DISCLAIMER:

This story is a work of fiction. Any resemblance to any person, place, or written works are purely coincidental. The author retains all rights to the work, and requests that in any use of this material that my rights are respected. Please do not copy or use this story in any manner without author's permission.

The story contains male to male love and some male to male sex scenes. You've found this blog like the rest of the readers so the assumption is that material of this nature does not offend you. If it does, or it is illegal for you to view this content for whatever the reason, please leave the page or continue your blog walking or blog passing or whatever it is called.



The Wedding Page 6

Page 6
by GoodFriend


Hari pernikahan Samuel dan Gwen.
Dini hari para penghuni sudah mulai bangun untuk bersiap-siap, sementara pelayan-pelayan yang khusus disewa hari ini tiba sekitar pukul enam.
Pukul tujuh pagi kue pengantin dan katering tiba, para pelayan mulai bekerja menata makanan-makanan yang baru tiba tersebut, tak lama kemudian pemain band dan anggota paduan suara menyusul.
Sementara para best men dan bride maids masih berdandan, Samuel dan para pria berdandan di kamarnya, sementara Gwen dan para wanitanya di kamar Gwen.
Kalau mengikuti jadwal, seharusnya pukul setengah sepuluh pemberkatan nikah sudah akan dimulai.
Sekitar pukul delapan para tamu undangan sudah mulai berdatangan, para best men dan bride maids yang sudah selesai berdandan membantu mengatur tempat duduk para tamu yang sudah datang,
Collin dan Kenneth tampak sedang mengobrol di sisi taman, di sebelah kursi-kursi tamu, yang sudah mulai terisi beberapa, keduanya tampak gagah dalam balutan jas hitam, terutama Collin, yang menggunakan jas pernikahan ayah Kenneth.
“Kuharap acaranya dapat berjalan dengan lancar..” kata Collin.
Kenneth tersenyum sambil menatap pacarnya tersebut,
“Ya.” jawabnya singkat, tanpa mengalihkan tatapannya dari Collin.
Collin balas menatapnya dengan tatapan curiga,
“Kenapa kau ?” tanyanya.
“Tidak apa-apa..” jawab Kenneth sambil masih tersenyum, “kau tampan sekali menggunakan jas.” lanjutnya.
Collin menunduk tampak malu,
“Jangan menggodaku..” katanya pelan.
“Aku tidak sedang menggodamu, Collby..” balas Kenneth.
Collin hanya terdiam dipuji begitu oleh pacarnya,
“Terakhir kali aku melihatmu menggunakan jas adalah saat kita wisuda dulu..” kata Kenneth, “dan kali selanjutnya aku melihatmu menggunakan jas adalah di hari pernikahan kita nanti.” bisik Kenneth sambil tersenyum puas, sementara Collin semakin menunduk, wajahnya merah padam.
Ya, bagi mereka, sekarang pernikahan bukanlah hal yang mustahil untuk dibicarakan, setelah dengan penuh perjuangan, akhirnya kini mereka berhasil mendapat restu dari orang tua keduanya,
“Hai tampan..”
Tiba-tiba terdengar suara dari arah kiri mereka, sontak keduanya menoleh ke arah asal suara tersebut,
Tampak seorang pria tengah berdiri sambil tersenyum tak jauh dari posisi mereka, pria tersebut sedikit lebih pendek dari Collin dan Kenneth, warna rambut dan matanya coklat, sama seperti Collin tapi sedikit lebih cerah,
“Elliot ??” tanya Collin.
Pria yang dipanggil namanya tersebut berjalan mendekati Collin dan Kenneth.
“Hey, kak..” sapanya, “hey, Kenneth..” lanjutnya sambil mengangguk ke arah Kenneth, sementara yang disapa membalas sambil tersenyum,
Elliot adalah adik laki-laki Collin yang usianya dua tahun lebih muda darinya, saat ini ia masih tinggal bersama ibunya di kota sebelah,
“Apa yang kau lakukan di sini ?” tanya Collin bingung,
“Menghadiri pernikahan tetanggaku.” jawab Elliot singkat.
Tentu saja, pikir Collin dan Kenneth, mereka lupa sama sekali kalau keluarga Owen bertetangga dengan keluarga baru ayah Collin.
“Dengan siapa kau ke sini ?” tanya Collin lagi,
“Dengan Ayah tentu saja, lalu Tante Merilyn, Jenifer, Jordan.. dan Ibu..” jawab Elliot lagi.
“Ayah, Tante Merilyn, Jenny dan Jordy aku paham kenapa diundang, tapi Ibu ? keluarga Owen bahkan tidak kenal dengan Ibu.. kenapa dia juga dapat undangan ?” tanya Collin lagi, tampak bingung.
“Aku yang mengundang..” kata suara di sebelah mereka, sontak ketiganya menoleh, mencari tahu asal suara tersebut,
Ternyata Mrs. Owen yang barusan menjawab, ia berjalan mendekat bersama seorang wanita yang tampaknya berumur kurang lebih sama dengannya,
“Ibu ?” Collin kaget melihat ibunya berdiri di sebelah Mrs. Owen.
“Hey, Collin..” sapa ibunya, sambil tersenyum,
“Ketika Samuel memberitahuku bahwa Collin adalah anak Mr. Sanders, tetangga kita, aku langsung mengundang mereka, dan sekalian juga aku mengundang Mrs. Smith..” kata Mrs. Owen lagi.
Orang tua Collin sudah lama bercerai, ia dan adiknya tinggal bersama ibu mereka, sementara ayah mereka tinggal bersama Tante Merilyn, istri barunya, dan kedua anak tirinya, Jordan dan Jenifer, walaupun sudah bercerai, tapi kedua keluarga masih menjalin hubungan baik, ketika masih sekolah dulu, Elliot sering menghabiskan liburannya di rumah ayahnya, itulah mengapa ia bisa kenal dengan keluarga Owen, yang rumahnya tepat di sebelah rumah keluarga Sanders.
Collin dan Kenneth saling tatap, kemudian beralih menatap ibu mereka masing-masing,
“Kami sekalian ingin membicarakan tanggal baik..” kata Mrs. Smith, ibu Collin.
“Ta.. tanggal baik ?” tanya Kenneth bingung,
“Ya, tanggal baik untuk pernikahan kalian..” jawab Mrs. Owen sambil tersenyum, begitu pula Mrs. Smith.
Collin dan Kenneth saling tatap sejenak, tampak tak mempercayai apa yang baru saja mereka dengar,
“Pe.. pernikahan kami ?” tanya Collin, mengonfirmasi.
Mrs. Owen dan Mrs. Smith mengangguk,
“Pernikahan kalian.” jawab keduanya bersamaan.
Collin dan Kenneth saling tatap lagi, kemudian keduanya tersenyum, benar-benar senyum bahagia.
Setelah perjuangan panjang mereka, yang hampir berhenti di tengah-tengah, akhirnya tiba juga hari ini, hari ketika mereka berhasil melewati jalan rintangan, dan tiba di pintu kebahagiaan.
Kebahagiaan mereka,
Kebahagiaan Collin dan Kenneth.

€ ͢ €͢ € ͢ €

Sementara itu, tamu undangan semakin banyak berdatangan,
Para best men dan bride maids tampak sibuk mondar-mandir ke sana ke mari mengatur para tamu, Rea dan Aidan tampak sedang berbicara dengan pemain band dan anggota paduan suara, menyocokkan lagi daftar lagu yang akan dibawakan, sementara Kenneth menyambut Pastur Leo yang baru saja tiba,
Di sisi kanan altar tampak Alan sedang berjalan menghampiri Vincent,
“Bisa bicara sebentar ?” tanyanya begitu ia sudah tiba di tempat Vincent.
Vincent menatap bingung padanya,
“Bukankah seharusnya kau sedang sibuk sekarang ?” Vincent balas bertanya,
Alan tersenyum kecil, ia tahu seharusnya kini ia sedang sibuk mengatur acara, biar bagaimanapun ia EO dari acara pernikahan Samuel dan Gwen, tapi urusan yang mau ia bicarakan ini sama pentingnya dengan pernikahan sahabatnya.
“Cuma sebentar..” katanya dengan nada sedikit memohon,
Vincent menatapnya sejenak, mencoba menerka-nerka urusan apa yang ingin dibicarakan Alan dengannya, sementara yang ditatap hanya tersenyum-senyum,
“Baiklah..” kata Vincent akhirnya.
“Bagus, ayo..” ajak Alan sambil berjalan mendahului Vincent menuju ke dalam rumah.
Keduanya berjalan menuju halaman depan, hingga akhirnya Alan berhenti di ayunan tempat kemarin ia berbincang-bincang dengan Samuel.
“Ada apa ?” tanya Vincent ketus,
“Untuk ukuran orang yang sedang menunggu jawaban cinta, kau lumayan ketus, ya..” kata Alan.
Vincent terdiam tampak malu,
“Maaf..” katanya pelan,
Alan mengangguk,
“Jadi,” Vincent merendahkan suaranya, “ada apa ?”
Alan menatap Vincent yang dari tadi menolak untuk menatapnya,
“Aku tidak akan bicara sebelum kau menatapku..” katanya,
Vincent menghela napas sejenak, kemudian menatap Alan,
“Begitu lebih baik..” kata Alan sambil kembali tersenyum,
Mau tak mau Vincent pun ikut tersenyum kecil,
“Oke..” Alan memulai, ia menghela napas sejenak, menyiapkan diri.
“Pertama-tama, aku mau minta maaf,” Alan menunduk sebentar, kemudian menatap Vincent lagi, “karena tidak memberi kepastian yang jelas ketika kau menyatakan perasaanmu padaku tempo hari..”
Vincent mengangguk, jadi tentang ini rupanya,
“Saat itu aku tidak tahu harus bereaksi bagaimana.. ka.. kau melakukannya begitu tiba-tiba.. a.. aku tidak ada persiapan sama sekali,” kata Alan terbata, “ma.. maksudku.. kita baru saling kenal beberapa hari..”
Vincent masih menatap Alan dalam diam, tampak mendengarkan,
“A.. aku juga masih belum yakin dengan perasaanku sendiri, ka.. kau baik.. aku senang menghabiskan waktu denganmu.. tapi di sisi lain aku masih terpaku pada mendiang pacarku..” lanjut Alan lagi,
Vincent mengangguk, tampak mengerti,
“A.. aku takut, bila aku mulai berpacaran dengan orang lain, aku takut akan mengkhianati apa yang pernah kami miliki bersama..” Alan menunduk lagi,
Vincent mengerti apa yang menjadi dilemma bagi Alan, bila ia yang di posisi tersebut pun ia pasti akan kebingungan,
“Tapi kemudian aku sadar..” Alan mengangkat wajahnya, lalu menatap Vincent, kali ini keyakinan dan kemantapan tampak jelas di wajah tersebut,
“Aku sadar bahwa aku tidak akan mengkhianatinya hanya karena aku mulai mencintai orang lain, biar bagaimanapun aku tidak bisa selamanya terpuruk dalam kenanganku bersamanya,” ia tak lagi terbata, justru keyakinanlah yang terdengar di suaranya,
“Air mata ku tidak akan pernah membawanya kembali ke sampingku..” lanjutnya,
Sejenak raut kesedihan tampak di wajah Alan,
“Kini aku sudah yakin dengan perasaanku.” katanya akhirnya.
Keduanya saling tatap dalam diam cukup lama,
“Jadi ?” tanya Vincent,
“Jadi, kalau kau memang serius denganku, sebaiknya kau tanyakan secara resmi apa yang harus kau tanyakan padaku, karena kalau aku tidak salah ingat, kau hanya mengatakan bahwa kau suka padaku, kau tidak menanyakan pertanyaan utamanya.” kata Alan dengan nada menantang, “dan sebaiknya kau lakukan dengan cepat, pemberkatan nikahnya akan segera dimulai tak lama lagi,” tambahnya,
Vincent terbengong sendiri mendengar celotehan Alan barusan,
“Apa emosimu selalu berubah secepat ini ?” tanyanya,
Alan mengangkat bahu,
“Tergantung situasinya..” katanya,
Keduanya lalu tertawa,
“Time is running out, dude..” kata Alan lagi dengan tidak sabar, bukan karena ia agresif atau semacamnya, ia hanya ingin mencairkan suasana yang tadi lumayan canggung di antara mereka,
Vincent tertawa lagi,
“Baiklah.. baiklah.. dasar tidak sabaran..” katanya sambil memegang kedua tangan Alan, sementara Alan hanya tersenyum malu, entah karena dibilang tidak sabaran, atau karena Vincent memegang tangannya,
Vincent menatap Alan dengan tatapan serius,
“Alan.. aku sudah menyukaimu sejak pertama kali aku melihatmu.. aku tahu ini terdengar aneh, karena kita baru beberapa har..”
“Iya, aku mau jadi pacarmu.” potong Alan tidak sabaran sambil melihat jam tangannya,
Vincent terbengong lagi,
“Maaf ?” tanyanya,
“Yap. sekarang kita sudah resmi pacaran.. ayo kita kembali ke dalam, acaranya tidak akan mulai sebelum aku di situ.” katanya sambil menarik tangan Vincent, mengajaknya kembali ke taman belakang, tapi pria tersebut tampak tak bergeming, masih berdiri diam di tempatnya,
“Kenapa ?” tanya Alan bingung, sementara Vincent masih terdiam tampak syok,
“Ah iya, aku lupa, ciumannya..” kata Alan sambil tersenyum,
“Apanya ?” sebelum Vincent sempat bertanya, Alan sudah menempelkan mulut mereka berdua,
Awalnya Vincent sempat kaget karena Alan menciumnya secara tiba-tiba, tapi kemudian ia mulai menikmatinya,
Alan dan Vincent berciuman,
Semenit, dua menit, keduanya masih dalam posisi begitu,
Hingga akhirnya Alan melepaskan ciumannya, lalu tersenyum sambil menatap pria di hadapannya yang kini sudah resmi menjadi pacarnya itu,
Vincent pun mau tak mau ikut tersenyum,
Ciuman barusan merupakan penanda resminya hubungan mereka,
“Ayo..” ajak Alan lagi, sambil masih tersenyum,
Vincent mengangguk sambil masih tersenyum juga,
Keduanya kemudian bergegas kembali menuju taman belakang, sambil berpegangan tangan tampak mesra.
Akhirnya kini Alan berhasil menggenggam kebahagiaannya, setelah sekian lama terpuruk dalam kesedihan, kini ia berhasil bangkit dan mulai berjalan lagi, berjalan menapaki jalan hidupnya bersama-sama dengan kebahagiaannya.

€ ͢ € ͢ € ͢ €

Gwen menghela napasnya dengan gugup,
Ia berdiri menghadap pintu ganda yang menuju ke taman belakang, di balik pintu ini Samuel sudah menunggunya, begitu pula dengan para tamu,
Tangannya mulai gemetaran, ia mempererat gandengannya pada ayahnya yang berdiri tepat di sebelahnya.
“Kapanpun kau siap, sayang..” kata ayahnya sambil dengan lembut mengelus tangan Gwen yang menggandeng tangannya.
Gwen menatap ayahnya yang tersenyum dengan lembut, ia kemudian menutup matanya sejenak, memantapkan diri, ini adalah harinya, hari yang sudah lama ia tunggu bersama Samuel, satu hari terpenting yang diimpikan setiap anak perempuan, hari terbesar yang sudah ia persiapkan dengan sangat matang, yang selalu ia khayalkan sejak kecil.
Gwen membuka matanya lalu kembali menatap pintu ganda di hadapannya,
Ia kemudian mengangguk dengan mantap.
Ayah Gwen tersenyum sambil mempererat gandengannya pada putrinya,
Pintu tersebut kemudian dibuka,
Cahaya matahari pagi menyambut mereka,
Di hadapan keduanya tampak taman belakang yang menjadi area utama acara pernikahan, celotehan para tamu undangan mendadak berhenti begitu pintu terbuka, semua pandangan tertuju pada Gwen, hal ini membuat nyali Gwen yang tadi sempat mantap kembali menjadi ciut,
Ia menatap tepat ke seberangnya, di mana teman-temannya sudah berdiri di kanan kiri altar, siap menyambutnya, Pastur menunggunya, berdiri tepat di sebelahnya adalah pria yang amat sangat dicintainya, Samuel, yang terlihat sangat tampan dengan jas hitamnya yang dikombinasi warna ungu dan broken white, tersenyum padanya, lalu mengangguk pelan,
Itu dia, Gwen menghela napas tampak siap, senyuman dan anggukan penyemangat dari Samuel cukup untuk memantapkan kembali nyalinya,
Gwen kemudian melangkahkan kakinya, begitu langkah pertamanya menyentuh rumput intro You and Me milik Lifehouse langsung terdengar mengalun, dibawakan oleh paduan suara gereja, diiringi petikan akustik gitar oleh Kenneth, para tamu undangan serentak berdiri menyambut Gwen,

What day is it ? And in what month?
This clock never seemed so alive
I can't keep up and I can't back down
I've been losing so much time


Gwen melangkah semakin mantap, senyum semakin lebar menghiasi wajah cantiknya, para tamu undangan menatap takjub padanya,

'Cause it's you and me and all of the people with nothing to do
Nothing to lose
And it's you and me and all other people
And I don't know why, I can't keep my eyes off of you


Gwen terus melangkah menuju altar, menapaki jalan yang sudah dipersiapkan oleh takdir khusus untuknya, yang di ujungnya sudah menanti Samuel, menunggu dengan sabar kehadirannya, yang hanya bisa berdiri membisu saking takjubnya,

One of the things that I want to say just aren't coming out right
I'm tripping on words
You've got my head spinning
I don't know where to go from here


Altar sudah semakin dekat, Gwen mulai bisa melihat dengan jelas keluarganya dan keluarga Samuel berdiri di barisan paling depan, bersiap menyambutnya, di kanan kiri altar, Alan, Aidan, Collin dan teman-temannya yang lain berdiri menemani Samuel, juga bersiap menyambut dirinya,

'Cause it's you and me and all of the people with nothing to do
Nothing to prove
And it's you and me and all other people
And I don't know why, I can't keep my eyes off of you


Altar sudah tepat di hadapannya, gandengan tangan ayahnya terasa melonggar, keduanya berhenti tepat di hadapan Samuel,
Ayah Gwen kemudian melepaskan gandengan putrinya, Gwen menatap haru pada ayahnya, pria paruh baya itu menggenggam erat tangan putrinya sejenak,

“Pergilah.. “ katanya, “sambut kebahagiaanmu..”

Ia kemudian memberikan tangan Gwen pada Samuel, yang langsung disambut dengan mantap oleh pria tersebut,
Ayah Gwen berjalan menuju barisan depan bangku tamu, kemudian berdiri di sebelah istrinya, matanya berair, ia terisak penuh haru,
Kini tinggal Gwen dan Samuel berdiri saling berhadapan di depan altar, keduanya tersenyum bahagia,

There's something about you now
I can't quite figure out
Everything she does is beautiful
Everything she does is right


Samuel lalu menggandeng Gwen naik ke atas altar, menuju pastur yang akan menikahkan mereka, bersama-sama melangkah menyambut kebahagiaan mereka,

What day is it?
And in what month?
This clock never seemed so alive


©×©×©×©×©

TAMAT

3 comments:

Anonymous said... Best Blogger Tips[Reply to comment]Best Blogger Templates

Very Nice trilogy
I love them all
yah
walau terlihat tergesa gesa
mungkin karena ingin cerita pendek.
but they deserve a compliment right?
bagus sekali.
:D
I cried when I finished the second story.
Please send my redgard to author
Will you?


Warmest Regard

-Silverrain-

Anonymous said... Best Blogger Tips[Reply to comment]Best Blogger Templates

This is the second time i read this story,
but still, and even i cry harder this time..
the wedding moment, right with You and Me Lifehouse, so melted.. bring a wind of happiness and peace to my empty soul, hehe
:'D

The sweetest story ever,
Even in my dream, this is gonna be the best thing ever if it happens xD

Anonymous said... Best Blogger Tips[Reply to comment]Best Blogger Templates

A good story indeed, I cried and laughed but still touched..
Congratulation to author for finished such an inspirational story, it is worth to make it into movie or serial TV.
Thank you for the sweet moment of read.

Write another one already! LOL.

Post a Comment