu bentar..”

Adit mengepalkan telapak tangannya
Dan meniup-niupnya
Ini adalah cara efektif untuk mendapatkan kehangatan
Aku mendekat dan dari samping kupeluk erat tubuhnya yang ramping
Sekedar memberi kehangatan

Dan…..
Usahaku tak sia-sia
Kabut semakin menipis
Sosok puncak gunung berbentuk kerucut, tinggi dan megah muncul
Dibadan gunungnya melingkar kabut tipis…
Sangat-sangat indah…
Gunung sindoro memang luar biasa terlihat dari sini..
Sangat-sangat indah
“wowww….”kudengar suara dari kedua belah bibir tipisnya adit
Matanya sedemikian terbuka
Seolah enggan melewatkan pemandangan yang sedemikian indah ini…


Sudah seminggu lamanya setelah meninggalnya papanya adit…
Kondisi emosional adit sudah mulai pulih
Dan…
Ada satu rutinitas hari-hariku
Aku dan hendra selalu menengok adit
Memberi perhatian terhadapnya
Kadang mengajak jalan-jalan bertiga
Hmmm…inilah moment terindah dalam hidupku
Melihat dua orang yang paling kusayang sedemikian akrab dan penuh senyum terpancar

Ternyata hendra kelihatan sedemikian dewasa menyikapi musibah yang sedang menimpa adit
Aku paham….
Hendra tak ingin adit bernasib sama dengannya
Dan….
Aku semakin cinta dengan hendra
Cinta memang tak boleh dimaknai dengan egois
Hanya untuk berdua saja…
Cinta bisa saja dibagi…
Dengan proporsi yang berbeda
Saling sayang dan mengasihi
Dan aku semakin cinta dengan hendra…
Kami menemukan sebuah titik temu sebuah ikatan kedewasaan
Tak ada cemburu…
Tak ada sakit hati atau sakit hati
Dan aku juga salut dengan adit yang dapat menempatkan disri dengan sedemikian luwes di tengah-tengah aku dan hendra
Tanpa harus ada yang tersakiti

Dan….
Hari ini hari sabtu
Aku sebenarnya ingin mengajak hendra dan adit refreshing ke lereng prau
Tapi hendra ada tugas luar
Jadinya aku hanya mengajak adit saja
Kuboncengkan naik sepeda motor
Sebelumnya kuberitahu adit untuk membawa jaket tebal dan berangkat jam 4 pagi dari semarang

Sengaja aku tak memberi tahu tempat aku tuju
Sekedar ingin membuat surprise saja kepada adit
Dan kulihat adit sedemikian bersemangat selama perjalanan
Cuma ketika jalan mulai naik dan berkelok, dia mulai panik

Kami berdua masih terpaku menatap ke depan
Saat ini puncak sumbing yang kokoh terlihat menyembul dibalik awan putih
Dan diujung timur matahari mulai terlihat bersinar
Memunculkan sedikit kehangatan
Masih kurangkul pundak adit
Dia menoleh kearahku sambil tersenyum sedemikian manis menampilkan giginya yang gingsul
Aku juga menoleh
“da apa senyum-senyum?” tanyaku pura-pura sewot
“hmmm…kak aji tau tempat ini kapan? Woww…nggak ngira di jawa ada tempat seindah ini”
“hmmmm…rahasia deh” godaku sambil mengerling ke arahnya
“hahhhh….awas ya”
Kurasakan adit mencubit perutku keras
Dan aku segera melepaskan diri sedkit berlari menjauh
Tapi adit berhasil memelukku dari belakang
“makasih kak, ini tempat sungguh indah…aku bahagia hari ini”
“hmmmm…” aku hanya bisa mengguman pelan dalam pelukannya.

to be continued...





Negeri Dibalik Awan - Chapter 27

Chapter 27
by Ajiseno


Kami duduk dalam kebisuan yang tak kami mengerti
Hendra menyetir dengan sedemikian pelan
Hening…
Bisu…
Sepi di tengah keramaian kota semarang
Aku sendiri tak tahu lagi akan bicara apa saat ini
Semua kata seolah lenyap dari celah bibirku
Hmmm…otakku dipenuhi dengan kenangan bersama agung
Masih kuingat sorot matanya
Bibirnya yang penuh dan sexy
Senyum sinis ciri khasnya
Bahkan bentakannya
Atau kata-kata kotornya
Aaakhhhh…tiba-tiba aku kangen dengan semua tentang agung
Semuanya…
Aku ingin melepasnya
Melepaskan diri dalam kubangan kenangan bersamanya

Aku menoleh menatap hendra
Aku ingin melupakan agung..paling tidak walau hanya sesaat saja
Ada hendra disisiku
Toh hendra lelaki sempurna buatku
Dia masih diam…
Ini tidak seperti biasa..
Selama ini hendra adalah sosok yang paling penuh dengan pengertian
Dia tak pernah mengikatku…
Mengikat dalam arti yang sebenarnya
Dia beri aku kebebasan, bergaul dengan siapapun
Sedekat apapun….
Dia begitu penuh percaya terhadapku
Apapun yang kuperbuat…dia selalu mendukung dengan sepenuh hati
Bahkan ketika aku sedemikian dekat dengan adit, dia tak mempermasalahkan

Tapi….
Tidak sedemikian dengan agung
Dia sepertinya begitu cemburu atau apalah…
Dan…
Lebih parah lagi, agung memberi aku kenang-kenangan
Sebuah kenang-kenangan sepertianya berupa cincin
Ohhh salahkah agung memberiku cincin untuk kenangan ?
Akhhh…mungkin juga agung bingung mau memberiku apa
Yaahhhh…aku sebenarnya maklum
Cuma ada perasaan tidak enak hati dengan hendra
Lebih nggak enak hati lagi, beberapa waktu lalu aku menolak memakai cincin pemberiaannya
Tapi…pada prinsipku aku menerima cincin dari agung karena ini adalah cincin sebuah pengikat sebuah persahabatan
Menurutku ini sangat dalam maknanya
Tak akan aku pakai cincin ini mungkin
Tapi terus terang akan tetap kusimpan mungkin untuk selamanya toh ini bukan cincin tunangan
Tunangan?
Mana mungkin lah, agung kan straight
Tak mungkinlah agung menyukaiku secara seksual
Tapi apapun itu, hendra sudah terlanjur larut dalam emosi kecemburuan

Tiba-tiba mobil berhenti…
Aku kaget
Dan memang parah…
Ini kan sudah nyampe halaman rumahku
Sudah sampai
Tak terasa rupanya….

Hendra turun masih dalam kebisuan
Hah…ini tak boleh berlarut-larut
Aku tak ingin cincin kenangan ini sebagai sumbu penyulut perpecahan

Kulihat hendra berjalan cuek meninggalkanku yang masih di dalam mobil
Ini tak boleh berlarut….

Dengan cepat aku membuka pintu mobil
Setengah berlari aku menghampiri hendra
Kupegang pundaknya
Dan cepat kukecup pipinya
Hendra menoleh….
Dia berusaha tersenyum..
Tapi tetap saja…kulihat ada kemarahan tersimpan disudut kelopak matanya

“ndraa…kamu marah ya?”
Da menggeleng
Dan dengan cuek kembali masuk ke dalam rumah
Aku hanya berjalan mengikutinya

Hendra menghempaskan tubuhnya di kursi dengan sedemikan keras
Aku duduk disampingnya
Kuambil telapak tangannya
Dan…
Kurogoh sakuku dan kuambil kotak cincin pemberian
Pelan…..
Kuletakkan di telapak tangannya hendra

Hendra menoleh
Menatapku dan kemudian menatap kotak cincin di telapak tangannya
“ndraaa…ambil ini, jika ini menjadi duri dalam hubungan kita, ambil saja dan buang saja, toh ini mungkin hanyalah cincin saja…aku ……aku…..menerima ini, karena hmm…ini murni sebuah persahabatan,”

Hendra mengangguk lemah
“aku hanya menyesal jii…”
“menyesal napa?”
“menyesal tidak jujur pada agung perihal hubungan kita”
“maksudmu…kamu menyesal, kamu tidak jujur, kamu..kamu akan mengatakn kepada agung kalau kita ini pacaran? Kalau kita ini pasangan homo gitu?”

Hendra mengangguk
“jii….kurasa sudah saatnya kita jujur perihal hubungan kita”
‘terus …apa untungnya bagi kita ndraa? Trus apa untungnya jika agung tahu hubunga kita”
“hmmm paling tidak….agung takkan memberi cincin itu untukmu jii…”
“bahhh…kamu ini, sekali lagi ndraa…aku tak semurah itu, kalau kamu mau, ambil saja ndraa, ribet amat sih, ini kan Cuma cincin?”

Hendra menarik nafas dalam-dalam
“hmmm….. oke…mari kita buka” suara hendra tegas

Pelan hendra membuka kotak berwarna merah
Kotak cincin tunangan…
Tiba-tiba jantungku berdebar
Detik-detik membuka kotak itu begitu menegangkan

Dan terbuka sudah akhirnya
Dan logam perak berkilat terkena sinar lampu
Kecil …tipis…
Pelan hendra menarik logam tersebut
Sebuah logam yang terselip di belahan tengah kotak tersebut

Dan…
Sesaat kami terbengong
Dan selanjutnya tawa hendra meledak bagai petir
“hahahahahahahhahahahahahahha…..”

Ternyata benda itu bukanlah cincin
Aku Cuma tersenyum
Benda yang dipegang hendra berupa logam kunci berwarna keperakan

“hahahahahhaha…sejak tadi kita ribut gara gara benda ini…hahahahha…dasar agung, kirain…hahahhaha agung..agung, kamu itu yaaa…awaaasssss…” hendra geram

Hendra melempar kunci ke pangkuanku
“tuh jii…pakai saja…hahahahha”
Kuambil kunci perak dipangkuanku
Dalm hati aku bertanya..
“ini kunci apa?”

Suasana hening..
Sudah sedemikian larut malam
Aku bergerak pelan melepaskan diri dari pelukan lengan hendra
Sempat kulihat hendra tidur dengan sedemikan pulas
Dengkuran kecil tidurnya terdengar
Aku tersenyum sendiri
Melihat hendra tidur dengan sedemikian tenang membuatku terasa tentram

Aku bangkit pelan dan kupakai bajuku
Hmmm ………………jam 1 malam dini hari
Pelan aku berjalan menuju kamar mandi, mengosongkan kandung kemih
Dan kembali…
Kulihat kotak cincin yang berisi kunci tadi
Aku duduk disamping meja
Kuamati kotak cincin tersebut
Dalam hatiku masih penuh tanya, ini kuci untuk apa?
Nggak mungkinlah agung main-main dengan pemberiannya
Aku paham sekali dengan agung

Aku buka kembali kotak cincin tersebut
Sebuah kunci dari logam…
Sebuah kunci biasa
Terus apa makna hadiah ini?

Aku menghela nafas panjang…
Sekali algi kuamati kunci itu
Mengkilat diterpa sinar lampu

Dan kembali kuamati kotak cincin
Hmmm…ternyata ada ada secari kertas kecil terselip disisi kotak
Kuambil…terlipat begitu rapi dan kecil
Tersembunyi seolah ada harapan, hanya aku yang boleh membaca kertas tersebut

Pelan kubuka…
Hanya kertas kecil
Dan dengan cepat kubaca tulisan agung
Sebuah tulisan kecil yang sangat rapi menurutku

“jii…masih ingat rumah seram di pinggir sawah?. Ini kuncinya, untukmu saja, hadiah kecil dariku”
Tiba-tiba jari tanganku bergetar
Ingin rasanya aku pingsan saat ini juga
Sungguh, aku tak mengira agung sedemikian besar menghargai sebuah persahabatan
Aku merasa agung begitu mencintaiku
Dan cinta memang tak bisa dihargai dengan benda apapun di dunia ini
Dan….
Tak terasa air mataku mengalir haru

Ulang tahun….
Aku benar-benar paling tidak suka dengan moment ulang tahun
Entah mengapa, yang jelas setiap kali aku ulang tahun aku selalu merasa sedih
Aku merasa selalu menyia-nyiakan usiaku
Aku sering menangis di malam ulang tahunku
Bukan gembira…
Atau pesta…
Selalu saja, aku selalu menangis dengan penuh kesedihan
Jika aku boleh memohon, aku tak ingin ada ulang tahun
Makanya seumur hidupku, aku tak pernah merayakan ulang tahun

Dan….
Saat ini adalah hari ulang tahunnya fian
Dia merayakan dengan penuh gempita
Dengan sebuah pesta
Dan aku diundangnya
Sebuah pesta yang lumayan besar menurutku
Semacam pesta kebun katanya
Yah halaman depan rumah dihias warna warni
Undangannya juga banyak
Dan aku baru menyadarinya, ternyata aku satu-satunya lelaki dewasa yang berada disini
Semuanya anak-anak remaja temannya fian
Gila….aku seperti orang hilang saja
Tak kulihat juga pak danar, hanya bu danar yang mondar-mandir mengatur acara
Berkali-kali aku menelpon hendra
Dia selalu jawab..”bentarrr…nih baru di jalan”
Uhhh…bisa gila kalau aku harus di dalam ruangan ini
Beberapa remaja cewek sengaja berkedip ke arahku genit sambil berkata “ommm…”
Dasar!
Tau kondisi saat ini seperti ini aku takkan berangkat

Pelan aku beranjak dari kursi
Keluar arena
Kuamati satu persatu remaja yang hadir
Tampak fian yang sedemikian tampan dirubung cewek-cewek
Yahhh…aku paham, fian memang cakep
Bibirnya kemerahan
Hidungnya mancung mirip mamanya yang keturunan arab
Tubuhnya jangkung
Sayang sifatnya begitu manja
Aku paham…di sekolahnya pastilah fian jadi idola cewek-cewek

Saat ini fian memakai jas…
Mungkin biar penampilannya terlihat dewasa
Tapi tetap saja imut
Beda sekali dengan adit
Walau tubuh adit tampak lebih kecil, tapi wajah adit terlihat lebih dewasa
Aku tak paham, apa ada hubungan antara sifat seseorang dengan dengan fisik?
Tak tahulah…
Bagaimanapun juga mataku terus menjelajah seisi arena
Hanya satu yang kucari…
Sosok tubuh ramping…
Adit..
Yah aditlah yang selalu kucari
Pastilah dia sangat cakep
Akhhh…tak kutemukan juga
Apa adit tidak berangkat?
Yahhh…aku maklum, adit sifatnya hampir sama denganku
Tidak suka hura-hura pesta seperti ini
Mungkin dia berfikir, daripada menghadiri pesta seperti ini, mending baca novel di kamar

Aku berjalan ke samping rumah
Kutinggalkan remaja-remaja yang super heboh dalam pestanya fian
Aku benar-benar mirip orang hilang

Aku duduk disamping rumah
Disebuah bangku kecil menghadap ke taman
Rumah fian memang luar biasa besar
Taman diatur dengan sedemikian indah
Ada beberapa pohon mangga yang rindang juga terlihat dengan buah bergelantungan
Menurutku menambah keindahan taman ini
Dibalik sana ada tembok tinggi
Hmmm…
Sebuah rumah yang besar dan mewah
Dan dulu aku pernah tinggal disini walau hanya sekitar empat bulan
Waktu itu fian masih kecil
Waktu tak terasa berlalu
Mengubah fian yang kecil dan imut menjadi remaja yang tinggi dan tentu saja sangat cakep
Fian adalah perpaduan jawa - arab
Kulitnya kecoklatan
Tinggi….
Dan mulai banyak tumbuh bulu dibawah hidungnya yang mancung
Kalau dari segi fisik menurutku dia adalah kesempurnaan
Andai dia tinggal di jakarta, mungkin dia sudah jadi bintang sinetron atau foto model

Sejak dulu fian sudah menganggapku saudaranya…omnya lebih tepatnya
Keluarganya juga demikian
Karena itulah aku sedemikian dekat dengan keluarga pak danar yang sekaligus bossku di kantor
Banyak juga yang bilang, aku ini ‘tangan kanan’nya boss
Sungguh ungkapan yang tak mengenakkan hati
Tapi apapun juga semua kuanggap wajar
Dalam hal tertentu aku berusaha menjaga jarak dengan pak danar
Menghindari gosip yang tidak mengenakkan

“woiii ngalamun terusss…” suara di belakangku
Aku menggelinjang kaget dengan tepukan di pundak

Hendra nyengir-nyengir manis
‘asemmm…kamu lama banget ndra…’
“heheheheh maklum tadi ada kerjaan dikit, kok nggak masuk jii?”
“uhhh suntuk di dalam, tau nggak undangannya ternyata semua anak-anak SMA hahahhha, parah aku di dalam”
“hmmm gitu ya…ya udah jii, ya udah kalau gitu, kita nyerahin kado terus cabut dari sini, gimana?”
Wajahku langsung berbinar mendengar argumen hendra
“waduhhhh..kok sejak tadi nggak kepikiran ya” aku garuk-garuk kepala

“ommmm…” kami menoleh mendengar suara fian dari kejauhan
“ya yan…gimana?”
Fian mendekat dan langsung tersenyum lebar melihat hendra di sampingku
“ohhh om hendra, kapan datang? Wahhh makasih ya om, mau datang di ultahku”

Hendra mendekat dan langsung menepuk pundak fian
“met ulang tahun ya…moga tambah manjaaaa….”
“hahahahaa om hendra ini ada-ada saja, mosok tambah manja to om, eh om, ayo masuk acara mau di mulai” ujar fian mantap

Aku menoleh memandang hendra
Dalam hati bingung juga, berarti tidak jadi cabut dari pesta ini
“eh, om aji, nanti kebagian memberi kata sambutan mewakili papa, papa katanya sedang di surabaya”
“apa? Sambutan? Sambutan apa yan?” kataku kaget
“ya sambutan ultah, selaku wakil tuan rumah gitu …”
“waduhhh…kok baru bilang sih yan, aku kan nggak persiapan”
“nggak usah pake persiapan segala om, Cuma nyambut saja kok”
“nggak bisa yan, om hendra saja yah..” aku mulai panik
“nggaaakkk! Pokoknya om aji nanti mewakili papa menyambut untuk teman-teman fian” waduuuhhh mulai kumat manjanya fian

Aku benar-benar panik
Aku paling males kalau di suruh pidato dalam sebuah acara
Semua kata yang telah tersusun biasanya langsung menguap, tinggallah kepanikan
Aku pobia dengan publik
Walau ini hanya dihadiri anak-anak remaja tetap saja kacau di otakku

Fian langsung berlari
“omm…cepat lho, kutunggu, acara sudah akan di mulai”
Aku terengong..
Aku menoleh memandang hendra
Hendra menutup mulut sambil terkekeh geli melihat aku panik
“ngapain ketawa hah!” kataku mulai sewot
“hihihihi…rasain ji”
“kamu ini bukannya bantu malah ketawa”
“halah…Cuma nyambut ultah anak-anak saja kok bingung ji”
‘iya….lha aku harus ngomong apa ndra”
“ya…bilang saja ..met ultah yan, gitu”
“Cuma itu?”
“yaa di tambahin lah”
Aku garuk-garuk kepala lagi
Semakin panik saja

“ommmmm….cepaaattttt….”fian berteriak keras
Dan hendra masih saja tertunduk sambil tertawa
Seumur hidup aku tak pernah mendatangi pesta ultah
Dasar fian, bikin repot saja pakai kata sambutan segala
“rasain…rasain…rasainnnnnn…hihihihi” bisik hendra disisiku
Langsung kucubit keras perutnya
“auwww” hendra menjerit

“met ulang tahun yan….” Suaraku bergema dibalik microfon
Aku terhenti
Kupandang ke depan..
Semua remaja seumuran fian yang berjumlah tigapuluhan diam serius mendengar apa yang akan kusampaikan dalam pidato sambutan ulang tahunnya fian

Aku berusaha tersenyum
Sebenarnya ini bukan pidato yang yang pertama kali aku sampaikan ke banyak kalangan
Aku beberapa kali pidato atau paling tidak menyampaikan presentasi
tapi semuanya selalu kupersiapkan sebelumnya
dan kali ini aku benar-benar kacau
aku paling tidak suka dengan sesuatu yang mendadak tanpa persiapan

aku masih mengambil nafas mengatur kata-kata yang akan keluar dari celah bibirku
tadi acara sudah dimulai dengan tiup lilin
diikuti dengan lagu happy birthday
dan sontak semua diam ketika acara sambutan dimulai

“yan….”ucapku lirih
Fian menatapku sambil mengangguk pelan
“yan….kamu harus bersyukur, hmmm…mengapa aku katakan itu? Karena kamu dapat merayakan ulang tahunmu, aku …aku tak pernah merayakan ulang tahunku…bahkan seringnya aku tak ingat tanggal ulang tahunku, mungkin bagi kamu ini aneh ya? Yahhh…begitulah, bagiku merayakan ulang tahun bukan acaranya tapi bagaimana kita bisa mengambil hikmah dari sebuah acara ulang tahun, kamu paham yan?”
Fian terdiam…
Dia menggeleng pelan
Uhhh aku paling tak suka saat aku mengutarakan sesuatu dan orang yang kuajak bicara tidak paham dengan yang kuutarakan.

“yan…di keluargaku di desa ada acara mirip ulang tahun , namanya upacara ‘tenger weton’ artinya setian hari kelahirannya kita diperingati, misalnya aku lahir hari sabtu pon, makan setiap hari sabtu pon, keluargaku selalu merayakannya, mirip ulang tahun, Cuma….acaranya Cuma doa sambil disajikan bubur beras dalam dua warna, yaitu putih yang rasanya gurih dan merah yang rasanya manis, bubur merah melambangkan darah…artinya itu adalah sebuah doa semoga aku selalu sehat…jauh dari penyakit dan …bubur putih melambangkan hati…yang artinya sebuah doa, doa agar aku dapat berubah perilakuku…menjadi lebih baik..menjadi lebih pandai…menjadi seseorang yang lebih sukses hidupnya….’

Kembali aku menarik nafas panjang
Sempat kulihat hendra menunduk
Semua teman-teman fian juga terdiam
Aku heran…aku Cuma ngawur saja dalam berpidato

“yan….” Lanjutku dalam gema microfon
Fian masih terdiam menatapku
“yan…disini tidak ada bubur beras merah dan putih, yang ada kue tart, dan aku tak paham mengapa setiap ulang tahun selalu ada kue ini dan mengapa harus ada lilin, yang jelas berdasar upacara ‘tenger weton’ aku Cuma ingin mengucapkan selamat ulang tahun yaa….perlu kamu sadari ulang tahun bukan sebuah acara hura-hura atau sekedar senang-senang, ini harusnya sebuah acara dengan sebuah perenungan yan….”

Kali ini kulihat fian mengangguk pelan
Aku lega…
Paling tidak fian yang saat ini ulang tahun paham dengan apa yang kuucapkan

“Maksudku perenungan itu gini yan….kamu saat ini bertambah umurmu, bertambah umur tak berarti bertambah senang hidup kita…di depan sana…kamu akan menghadapi banyak tantangan di hidup kamu, menjadi tua bukan selalu menjadi bahagia, kamu harus merubah hati kamu harus menjadi lebih dewasa, tidak manja lagi, lebih mandiri dan tidak tergantung lagi dengan kedua orang tuamu atau teman-temanmu, kamu harus belajar mengatasi masalahmu sendiri, tak boleh lagi cengeng, itulah yang namanya dewasa, dan di kesempatan ini selaku wakil dari papamu….aku hanya ingin mengucapkan selamat ulang tahun yan….semoga di ulang tahun yang kali ini kamu dapat belajar menjadi orang dewasa, …lihat mamamu yan….aku yakin yan…mamamu pastilah ingin kamu menjadi penerus keluarga…dipundakmulah masa depan keluarga ini akan kamu teruskan, aku hanya berharap, jangan kecewakan papa mamamu yang sudah sedemikian mendoakanmu menjadi orang yang terbaik….itu saja sekedar ucapan dari saya selaku wakil dari papamu, maaf ya…aku tak pandai pidato…wassalam”

Tiba-tiba suara tepuk tangan menggema
Dan kulihat mata fian berair dan dan bibirnya tersenyum manis
Selanjutnya….
Tubuhnya ambruk dalam pelukanku
Dalam isak tangis bahagianya sempat kudengar…..
“ommmm…akan selalu kuingat apa yang om katakan hari ini, percayalah…aku akan berusaha untuk berubah….”
Kuelus rambutnya pelan sambil tersenyum
Kulihat hendra juga mengembang senyumnya sambil mengacungkan jempolnya..

to be continued...