DISCLAIMER:

This story is a work of fiction. Any resemblance to any person, place, or written works are purely coincidental. The author retains all rights to the work, and requests that in any use of this material that my rights are respected. Please do not copy or use this story in any manner without author's permission.

The story contains male to male love and some male to male sex scenes. You've found this blog like the rest of the readers so the assumption is that material of this nature does not offend you. If it does, or it is illegal for you to view this content for whatever the reason, please leave the page or continue your blog walking or blog passing or whatever it is called.



Negeri Dibalik Awan - Chapter 30

Chapter 30
by Ajiseno



Rumah pak sujar seperti mendadak heboh
Yah…tawa kami di sela-sela obrolan mengundang beberapa tetangga datang
Semua datang dengan tawa lebar, menyambutku….
Akhh…dulu aku disini hanya seminggu, sudah sedemikian banyak warga mengenalku
Kulihat sekilas adit di sampingku, dia hanya terdiam dan kadang ikut tersenyum bila gurauanku mengundang tawa seisi ruang tamu.
Apapun….dalam lubuk hatiku terdalam aku melihat, sebuah sinar kebahagiaan yang sulit diungkapkan terpancar dari sorot matanya
Ada yang kembali kutemukan disini…
Sebuah kehidupan yang luar biasa damai
Semua orang sangat begitu mudah memperlihatkan senyum dan tawa
Semua orang sangat mudah untuk mengulurkan tangan untuk disambut orang lain
Dan hampir semua orang disini menawariku untuk sekedar mampir ke rumahnya

“mas…makan dulu mas, sudah saya siapin di ruang tengah, pak yoga paling sebentar lagi juga kesini kok,” bu sujar muncul dari balik pintu ruang tengah
“akhh…nggak usah bu, jadi ngerepotin nih” ujarku basa basi
“nggak repot kok mas, sudah ada tuh, tapi ya kayaknya sisanya pak yoga mas heheheh” pak sujar menimpali
“bapak ini lho, ya bukan sisanya pak yoga to, ayoo mas aji, ajak sekalian dik siapa tadi….”
“adit bu…”
“ya…monggo dik adit…seadanya lho, ginilah orang nggunung mas”

Aku Cuma tersenum mengangguk
Kutepuk pelan pundak adit dan dia ikut bangkit ke ruang tengah
Beberapa tetangga yang tadi mengerubungiku sekarang mulai kembali ke rumah masing-masing
Tinggallah pak sujar duduk sendiri dengan asap rokoknya yang mengepul
“pak sujar….ayo to sekalian sarapan sama saya…” ajakku
“walah…aku sudah tadi kok, monggo lho”

Di ruang tengah sudah tertata…
Menu sederhana yang dulu sering aku temukan di sini
Sayur buncis pedas, pecel sawi hijau, sup kacang merah dan telur dadar.
Hmmm…aku yakin semua yang terhidang di meja ini adalah hasil panen sendiri.

Kami makan dengan sedemikian lahapnya…
Tak tahulah…mungkin udara dingin membuatku jadi sedemikian lapar
Adit menoleh dan tersenyum
Aku Cuma meliriknya sekilas
“napa senyum-senyum dik adittt….” Aku menggodanya dengan sebutan ‘dik’
“uhh” dia kembali melanjutkan makan
Aku Cuma terkekeh pelan
Entahlah…
Aku selalu suka jika melihat wajah adit yang sedang senyum
Sangat jarang menemukan senyumnya

“dit…”
“ya kak”
“nggak ngira ya….rasanya baru kemaren kamu masih SMP, masih kecil…masih kuingat waktu malam-malam kamu datang dengan mamamu, minta aku untuk memberi privat matematika, dan….sekarang kamu sudah besar…sudah dewasa, waktu sedemikian cepat yah”
Kutepuk pelan punggung adit
Dia menunduk….
Raut wajahnya tiba-tiba berubah
Dan…kemudian dia mendesah seiring dengan desahan nafas panjang yang keluar dari celah bibirnya

Sejenak dia berhenti makan…
“kak…iya…sama…aku juga merasakan hal yang demikian, sungguh tak mengira pertemuan kita yang hanya sekilas ternyata bisa bertahan sampai saat ini, masih kuingat pula kak, pertama kali ketemu gara-gara si fian yang malam itu nginep di rumahku dan paginya aku di paksa untuk ikut dia jalan-jalan di simpang lima dan ternyata mungkin itu sebuah peristiwa yang sudah digariskan oleh Tuhan agar kita bertemu…sampai saat ini, sampai saat di mana aku merasa….ada seseorang yang memperlakukan aku layaknya anak, sahabat bahkan kekasih…makasih kak…”

Dia menoleh menatapku
Kulihat butiran air mata menggenang di kelopak matanya
Kurangkul pundaknya erat
“udaahhhh…apapun juga kita wajib bersyukur, ayo makan…agenda acara hari ini masih panjang” ujarku pelan setengah berbisik

Adit kembali tersenyum sambil mengusap mata
“emang acara hari ini kita mau kemana lagi kak?”
“hmmm…kemana ya? Keliling di taman surga …haahahha…..”
“apaan…?? Bikin penasaran saja”
“ayo dong cepet makan yang banyak, bentar lagi kuajak jalan-jalan…pokoknya seru deh”
“okee…”
Kami kembali dengan aktifitas semula
Makan dengan sedemikian lahapnya dengan satu harapan…moga-moga segala rencana yang sudah terpatri di otakku dapat berjalan dengan lancar….

Perjalanan selanjutnya melewati jalan pedesaan
Di depan sana gunung prau sedemikian indah dengan galur-galur menghijaunya hutan di lereng timur prau
Desa ini bentuknya memanjang ke arang barat
Bentuk relief tanahnya mirip pematang sawah yang akhirnya bertumpu pada gunung prau
Desa-desa berpencar di sepanjang lereng membentuk gerumbulan-gerumbulan kecil dengan atap rumah yang berkelip-kelip terterpa sinar matahari mirip berlian.

Sepeda motorku berjalan pelan menyusuri jalan desa yang sudah berubah halus dan rata karena aspal baru
Ada sedikit rasa bangga disudut hatiku…
Halusnya jalan aspal di desa ini adalah bagian dari jerih payahku pula, walau peranku disini tidaklah besar
Tapi …..tetap saja ada perasaan haru dan bangga

Lengan adit kurasakan melingkar erat di pinggangku
Tubuhnya yang kecil menempel erat di punggungku
Aku paham….
Dia kedinginan dan sedang mencari kehangatan dari tubuhku
“kita mau kemana kak?” tanyanya penasaran
“jalan-jalan saja dit”
“ohhh…aku inginnya di rumah saja, dingin banget….kita mau ke gunung itu ya?”
“mungkin…kamu belum pernah melihat gunung dari jarak dekat kan?”
“iya…”
“nah makanya kuajak kamu kesana”
Sejenak dia terdiam

“kak aji banyak kenalan disini ya?”
“mayan…emang napa?”
“pantesan…tiap orang yang ketemu kita selalu menyapa”
“oh itu ya?, dit…disini memang setiap ketemu orang, baik kenal atau tidak pastilah menyapa”
“lho…kok bisa?”
“yah…gitulah adat disini, beda banget dengan di kota kan? Ketemu orang cuek…”
“seneng ya jadi orang sini, yang nggak seneng Cuma satu….dingin hehehehe”
“sebenarnya nggak dingin-dingin banget kok dit, Cuma kamunya yang belum terbiasa”
“tetep dingin…sampai-sampai rumah-rumah disini begitu padatnya seperti kedinginan heheheh”

Desa ini bentuknya memanjang…
Sangat panjang
Di kanan-kiri berderet rumah-rumah penduduk
Di belakang rumah biasanya masih berupa tebing yang landai yang di tananami bambu
Hingga….rasanya kepadatan penduduk hanya di kanan kiri jalan saja

Aku sengaja mengendarai sepeda motor dengan sedemikian lambat
Ingin menikmati kesejukan udara di lereng prau sekaligus menumpahkan segenap memori ketika aku di desa ini….
Kulihat beberapa anak kecil dengan lincahnya mengendarai sepeda barunya
Aku tahu…sejak jalan ini di aspal banyak perubahan yang mencolok yaitu jalan ini begitu ramainya
Anak-anak sampai orang tua semuanya seperti terhambur melewati jalan ini
Sepeda motor juga ramai melewati jalan desa ini bahkan kulihat beberapa mobil melaju pelan..

Tiba-tiba suara rem mobil berderit tepat di depanku
Aku benar-benar kaget sampai oleng
Kurasakan adit juga kaget
Sepeda motorku kurem mendadak…dan berhenti
Kulihat mobil berhenti tepat di depanku

“ada apa kak?” adit bingung
“nggak tau dit?” aku juga bingung

Pintu mobil terbuka….
Dan sosok yang membuatku kaget bukan main
Sosok remaja dengan rambut tak beraturan tertiup angin yang memang lumayan kencang
Wajahnya putih…seolah bersinar terterpa sinar matahari pagi..
Dia tertawa lebar…menampilkan deret gigi-gigi putihnya yang tersusun rapi
Seorang bocah remaja yang memang secara fisik sedemikian sempurna
Aku juga tertawa lebar menyambutnya…

Kami turun dari sepeda motor
Setengah berlari dia menghmpiriku…
“mas…mas aji kan?...kapan mas aji kesini?’ ucapnya berteriak nyaring
“hahahahhaha…nggak ngira…ngak ngira ketemu kamu guh, pa kabar guh?”
Dia mendekat…menyodorkan lengannya
Tapi aku tak mau hanya sekedar bersalaman dengannya
Kubuka lenganku…dan kupeluk erat tubuhnya….
Teguh….
Walaupun hanya dalam hitungan hari atau bulan saja kutinggalkan tapi rasanya dia tambah cakep…
Rasanya sudah berpuluh tahun tak bertemu dengannya…
Dia memakai baju lengan panjang yang di masukkan …
Tapi…
Rambutnya basah berminyak disisir rapi menyamping…
Kuusap pelan rambutnya…dan kubaui harum minyak rambut….
Dan yang kutahu…teguh sepertinya sedang ada acara resmi beserta keluarganya
Tapi…
Apapun juga, aku sangat bahagia
Sangat-sangat-sangat bahagia….
Hingga sejenak aku lupa….ada adit yang berdiri bengong di sampingku

Kupegang kedua sisi pundaknya, teguh terus tersenyum sambil menatapku lekat
“guh…kamu tambah ganteng lho…”
“akhh…mas aji ini, kapan mas kesini? Kok aku nggak dikabari mas?”
“tadi pagi guh, Cuma maen bentar kok, kangen dengan desa ini, kangen juga denganmu”
“uhhh…mas ini, kangen kok sama aku, eh…ini mas siapa mas?” tanyanya sambil menyalami adit
Adit tersenyum kikuk…
“hmmm…ini temenku guh, adit namanya”
“temen? Yang bener mas?” teguh mengernyitkan dahi heran…
Yahh paham…perbedaan umur aku dan adit sangatlah terpaut jauh, sehingga mengherankan jika aku berteman dengannya.

Sesaat teguh dan adit saling berpandangan
“iya mas teguh…saya dan kak aji bersahabat….”
“kok bisa?”
“ya bisalah guh, kan mirip persahabatan aku dan kamu?”
“iya mas teguh…kami bersahabat sudah lama kok, walau kadang aku merasa seperti kakak adik” adit menimpali

“eh guh, kamu mau kemana?” tanyaku sambil melihat mobil
“hmmm…ibuku sakit mas, jadi hari ini aku mau periksakan ibu ke rumah sakit mas”
“ohhh sakit apa guh?”
“nggak tahu mas…nanti kalau sudah sampai rumah sakit kan bisa tahu”

Aku bergegas mendekati mobil yang pintunya terbuka diiringi adit dan teguh.
Sempat kulihat…
Sesosok ibu muda…duduk bersender di jok mobil dengan selimut tipis menutup tubuhnya.
Aku perlahan masuk mobil dengan senyum yang kubuat untuk mencairkan suasana
Ibunya teguh membalas senyumanku dengan mengulurkan lengan akan menyalamiku
Dari jarak dekat kulihat wajahnya pucat…
“ibu…katanya sakit ya?” tanyaku pelan
“iya mas…sedikit, paling Cuma masuk angin…”dia menjawab dengan lemah
Kuambil telapak tangannya
“ibu demam bu, ya sudah…silakan cepat ke rumah sakit, maaf bu, saya tidak dapat mengantar ibu, hanya ikut doa saja semoga cepat sembuh”
“makasih mas aji…”

Dengan cepat aku keluar mobil
Kutepuk pundak teguh
“guh…kamu Cuma sama ibumu? Bapakmu dimana?”
“bapak di puskesmas meminta surat rujukan”
“ohh…ya udah guh, ibumu keliatannya demam, sudah ya…sana cepet-cepet ke rumah sakit, maaf ya guh, aku nggak bisa ikut”
“nggak apa-apa mas, ya sudah mas…saya berangkat dulu…doanya saja mas…”
“iya guh, moga cepet sembuh”

Teguh menyalamiku dan adit dan dengan cepat kembali masuk mobil
Seiring lambaian tanganku mobil perlahan meninggalkan aku dan adit yang masih berdiri terpaku.

Lengan adit melingkar di pundakku
Aku menoleh sambil tersenyum
“napa dit?”
“siapa teguh itu kak?”
Sorot mata menyelidik menghujamku
Aku Cuma mengambil nafas panjang
Kenangan bersama teguh kembali menyeruak mengisi segala relung di jiwaku
“kak hendra tahu?” adit kembali menyelidik
Dan aku seolah semakin terpojok dengan pertanyaannya.

to be continued...




next chapter

4 comments:

Anonymous said... Best Blogger Tips[Reply to comment]Best Blogger Templates

lanjutin dong. Please.. Suka banget sama cerita ini. Apalagi banya pesan moral yang tersampaikan. Buat penulis semangat ya. Jangan sampai alurnya menjadi ngawur.

Anonymous said... Best Blogger Tips[Reply to comment]Best Blogger Templates

lanjut dong. Setiap hari tongak tengok ke cerita ini tapi gak ada lanjutannya. Haaa coba kalau dibikin novel. Pasti aku orang pertama yang akan beli.
Wkwkwk #plak..
Penulis semangat ya. Jangan sampai cerita ini terkubur dan tidak ada lanjutannya.

#Res..

Anonymous said... Best Blogger Tips[Reply to comment]Best Blogger Templates

nice story...keep posting bro.... nunggu ni..

Unknown said... Best Blogger Tips[Reply to comment]Best Blogger Templates

Suatu cerita yg sarat dengan pesan moral. Persahabatan, percintaan, kasih sayang, semuanya tertata dengan apik.
I'm still waiting the next story!

Post a Comment