DISCLAIMER:

This story is a work of fiction. Any resemblance to any person, place, or written works are purely coincidental. The author retains all rights to the work, and requests that in any use of this material that my rights are respected. Please do not copy or use this story in any manner without author's permission.

The story contains male to male love and some male to male sex scenes. You've found this blog like the rest of the readers so the assumption is that material of this nature does not offend you. If it does, or it is illegal for you to view this content for whatever the reason, please leave the page or continue your blog walking or blog passing or whatever it is called.



Negeri Dibalik Awan - Chapter 9

Chapter 9
by Ajiseno



Pagi ini sungguh lain suasananya di desa ini
Suasana pesta…suasana gembira…
Mirip suasana hari raya

Jalan desa di tutup
Kanan kiri jalan kini penuh dengan warung-warung tenda dadakan
Semua barang jualan yang biasanya susah didapatkan di desa ini, sekarang bermunculan
Kata teguh…sebagian besar pedagang dari luar daerah
Hmmm…ada bakso, mie ayam, buah-buahan, mainan anak-anak, pakaian bekas…semuanya ada.
Kuhirup aroma bakso dan mie ayam di sepanjang jalan, akhhhh…jadi kangen makan bakso setelah beberapa hari tidak menemukan pedagang bakso.

Aku berjalan menyusuri jalan desa dengan serombongan penduduk
Hampir semua penduduk pagi ini menuju ke arah lapangan punden
Semua rumah kosong, tinggal hansip yang berjalan kesana kemari menjaga keamanan
Pagi ini semua penduduk desa akan merayakan nyadran
Semua kearah lapangan
Semua memakai pakaian yang terbaik yang mereka miliki
Yang laki-laki memakai sarung dan bagian atasnya batik warna warni
Hampir semua motif batik disini adalah motif batik pekalongan yang cerah
Dan yang perempuan berkebaya, berkerudung dan berjalan pelan
Anak-anak kecil berlari kesana kemari, penuh keriangan dan tawa
Akupun sepertinya larut dalam kegembiraan yang sulit untuk sekedar aku lukiskan

Hampir semua bapak-bapak memanggul ‘tenong’ yang di dalamnya berisi makanan yang mungkin nantinya akan digunakan untuk upacara
Aku berjalan ikut dengan keluarga pak sujar dan keluarga nya teguh
Berkali-kali aku menawarkan diri untuk sekedar memanggul tenong, tapi pak sujar menolaknya katanya terlalu berat untuk kubawa
Yahhh…aku akhirnya Cuma berjalan beriringan dengan teguh berjalan , sesekali teguh membopong adiknya yang masih kecil yang kadang tersandung batu.
Ibu-ibu menggendong bakul besar berisi nasi bucu, nasi bucu iru sebenarnya tumpeng lancip yang memang dibuat utuh dari kukusannya jadi menjadi lancip
Dibagian bawah tumpengnya melingkar telur ayam rebus

Mendekati lapangan, jalan kecil menjadi begitu sesak dengan orang yang menyemut masuk ke lapangan tempat upacara
Dan ini lapangan yang kemaren…hmmm…sudah berubah.
Lapangan yang begitu besar kini di tengahnya berdiri tenda besar beratap seng, lebar dan luas
Dibagian ujung berdiri panggung besar…panggung ini tidak begitu tinggi
Ada gamelan disana
Dan dibelakang setiap alat gamelan ada beberapa lelaki berpakaian adat jawa

Suara gamelan pelan mengalun mengiringi langkah kaki penduduk
Akupun berjalan merinding seiring dengan alunan gamelan, seperti masuk ke keraton jaman dulu
Beberapa pemuda dengan pakaian seragam panitia mengatur tempat duduk penduduk

Setiap keluarga duduk menjadi satu, membentuk gerumbulan-gerumbulan kecil
Tenong dan nasi tumpeng diletakkan di depan masing masing membentuk senuah barisan tenong dan tumpeng
Suara gamelan dan suara sinden menyanyikan gendhing jowo terdengar syahdu diantara keriuhan penduduk

Aku duduk disisi pak sujar
Akupun memakai sarung dan peci, karena semuanya juga begitu.
Disampingku lagi ada teguh dan keluarganya

Tenongpun pelan dibuka pak sujar
Dan aku melongoknya
Ada empat piring sayur…sayur kentang, mie goreng, opor ayam dan sambel goreng ati ayam, lauknya ada rempeyek, tumpi, tempe bacem, ayam goreng dan serundeng
Dan….kulihat semua menunya sama
Kayaknya ini memang menu khusus untuk acara nyadran.

Ketika semua lengkap acara dimulai
Seketika gendhing jowo yang tadi berkumandang sekarang terhenti
Pak lurah dengan pakaian adat jawa lengkap naik ke atas panggung
Tubuhnya yang kecil dengan blangkon keris dan beskap nampak berwibawa
Istrinya memakai apakaian adat jawa juga ikut keatas panggung
Disusul beberapa sesepuh desa yang juga berpakaian adat jawa lengkap
Semua berdiri menghadap kearah warga
Dan seketika semua hening, kecuali terdengar suara anak kecil yang riuh kesana kemari

Pak lurah mulai pidato
Dibelakangnya berjajar sesepuh yang semua berpakaian jawa lengkap
Disisinya berdiri sopan bu lurah

Isi pidatonya pada intinya, rasa terima kasihnya pada Yang Maha Pencipta yang telah menganugerahkan alam desa ini yang begitu subur dan makmur
Beliau juga menghimbau kepada warga desanya untuk tetap menjaga kelestarian alam ini demi kelangsungan hidup anak cucu
Selanjutnya di akhir pidato beliau menghaturkan rasa terima kasih kepada kyai Surogati sang pendiri pertama desa ini.
Dan upacara nyadran ini khusus untuk mendoakan arwah para pendiri dan semua leluhur desa ini yang telah wafat agar di terima di tempat yang terbaik disisiNya.

Pidato di tutup
Dan semua warga di mohon berdiri
Gendhing jawa kembali mengalun diiringi suara gamelan
Suasana begitu khusuknya
Dan dari balik tirai muncullah gunungan berisi semua hasil bumi
Disana ada jagung, pisang, nanas semua buah, dan semua sayuran yang dibentuk menjadi gunungan yang indah
Ada dua gunungan yang satu besar tinggi dan lancip
Dan yang satu berbentuk agak bulat besar, berisi semua makanan yang telah matang
Mirip sekatenan di jogja

Suara gendhing jawa mengalun
Dan gununganpun berjalan pelan kearah punden
(punden=makam pendiri desa)
Semua warga menatap kearah gunungan yang pelan naik mendaki bagian atas bukit punden.
Pak lurah dan seluruh punggawa mengikutinya dibelakangnya
Dan seluruh lelaki di desa ini dimohon untuk ikut ke atas
Akupun berjalan pelan mengikutinya

Ternyata diluar perkiraanku
Punden yang kukira hanya kuburan kuno yang kecil ternyata besar
Dan didepannya ada lapangan kecil yang digelari karpet
Kami semua duduk bersila didepannya
Menghadap kearah punden
Gununganpun di letakkan tepat di depan makam yang dinaungi oleh bangunan berbentuk joglo kecil.

Selanjutnya diadakan tahlilan oleh seluruh warga yang dipimpin oleh seorang pemuka agama.
Semua memanjatkan doa dengan begitu semangat dan khusyu’

Semua tahapan acara selesai
Kami kembali turun
Kembali duduk bersila bersama keluarga
Hmmm…makan bersama diiringi suara gamelan dan lagu-lagu jowo yang mengalun pelan dan indah

Beberapa pemuda hilir mudik membawa bakul dan panci
Mereka mendekati tenong setiap warga
Mengambil sayur, lauk dan nasi
Semua sayur yang sama dijadikan satu dan lauknya juga dijadikan Satu

“guh..untuk apa?” tanyaku penasaran
“ohhh…itu yang diambil nanti dikumpulkan dan di berikan ke warga miskin, janda-janda dan anak-anak yatim piatu yang tidak dapat mengikuti nyadran”
“ohhh”
Dalam hati aku bersyukur di tengah-tengah warga yang memiliki solidaritas yang tinggi

Selanjutnya kami makan dengan lahapnya
Mungkin karena makan bersama keluarga se desa
Mungkin karena makan diringi alunan gamelan jawa
Dan mungkin makan sambil melihat senyum dan wajah warga yang bersinar ceria

Dan kami menoleh
Ada suara keributan disamping kami
Suara warga berebut gunungan yang baru saja turun dan telah didoakan di depan punden
Aku Cuma tersenyum
“guh kamu nggak ikut berebut?”
Teguh menggeleng sambil terus makan

Kembali aku menghela nafas
Aku kembali bersyukur ada di desa ini walau tak lama

waktu makan yang riuh telah selesai
aku senang dengan keadaan ini
aku senang melihat wajah-wajah ceria terpancar dari setiap orang yang hadir disini

dan tiba-tiba alunan gamelan kembali mengalin
lembut
dan setiap ketukkan suaranaya menyentuh sampai dasar relung jiwa yang mendengarnya

aku terdiam
benar-benar terhanyut oleh alunan gamelan yang mengalun pelan
dan tiba-tiba suara gamelan menjadi lebih lepat
semua wajah menoleh ke arah panggung
akupun demikian.....

dari balik panggung muncullah empat penari lengger
mereka bersanggul dan selendang warna warni berkibar seiring angin yang bertiup
lekukan tubuh para penari begitu menggoda
beberapa pemuda langsung bersiul-siul menggodanya sambil bertepeuk tangan

mirip penari jaipong
hanya saja gerakan penari disini lebih halus
beberapa penonton berdiri mendekat tiba-tiba
suasana menjadi begitu riuhnya

akupun ikut berdiri sekedar ingin tahu apa yang terjadi
"guh...ada apa nih?" tanyaku penasaran
"hmmm...acara tiban sampur mas"
"apaan tuh?"

kulihat teguh masih lurus memandang para penari
dia tersenyum lebar
tiba-tiba suara jeritan dan tepuk tangan bergemuruh
ternyata ada bapak-bapak yang di kalungi selendang penari dan diseret pelan ke tengah lapangan

"mass...siapapun yang dikalungi selendang wajib menari dengan penari"
"ohhh...siapa saja?"
"ya"
"termasuk aku?"tanyaku kaget
teguh menoleh ke arahku...
dia tersenyum misterius

"ya..."
"hahh, nggak!...jangan sampai ya aku menari kayak gitu di tengah lapangan"
"hihihi....tau nggak, mas aji ini tamu, kalau tamu pasti ketiban sampur, hehehehe"
"hahh...nggak ah..."

tiba-tiba kulihat salah seorang penari masuk ke area penonton
menerobos diiringi riuh rendah suara warga
gerakannya terus menari sambil membawa sampur (selendang)
senyum terus menghias bibirnya
beberapa pemuda desa membungkuk-bungkuk ingin diberi sampur
aku cuma berdiri disamping teguh yang terus tertawa geli

dan....
sekarang aku baru sadar...
langkah penari ke arahku
yahhh...ke arahku dan teguh
hahhh.....semakin mendekat

aku nggak mau menari
aku nggak mau jadi tontonan warga

hanya ada satu cara menyelamatkan diri
yahhh...cuma satu cara
KABURRRR......

"udah guh...aku mau pulang dulu"
aku langsung bergerak, balik badan dan setengah berlari menjauh

kudengar sayup-sayup suara memanggilku
"hei...hei...jangan lari, heyy....."suara warga
aku tak peduli lagi
kudengar lagi suara teguh memanggilku
aku menoleh
kulihat teguh di kalungi selendang
aku tertawa lebar sambil melambaikan tangan

aku harus pulang
aku ngak mungkin melihat tontonan yang mirip perpeloncoan

pelan berjalan akeluar dari lapangan
dan kulihat sosok yang begitu kukenal di sudut jalan
berjaket hitam
duduk diatas sepeda motornya
aku sangat mengenalnya
dia masih seperti biasanya
merokok

kudekati...
wajahnya semakin ganteng terterpa sinar mentari pagi
"gungg...." suaraku setengah berteriak
aku mendekat hingga kulihat jelas tubuhnya
"kok ngga masuk?"
"males" dia masih seperti biasanya...cuek
"asyik lho di dalam" aku berusaha mencairkan suasana
"apaan...tontonan orang=orang bodoh gitu dibilang asyik"
"lah terus kamu ngapain disini?"
dia menoleh
tatapan matanya tajam menusukku
"nunggu kamu"
"apa?"
dia diam
"aku kan nggak minta di tungguin?"
dia diam cuma menatap tajam mataku

aku menyerah...
"ayoooo!"
"apaan"
"naik!"
"hah"
dia menstarter sepeda motornya
suaranya sedikit mengeras
"naik!" suaranya keras
aku sekali lagi menyerah
pelan kuangkat kaki dan menaiki sepeda motornya
kupegang jaketnya dan pinggangnya
dan bau maskulinnya kembali kurasakanan menerpa indera penciumanku
akhh....inilah yang kusuka dari agung
bau badannya....

pelan speda motornya bergerak
"mas ajiii....." aku menoleh
kulihat teguh berdiri terpaku di ujung jalan
aku cuma bisa melambaikan tangan memandangnya dan tertawa lebar
tawa yang kubuat
agar teguh yak mengkhawatirkan kepergianku dengan agung
masih sempat kulihat
teguh masih terpaku....

Tiba-tiba agung menghentikan sepeda motornya
“mau kemana?” tanyanya
“hmmm…pulang dulu saja, aku mau ganti pakaian”
Dia terdiam dan langsung menjalankan sepeda motornya menuju rumah pak sujar
Kami menyusuri jalanan desa yang begitu sepinya
Pusat keramaian desa saat ini berada di lapangan punden


“masuk gung, masuk kamarku saja…”ajakku ketika aku memasuki rumah pak sujar
Suasana rumah masih begitu remang
Seluruh jendela tertutup
Sepi…….
Semua penghuni berada di lapangan saat ini

Agung berjalan pelan mengikutiku
Kuhidupkan saklar lampu kamar
Kulihat matanya menjelajah seisi ruangan kamarku
Aku paham, ini pertama kalinya agung masuk ke kamarku

Dia duduk ditepi ranjang pelan dan dengan cuek membaringkan tubuhnya di ranjang dengan kaki yang menjuntai ke lantai
Aku meliriknya
Dia cuek….
Ini merupakan pemandangan yang luarbiasa menggoda…
Aku tak tahan untuk melihat seluruh tubuhnya

Agung melirikku
Tiba-tiba ada kegugupan muncul di benakku
Dan dia mengetauhinya
“napa liat-liat?” tanyanya tegas
Entahlah aku begitu gugup
“hmmm….baiknya kamu ganti kaos saja deh” uhhh tiba-tiba hanya itu yang keluar dalri mulutku
Kulihat di balik jaketnya agung memakai baju kotak-kotak biru lengan pendek…formil

“emang napa harus ganti?”
Aku berusaha tersenyum
Entahlah…mataku tak bisa lepas dari gundukan di selangkangannya yang begitu menonjol
Uhhh…dia seperti pamer
“hari ini kita akan melakukan perjalanan lumayan jauh, takutnya pakaianmu entar kotor lho, tuh di lemari banyak kaos, pakai aja, aku juga mo makai kaos kok”
“ohhh…gitu ya…”
Dia bangkit….
Aku duduk mengamatinya

Dia mulai membuka lemari
Dengan cuek mengambil kaos kemudian di rentangkan di dadanya untuk mengukur muat tidaknya
Dia mengambil kaos putih

“terserah gung, kamu mau pakai yang mana, pilih aja yang lumayan gede”
Dia masih diam dan terus mengaduk-aduk isi lemari
Akhirnya ada kaos putih yang lumayan besar

Pelan di copotnya jaket
Dilemparkan ke ranjang
Seperti gerakan slow motion dihadapanku
Jari jemarinya membuka kancing bajunya
Urut dari atas
Dan pelan dadanya mulai terlihat
Kulitnya putih
Kencang
Putingnya keras menyeruak
Turun dan terus turun…………
Akhirnya setelah semua kancing bajunya lepas
Dilepaskannya seluruh bajunya

Adegan ini di depan mataku langsung
Aku tak boleh menyia-nyiakannya
Andai boleh…adegan ini mungkin akan kurekam
Akan kulihat hasil rekaman setiap saat

Bajunya lepas…………
Dia mengangkat lengannya untuk melepas ujung bajunya
Bulu ketiaknya lebat menyeruak hitam
Pangkal lengannya kenyal besar
Perutnya luar biasa ……sixpack alami
Uhhh…ingin sekali aku sekedar meraba atau memegangnya
Agung memang mempunyai fisik sempurna
Tingginya diatas 185 cm, lengan kekar dan kuat, dada bidang, putingnya kecoklatan sexy
Wajahnya sangat tampan…
Pantaslah dia di panggil petruk
Karena hidungnya begitu mancungnya
Garis wajahnya keras dan sangat maskulin

Sekali lagi…disaat dia tidak berbaju seperti ini aku ingin sekedar menyentuhnya
Butuh mental….
Butuh keberanian
Tapi kesempatan tidak datang dua kali

Aku berdiri mendekat
Dan dengan perasaan campur aduk kuulurkan cepat telapak tanganku meraba perutnya…
Kenyal..
Kencang…
Padat…
Tak ada sedikitpun lemak tersisa di sana
Agung menatapku
Sorot matanya seperti biasa…
Tajam menghujam

“ngapain?” tanyanya cuek
Aku bingung memberi alasan
“aku pengin punya perut kayak kamu…”hanya itu saja alasan yang keluar dari mulutku
Dia mendengus pelan
“emangnya napa?”

Aku juga cuek
Tenganku pelan merambat keatas
Mengusap pelan buah dadanya yang keras
Sangat keras
Dan kuremas pelan
“aku juga pengin punya dada seperti kamu”
Itulah kata yang keluar dari mulutku
Telapak tanganku terhenti
Tepat di puting susunya yang keras tegak dan kecoklatan
Anganku seperti tersihir…
Melayang pelan entah ke mana

Tiba-tiba agung mencengkeram lenganku
Seketika gerakan telapak tanganku di dadanya terhenti
“udah ah, kamu berlebihan!”dia berkata dengan sedikit keras
Matanya menatap tajam pada lenganku
Aku Cuma tersenyum

Akhirnya dengan penuh kerelaan telapak tanganku lepas juga dari dadanya
Aku mengambil nafas pelan
“kamu kok nggak percaya gung, kamu tuh punya badan bagus lho, nggak percaya?”
Agung Cuma menatapku sambil diam

“nihh…perut kamu rata banget, kenceng lagi”
Ujarku sambil sekali lagi meraba perutnya
Wajahnya tiba-tiba menunduk memandang perutnya
“gung, beda banget dengan perutku…nih liat”
Aku mengangkat sedikit ujung bajuku sambil memperlihatkan perutku yang walaupun tidak gendut tapi beda banget dengan perutnya agung
Sejenak kulihat mata agung memandang perutku
Alis matanya mengeryit
“sama saja kok” ujarnya
“beda lah, perutku kendur, nggak kenceng kayak punyamu”
Sekali lagi aku menepuk-nepuk perutnya

“dada kamu juga bagus, heran ya…kamu seperti sering fitnes gitu”
Dia tersenyum
Sekarang kupegang lengannya
Kokoh sekali
Otot-ototnya walaupun tak begitu menonjol tapi terlihat menjalar di sekujur pangkal lengannya
Kupegang …besar hingga telapak tanganku tak dapat mencakup pangkal lengannya
“wahhhh…wooww keren, lenganmu juga keren nih”

Sebenarnya seluruh aksiku tak lain hanyalah menuruti keinginanku untuk memegang-megang bagian-bagian tubuhnya tanpa menimbulkan kecurigaan darinya
Aku benar-benar menikmatinya
Dan…kulihat agung sama sekali tak curiga kupegang-pegang tubuhnya

Seluruh tubuhnya sangat tidak kuduga sedemikian sexy
Aku benar-benar terpana
Kemaren aku hanya melihat badannya di balik balutan jaketnya, jadi baru sekarang terpampang jelas di depan mataku
Ini jelas sebuah tubuh yang terbentuk teratur
Seperti hasil dari latihan yang bersifat rutin
Aku rasa ini bukan tubuh ‘kuli’
Ini tubuh olahragawan
Atau…lebih tepatnya tubuh seorang yang sering latihan…
Dalam hati aku menduga-duga
Mungkin agung sering maen sepak bola?
Tenis?
Jogging?
Akhh…semua itu rasanya nggak mungkin
Aku lom pernah lihat agung main atau membicarakan olah raga
Atau…..
Mungkinkah agung sering fitness?
Ohhhh…aku baru sadar, benar tubuh ini benar-benar terbentuk dari olahan fitnes

“gung…kamu sering fitnes ya?”
Dia memandangku sesaat
Tapi kemudian dia kembali seperti biasanya
Cuek!
Kedua lengannya keatas dengan tujuan mau memakai kaos
Ketiaknya tepat di depan mukaku
Sebuah ketiak yang sexy
Berambut lebat dan rapi tersembunyi dibalik ujung lengannya yang kokoh

Ohhh anganku langsung ke mana-mana
“iya!”
Tiba-tiba dia menjawab
Aku mendongak kaget dengan jawabannya walaupun sebenarnya ini jawaban wajar mengingat tubuhnya yang sempurna

Perlahan kaos putihku menyusup memasuki kepala, leher dan cepat terpasang ketat di badannya
Dada dan putingnya begitu menonjol terlihat
Aku rasanya tak sabar ingin memeluknya
Kaos ini begitu ketat menempel di tubuhnya, maklum ini kaosku pastilah kekecilan di tubuhnya

“sejak kapan kamu fitnes?’
“hmmm sekitar dua bulan ini”
“woww…”
“napa?”
“baru dua bulan tubuhmu dah sebagus ini”
“aku nggak fitnes kok, tapi jadi pelatih, jadi kalau pas senggang aku baru fitnes, gratis”
“ohhh…kamu pelatih fitnes? Di mana? Ajarin aku fitnes ya”
“hehehe…di kota lah, tapi seminggu aku Cuma melatih tiga kali saja kok, itu tempat fitnes milik temanku kok, iya lah…kapan-kapan kamu kuajak fitnes”
Aku terseumnyum sambil mengguman…’makasih’

Aku sedikit memutar
Mengamati pantatnya yang bulat dan kenyal dibalik balutan celana jeansnya
Kutepuk-tepuk pantatnya dan sedikit kuremas
Agung sedkit menggelinjang akibat remasan pelanku
“woww…bokongmu juga bagus gung, jadi pengin nih”
“pengin apa?”
aku kaget dengan kalimat kepengen akibat keceplosan
“ya…ya …pengin lah, pengin punya bokong kayak kamu, fitnes juga ya…?”
Kulihat dia mengangguk

Aku masih menepuk-nepuk pantatnya
Kenyal dan tentu sensasional jika meremasnya pelan
Kulihat agung masih tak curiga

Tiba-tiba aku teringat sesuatu…
Yahhh…bokong ini mirip punya pacarku
Benar ini bokongnya hendra
Mirip
Kenyal, padat dan sexy
Cuma pantat hendra berbalut seragam

Akh…tiba-tiba aku ingat hendra
Sudah tiga bulanan aku nggak ketemu dia
Tiba-tiba wjahnya memenuhi memori otakku
Ohhh…hendra…aku kangen kamu
Kangen senyummu
Kangen ciumanmu….
Kangen pelukanku
Sayangnya dia seperti hilang di telan bumi
Tak ada kabar
Dan yang kutahu dia di batam sana
Mungkin juga sedang merindukanku
Dan mungkin juga seperti aku…sedang mati-matian menahan setiap godaan yang datang
Yahhh…agung adalah godaan terhadap kesetiaanku padanya…

“ji..!, buka baju kamu!”perintahnya tegas
Aku kaget sambil bengong
“hahh…apa?”
Aku masih belum mengerti dengan ucapannya
“buka..!, aku mau lihat!” ulangnya
Kulihat wajah agung, dia serius tidak main-main
Sorot mata seperti biasa terpancar, tidak ada ketidak seriusan disana

“nggak ahh” aku masih belum mengerti dengan perintahnya
“ayoo…cepat buka baju kamu”

Duh orang satu ini kalau punya keinginan harus …ya harus
Aku menurut saja
Pelan kubuka satu persatu kancing bajuku
Ahhh…entahlah ada rasa sungkan membuka baju di depan agung
Uhhh…walau aku tadi sempat bermain-main dengan tubuhnya
Atau….
Mungkin agung dendam dengan perbuatanku tadi ya..??
Mungkin dia ingin memeperlakukan apa yang tadi aku lakukan kepadanya
Yahhh…jika itu yang agung inginkan tentu aku dengan senang hati menerimanya..

Akhirnya lepas juga bajuku
“kaos singletnya juga”
“hahh…kamu ngapain sih gung?”
“udahhh jangan banyak tanya lah” nadanya agak meninggi

Akhirnya kubuka juga kaos singletku
Tinggal celana panjang yang masih kupakai
Matanya terus mengamati tubuhku
Entahlah aku jadi semakin risih dilihat agung dengan sedemikian cermat
Kikuk
Dan sedikit rasa malu…
Malu dengan tubuhku yang jauh dari sempurna dibanding dengan tubuhnya

“celanamu juga ji”
“apa..????”
“cepat lah, celanamu juga dibuka, aku mau liat”
“hahhhh…!!!”
Matanya tiba-tiba melotot
“waduhhhh…kamu ini kayak cewek saja, pake sungkan segala, cepatlah buka!”
“kamu mau…” ujarku bingung
“udahlahhh cepetan aku mau lihat”

Uhhh…agung yang tidak sabaran
Pantesan istrinya nggak betah ma dia
Pelan kubuka celana panjangku
Baru kusadari aku nggak pakai celana kolor
Aku hanya pakai celana dalam saja
Risih…
Ini sangat beda dengan ketika harus bertelanjang ramai-ramai di pancuran sambil mandi

Aku berdiri dengan hanya celana dalam saja
Dingin…
Bukan dingin karena udara yang menerpa, dingin karena perasaan risih, sungkan dan malu di perhatikan agung dengan begitu cermatnya

Pelan agung melangkah mendekatiku
Berjalan pelan mengitariku
Mengitari tubuh yag berdiri kikuk karena penuh tanya dengan apa yang akan diperbuatnya denganku

Tiba-tiba jari-jarinya meraba pelan perutku
Dan pelan meremasnya
Seperti apa yang tadi aku lakukan kepadanya
“auwww” aku setengah berteriak karena geli
Agung Cuma tersenyum

“tanganmu coba diangkat! Tangan mengepal, alirkan energimu di kepalan tangan!” perintahnya
Aku patuh..
Kuangkat tangan dan kukerahkan energiku ke arah tangan
Aku sedikit melirik
Pangkal lenganku menggelembung walaupun tak begitu besar sebesar lengan agung

Pelan kurasakan telapak tangan agung meremas pangkal lenganku
Meremas pelan
Akhhh…entahlah aku begitu sensitif saat ini
Setiap sentuhan maupun remasan di kulitku begitu nikmat kurasakan

Tinggi kamu berapa ji?”
“176’
“berat?”
“64’
“hmmmm…sebenarnya berat kamu dah ideal, tapi semua bagian tubuhnya nggak ada yang kenceng, kamu pasti nggak pernah olahraga ya?”
“ya” jawabku polos
“pantesan, perutmu kendor, walau nggak gendut, otot lenganmu hampir nggak ada”
“terus?”
“mungkin memang kamu perlu fitnes ji, besok kalau ke semarang kamu fitnes saja”
“ohhh”

Sekarang aku baru nyadar
Agung ingin melihat tubuhku hanya ingin melihat perlu tidaknya aku fitnes

“coba menghadap ke sana ji!”
Aku patuh, berbalik membelakagi agung
Kurasakan dia berjongkok di belakangku
Dan….
Dipelorotkan celana dalamku sedikit
Hahh…???
Dan….
Di remasnya bokongku, agak keras remasannya hingga aku menggelinjang kencang
Ada darah berdesir yang susah aku gambarkan ketika dia meremas

“hehehehe”
“kok ketawa?”
Aku menoleh dan kulihat agung jongkok sambil meremas-remas bokongku sambil terkekeh
“uhhh…jangan menghina oiii…”

“jii…”
“ya…apa?”
“ini nih, bokong paling tepos yang pernah kulihat, hahahaha”
Aku mendelik kaget
“kurang ajarrr…” aku mendesis
“benar…bokong kamu tuh tepos banget, kayak orang keseringan ngentot!”
“dasar….enak aja!”
Mulutku sedikit manyun
Kunaikkan kembali celana dalamku yang tadi sempat di pelorotkan oleh agung

“serius…aku serius, bokong kamu tepos”
“uhhh…lha terus napa? Emang dari sononya gini kok” ujarku sedikit tersinggung
“ya enggak lah…maksudku kamu bisa membuat bokong kamu kenceng dengan fitnes, ada alatnya kok”
“yang benar gung?”
Agung mengangguk
“nanti kalau ada waktu kita mampir ke tempat fitnesku, kutunjukkan alat-alat fitnes yang sesuai dengan tubuh kamu”
“ohhh gitu ya”

“sekarang kamu duduk ji”
Kembali aku nurut saja
“rileks ya…”
Aku duduk
Kakiku kubuat serileks mungkin walau susah

Tiba-tiba agung berjongkok
Didepanku…di depan selangkanganku, wajahnya tepat di depan celana dalamku
“kamu mau apa gung?”
“buka kaki kamu!”
Aku nurut lagi, kubuka kakiku
Dan pelan kepala agung semakin masuk disela-sela kedua kakiku
Posisinya mirip posisi sex, mengoral pasangan
Aku semakin kikuk
Kurasakan nafasnya meniup-niup selangkanganku
Dan…
Tangannya pelan mengusap ujung paha bagian bawah
Dan mengoyang-goyangkan bagian bawah pahaku
Darahku semakin berdesir aneh

“gung….kamu ngapain, uhhh tuh aku jadi terangsang neh..?”
Wajahnya mendongak
“hahahaha…dasar, di giniin saja sudah terangsang kayak perawan saja!”
Agung kembali menggoyang-goyagkan bagian bawah pahaku
Ini bagian sensitifku
Dan…
Kurasakan ada yang menggeliat pelan dibalik celana dalamku…


“mau kemana nih?” tanya agung disela deru mesin sepeda motornya
Aku setengah berlari dari dalam rumah menghampirinya
Agung nampak begitu gagah dengan jaket kulit hitamnya dan kaos putih di dalamnya
Akupun pakai kaos berkerah dan jaket tipis
Helm telah terpasang..
Semua telah siap, tinggal berangkat..

“nih” aku menyerahkan alamat yang telah kutulis lengkap dengan namanya
Agung mengangguk…
Dan aku melangkahkan kaki memboceng sepedanya

Sulit untuk kulukiskan…..
Tapi yang jelas membonceng sepeda motornya agung kurasakan begitu nyamannya
Tak tahulah…
Mungkin karena aku begitu terpesona dengan fisiknya
Atau mungkin cara mengendarainya yang begitu mantap

Dan satu hal yang menyenangkan ketika membonceng agung
Aroma badannya….
Entahlah, aku yakin agung tak memakai parfum
Tapi aroma maskulinnya sulit untuk kulukiskan
Aroma yang membikin jiwaku begitu tenteram
Aroma yang mempunyai ciri khas tersendiri
Aroma yang tidak dimiliki oleh lelaki manapun
Aroma ini seperti parfum alami….
Dan inilah salah satu kelebihan agung dibanding yang lain disamping fisiknya yang sempurna
Wajahku selalu kutempelkan ke punggungnya untuk sekedar menghirup dalam-dalam aroma tubuhnya
Aku suka…
Aku tak inigin melepaskan diri darinya

Dan sesekali kupegang pinggangnya yang kencang
Atau kuraba pahanya dari belakang
Dan…
Yang pasti membonceng agung begitu menyenangkan
Tak terasa lagi jalan berkelok terjal yang kulalui
Tak terasa…
Dan aku rasnya tak ingin saat ini berakhir
Wajahnya bulat, tubuhnya pendek, tambun dan berkulit hitam…
Sekilas wajahnya sangar tapi setelah dia tersenyum hilang sudah kesan seremnya beliau
Dialah pak darto…
Pengusaha pasir lokal

Tergopoh-gopoh beliau keluar dari ruang belakang
Tadi pembantunya yang memberitahu kalau aku datang
Dia tertawa lebar melihat kedatanganku
Keramahan khas orang jawa

“wahhh..pak aji to? Giaman kabarnya pak aji?”
Akupun tersenyum…
Agung duduk disampingku hanya diam dan bermain dengan rokok yang masih mengepul
“baik pak”
Aku berdiri sedikit membungkuk menyalaminya
Agung seperti biasa, masih duduk dan dengan ogah-ogahan menerima uluran tangan pak darto
Pak darto sekilas mamandang agung dengan seksama
“iki petruk to?” tanyanya heran
Agung Cuma terkekeh keras
Aku melongo
Ternyata agung telah mengenal pak darto…

“oalahhh…kampret! Tak kirain pegawai darimana, ternyata petruk to, hehehehe”
“hehehehe”agung Cuma terkekeh kembali sambil melirik pak darto
“lho pak darto sudah kenal to?”
“la iyalah….teman maen dulu sih, tapi sudah lama nggak ketemu lagi”
“ohhh…”

Pak darto langung duduk disamping agung, menepuk-nepuk pundaknya
“piye kabare sampeyan?” tanyanya pada agung
“ya gini lah…”jawab agung sekenanya sambil menghisap rokok cuek

Aku gembira
Dalam hati aku tidak sia-sia memperkerjakan agung
Agung selain sudah mengenal medan daerah sini ternyata pergaulannya lumayan luas hingga sudah begitu banyak mengenal orang daerah sini

“pak darto, gimana kira-kira persediaan pasirnya pak?”
Pak darto memandangku
“ohhh beres pak aji, pokoknya sudah terpenuhi, kami siap kapan saja”
Aku menghela nafas pelan
Lega rasanya….

“hmmm…gni pak, mungkin mulai besok pagi kami sudah akan memngangkut pasir”
“ohh…beres kalau gitu”

Selanjutnya kami terlibat obrolan santai
Agungpun ikut ngobrol juga
Tak teasa satu jam berlalu dan aku pamit menuju lokasi berikutnya


“kemana lagi ini?”
Kutepuk punggungnya
“nih..” kuberikan alamat berikutnya
“ohhh…ini daerah bawah yo, siapa sih orang ini?”
“temen” jawabku singkat

Hampir satu jam perjalanan
Melewati satu kota kecil yang lumayan semrawut dan ramai

Akhirnya sampai juga di rumah yang dituju
Sebuah rumah kuno
Penghuni rumah keluar mendengar mesin sepeda motot
Seorang wanita setengah baya dipintu
Aku nahu dulu waktu wanita ini muda, pasti cantik
Ini terlihat dari sisa-sisa kecantikan yang masih terpancar di wajahnya
Dia memakai kebaya
Dan bibirnya selalu tersungging senyum

“monggo mas…..”
“nggih bu”
Kamipun duduk
“maaf bu, danang ada bu?”
Ibu itu tersenyum
“Bentar yo, tadi katanya mau ngelatih main sepakbola di lapangan”

Ibunya danang pelan kembali masuk
Dan….setengah jam berlalu
Akhirnya kudengar suara kaki berlari di luar
Aku berdiri menuju pintu…
Kulihat danang tertawa lebar melihat kedatanganku
Dia tidak memakai kaos
Telanjang dada
Kaosnya disampirkan dipundak
Tangannya menenteng bola
Dan tubuhnya berkilat terterpa sinar matahari
Keringat keluar deras mengalir terlihat didada dan perutnya
Wajahnya masih berjerawat
Tapi tetap saja tak mengurangi sedikitpun manis wajahnya
Selama ini aku berfikir perpaduan agung dan teguh disisiku adalah kesempurnaan
Agung mempunyai fisik yang sempurna
Dan teguh mempunyai kelembutan hati, senyuman yang menawan dan kepolosan seorang remaja
Perpaduan yang sempurna
Masing masing mempunyai kelebihan dihatiku

Dan….danang selama ini kuanggap sebagai remaja biasa saja
Dia sangat baik hati…
Dan secara fisik juga nggak terlalu cakep
Dia mampu mengorbankan apa saja demi seorang sahabat
Dan aku bersyukur punya teman dia

Tapi….
Kini semua anggapanku tentang danang berubah
Selama ini aku selalu melihatnya berpakaian rapi
Selama ini aku melihatnya sebagai remaja sederhana
Tapi kini aku terpana padanya

Dia tidak memakai baju
Hanya celana kolor yang dipakai sedikit tertarik kebawah menampilkan lekukan bawahnya
Tulang pinggangnya menonjol sexy
Dan…badannya sangat atletis
Walau agak kurang berisi, tapi untuk ukuran usianya sudah luar biasa

Yang membikin aku tak dapat berkata-kata adalah keringatnya…
Yah keringatnya….
Tubuhnya penuh keringat
Mengalir membentuk galur-galur kecil disekujur tubuhnya
Dan keringat inilah yang membuat dadanya berkilat terkena sinar matahari
Sexy…
Aromanya juga begitu menyeruak…khas…

Sambil tersenyum dia lari kearahku
Tangannya langsung terulur
Lengannya kokoh
Lengan dan kaki yang terbentuk dari aktifitas olah raga

Kusalami dia sambil tersenyum lebar
“ohhhh…mas aji ini, kesini kok nggak ngabari dulu to…ayooo…ayooo silakan duduk mas” suaranya langsung memenuhi ruangan
Akupun terduduk berhadapan dengannya
Sesekali danang mengusap keringat di lehernya memakai kaos yang tersampir di pundakknya
Secepat kilat ketiakknya terpampang jelas di depanku
Bulu-bulunya masih tipis …hitam
Dan tetep saja aku suka…

“hehehe…Cuma mampir saja kok nang…tadi ngecek persiapan pengiriman bahan proyek…oh ya…kenalin, ini asistenku…namanya agung…gung ini danang temenku…”
Keduanya bersalaman sambil menyebut nama
Tadi agung sempat sedikit melotot kusebut dia sebagai asistenku
Dalam hati aku tertawa geli

Ibunya danang tiba-tiba keluar dengan tiga gela teh manis dan sepiring bakwan
Woww…
“duh maaf mas, minumnya baru saja kubuatin”
“ohhh nggak apa-apa bu, justru saya yang harusnya minta maaf karena telah merepotkan ibu..”ujarku basa-basi
“ohhh nggak merepotkan kok, monggo mas silakan diminum

Tiba-tiba ibunya danang berdiri menatap danang
“nang …nggak sopan, ada tamu kok nggak pakai baju gitu…sono masuk pakai baju!”

Danang Cuma tersenyum dan berjalan pelan masuk ke ruang tengahnya
Dan aku harus merelakan pemandangan indah didepanku pergi
“nang…besok kamu ada acara nggak”
" yaahh...kalau sore gini biasanya melatih sepak bola mas, gimana?”
“Hmmmm…gini nang, kalau besok kamu bantu-bantu di lokasi proyek bisa nggak?"
"Kalau sampai jam tiga mungkin bisa mas, emangnya mas yoga belum kembali mas?”
“belum nang, makanya aku butuh bantuan kamu di lapangan”
“waduh mas…kalau soal lapangan aku nggak begitu bisa mas”
“nggak apa-apa nang, paling tidak kamu lebih tahu dibanding aku”
“iya mas, insyaAlloh besok pagi aku kesana mas”
“makasih ya nang, kutunggu besok ya…”

Selanjutnya kami bertiga saling ngobrol
Ada sedikit perubahan pada diri agung, dia bisa mengimbangi obrolan bersama danang
Baru kali ini kulihat agung begitu bersemangat tanya tentang teknik kepada danang
Dalam hati aku begitu senang dengan perubahan agung
agung menghisap rokoknya dalam-dalam
kami duduk berhadapan
lesehan...

yahhh...setelah tadi mengunjungi rumah danang kami memutuskan untuk makan siang disebuah warung makan lesehan
menunya ikan bakar...
letaknya di pinggir sebuah sungai
warungnya unik terdiri-dari pondok-pondok kecil beratap rumbia
disisinya terdengar gemericik air sungai
latar belakangnya sebuah pesawahan yang menguning
sangat-sangat romantis...
sayangnya aku bersama agung yang cuek
andai saat ini aku bersama teguh mungkin akan terasa lain suasananya

sambil menghisap rokok agung menatapku dalam-dalam
akhhh...baru aku sadari, sejak tadi agung terus menatapku
dia mengamatiku lebih dalam dan tajam
sesekali aku menoleh ke lahan pesawahan dengan panorama gunung sindoro yang indah luar biasa
sebenarnya aku menoleh hanya sekedar untuk mengalihkan diri dari tatapan agung yang aneh
yaa...aneh
belum pernah agung seaneh ini menatapku

angin sejuk siang ini menerpa menmpilkan suasana menjadi lebih eksotis
pondok ini hanya berisi aku dan agung
sesekali agung menyeruput kopi kental hitamnya
suaranya sungguh membikin tambah nikmat

menunggu ikan gurami di bakar memang butuh waktu
dan kami hanya berdiam diri seperti kehabisan bahan obrolan dengan dia

"siapa danang itu?" tiba-tiba agung bersuara
"teman" jawabku datar
"dah lama kenal?" ucapnya menyelidik

aku terdiam
kutatap wajahnya
sorot matanya tajam menyelidik
ini tidak seperti biasanya
biasanya aku aku yang membuka pembicaraan
ini agung yang lain

"baru tiga hari yang lalu waktu perjalanan di bis aku kenal ama dia, terus hari kedua dia datangi aku"
"ohhh" ucapnya datar sambil menghela nafas
"dia itu satu jurusan dengan yoga, kuliah di surabaya, makanya kalau dengan proyek-proyek kayak gini dia suka"
"ohh gitu ya..." sekali lagi, tanggapan yang datar

aku menghela nafas
kembali aku menoleh kearah gunung sindoro
sekedar melepaskan diri dari tatapan aneh agung
kuhirup nafas pelan
kuhirup sebanyak mungkin oksigen murni dari udara gunung yang begitu sejuknya

aku menggelinjang kaget ketika tiba-tiba kurasakan telapak tanganku di tarik dan diremas pelan
agung meremas telapak tanganku sambil terus menatapku tajam
tak ada lagi rokok di sela-sela jarinya
"jiii...!" suaranya pelan dan sedikit serak

aku terdiam memandangnya
hanya kujawab dengan kedipan pelan dimataku
aku tak mampu lagi berkata-kata
ini sungguh di luar kebiasaan agung

"jiii...aku ....aku......kagum dengan kamu" ucapnya terbata-bata
seolah begitu berat kata itu melun cur dari bibirnya
tanganku masih diremasnya pelan
dan aku hanya terdiam
tak tau lagi harus berkata apa
semua kata seolah hilang dari mulutku specless dengan agung yang sedemikian cepat berubah
Suasana hening..
Aku terdiam, tak tahu harus berbuat apa…
Sebenarnya ini hanya ungkapan biasa saja dari seorang taman
Cuma yang membikin aku kaget karena ungkapan itu dilontarkan oleh seorang agung
Agung yang biasanya cuek dan nggak peduli sama sekali dengan orang lain

Aku berusaha tersenyum
“gung…aku nggak salah denger nih?”
Kulihat dengan cepat agung melepaskan genggaman tangannya
“ya! Aku memang sangat salut dengan mu?”
“anehh..” aku mengguman

Dia kembali menyeruput kopinya
Aku masih menatapnya
“yahhh…kamu baru beberapa hari disini, tapi….kamu sudah begitu banyak mendapatkan teman, kulihat danang, teguh, pak sujar dan keluarganya sudah begitu akrab denganmu layaknya sudah kenal beberapa tahun, sedangkan aku sudah hampir tiga tahun hidup disini dan hampir tidak punya teman satupun…” ujarnya lirih
Wajahnya sedikit menunduk menyiratkan kesedihan hatinya

“gung…” aku berbisik
Dia mengangkat wajahnya
“yaa…”ujarnya sambil mengambil nafas pelan
“itu semua karena aku selalu memandang setiap manusia dari sudut pandang kelebihannya bukan kelemahannya, aku selalu melihat sisi kebaikan seseorang dan menutup mataku pada sisi keburukannya, dan aku selalu berprasangka baik pada semua orang, itulah mengapa aku selalu cepat dekat dengan orang lain….hanya itu kok gung”

“yahhh betul, itu yang kulihat dari kamu, hmmm…aku…aku kadang merasa gagal dalam hidup ini ji, kadang aku merasa menjadi manusia tak berguna, kadang…aku…”
Langsung kuraih telapak tangannya…
Kuremas pelan sekedar memberi penguatan
Ini agung yang lain
Agung yang sebenarnya
Dia munculkan aura kelembutan yang tak biasa

“gung…jangan menyalahkan diri kamu sendiri…aku maklum kok, jika aku jadi kamu, mungkin aku juga akan seperti kamu….”
“yaahh…tapi aku beda dengan kamu ji”

Aku mengangguk
“gung……”
Aku mengambil nafas pelan untuk selanjutnya berbicara panjang, mengatur kalimat yang keluar dari bibirku agar menjadi lebih bijak

“gungg…kadang kita hidup perlu mengorbankan diri kita agar kita dapat bergaul dengan masyarakat, melupakan ego kita, merendahkan serendah-rendahnya dihadapan orang lain dan tak lagi berfikir untuk menunjukkan bahwa kita lebih baik, lebih pintar dihadapan orang lain…”

Agung masih terdiam mendengarkan setiap kata yang keluar dari bibirku
“gung, kumohon kamu jangan menyalahkan masa lalumu, itu semua adalah pembelajaran yang sangat berharga bagi hidup kamu, kalau bisa paling tidak untukku, kamu harus berubah gung …kamu harus melupakan egomu…kamu jangan lagi menganggap orang lain lebih rendah dari kamu, lebih bodoh…dan aku yakin kamu bisa hidup di daerah ini…gung hidup itu adalah pengorbanan tanpa berkorban tiada makna lagi hidup ini”

“dah terlambat ji” gumannya datar
“nggak!...nggak ada kata terlambat untuk berubah gung, aku tahu gung permasalahanmu sebenarnya hanyalah pada adaptasi saja, kamu gagal dalam beradaptasi, kamu merasa bahwa alam tradisional bukan lagi lingkungan kamu, kamu kemudian mencari pergaulan yang cocok dengan hidupmu, bergaul dengan preman-preman kota…dan saat ini aku tau…ternyata lingkungan itu juga tidak cocok…gung, masih banyak waktu dan kesempatan untuk berubah, orang-orang desa tak seburuk yang kamu kira, mereka juga tak sebodoh yang kamu kira…”

“trus gimana caranya?, ibarat menyebrang sungai, tubuhku sudah basah dan kotor…semua masyarakat sudah menganggap aku jelek, menganggap aku penyakit masyarakat, mereka juga tak kan mungkin mau menerima aku….”
Aku memandangnya tajam
“kamu pesimis?”
Dia mengangguk
“napa?”
“kurang lebih aku sudah tiga tahun berada dilingkungan mereka, jadi aku tahu kok”

Sekali lagi aku memandangnya
“kamu salah menilai mereka gung”
Dia menggeleng pelan
“sudah tiga tahun…tak mungkin aku salah”

Aku saat ini ikut menggeleng pula
“Gung, aku tahu ini berat bagimu, kamu yang dulu hidup dilingkungan kota, di lingkungan kampus yang terpelajar, di lingkungan yang penuh dengan fasilitas modern yang mudah kamu dapatkan dan sekarang kamu tinggal di tempat sebaliknya, desa, tradisional jauh dari fasilitas modern…makanya aku maklum gung, ini berat bagimu…tapi…..ada satu hal gung yang perlu kamu ingat…orang-orang desa itu adalah orang-orang pemaaf, mereka akan dengan mudah memberi senyum tulusnya, berubahlah gung..berubahlah menganggap kamu lebih dari mereka, sedikit berkorban tidak masalah untuk kebaikanmu”
Agung terdiam….

“makasih ji, akan kucoba…”gumannya lirih
Aku tersenyum
Aku paham betul sejak semula aku ketemu dia…dia pasti punya masalah hidup yang berat dan dia tak seburuk yang orang kira

“gung…”
“hmmm” dia mendongakkan wajahnya menatapku
“ayolahhh…” aku tersenyum lebar
“apaan..?” dia menatapku bingung
“tersenyumlah….” Godaku sambil mengerlingkan mata
Dia geleng-geleng kepala sambil sedikit menggerakkan bibirnya pelan
Tapi kulihat itu senyuman termanis dari diri agung sejak kukenal dia
“dasaaaarrrr…kirain apaan…” dia mengguman lirih
“hehehehehe…gitu dong, ayolah senyum..” kembali aku menggodanya
“hehehehe…”kali ini dia tertawa lirih sambil menggeleng-gelengkan kepalanya
Ahhhh…suasana kembali menjadi hidup
Aku suka melihat agung menampilkan senyum tulusnya
Tidak lagi senyum sinisnya

Dia melepaskan genggaman tanganku ketika pelayan datang membawa sebakul nasi
Disusul pelayan lain yang membawa ikan bakar dengan aromanya yang menggugah selera
Hmmm…semua sudah terhidang dengan cepat dihadapan kami
Sambal tomat, sambal kecap dengan irisan bawang merah dan cabe hijau
Lalapannya berupa kol, daun kemangi, irisan mentimun dan kacang panjang hijau
Benar-benar menggugah selera….

“gung kamu suka makan pedas?”
“yaa…pedas nggak masalah”

Kuambil mangkuk sambal kecap
Pelan kusiramkan ke bagian atas ikan bakar hingga habis
Sekarang jauh lebih menggugah selera
Bagian atas ikan bakar seperti tertata manis
Ada lelehan kecap, potongan cabe hijau, irisan bawang merah dan kutata irisan tomat disisinya
Hmmm…terlihat begitu sedapnya

“ayo gung makan…pokoknya jam dua aku harus kembali, aku ingin melihat teguh tampil nari gambusan…” ujarku sambil mengambil nasi
“siapa?...teguh?...uhhh bocah itu lagi!” dia mengguman

Aku menatapnya tak percaya
Tadi aku berfikir agung akan berubah
Tapi ternyata dugaanku salah
Dia masih seperti semula
Dia masih membenci teguh

“gung…kenapa sih kamu masih benci teguh? Dia kan nggak pernah bersalah padamu?”
Dia mendongak

“aku tidah membencinya, aku Cuma membenci sifatnya…”
“napa emang?”
“eh ji, boleh aku tanya…napa kamu bisa mengenal teguh?”
Sejenak aku terdiam
“waktu pertama kali aku mandi di sungai…dia menawarkan diri untuk menggosok punggungku…”
“dah aku duga!”
“emang napa?”
“orang seperti teguh itu hidup dalam kepura-puraan, dia sok baik, sok nawarin bantuan…sok senyum, sok ramah uhhh setelah itu dia akan menikammu dari belakang, aku nggak suka…aku nggak suka dia mendekatimu terus”

Aku memandangnya lekat-lekat
Aku tak mengira agung akan mengungkapkan hal seburuk itu tentang teguh setelah tadi seperti dia mulai menyadari kesalahannya

“udaaahhh…ayo makan!, ini habisin…gung, pokoknya mulai saat ini aku tak ingin kamu jelek-jelekin teguh lagi” nadaku lumayan tinggi karena kesal
“oalah jii, besok kamu akan merasakan bahwa yang kukatakan tentang teguh adalah benar!”
“udaahh…pokoknya jam dua kita harus kembali, aku pengin nonton teguh gambusan!”

Dengan cepat aku mengambil nasi dan mengambil daging ikan
Kumakan pelan…
Luar biasa sedapnya…

Kulihat agung memandangku
Dengan pelan dia menggeleng-gelengkan wajahnya
Dan….
Seakan aku tak percaya memandangnya
……senyum sinisnya kembali muncul……
Senyum sinis khas agung
Dan kini baru aku sadari…
Merubah sifat seseorang memang butuh waktu
to be continued...
  
next chapter

0 comments:

Post a Comment