DISCLAIMER:

This story is a work of fiction. Any resemblance to any person, place, or written works are purely coincidental. The author retains all rights to the work, and requests that in any use of this material that my rights are respected. Please do not copy or use this story in any manner without author's permission.

The story contains male to male love and some male to male sex scenes. You've found this blog like the rest of the readers so the assumption is that material of this nature does not offend you. If it does, or it is illegal for you to view this content for whatever the reason, please leave the page or continue your blog walking or blog passing or whatever it is called.



Love Under The Mistletoe Chapter 14

CHAPTER XIV
KEEP IT FOR ME

by  Tuktuk

“Kalian ngapain disini? Aku cari-cari di kost ga ada...Ternyata pada ketempat Laura..” ujar Allan.

Aku tertegun. Aku menatapnya sejenak. Orang ini, adalah orang yang menjadi cinta pertama kak Riko. Adalah orang yang pertama mengecup bibir kak Riko. Adalah orang yang serba pertama untuk kak Riko. Entah kenapa, melihat orang ini aku selalu kesal.

“Blew?” bisik kak Riko.
“Ya?” tanyaku.
“Kita cari makan yuk?”

Aku mengangguk. Riko lalu menggandeng tanganku. Aku terkejut! Dia menggenggam pelan tanganku lalu berjalan mendekati Allan.

“See? Gw udh cukup bahagia sekarang. Apapun tujuan lo kesini, gw harap lo ngerti posisi gw sekarang”

Aku tersenyum dalam hati. Oke, it’s time for you to leave Allan!

“No, It is not that simple Riko... Aku Cuma mau ngembaliin ingetan kamu aja, ingetan ke momen waktu kita bareng dulu...”

“Udah ga ada, udah gw hapus semuanya...” balas kak Riko.
“Yakin? Mungkin butuh waktu, tapi aku Cuma mau ambil apa yang aku punya dulu, meskipun itu sudah ada yang memilikinya sekarang...”

“A..ap?” belum selesai aku bicara kak Riko menempelkan telunjuknya dibibirku.
“You’re mine, you will always be”
“So sweet banget sih... Bikin jealous!” balas Allan.

Aku dan kak Riko berangkulan pada pundak masing-masing berjalan meninggalkan mereka, meninggalkan Allan. Meninggalkan masa lalu kak Riko. Amin.


***


“Aku mau ngeliat bintang” pintaku manja ke kak Riko.
“Sekarang?”
“Iyalah, mumpung belum larut malam...”
“Hm... “ kak Riko nampak bingung.
“Kenapa Brew?”
“Aku harus jemput Allan dulu.”
“Allan?”
“Iya, dia beli perlengkapan kost, kemaleman dan ga ada angkot pulang.”
“Dimana?”
“Jalan Hang Tuah”
“Kan jauh? Masa sih ga ada angkot? Kan bisa kita telfonin taksi? Masa dia ga bisa naik taksi?”
“Dia yang minta aku jemput, Blew..”
“Terus kamu mau?”
“Jam segini, angkot sudah sepi...Mana jalan itu juga sepi, dia ga berani naik taksi...Takut katanya kalau Cuma sendirian.”
“Penakut amat sih..” ujarku sinis.
“Kamu cemburu?”
“Hah?” aku memerah.
“Ga usah dijawab deh... Muka kamu kayak kepiting rebus...”

Aku memalingkan muka.

“Kamu ga perlu khawatir sayang, aku janjiin deh nanti kita ngeliat bintang. You and me...”
“Entahlah, aku ga sanggup bayangin kamu sama Allan”
“Cuma jemput dia pulang saja... Mau nitip dibeliin sesuatu?”
“Nggak ada. Aku Cuma mau liat bintang. Jalan kaki malem-malem...”
“I promise you. But not now...”
“Oh iya, kak.. Kamu pernah janji untuk buat Mistletoe di dinding yang besaaarrrr sekali buat aku... masih inget?”
“Tentu saja! Aku mau nambahin lampu-lampu kecil supaya bisa berkelip nanti, tambah bagus jadinya. Sabar ya aku lag cari bahan dulu”

Aku mengangguk.

“Hati-hati dijalan yah” ujarku.
“Pasti...” jawabnya.

I miss everything about you, I love everything about you, Kak... Aku mungkin cemburu, aku mungkin terbakar cemburu, karena kamu yang pertama. Kamu yang pertama bagiku...

Aku melangkah keluar kost kemudian mengunci pintu kost . Perlahan meninggalkan pekarangan rumah. Berjalan menelusuri gang kost kami, ada beberapa pemuda lain duduk-duduk didekat lampu jalan.
“Riko mana Dan?” tanya Anto salah satu dari mereka yang kebetulan ngekost didekat kami.
“Keluar sebentar” ujarku.
“Wildan kok ga pernah keliatan?”
“Dia pindah To... Udah seminggu lebih...”
“Wahh ga bilang-bilang tuh anak...”

Aku berlalu sambil tersenyum. Aku jarang terbuka dengan orang yang baru aku kenal. Aku jarang bisa akrab dengan orang yang tidak membuatku nyaman. Tetapi dengan kak Riko dan kak Wildan, aku merasa nyaman. Bahkan sejak pertama kami bertemu. Ah... Apa kabarnya kak Wildan ya?

“Tuutt.... Tuut..” teleponku kusambungkan ke ponsel kak Wildan.
“Halo? Dek? “ jawab kak Wildan.
“Eh, kakak... Apa kabar?”
“Baik, Dek... Kamu lagi ngapain? Tumben nelpon?”
“Lagi jalan-jalan diluar... Ngeliat bintang...”
“Sama Riko?”
“Sendirian...”
“Riko kemana?”
“Jemput Allan.... hmmhh”
“Hehe, sabar ya... Percaya saja sama monyet itu...”
“Iya, kamu udah makan?”
“Udah, Dek... Kamu?”
“Udah tadi... sama kak Riko”
“Aku pengen ketemu kamu, Dek”
“Hehe, datang dong makanya...”
“Nggaklah, ngajak kamu jalan kemana gitu... Sekalian mau traktiran gaji pertama...”
“Haha.. boleh juga...”
“Bintang apa yang kamu lihat?”
“Ga tau...” ujarku sambil menatap langit.
“Kakak juga lagi ngeliat bintang dari loteng...”
“Oh ya?”
“Kamu bilang gitu sih, kakak jadi mau liat juga...”
“Hehe, itu kak.. Di deket Bulannya, ada satu yang terang... Gede...”
“Mana?”
“Coba deh liat lagi, deket bulan...”
“Oh iya, ada... hehee... “
“Hmmhh...”
“Kenapa Dan?”
“Andai yang ngeliat juga kak Riko...”
“Dia pasti inget kamu Danny... Ya sudah, ini sdh malam. Kamu sebaiknya pulang, tidur...”

Aku menuruti apa yang dibilang kak Wildan. Aku pulang dan memasuki kamarku. Aku kadang tidur di kamar kak Riko, kadang ia juga yang tidur dikamarku. Gantian. Malam ini, entah kenapa aku mau tidur di kamarku. Klek. Aku mengunci kamarku. Aku ingin tidur dikamarku dan tidur sendirian malam ini.

***

Tok! Tok! Tok!
Tok! Tok! Tok!

Aku mengusap muka ku. Aku tidur dikamarku ya semalam?

Tok! Tok! Tok!

Klek. Aku membuka pintu.

“Kenapa dikunci? Kan semalam kamu mestinya tidur dikamarku, Blew?”
“Maaf kak, aku ngantuk berat semalam... Aku langsung ke kamarku saja... tidur...”
“Maaf ya, aku pulangnya agak malam. Si Allan merengek mau makan bakso rusuk dulu...”
“Ga papa... Aku buatin kopi kamu dulu ya..”
“Hai Danny?”
“Ya, Allan”
“Ini kopi buat Riko, udah aku buatin. Kamu ga perlu repot-repot lagi...”
“Hah?” aku mengernyitkan dahi.
“Ga... Ga! Apa-apaan, gw biasa dibuatin Danny, terserah lu mau buat atau nggak. Gw ga bakal minum.”
“Jahat amat sih, Brew...”
“Habisnya... Cuma kopi kamu yang enak, Blew...”

Aku Cuma menelan ludah. Mengetahui Allan membuat kopi untuk kak Riko. Dia mengajak perang sepertinya. It hurts me. He is my boyfriend, Allan! Can you just stay away from us?

“Nggak... Kamu minum aja kopinya, Brew... Aku mau mandi sama siap-siap ke kampus”
“Kok?” tanya kak Riko.
“Ya sudah Riko, kamu minum aja dulu...”

Oke, I hate this person!

Sepanjang perkuliahan aku tak benar-benar bisa konsentrasi. Mereka berdua di kost. Mereka bakal ngapain? Ughh...

Begitu kuliah selesai aku bergegas pulang. Berjalan begitu cepat. Begitu tergesa-gesa.

Klek. Aku membuka pintu. Kulihat pemandangan yang menurutku menyakitkan.
Allan menyuapkan sesendok makanan ke mulut kak Riko! Bitch!

Aku melotot. Aku berjalan dengan cepat ke kamarku dan menguncinya.

Tok! Tok! Tok!

“Dan?! Danny! Dengerin kakak dulu!”
“Danny!!”

Aku tak mau mendengar. Aku tak mau. Aku benci kak Riko. Aku benci kak Riko.

“Dan! Danny!!!”

Kudengar suara kak Riko berteriak berulang-ulang kali didepan kamarku. Entah, sudah beratus kali mungkin. Aku hanya terduduk saja. Menyudut. Aku cemburu, Kak.

Kudengar suara kak Riko mulai jarang, tapi sesekali ia memanggilku. Menyuruhku makan. Aku benar-benar tak keluar kamar seharian ini. Sedangkan ini sudah pukul 8 malam. Aku tak keluar-keluar kamar.

Kak Riko entah dimana. Kak Riko tak lagi menyahuti memanggil namaku. Kak Riko sudah tak pedulikan aku?

BLEP.

Listrik mati. Tuhan! Aku benci gelap. Aku benci gelap. Aku takut. Aku takut gelap. Aku pernah dikunci di lemari pakaian ayahku sewaktu bermain petak umpet dirumah bersama Abangku. Aku trauma. Aku takut gelap.

Jam semakin berdetik. Aku berusaha menenangkan diriku. Apa yang membuatku begitu gelap mata? Membuatku begitu marah? Andai aku mendengarkan dahulu penjelasan kak Riko tadi... Andai..
Kemana kamu kak? Kenapa tak ada suaramu?

Air mata mengalir di pipiku. Aku bingung. Aku menangis entah karena takut atau karena cemburu. Aku butuh dia. Butuh pelukannya. Butuh belaiannya yang menenangkanku.

Aku menangis.

KLEK.

Aku mendengar pintu kamarku dibuka. Aku merasakan seseorang masuk ke kamarku.
Lengan yang kokoh datang dan memelukku. Menghangatkanku. Menghanyutkanku untuk menumpahkan kesedihan didada ini. Dada kak Riko.

“Blew, dengerin aku dulu sayang....”
“...”
“Blew... Tadi aku pergi ke rumah pak Jaka, dia punya duplikat kunci. Aku butuh bicara sama kamu. Aku perlu minta maaf ke kamu...”
“Kak... Aku...Tadi Cuma kecapean...”
“Kamu bohong, Blew... Aku ngeliat betapa kamu kecewa...”

Aku menangis. Kak Riko semkain memelukku erat.

“Blew, tadi itu Allan nyoba masakan barunya. Dia maksa aku nyicip tapi aku tak mau. Aku menolak. Karena gerah akhirnya aku mau menerima satu suapan. Dan tepat satu suapan itu masuk ke mulutku, kamu datang. Akubingung saat itu. Tapi aku pantas menerima kalau kamu marah...”

“Aku yang terlalu sensitif kak..” balasku.
“Kamu ga perlu mikir gitu, paling ga aku semakin yakin. Dan ini buat kita makin sayang satu sama lain”
“...”
“Jangan nangis lagi ya Blew, aku ga tahan liat kamu nangis.”

Aku memeluk dia erat-erat seolah tak ingin melepaskannya.


Your eyes whispered “have we met?”
Across the room, your shillouettes starts to make its way to me
The playful conversation starts
Counter all quick remarks like passing notes in secrecy

And it was enchanting to meet you...
I was enchanted to met you....
(Taylor Swift – Enchanted)



to be continued



next chapter
 

0 comments:

Post a Comment