DISCLAIMER:

This story is a work of fiction. Any resemblance to any person, place, or written works are purely coincidental. The author retains all rights to the work, and requests that in any use of this material that my rights are respected. Please do not copy or use this story in any manner without author's permission.

The story contains male to male love and some male to male sex scenes. You've found this blog like the rest of the readers so the assumption is that material of this nature does not offend you. If it does, or it is illegal for you to view this content for whatever the reason, please leave the page or continue your blog walking or blog passing or whatever it is called.



Love Under The Mistletoe Chapter 16

CHAPTER XV
BROKEN STRING

by Tuktuk



“Brew... Air hangatnya sudah siap..” ujarku pelan.

Kak Riko beranjak dari kasurku. Perlahan berlalu menuju kamar mandi. Aku menarik lengannya. Ia seperti tersentak. Mataku menatap tajam matanya. Kami saling beradu pandang. Aku mencari sosok yang sama, dengan tatapan yang sama saat melihatku. Aku masih melihat tatapan itu. Aku masih merasa ia mencintaiku.

Cup. Bibir kami saling berpaut satu sama lain. Saling mengecup, berkejar-kejaran. Permainan yang begitu bergairah. Seolah menyulut lagi apa yang sempat hilang kemarin. Aku masih mencintainya dan masih ingin mencintainya. Tetapi jika ingat bahwa kami sudah saling tidak jujur hari ini, aku merasa tercekik.

Aku dorong kak Riko. Ia nampak bingung dan berusaha memelukku, tapi aku mendorongnya lebih keras.
“Kamu... Kamu mandi saja...”
“Oh, okay...”

Ia berlalu. Membalikkan badan. Meninggalkan aku.

“Well, kamu orang yang cukup sabar ya...” suara Allan menghancurkan ketenangan yang selama 30 menit terakhir aku cari.
“Maksud kamu?” tanyaku.
“Yah, saat pacar selingkuh dan kamu tau kalau aku sengaja merebutnya... Kamu masih belum bertindak... Sabar juga...”
“It’s enough Allan, kami saling mempercayai satu sama lain.”
“Oh ya? Aku ngeliat kamu sama Wildan tadi sore. Kalian baru mau masuk resto itu. Tapi ga jadi... Apa karena ada aku sama Riko? Takut ketauan selingkuh juga?”
“Aku bukan selingkuh! Aku Cuma nepatin janji ke kak Wildan... Dia yang maksa..”
“I don’t believe it, Danny... Jangan jadi orang suci... Daripada kamu setengah-setengah sama Riko, mending kasih ke aku aja...”
“You’re sick!”
“Well, I am sick... So what?”

Aku tidak berbicara sepatah kata lagi. Aku mendekati pintu kamarku dan menutupnya. Klek. Ku kunci rapat pintu kamarku. Tidak untuk malam ini, tidak untuk saat ini. Aku tidak ingin bertemu siapa-siapa.

Aku melihat gantungan Mistletoe kecil yang dulu aku buat untuk jimat keberuntungan. Aku raba, sedikit berdebu. Semua memori kembali terputar. Apa yang dulu terekam jelas di otakku. Kini terputar kembali. Bagaimana kami melewati semua perjalanan ini. Sampai kisah ini terjadi. Ku dekap erat hiasan mistletoe itu.

Kemana keajaibanmu sekarang? Kenapa saat aku membutuhkan keajaiban untuk aku dan kak Riko, aku tak mendapatkannya? Aku mulai tak mempercayai legenda ini. Tidak.

Aku tarik nafas dalam-dalam. Aku koyak, aku cabik, aku sobek hiasan itu. Hancur. Tak ubahnya seperti sampah. Dan aku yakin, ia tidak akan memberi keajaiban lagi sekarang. Aku merasa begitu rapuh. Tak berdaya.

***

Aku merasa sedikit berat saat membuka mata ini. Pagi ini kurasa begitu tak bergairah. Berbeda dengan pagi-pagi sebelumnya. Tubuhku rasanya remuk. Aku beranjak bangun dari kasur. Berusaha ke kamar mandi.

Ah iya, aku semalam tidak bertemu kak Riko. Aku mengunci rapat pintu kamar. Pasti dia heran.
Aku melangkah gontai menuju kamar kak Riko. Ku raih gagang pintu kak Riko. Tidak dikunci. Aku menengok kedalam.

Cup. Allan mengecup bibir kak Riko yg sedang tidur. Aku tercekat. Aku tak percaya apa yang aku lihat. Oh Tuhan, hal ini akan semakin memburuk. Aku yakin. Aku menutup pintu kamar kak Riko. Klek. Kemudian aku berjalan mundur kearah tembok. Aku terhenyak. Aku merasa dibelah dua. Mati rasa.

Klek. Pintu kamar kak Riko terbuka.

“Ngapain sih pake ngintip-ngintip?” ujar Allan.
“Bajingan kamu!” umpatku.
“Sudah kubilang, kamu orang kelewat sabar atau sedikit bodoh?”
“Setan!” ujarku sambil mendorong Allan ke dinding.
“Danny... “ ujar Allan sambil melepaskan tanganku. Ia lalu merogoh kantong celananya.
“Kamu tau surat apa ini Danny?”

Aku masih terdiam.

“Ini surat yang membuat Riko gelisah. Surat yang menahan Riko. Surat yang membuat aku kembali kesini...”
“Ga usah basa basi Allan!”
“Kalau kamu sayang sama Riko, kamu harus lepasin Riko. Kalau nggak, kasian Riko nya...”

Aku merampas surat itu dari Allan, aku membukanya.

Mataku seperti berkunang-kunang. Aku tak mempercayai surat yang aku baca. Itu surat dari Foster Trusco. Perusahaan besar. Perusahaan yang memiliki alat untuk penelitian skripsi kak Riko. Surat itu berisi izin untuk melakukan peminjaman alat untuk penelitian. Surat dari perusahaan Ayah Allan.

Aku menutup muka ku. Aku seperti meminum racun. Tak tahu apa yang harus aku lakukan. Ini alasan kenapa kak Riko pulang larut, setiap hari menanyakan apakah surat izinnya telah ada atau belum. Ini alasan kegundahan ia. Dan alasan itu ditahan oleh bajingan ini.

“Kenapa tak kamu serahkan Allan?!! Kamu tau surat ini penting untuk dia!!!”
“Kamu juga tau surat ini penting untuknya, tapi kenapa juga kamu tak serahkan Riko buatku, Danny?”

Aku tersentak.

“Danny, aku di Jakarta saat itu. Aku tak sengaja menemukan proposal dari Riko, semua surat yang berhubungan dengan perusahaan anak harus dimasukkan ke perusahaan induk, di kantor Ayahku. Dan saat tahu surat ini berhubungan dengan Riko, aku merasa inilah saat yang tepat untuk memperbaiki hubungan kami dulu. Tapi apa yang kudapat? Riko sudah berpacaran dengan anak kecil seperti kamu? Ck...”

“Serahkan surat itu untuk kak Riko, Allan.. Aku mohon” pintaku.
“Dengan syarat.”
“Apa?”
“Tinggalkan Riko”

Aku terhenyak. Aku menunduk.

“Baik. Aku juga mengajukan syarat.”
“Apa?”
“Aku ingin berpisah dengan kak Riko. Aku tak mungkin tinggal disini, berada dalam satu rumah. Aku akan pergi. Tolong rahasiakan. Biarkan ia tau sendiri aku yang pergi.”
“Oh tentu saja. Dengan senang hati, aku yang siapkan mobil untuk angkut barangmu”

Allan membalikkan badannya dan masuk ke kamar kak Riko lagi. Air mataku jatuh deras. Begitu deras. Mengalir sembari aku mengunci rapat pintu kamarku. Ruangan yang mendadak menjadi sempit dan menyesakkan dadaku. Menyisakan isak tangis dan rasa bersalah yang menusuk dadaku berulang kali.

Aku mencintai kak Riko. Mencintai ruangan ini. Mencintai tempat ini dengan semua kenangan yang kami lewati. Semua hari yang pernah aku alami.




***

Riko terbangun. Ia merasa kepala nya begitu berat. Seperti tertidur begitu lama. Ah iya, semalam Danny mengunci pintu kamarnya. Ia merasa insomnia, sehingga baru terlelap pukul 4 pagi. Dan sekarang jam di tangannya menunjukkan pukul 12 siang.

Ia mengusap mukanya. Perlahan ia beranjak meninggalkan kasurnya. Menuju ruang tengah yang terlihat sepi. Hanya Allan dengan sepucuk surat di atas meja.

“Danny mana? Kuliah?”
“Oh, Aku ga tau. Tiba-tiba dia ga ada aja... Eh ini tukang post tadi anter ini..”
“Surat buat aku?”
“Iya...”
“Tanggalnya kok lama banget baru dianter sekarang, trus udh dirobek?”
“Itu yg robek aku, abis penasaran...”
“Ini...”

Riko terdiam sejenak. Mencerna kata demi kata di surat itu. Sejurus kemudian matanya berbinar.

“Horeee!Akhirnya!!! Surat izin sudah kudapatkan!!!! “ Ujarnya girang.
“Blew!!!! Danny!!!! Danny!!!” teriaknya didepan kamar Danny.

Tok!Tok! Tok! Ia mengetuk keras pintu kamar Danny. Tapi tak menerima jawaban.
Tok! Tok! Tok! Ia mengetuk lebih keras lagi. Masih tak ada jawaban.

Riko lalu membuka pintu kamar Danny. Ia melongo. Ia sapukan pandangannya ke seluruh jengkal kamar Danny. Bersih tak berbekas. Hanya lemari dan meja belajar yang memang sejak dulu ada. Semua tentang Danny hilang. Kamar itu kosong.

Kepala Riko mendadak berat dan pandangannya mendadak gelap. Ia menunduk sambil memegangi kepalanya. Ini pasti mimpi. Ia masih berharap ini mimpi.

Ia berlari ke arah teras rumah. “DANYYYY!!!!!” Teriaknya keras.
Tiba-tiba Allan memeluknya dari belakang.

Riko melepaskan tangan Allan.
“Mana Danny!!! Mana Danny!!!”
“Aku nggak tau, Ko! Tiba-tiba dia udah nggak ada! Dia ngeliat kok, kita kemarin makan berdua di resto favorit kalian! Kamu mestinya sadar Riko!”

Riko terhenyak. Ia terduduk lemas. Nafasnya berganti begitu cepat. Denyut nadinya berdetak cepat. Ia bangkit kembali lalu masuk ke kamar Danny.
Kemana kamu, Danny? Kemana kamu? Tanyanya dalam hati. Ia hanya menitikkan air mata disudut matanya. Ia melihat seisi kamar itu dan menemukan secarik kertas. Tulisan Danny.

“Brew,

Tolong jangan cari aku. Tolong jangan ingat tentang kita. Aku meminta maaf karena aku tidak pernah menjadi pacar yang cukup baik untukmu. Aku yakin, tanpa aku kamu masih bisa melaju, mencapai mimpi-mimpi yang selama ini membatasi kamu. Tanpa aku, seperti dulu waktu kamu belum kenal aku.

Go chase your dreams, go pursuit your own happiness, cause i’ll pursuit mine.
Kita berada di planet yang berbeda, dengan garis edar yang berbeda. Meskipun di galaksi yang sama.

Blew”

Riko terdiam. Ia menekuk kepalanya. Menenggelamkan kepalanya dalam-dalam. Berharap ini cuma mimpi. Dan mimpi akan usai saat ia terbangun.



***

“Aku terkejut pas baca sms kamu didepan rumah...”
“Maaf kak, aku ga tau harus kemana lagi.” Ujar Danny pelan.
“Ini, cokelat panas. Aku tau, Riko suka buatin ini ke Kamu.”
“Makasih” ujar Danny.

“Kamu yakin mau tinggal disini? Yakin putus dari Riko?”

Danny mengangguk.
Wildan lalu memeluknya erat. Menenggelamkan Danny dalam pelukannya. Lalu tangis Danny membuncah. Tak terbendung.


“ Nevermind, I’ll find someone like you
I wish nothing but the best for you...
Don’t forget me, I beg... I remember you said...
Sometimes it lasts in love, sometimes it hurts instead...”
(Someone Like You – Adele)


to be continued


1 comments:

Anonymous said... Best Blogger Tips[Reply to comment]Best Blogger Templates

cepat di rilis lagi :(

Post a Comment