DISCLAIMER:

This story is a work of fiction. Any resemblance to any person, place, or written works are purely coincidental. The author retains all rights to the work, and requests that in any use of this material that my rights are respected. Please do not copy or use this story in any manner without author's permission.

The story contains male to male love and some male to male sex scenes. You've found this blog like the rest of the readers so the assumption is that material of this nature does not offend you. If it does, or it is illegal for you to view this content for whatever the reason, please leave the page or continue your blog walking or blog passing or whatever it is called.



Negeri Dibalik Awan - Chapter 28

Chapter 28
by Ajiseno


Kurasakan jemari tangan hendra yang hangat mengelus bibirku pelan…
Pelan…dan sangat pelan…

Kami sudah kembali dari ‘pesta’ ultahnya fian
Dan seperti biasa setiap kebersamaan bersama hendra selalu kami manfaatkan untuk bercumbu
Tubuh hendra terasa berat menindih tubuhku
Dia tersenyum…
Sebuah senyum manis yang selalu memabukkanku
Jemarinya masih ‘bermain’ di bibirku
Terasa sedemikian nyaman sehingga aku tak lagi kuasa untuk menatapnya
Mataku terpejam
Menikmati setiap sentuhannya…
Jemarinya terus ‘bermain’

Tiba-tiba kurasakan bibirnya menyentuh bibirku
Hangat dan segar
Bibirnya melumat bibirku
Aku menggelinjang ketika kurasakan kumis tipisnya menyentuh area bibirku
Terus melumat
Dan jemariku menelusur punggungnya yang kokoh , mencengkeram ketika bibirnya menghisap kuat bibirku dengan serbuan nafas harumnya yang memabukkan

Dan…
Aku menghela nafas panjang ketika bibirnya lepas dari bibirku
Dia tersenyum…
“jiii….aku selalu suka dengan bibirmu…entahlah, semua yang keluar dari bibir ini terasa sedemikian manisnya…” dia berbicara serak dan pelan
“apaan ndraa…”
“iya, tadi aku tak mengira kamu akan pidato seperti itu”
“uhhh…aku nggak bisa pidato ndra”
“tuh tadi bisa”
“hehehehhe…itu tadi pidato ya?”
“ya sayaaaaannggg….”
Hendra kembali mengecupku

“ndraa…kamu ngapain sih?”
“napa?”
“nggak pa-pa, dari tadi ciumi aku terus?”
“suka aja…..”
Tiba-tiba tangannya sudah menggerayangi celah diantara kedua pahaku
Kutahan….
Aku tersenyum lebar
“napa?” tanyanya menyelidik
“heh ini jam berapa? Tanganmu kok nakal?”
“aku lagi pengen jiii…”
“nggak!”
“napa?”

Kudorong tubuh hendra
Dan dia terduduk bengong
Kadang aku memang suka ‘menggodanya’ disaat dia mulai ‘on’
Sekedar variasi sebuah hubungan

Dengan cepat aku turun dari ranjang
Sempat kulirik hendra yang masih terbengong…

“jiii kurang ajar kamu ya?”
Kurasakan dia bangkit dari ranjang
Dan ketika aku sampai di pintu kamar kurasakan tubuh hendra mendekapku dari belakang
“awaasss ya, mulai main-main lagi sama aku”
Aku terkekeh
Kurasakan dengusan nafasnya di belakang telingaku
Dia menggigit daun telingaku
“lepasin ndraaa”
“biasaan, kamu tuh pasti mau mainin aku ya?”
“heheheheheh bentaaarrr deh, aku kencing dulu”

Hendra membalikkan tubuhku cepat
Nafasnya menderu keras
Aku paham, hendra sangat ingin bercinta saat ini
“ndraa…belajarlah mengendalikan diri” bisikku
‘nggak!”
“hihihi…gila kamu, ini masih sore ndraa”
“nggak peduli!”
Lidahnya merayap disekujur leherku
Akhhh……aku mulai terlarut dalam gelora

Tiba-tiba hp dalam sakuku berdering
Hendra semakin erat memeluk tubuhku
“jangan angkat jiii…”
Aku tak peduli
Kurogoh sakuku
“jangan angkat atau kubanting!” hendra mengancam
Aku Cuma tersenyum geli
Hendra kalau sudah terbakar libidonya memang selalu menggebu-ngebu
Kulihat di hpku
‘FIAN’
Hah? Fian nelpon? Tumben

“ndraa bentarr…fian nelpon neh”
Dengan berat hati akhirnya hendra melepaskanku

“haloo yan?”
“ya om, om…om udah tau belum, ternyata…hmmm”
“apa fian?” aku berteriak
“papanya adit kecelakaan dan meninggal om”
“hahh”
Tiba-tiba aku seperti tersengat listrik ribuan volt
Tubuhku kaku tak bergerak
Baru kusadari mengapa adit tadi tidak berangkat ke pestanya fian

“ada apa jii?” hendra ikutan panik melihat perubahan wajahku
“ndraa….papanya adit kecelakaan dan meninggal”
Hendrapun terbengong ikutan kaget
Dia hanya terpaku menatapku
“ya udah…sekarang kita kesana”
Lengannya langsung menyeret tubuhku
Pikiranku kosong
Membayangkan adit yang sekarang udah nggak punya sosok bapak
Dalam hati aku merasa begitu larut dalam kedukaan adit yang pasti sedang dia rasakan saat ini

Suasana berkabung sedemikian terasa
Beberapa tamu dengan baju berwarna hitam-hitam masih duduk dengan diam, dan jika bicarapun sangat pelan
Sangat kontras dengan suasana yang tadi aku temui di rumah fian
Rumah adit seperti ikut dalam suasana duka

Aku duduk di kursi plastik di samping hendra
Di depanku terhidang sepiring permen dan softdrink dalam kemasan gelas
Mataku menyapu seisi tenda….
Tak kulihat adit maupun keluarganya
Dari cerita bapak-bapak yang duduk di depanku dapatlah kuketahui kalau papanya adit telah dimakamkan beberapa waktu lalu
Akhhh…aku benar-benar menyesal
Menyesal sekali..
Tak dapat mengantar papanya adit untuk yang terakhir kalinya
Mengapa juga aku baru tahu kalau papanya adit meninggal dunia

Aku langsung berdiri…
Ketika kulihat seorang wanita berkerudung hitam tergopoh-gopoh mendatangiku
Wanita dengan wajah lelah penuh kedukaan
Dialah mamanya adit
Bermata sipit berkulit putih dan lesung pipinya muncul ketika dia tersenyum sedikit saja
Dia benar-benar mirip adit…

Aku mengangguk sambil tersenyum menyalaminya
Demikian juga hendra
“maaf bu…saya benar-benar tidak tahu, baru saja tahu dan langsung kesini, semoga papanya adit khusnul khotimah…..”
“amieeennn” ujar mamanya adit pelan
“ikut berbela sungkawa buu…” ucap hendra

Mamanya adit duduk di depanku
Dari beliau dapat diketahui, papanya adit meninggal karena kecelakaan kerja
Papanya adit bekerja di pertambangan minyak bumi di sumatera selatan
Mendengar cerita mamanya adit aku ikut larut dalam kedukaan
Aku masih ingat sumargi di lereng prau
Dia mirip adit…
Diusia yang masih remaja, mereka sama-sama kehilangan bapaknya
Sesosok tokoh yang menjadi pelindungnya….

“buu…dimana adit?” tanyaku pelan
Ibunya adit tiba-tiba tertunduk
“dia dikamar mas ….” Ucapnya pelan
“dikamar? Gimana kondisinya bu?”
Mamanya adit menatapku dan hendra
“dia masih syock dan sangat terpukul mas”
Tiba-tiba mamanya adit mengeluarkan air mata
“bo…boleh aku menemuinya bu?” ucapku pelan
Mamanya adit menggeleng lemah
Beliau kembali menatapku
Airmata kembali deras meleleh di pipinya
“mas….sejak jenazah papanya datang, adit terus histeris, kadang dia mengamuk terhadap siapapun yang mendekatinya, aku…aku paham mas…sebenarnya bukan Cuma adit yang terpukul atas perginya papa, semuanya…semua…tapi kami sadar, adit masih terlalu belia untuk menerima keadaan ini mas…”

Aku manatap mamanya adit
Kurasakan lengan hendra menepuk pundakku
Memberi penguatan

Tiba-tiba ada remaja yang datang tergopoh-gopoh menemui mamanya adit
“mbak…adit mbak…adit, dia mengamuk mbak”
Mamanya adit langsung berdiri
Akupun langsung berdiri

Kami berjalan tergopoh-gopoh masuk ke rumah
Semakin jelas kudengar suara adit yang menjerit-jerit histeris
Setelah melewati sebuah kamar, di bagian belakang kulihat kerumunan orang hanya berdiri terpaku meatap beberapa barang terlempar keluar kamar
Minyak rambut…bantal …jam wekker…dan beberapa barang terlempar keluar
Beberapa orang berdiri kebingungan menjauh dari pintu kamarnya adit

“pergiiiii…semua pergiiii…aku juga mau pergiii…nyusul papaaa…papaaaa…aku mau ikuuuttt….” Jerit adit histeris
Mamanya adit terhenti bingung
Aku tak sabar….
Kutinggalkan hendra..mamanya adit dan beberapa kerabat yang masih berdiri bingung
Aku langsung meneroboa kerumunan orang
Menuju pintu kamar….

Seorang remaja yang selalu kucinta sedang duduk disisi ranjang
Tubuhnya bersender di tembok
Rambutnya awut-awutan
Matanya bengkak…merah dengan sisa air mata yang telah mengering dipipinya

Dia sedikit kaget melihat kedatanganku
“mas ajii…pergiiiiii….pergiiiii….” dia menjerit histeris
Dan lemparan bantal sedemikian keras menerpa tubuhku
Selanjutnya kurasakan beberapa barang di lempar kearahku sambil terus mengusirku
Tapi aku tak peduli
Aku terus menerobos ‘gempurannya’
Sempat kudengar ibunya adit menejerit menyuruhku keluar kamar
Tapi aku benar-benar tak peduli

Dengan cepat kuraih tubuhnya
Kupeluk erat…
Sangat erat..
Dan dia berontak sedemikian hebat
Tubuhnya bergetar hebat dalam pelukanku
“kak aji pergiiii…pergi dari iniiii…” suaranya serak
Tetap kupeluk tubuhnya
Kudengar dia tersedu dalam pelukanku
Terus kupeluk dan terus kupeluk dengan erat tubuhnya
Aku tak peduli lagi
Wajahnya terhimpit didadaku
Dia tak lagi berontak…
Dadaku basah oelh air matanya
Dia terus tersedu
Dan aku hanya bisa menusap pelan rambutnya
Kulihat kerumunan orang di pintu kamar
Dan kuberi kode agar meninggalkan kamar termasuk kepada hendra

Adit masih saja tersedu…
Dan dadaku semakin basah oleh lelehan air matanya
Aku hanya diam…
Karena memang aku tak tahu lagi harus berbicara apa untuk menenangkannya
Yang jelas akan kubiarkan adit meluapkan segala emosinya…
Karena aku sadar…perasaan dukanya tak lagi dapat kuukur

Terus kuusap rambutnya pelan….
“dit…bukan Cuma kamu yang lara….semua…semua dit, kamu seharusnya mendoakannya karena kita semua, entah kapan juga akan menemuinya, jadi kamu harus tabah yahhh…” ucapku pelan disisi kepalanya
Kurasakan adit mengangguk pelan
Aku lega…
Aku merasakan emosinya sudah mulai reda
Kulihat, pelan hendra duduk di sisi ranjang, memandangku yang masih duduk memeluk adit erat
Tiba-tiba tangannya menjulur pelan dan mengusap pelan rambut adit
Dan….
Baru kali ini kulihat mata hendra berkaca-kaca menahan tangis

“bentar dit…”
Akhirnya pelan kulepas pelukanku
Aku beranjak bangkit
Berjalan pelan meninggalkan kamar dan kutinggalkan hendra dan adit dalam kebisuan

“gimana mas aji, kondisi adit?” mamanya adit terlihat cemas di depan pintu
Aku tersenyum “ dia sudah baikan sekarang kok bu, hmmm…mau minta segela teh hangat sama makan mungkin…untuk adit bu…kulihat fisiknya sangat lemah”
Mamanya adit kaget “oh ya, bentar sejak pagi memang belum makan…bentar mas..”

Dalam sekejab mamanya adit telah menghilang dibalik pintu
Kulihat ibu-ibu berumur sekitar 60 an tahun datang mendekatiku
Berpakaian kebaya jawa dengan wajah penuh kharisma dan senyum yang bikin kikuk
“nyuwun sewu, masse ini siapa kalau boleh tau, kenalkan saya eyangnya aditya dari purwokerto”
Dia mengulurkan tangannya
Kusambut sambil kucium telapak tangannya

“ohh nyuwunsewu bu, saya tidak tahu,saya aji bu… kapan rawuh kesini bu? Saya temannya, tetangganya dan sudah seperti saudara kalau dengan adit”
Beliau kembali terseyum “tadi pagi subuh mungkin nyampe sini”
Beliau kembali menatapku
Menatap dengan penuh curiga dan tanya…
Aku paham, aku dan adit memang sangat beda jauh usianya, itulah yang membuat beliau curiga
“hmmm…eyang, saya dulu pernah beberapa kali mengajari matematik, makanya kami saling kenal dan kemudian sudah seperti saudara….”

“ohhhh begitu ya, gini nak, atas nama keluarga, terutama saya pribadi menghaturkan banyak terima kasih atas bantuan nak aji kepada cucuku, sejak siang kami bingung, dan….sepertinya nak aji sangat dihormati adit, dia sangat nurut dengan nak aji, titip cucuku ya…sekarang dia sudah tidak punya bapak lagi, paling tidak ikut mengawasi…tolong dibantu, soale saya di purwokerto, jauh nak…”

Aku kaget dengan pernyataan beliau
Sebenarnya tanpa dimintapun aku sudah berjanji akan menjaga adit
Apalagi melihat kondisinya saat ini

“hmmm…jangan kuatir eyang, akan kujaga dia…”
“kapan-kapan kalau mas aji ‘kerso’ datanglah ke purwokerto di daerah njatilawang mas…ajak maen adit”
“oh iya bu, makasih”

Dan mamanya adit datang dengan sepiring nasi dan segelas teh hangat
Aku menyambutnya
“mas aji sekalian makan, sudah saya siapkan di ruang tengah, ajak temannya sekalian ya”
“oh ya bu,bentar, biar adit makan dulu saja”
Pelan aku mohon diri menuju kamar adit


Adit masih bersandar di tembok
Sedangkan hendra masih duduk di sisi ranjang dengan diam
Dan keduanya kaget aku datang membawa sepiring nasi dan segelan minum
“aku nggak mau makan!” adit setengah berteriak
Aku Cuma tersenyum
Duduk di sampingnya

“dit…hmmm…kamu harus sehat, ingat, mamamu sangat butuh kamu mulai sekarang, mamamu sudah tidak ada tempat lagi untuk meminta bantuan, kamu laki-laki, anak sulung, kamu harus bisa jadi tonggak keluarga ini, adikmu masih kecil-kecil, mereka butuh panutan, dan kamulah yang jadi panutannya sekarang, ingat….kamu harus sehat, kamu nggak boleh sakit-sakitan, ….kamu kan jadi pengganti papamu sekarang, ayoo…makan yang banyak, keluar kamar, sambut tamu-tamu dan jangan bikin kuatir keluargamu lagi” ucapku pelan tapi tegas

Adit sejenak terbengong menatapku
Kulihat matanya kembali berair
Dan membuka mulutnya menampilkan giginya yang gingsul

Kusuapi perlahan…
Sendok demi sendok nasi masuk ke mulutnya
Di kunyahpelan
Dan sesekali aku tersenyum menatapnya
Aku bahagia, melihat adit perlahan menemukan kembali semangat hidupnya

Dan kulihat hendra perlahan merebahkan tubuhnya di ranjang
“dit….”suara hendra pelan
Kami menoleh sejenak menatap hendra

“dit…hmmm…bagaimanapun juga kamu harus masih tetap bersyukur”
“bersyukur? Maksud mas hendra?”
“yahh…dibanding aku, paling tidak dibandingkan dengan nasibku dit, aku bahkan sejak kecil sudah tak ingat wajah bapakku, beliau meninggal ketika aku masih usia dua tahun….dan aku tak sempat merasakan sosok bapak disisiku, dan…tak hanya itu, waktu aku SMA ibuku juga meninggal dunia, lengkap sudah nasibku, selanjutnya aku diasuh oleh guruku hingga aku kuliah dan jadi seperti yang sekarang, aku tak punya saudara, harta warisan orang tuaku diambil paksa oleh pamanku, akhhh…kamu lebih beruntung dit di banding aku, kamu masih punya ibu, punya adik-adik yang manis, punya eyang yang selalu sayang dan….punya aji….”

Aku kaget dengan kata’punya aji’ dari mulut hendra
“punya kak aji? Maksud mas hendra apa?”
“yahhh…kamu punya aji, aku tahu, sampai kapanpun aji selalu sayang sama kamu, kadang aku cemburu, tapi aku paham, tak mudah menghilangkan perasaan sayang, dan aku paham juga, perasaan sayang adalah perasaan postitif, aku tak harus mencegah atau merubah jadi benci hmmm….mulai sekarang, kamu harus semangat dit, kamu tidak sendiri paling tidak ada aku dan aji, yang selalu sayang dengan kamu”

Kulihat adit tertunduk
Dia kembali terisak
“kak…kalian semua kakakku….aku ….aku sangat terharu mendapat perlakuan seperti ini dari kalian…yaaahh…aku baru tahu sekarang siapa kak hendra, dan…aku janji, aku akan semangat…semangat dalam menjalani hidup, karena aku sadar sekarang, aku tak lagi sendiri…ada kalian semua…kak..hendra…hmmmm…maaf, aku dulu sempat benci dengan kak hendra, dan sekarang mata hatiku baru terbuka, ternyata kak hendra sangat baik…kak…boleh…hmmm….”

Aku Cuma diam…
Dan kulihat hendra bangkit dari rebahnya
“apa dit” ujarnya pelan
Tiba tiba adit bangkit dan memeluk hendra
“aku Cuma ingin peluk kak hendra….maafkan aku ya kak” ucap adit sambil terisak dalam pelukan hendra…
Dan kali ini aku benar-benar terharu
Sangat sangat terharu
Andai tanganku tak memegang piring nasi, pastilah aku akan ikut dalam pelukan hingga jadi pelukan bertiga
Tapi yang jelas…
Apapun peristiwa di dunia ini, pasti ada ‘hikmah’ dibalik semuanya

Sepeda motorku berjalan menembus kabut tipis
Dan perlahan puncak gunung prau yang datar muncul seiring semakin menipisnya kabut…
Sangat dingin dan mistis…
Saat ini jam 7.30 pagi
Kabut masih menyelimuti area ini

Kurasakan dadaku bergetar menahan serbuan hawa dingin
Sangat-sangat dingin
Mentari pagi seolah sedemikian malu untuk muncul di balik kabut
Di musim kemarau seperti sekarang ini…
Mungkin boleh dikata menjadi musim dinginnya daerah sini
Sangat-sangat dingin….

Lengan adit melingkar erat di perutku
Pipinya menempel dipunggungku…
Aku paham…
Adit juga kedinginan
“kak…kak…kita kesasar ya? Kita dimana?” tanya adit sedemikian kebingungan
Aku Cuma tersenyum
“kak…ayo balik…dingin banget kak…aku nggak betah” serunya lagi
Dan aku hanya tersenyum kembali

Sepeda motorku pelan berhenti
Di sebuah jalan datar di punggung gunung
“turun dit…” ujarku tenang
Aditpun turun dengan wajah pucat kebingungan
Kami berdiri ke arah selatan…
“kita mo ngapain kak?”
“hmmmm…tunggu bentar…”
Adit menoleh ke arahku
Dia benar-benar kebingungan
Sepanjang dan sejauh mata memandang hanya kabut…
Putih…
Dingin dan tenang
Bukit di sekitar hanya terlihat sedemikian samar
“tunggu bentar dit…bentar lagi ada pemandangan bagus di sini yang tidak akan kita dapatkan di semarang…tunggu bentar..”

Adit mengepalkan telapak tangannya
Dan meniup-niupnya
Ini adalah cara efektif untuk mendapatkan kehangatan
Aku mendekat dan dari samping kupeluk erat tubuhnya yang ramping
Sekedar memberi kehangatan

Dan…..
Usahaku tak sia-sia
Kabut semakin menipis
Sosok puncak gunung berbentuk kerucut, tinggi dan megah muncul
Dibadan gunungnya melingkar kabut tipis…
Sangat-sangat indah…
Gunung sindoro memang luar biasa terlihat dari sini..
Sangat-sangat indah
“wowww….”kudengar suara dari kedua belah bibir tipisnya adit
Matanya sedemikian terbuka
Seolah enggan melewatkan pemandangan yang sedemikian indah ini…


Sudah seminggu lamanya setelah meninggalnya papanya adit…
Kondisi emosional adit sudah mulai pulih
Dan…
Ada satu rutinitas hari-hariku
Aku dan hendra selalu menengok adit
Memberi perhatian terhadapnya
Kadang mengajak jalan-jalan bertiga
Hmmm…inilah moment terindah dalam hidupku
Melihat dua orang yang paling kusayang sedemikian akrab dan penuh senyum terpancar

Ternyata hendra kelihatan sedemikian dewasa menyikapi musibah yang sedang menimpa adit
Aku paham….
Hendra tak ingin adit bernasib sama dengannya
Dan….
Aku semakin cinta dengan hendra
Cinta memang tak boleh dimaknai dengan egois
Hanya untuk berdua saja…
Cinta bisa saja dibagi…
Dengan proporsi yang berbeda
Saling sayang dan mengasihi
Dan aku semakin cinta dengan hendra…
Kami menemukan sebuah titik temu sebuah ikatan kedewasaan
Tak ada cemburu…
Tak ada sakit hati atau sakit hati
Dan aku juga salut dengan adit yang dapat menempatkan disri dengan sedemikian luwes di tengah-tengah aku dan hendra
Tanpa harus ada yang tersakiti

Dan….
Hari ini hari sabtu
Aku sebenarnya ingin mengajak hendra dan adit refreshing ke lereng prau
Tapi hendra ada tugas luar
Jadinya aku hanya mengajak adit saja
Kuboncengkan naik sepeda motor
Sebelumnya kuberitahu adit untuk membawa jaket tebal dan berangkat jam 4 pagi dari semarang

Sengaja aku tak memberi tahu tempat aku tuju
Sekedar ingin membuat surprise saja kepada adit
Dan kulihat adit sedemikian bersemangat selama perjalanan
Cuma ketika jalan mulai naik dan berkelok, dia mulai panik

Kami berdua masih terpaku menatap ke depan
Saat ini puncak sumbing yang kokoh terlihat menyembul dibalik awan putih
Dan diujung timur matahari mulai terlihat bersinar
Memunculkan sedikit kehangatan
Masih kurangkul pundak adit
Dia menoleh kearahku sambil tersenyum sedemikian manis menampilkan giginya yang gingsul
Aku juga menoleh
“da apa senyum-senyum?” tanyaku pura-pura sewot
“hmmm…kak aji tau tempat ini kapan? Woww…nggak ngira di jawa ada tempat seindah ini”
“hmmmm…rahasia deh” godaku sambil mengerling ke arahnya
“hahhhh….awas ya”
Kurasakan adit mencubit perutku keras
Dan aku segera melepaskan diri sedkit berlari menjauh
Tapi adit berhasil memelukku dari belakang
“makasih kak, ini tempat sungguh indah…aku bahagia hari ini”
“hmmmm…” aku hanya bisa mengguman pelan dalam pelukannya.

to be continued...





0 comments:

Post a Comment