DISCLAIMER:

This story is a work of fiction. Any resemblance to any person, place, or written works are purely coincidental. The author retains all rights to the work, and requests that in any use of this material that my rights are respected. Please do not copy or use this story in any manner without author's permission.

The story contains male to male love and some male to male sex scenes. You've found this blog like the rest of the readers so the assumption is that material of this nature does not offend you. If it does, or it is illegal for you to view this content for whatever the reason, please leave the page or continue your blog walking or blog passing or whatever it is called.



Negeri Dibalik Awan - Chapter 10

Chapter 10
by Ajiseno



Aku tak sabar…
Yahhh…perjalanan ini terasa begitu lamanya
Perjalanan kembali dari kota kembali ke lereng gunung
Entahlah…
Aku merasa agung mengendarai motornya dengan begitu lambatnya
Jalan berkelok, sungai, lereng gunung, lebah, hutan, hamparan ladang indah tak lagi kuhiraukan.

Entahlah…
Aku hanya tak ingin melewatkan acara yang sedang berlangsung di desa
Dan aku juga tak ingin melewatkan teguh tampil…
Menari gambusan..
Hmmm mungkin di panggung
Atau mungkin di lapangan
Yang pasti penampilan teguh pastilah begitu menarik
Aku benar-benar tak sabar
Waktu sudah jam 13,15 berarti tinggal 45 menit lagi teguh tampil
Dan aku semakin gelisah di belakang agung
Dalam hati aku terus berdoa semoga aku tidak ketinggalan moment teguh tampil

Dan yang paling membuat aku kesal…
Aku merasa agung melambatkan perjalanan
Yahhh…aku merasa jalannya agung begitu lambat seolah di sengaja
Disengaja…
Agar aku tak melihat teguh tampil
Jam 13.45…kami mulai memasuki desa
Ada suasana lain
Banyak warga berduyun-duyun memasuki desa
Seperti bukan warga sini
Mereka berjalan berkelompok, bapak, anak-anak, remaja dan ibu-ibu
Beberapa remaja juga berboncengan memakai sepeda motor
Suaranya menderu, dengan asap mengepul
Mengingat semua kendaraan yang masuk pasti dalam keondisi mendaki

Ini tidak seperti biasanya
Suasana mirip kota
Berjalan berdesakan memasuki desa

“gung?’
“yaa…ada apa?” agung masih konsentrasi agar tidak menabrak atau menyrempet pejalan kaki
“rame banget”
“iyo lah, ini kan nyadran”
“emang mau ngapain, rame gini?”
“mau nonton”
“nonton? Nonton apaan?” tanyaku bingung
“dasar goblok! Ya nonton tontonan lah, kayak kamu ini, hahahha”
Aku terdiam merengut, uhhh…nggak asyik ngobrol dengan agung
Sejak beberapa kali ketemu aku kemaren dia sudah beberapa kali pula ngatain aku goblok

Memasuki gang menuju rumah pak sujar lebih sesak lagi
Banyak warung tenda di kanan kiri jalan
Sepeda motor hampir tidak dapat berjalan
Sesak….
Agung hampir tidak dapat menjalankan sepeda motornya
Pelann….
Sangat-sangat pelan…
Aku tak sabar
Sungguh ini mirip kemacetan yang ada di jakarta

Dan dalam hati hanya ada satu pikiranku
Teguh….
Yahhhh teguh, bagaimana aku bisa menemukan teguh dalam kondisi seperti ini?
Jika tahu kondisi seramai ini aku tak akan pergi ke kota bersama agung
Ada sebersit penyesalan yang sulit untuk aku lukiskan
Memasuki halaman rumah pak sujar ada suasana lain lagi
Banyak sepeda motor berjajar parkir disini
Aku menghela nafas ….
Lega rasanya akhirnya bisa juga nyampai disini

Kulihat putri tergopoh-gopoh menyambutku
“mas…mas aji dari mana?, tadi itu di cari-cari teguh sampai kebingungan dia, dan…itu mas ada tamu katanya dari semarang, sudah nunggu sejam disini…”
Aku kaget…
Teguh mencariku
Dan…ada tamu yang mencariku
Uhh dua hal secara bersamaan yang membuat aku kaget
“ohhh…saya dari kota dik, ohh mana tamunya?”
“didalam mas”
“ya udah”

Kutinggalkan agung yang sedang memarkir sepeda motornya
Aku tak sabar ingin melihat tamunya

Dan ketika memasuki ruang tamu
Aku terbelalak kaget
Banyak tamu di rumah pak sujar
Mereka semua duduk didampingi pak sujar

Di meja terhidang banyak makanan dan minuman
Ini mirip suasana lebaran

Pak sujar berdiri menyambutku
“ohhh…mas aji sudah kembali to, duh duh…dari mana ini? Sejak tadi ditungguin mas ini lho?”
Pak sujar menoleh pada tamunya

Akupun menghampiri sang tamu
Aku paham tamu ini satu kantor dengan aku di semarang
Andi….
Dia salah satu pegawai bagian administrasi

Andi berdiri tersenyum melihat kedatanganku
Kusalami dia dan seluruh tamu pak sujar yang ada di ruangan ini
Pak sujarpun mengenalkan aku dengan beberapa tamu
Ternyata semua tamunya pak sujar adalah saudara-saudaranya beliau yang berada di desa lain
Mereka datang kesini dalam rangka berziarah ke makam leleuhur mereka sekaligus menonton puncak acara nyadran

“sudah lama nunggunya ndi?” tanyaku pada andi sambil duduk disampingnya
“lumayan juga pak, pak aji dari mana?”
“dari ngecek bahan-bahan yang akan dikirim besok ndi, kamu kesini sama siapa nih?”
“sendiri pak”
‘terus ada perlu apa?” tanyaku menyelidik tak sabar
“hmmm…saya di utus boss pak”dari nadanya ada keraguan bicara masalah perusahaan diantara begitu banyak tamu
Aku paham…
Kutarik lengannya
“ayoo ke kamarku saja ndi”
Andi nurut saja kutarik pelan lengannya menuju kamarku
Andi duduk ditepi ranjang
Pelan akupun duduk disisinya
“gini pak aji, saya kesini diutus boss untuk menyerahakan dokumen ini, kata pak danar, beberapa dari dokumen ini sudah di rubah, untuk itulah mohon saat ini juga dokumen ini di cek lagi dan kalau sudah, mohon ditandatangani pak aji, selanjutnya mau saya bawa kembali ke semarang pak” kata andi menjelaskannya padaku
“hari ini juga?”
“iya pak”
“nggak bisa ditunda?”
“kata pak danar, hari ini juga harus sudah di cek dan besok harus sudah selesai”
“kamu kesini pakai kendaraan apa ndi?”
“pakai sepeda motor pak”
“hmmm, desa sini kalau sore itu berkabut tebal lho, kamu berani pulang sendiri?”
“nggak masalah pak”
“ya sudah ndi, bentar aku cek dulu ya, kalau kamu capek, kamu bisa sambil tiduran nunggunya, pasti kamu capek”
“ohhh…maaf, nggak usah, biar saya duduk saja disini” ujarnya sungkan
“ayolah, nyantai saja”
Dan pelan andi mencopot sepatunya
Dan kemudian merebahkan diri di ranjangku

Aku menghela nafas panjang
Ohhh Tuhannnn…disaat aku begitu tergesa-gesa ingin melihat teguh tampil menari malah ada pekerjaan baru yang harus aku selesaikan

Kubuka amplop besar
Kubuka lebar demi lembar dokumen

Dan….
Dari kejauhan kudengar suara musik tradisional
Aku tahu…
Itu iringan musik gambusan
Dari kejauhan…
Berarti teguh sedang mulai tampil
Aku bisa merasakan betapa galaunya teguh mencariku

Seiring suara irama musik tradisional kurasakan hatiku berdebar
Konsentrasikupun pecah tidak karuan lagi
Antara mengerjakan tugas kantor dan keingin kuat melihat teguh tampil
Hampir satu jam aku mengecek data-data keuangan ini
Entahlah, dalam bekerja aku tidak bisa seenaknya
Semua harus terukur sesuai dengan rencana dan harus teliti sehingga seminimal mungkin terjadi kesalahan

Kulihat andi sudah tertidur…
Aku paham, perjalanan dari semarang kesini di tambah satu jam nunggu aku sungguh sangat melelahkan
Akupun masih bergelut dengan laptop, mengedit beberapa data
Dan…akhirnya selesai sudah

Kusisihkan sejenak tentang keinginanku melihat teguh menari
Tarian gambusan adalah tarian yang lama, mungkin bisa sampai tiga jam
Biasanya di tengah-tengah tarian diselingi dengan seorang penari yang kesurupan
Jadi aku yakin aku masih sempat melihat teguh menari

Kugoyangkan pelan lengan andi untuk membangunkannya
Wajahnya sebenarnya cukup cute
Tapi sebagai atasannya aku nggak berani menggodanya

Dia menggeliat pelan
Matanya terbuka dan tiba-tiba setengah melompat dia kaget melihatku

“pak aji…duhhh maaaf pak aji…maaafff…” dia langsung membelalakkann matanya
Aku tersenyum geli melihat tingkahnya
“nyante aja ndi, Cuma mau bilang, nih dah selesai dan sudah kutandatangani, sekarang terserah kamu, kalau mau kembali ke semarang lagi yang sudah nggak pa pa, tapi baiknya nginep saja ndi disini, tuh baru rame banget ada tontonan, gimana?”
“waduh pak, maaf saya harus kembali ke semarang”
“beneran nih?, entar aku bilangin ke pak danar, kalau kamu mau nginep sini”
“maaf pak, kapan-kapan saja”

Hmmm…andi tetap saja sungkan denganku
Aku tersenyum sendiri
“Ya udah, kalau niatnya kamu mau pulang, sekarang siap-siap saja, nanti kalau terlalu sore, jalanan sini berkabut tebal, repotlah bisa kesasar”
“ya pak”
Dia bangkit, langsung bersiap-siap
Dimasukkannya berkas dalam amplop besar ke tasnya
“eh ndi, kamu sudah makan belum?, makan dulu ya?”
“udah pak, tadi sudah makan disini kok”

Kuhantarkan andi sampai muka pintu
Dia pelan meninggalkan rumah pak sujar
Menembus kerumunan orang-orang
Dalam hati aku salut…dia benar-benar pegawai yang patuh

Dan pandanganku ke sisi rumah
Ada seseorang sedang duduk sambil merokok
Ya Tuhannn…ternyata agung masih duduk disini
Aku bahkan lupa kalau tadi aku bersama agung
Kutinggalkan dia begitu lama di kamar
Dalam hati tibul rasa iba karena membuatnya menungguku

Aku langsung berjalan cepat mendekatinya
“gung, kamu masih disini to?”
Dia menoleh
Dari celah bibirnya keluar asap rokok
“kamu nggak pergi nonton?” tanyaku lagi
“males” ujarnya cuek
“atau…hmmm…atau kamu butuh uang gung?”
Kembali dia menoleh
“uang?, untuk apa?”
“yaahh siapa tau kamu mau beliin sesuatu untuk anak kamu”
Dia terdiam beku
“aku nggak butuh uang” ujarnya lagi

Akhhh…aku jadi serba salah
“gung”
“ya”
“hmmm…untuk hari ini pekerjaanmu nganter aku sudah selesai, kamu boleh bebas sekarang”
Dia menoleh menatapku
“ji kamu nggak suka aku disini ya?”
“bukan gitu maksudku, aku Cuma tak ingin mengikat kamu, siapa tau kamu ada acara atau apaan gitu”
“aku nggak ada kegiatan apa-apa”
“ohhh”
“cepet!”
“apaan?”
“cepetan kalau mau nonton”

Ohh aku baru tersadar
“ohh iya, aku kan mau nonton teguh gambusan, bentar ya, aku mau pamit pak sujar dulu”
Dia tersenyum sinis mendengar aku mengucap kata teguh
“napa senyum?” tanyaku tersinggung
“nggak apa-apa, ya udah, cepetan kalau mau nonton teguh nari kayak orang gila!”

Dasar agung…
Aku dengan cepat berlari masuk rumah, pamit ke pak sujar
Dan kembali kau keluar menemui agung
“jalan kaki saja” ujarnya
“okee…ayooo”

Aku bersemangat
Dalam hati aku berdoa semoga kau masih bisa melihat teguh tampil
Dan kulihat disisi lain agung masih seperti biasa
Diam, cuek dan penuh misteri
Aku seperti terhipnotis
Benar-benar terhipnotis
Mataku terbuka tak berkedip
Aku benar-benar terpesona

Wajah teguh ketika didandani begitu mempesona
Dia memakai baju tari
Pakai ikat kepala khas jawa
Bajunya Cuma sampai pangkal lengan berwarna kuning keemasan
Dan celana prajurit sampai ke lutut
Dipinggangnya ada kain batik kawung berwarna putih yang dipakai menyamping

Wajahnya yang putih di tambah olesan bedak terlihat bersinar terterpa sinar matahari sore
Bibirnya diolesi sedikit lipstik
Dan kulihat hampir semua penari pakai lipstik walau tidak tebal
Diatas bibirnya ada garis hitam untuk memunculkan kesan berkumis
Woww…luar biasa cakep
Akhh…bukannya teguh tanpa di didandani sudah begitu cakep
Dan sekarang betul betul cakep

Teguh menari dibarisan tengah
Ada sekitar enambelas penari remaja
Tapi tetap saja, teguh yang paling menarik perhatian penonton
Aku yakin hampir semua cewek didesa ini terpesona dengan dia

Gerakannya begitu luwes
Menampilkan gerakan pencaksilat jawa
Kakinya kadang maju kadang ke belakang serempak
Dihiringi dengan suara bedug, rebana dan gamelan
Lagu-lagunya , lagu-lagu jawa yang berirama rampak

Aku suka
Aku terpesona
Dengan wajah teguh
Dengan gerakan tariannya
Dengan semuanya…

Tak lagi kuhiraukan banyaknya penonton yang berdesakan
Terus dan terus kutatap dia
Dalam hati aku berharap
Semoga dia melihatku
Melihat bahwa aku begitu mengaguminya
Dan kurasakan agung yang tadinya menempel di punggungku menjauh dariku
Aku tak lagi peduli
Aku tak peduli lagi pada agung yang sejak tadi dibelakangku.
Aku terus menatapnya

Dan kesempatan itu akhirnya datang juga
Dia menatapku
Sorot mata kami beradu sejenak
Ada sedikit rasa kaget terpancar ketika dia melihatku
Aku tersenyum
Ingin sekali aku berteriak keras memanggil namanya
Dan….
Hatiku menjadi begitu lumer
Ketika kulihat bibirnya yang manis menyunggingkan senyum
Dan….
sorot mata kami masih terus beradu
Kulihat teguh terus menari
Gerakannya sangat rampak, luwes dan tegas hingga begitu memukau para penonton yang hadir
Dari penonton yang ada disampingku dapatlah kutahu bahwa kesenian ini hanya terdapat didesa ini
Gambusan sudah seperti kesenian langka di jawa
Didesa ini masih ada satu orang yang masih bersedia melatih kesenian ini hingga tak punah
Aku sungguh bersyukur masih bisa menyaksikan kesnian ini
Apalagi disana ada seseorang yang begitu kusayang
Teguh…yang manis

Kupandang sekali lagi dirinya
Sesekali sudut matanya melihatku sambil tersenyum manis
Akupun membalas tersenyum
Aku bahagia melihat moment ini
Suasana begitu riuhnya
Dan aku larut dalam kebahagiaan para warga disini

Dan aku menoleh
Kulihat agung berdiri dibawah pohon rindang sambil sesekali mengawasiku
Hmmm…pegawai yang sungguh patuh
Aku sangat bersyukur ada agung yang begitu setia menemaniku

Entahlah hari ini aku harus banyak bersyukur
Aku walau hanya beberapa hari tinggal di desa yang begitu nyaman seperti ini
Hidup penuh dengan suasana tradisional yang begitu sulit kudapatkan di era serba canggih
Tinggal bersama orang-orang yang begitu mudah tersenyum
Tinggal bersama lingkungan yang begitu bersahabat
Tinggal diudara yang sejuk bersih dan jauh dari sesak polusi

Sekali lagi aku harus mensyukuri nikmat ini
Karena tidak setiap orang bisa menikmati kondisi seperti sekarang ini
Bahkan pencari berita koran, televisi atau media apapun
Tempat ini sungguh terpencil jauh dipelosok pulau jawa
Sunyi di tengah kemajuan jawa yang pesat
Tersembunyi dibalik kabut pekat yang menentramkan jiwa
Dan tak terasa hampir satu jam tariannya berlangsung
Dari pengeras suara dapatlah diketahui bahwa gambusannya sudah selesai
Tak terasa
Aku masih kurang…
Aku masih ingin terus menonton teguh menari
Aku masih ingin melihat gerakannya
Melihat manis senyumnya saat menari
Melihat tampan wajahnya

Aku menghela nafas panjang
Penonton menjadi begitu riuh bubar
Waktu sudah menunjukkan jam lima sore
Kabut tipis sudah mulai datang
Angin dingin mulai menerpa
Tapi kehangatan masih terasa

Tiba tiba aku tersadar
Aku harus menemui teguh
Mungkin sekedar memberi ucapan selamat
Atau sekedar pujian
Yah sekedar bicara juga nggak apa-apa

Aku berusaha menerobos penonton yang berdesakan membubarkan diri
Aku menuju rumah di belakang panggung
Aku yakin teguh ada disana mungkin sedang ganti pakaian
Uhhh ganti pakaian….???
Mungkin aku juga bisa bantu dia ganti pakaian

Berhasil juga..
Aku masuk ke ruang tamu sambil mengucapkan salam
Seorang bapak-bapak tersenyum ramah menyambutku
“maaf pak, saya mau ketemu teguh”
“ohh teguh?, silakan di ruang tengah sedang ganti pakaian”
“makasih”

Pelan aku memasuki ruangan tengah
Hmmm ini bentuk nirwana yang lain
Kulihat sekumpulan penari remaja sedang berganti pakaian
Banyak diantara mereka yang Cuma pakai celana dalam
Ohhh…suasana yang begitu aku sukai

Tak sulit menemukan teguh
Dia dipojok belakang sedang memelorotkan celananaya untuk ganti pakaian
Suasana riuh ceria
Semua cuek dengan kehadiranku
Dan akupun cuek….
Dengan langkah cuek kuhampiri dirinya

Dari dekat kulihat punggungnya yang putih
Kutepuk pelan pundaknya
“guh…”suaraku pelan
Dia menggelinjang kaget mendengar suaraku

Dia memandangku tak percaya
“mas ajii…”
Aku tersenyum
“ngapain kesini?”

Tiba-tiba aku bingung
Bibirku kaku tak tahu harus berkata apa
“hmmm…selamat ya guh, kamu tadi begitu pandai narinya” ucapku tiba-tiba

Teguh hanya tersenyum
Dia mengambil baju dan celananya
Pelan memakainya
“makasih mas” jawabnya

Aku masih menatapnya
Entahlah ada yang beda dari teguh kali ini
Kulihat ada sedikit rasa kesal dengan melihatku
“guhh…maaf ya, aku agak telat melihatmu”
Dia tertunduk sambil memakai celana panjangnya
“nggak pa pa mas, mas aji kemana? Sejak pagi aku mencari mas aji nggak ketemu”

Aku menghela nafas panjang
Tiba-tiba aku menyesal pergi bersama agung tdak memberitahu teguh

“maaf guh, hmmm aku ngecek bahan-bahan proyek ke kota”
“ohh…bersama petruk?”
“ya”

Ada kekecewaan di wajahnya
Ada nada kesal diucapannya

“napa harus dengan dia?”
“hmmm dia kan kerja denganku guh”
“napa harus dia?” dia berkata lirih
“karena Cuma dia guh”

Tiba-tiba dia menatapku
Matanya sedikit berair
‘mas…tahukah bahwa seharian ini aku begitu bingung mencari mas aji, itu karena apa? Karena mas aji pergi dengan petruk, aku takut mas aji napa-napa, aku bingung, aku nggak konsen lagi gambusannya…apa mas aji mikir ampe kesitu? Apa mas aji mikir kalo aku kesana kemari mencari mas aji?”

Aku kaget…
“maaf guh…” hanya itu yang mampu kuucapkan

Teguh hanya menatapku nanar
Matanya sungguh-sungguh berair
Dan penyesalanku begitu berat menindih beban hatiku

Dengan gerakan cepat teguh mengambil pakaiannya
Dia berbalik menuju ruang belakang cepat
Ada nada kesal dihatinya

Aku cuma berdiri terpaku
Aku tak ingin mengejarnya
Aku tak ingin menambah luka hatinya

Kutinggalkan ruangan dan keluar dari rumah ini
Halaman rumah sudah mulai sepi dari warga
Kulihat agung masih tetap menungguku dibawah pohon
Dia menatapku

Dan aku terus berjalan pulang
Pelan
Karena ada beban telah melukai hati teguh
Ada penyesalan tak termaafkan lagi

Aku terus berjalan .................
Tiba-tiba kuraskan sepi diantara keriuhan penduduk
Dan …
Kurasakan tepukan halus telapak tangan di pundakku
Agung berjalan mengikutiku
Seolah memberi penguat akan kesedihan yang tiba-tiba hadir di kalbuku
Suasana ruang depan rumah pak sujar mirip rumah pengungsian
Ramai….
Beberapa anak berlari-lari
Dan yang tua duduk-duduk mengobrol sambil merokok
Semuanya adalah saudara-saudaranya pak sujar yang berasal dari luar daerah
Mereka kesini menginap dan rencananya nanti malam akan menonton petunjukan wayang kulit

Pelan dan diiringi langkah agung aku masuk sambil tersenyum
Pak sujar menyambutku
“eh mas aji…baru pulang to? Dari mana mas?”
“ohhh tadi nonton teguh gambusan pak..” aku tersenyum
“mas…hmmm maaf mas, ini semua saudara-saudaraku dari luar desa, mohon maaf mas kalau mengganggu istirahat mas aji…
aku termangu memandang pak sujar
Terasa aneh melihat pak sujar begitu sungkan terhadapku
Dan dalam hitungan detik langsung kusunggingkan senyum
“duhhh…pak sujar kok jadi sungkan gitu, nggak apa-apa lagi pak, kalau kamarnya nati kurang bisa kok pakai kamarnya mas yoga”
“ohhh makasih mas…nggak kurang kok”
“ohhh ya, kalau begitu permisi pak saya mau ke kamar…”
“silakan mas…makasih mas..”

Sambil tersenyum aku melangkah masuk ke kamar meninggalkan pak sujar dan keramaian di ruang tamu
Agung mengikutiku masuk…
Sejak tadi dia hanya diam saja berjalan di belakangku
Mirip pengawalku
Dan aku sudah terbiasa dengan sikap diamnya

Sejenak kupandang ranjang dan bantal yang tertata rapi
Aku ingin tiduran…
Mengusir penat
Sedikit memejamkan mata
Atau mungkin sekedar meluruskan tubuh dan kaki agar menjadi rileks…

Dan pelan kurebahkan tubuhku di ranjang
Kasur yang dingin terasa sejuk di punggungku
Kusilangkan kedua lenganku untuk sekedar menopang kepalaku

Kuambil nafas panjang…
Kuhembuskan pelan
Suasana begitu hening …
Kutatap langit-langit kamar
Kulihat wajah teguh disana…
Wajah penuh kekecewaan..
Ada kilatan amarah tertahan di sudut matanya
Dia benar-benar tak rela aku nekat dekat dengan agung

Sekali lagi kuambil nafas pelan…
Dalam hati aku berbisik…
‘Maafkan aku guh’

“jii…geser!” suara agung mengagetkanku
Aku menoleh dan memandangnya
Ohhh…aku benar-benar tak menyadari bahwa agung ada di kamr ini

Dengan gerakan cepat kugeser tubuhku kesamping
Kuambil satu bantal dan kuletakkan disamping kepalaku seolah mempersilakan agung untuk tidur disampingku

Dan tanpa sempat kupersilakan…
Agung perlahan merebahkan tubhnya yang besar disampingku
Kulirik sekilas
Tubuhnya seperti memenuhi ranjangku
Lebih panjang tubuhnya dibanding ranjangku sehingga telapak kakinya sedikit keluat dari bibir ranjang

Kami terdiam…
Hanya nafas pelan yang saling bersautan
Posisi agung sama denganku
Sama-sama menatap langit kamar
Kami larut dalam lautan pikiran masing-masing yang begitu sulit untuk dipahami
gungg…” aku bersuara lirih
“hmmm” gumannya sambil terus menatap langit
Kulirik dia…
Dadanya naik turun pelan seiring alur nafasnya

“anuu…hmmm…benernya kamu dah sejak tadi selesai bekerja untukku,,,,jam empat…jadi …jadi…sejak mulai saat ini kamu bebas kemana saja”
Tiba-tiba agung menoleh…
Matanya tajam menatapku
Raut mukanya menunjukkan rasa kaget yang sulit untuk disembunyikan

“jii kamu ngusir aku?”
Rupanya agung tersinggung dengan ucapanku tadi
“nggak…sungguh nggak ngusir kok, aku Cuma ingin profesional dan nggak akan mengekang kamu kalau kamu memang sudah selesai jam kerja”
“ohh gitu ya…” sorot matanya yang tadi tajam meredup pelan
Aku lega….
“jii…aku nggak ingin kemana-mana, aku pengin disini saja” ujarnya datar

Aku menatapnya
Kata orang-orang dia itu preman…
Terus preman apaan, disaat banyak keramaian malah ngumpet di kamar bersamaku?
Aneh….

“napa?” tanyaku
Dia kembali menghembuskan nafas
Pandangannya masih tetap lurus menatap langit-langit kamar
“Aku nggak ingin ketemu temen-temen”
“temen-temen?”
“ya!”
“hahh…kamu aneh, kok malah nggak ingin ketemu temen, emang napa?”

Dia diam cuek
Kulihat matanya sekarang terpejam
N afasnya pelan teratur
Aku mengamatinya
Hidungnya dari samping sunguh begitu mancung
Rahangnya kokoh
Dia benar-benar pria sempurna
Lengannya begitu besar dan tattonya menyembul terlihat keluar dari kaosnya

“aku ingin berubah mulai sekarang…”ucapnya lirih dan mata masih terkatub
“ohhh…” hanya itu yang keluar dari bibirku, seperti desahan pelan
Aku paham…
Agung ngak ingin ketemu teman-temannya yang pasti akan menjerumuskannya dalam arena mabuk-mabukan dan judi
Dia ingin berubah…
Aku salut akan akan tekadnya

“gung…”
“hmmm…”
“kamu…kamu nggak ingin menemui anakmu?”
Dia masih terdiam
Aku menunggu jawaban

“untuk apa?” tiba-tiba dia berucap lirih
“kamu tidak kangen anakmu?” tanyaku lagi
“nggak ada gunanya…”
Ada nada keputus asaan di nada bicaranya
Seolah dia menyerah…

“gung… temui anakmu, beri uang sekedar untuk jajan, kamu lihat kan tadi begitu banyak anak-anak yang bergembira membeli jajan, paling tidak tunjukkan bahwa dirimu masih peduli sama anakmu..”
Agung kembali menghela nafas
Matanya masih terpejam
“atau …………kamu nggak punya uang ya gung?” lanjutku

Agung menggeleng pelan
“nggak…bukan soal uang, tapi mana mungkin aku bisa nemuin anakku jika istri dan mertuaku nggak ada yang mau menerimaku?”
Sejenak aku terdiam kelu
Aku sungguh tidak mengira problem hidupnya begitu berat
Hanya akan menemui buah hatinya saja begitu susahnya
Sungguh kasihan agung…

Aku bangkit duduk
Kuraih telapak tangannya
Kugenggam erat seolah memberi penguatan
“gung kamu harus berusaha…cobalah gung, temui anakmu…cobalah…andai nanti kamu gagal aku siap membantumu” ujarku lirih

Tiba-tiba matanya terbuka
Ada binar cerah keluar dari sorot matanya
Tangan satunya ikut menggenggam telapak tanganku erat
“makasih jii…kalau begitu aku akan coba..”
“kamu butuh uang?”
“nggak usah…aku masih punya”
‘ya udah…sana pergilah…moga berhasil, tapi ingat kamu harus sopan dan nggak boleh emosi”
Dia mengangguk pelan
“makasih…”

Pelan dia bangkit kedua telapak tangannya masih saling menggenggam erat telapak tanganku

Dan….
Tiba-tiba pintu kamar terbuka
Secara reflek aku dan agung menoleh
“mmmasss…ajii…” suara sosok dipintu…

Kulihat teguh berdiri kaku memandangku
Matanya kaget melihatku bersama agung di kamar
Aku langsung melomapt
“guhhh…”
Tapi gerakannya lebih cepat

Dia berbalik cepat
Menutup pintu dan hilang dari penglihatanku
Teguh telah pergi dengan cepat sebelum sempat kuhampiri
Mataku langsung menjelajah seisi ruang tamu
Aku mencari sosok teguh diantara begitu banyak orang di ruang tamu dan halaman rumah

Dan…
Sangat mudah menemukan sosoknya
Walau dalam remang petang
Dia sedang berjalan cepat keluar dari rumah dan menuju halaman

Reflek aku berlari mengejarnya
Menyenggol beberapa orang yang berpapasan denganku
Aku tak peduli….

“guuuhhhhhh…” aku berteriak keras
Teguh terus berjalan tanpa menoleh sedikitpun
Dan akhirnya sampai juga dibelakangnya

Tanpa komando tanganku langsung mencekal pundaknya
Langkahnya terhenti
Dan nafasku menjadi begitu cepatnya
Akupun terhenti mengatur nafas

“guhh…” ucapku lirih dibelakangnya
Dia menoleh menatapku
Sorot matanya tajam…tidak seperti biasanya
Ada kemarahan yang menghujam ulu hatiku

“ohhh…guh, napa kamu pergi?”
Dia hanya terdiam
Sekarang wajahnya sedikit menunduk
“guhhh..” ujarku sekali lagi
“nggak pa pa mas, aku nggak mau ganggu”
“ngganggu apaan guh…ayooo masuk!”
Dia menggeleng pelan

“mas napa petruk diperboleh masuk kamar? Hati-hati mas…” kata teguh lirih
“heyy bocah tengil..ati-ati ya kalau ngomong!” tiba-tiba suara agung yang keras ada dibelakang

Kami menoleh cepat
Kulihat agung begitu tersinggung dengan ucapan teguh tadi
Wajah agung merona merah menahan marah

Dan gerakan agung begitu cepatnya
Tangannya dengan cepat sudah menyambar kerah kaosnya teguh
Tangan kirinya mengepal seolah akan menghantam

‘heyyy bocah sok baik…sekali lagi kamu ngomonin aku seperti tadi, kuremuk kepalamu “ agung berkata pelan dengan nada mengancam
Tiba-tiba aku merasa keadaan menjadi sedemikian runyam

Dengan cepat aku menyeret lengan agung
“gung…kamu apa-apaan sih…udaaaahhh…ayo sono kamu pergi!”

Pelan agung melepaskan cengkeraman di kerah kaos teguh
Dia memandangku sambil menata jaket kulitnya
“ya udah jii, aku berangkat dulu”
Aku mengangguk
“makasih gung” ujarku lirih

Kulihat agung menuju sepeda motornya
Dan aku kembali menatap teguh
“guhhh…jangan dipikirin apa yang tadi diucapkan agung ya”
Teguh mengangguk
“nggak apa-apa mas…namanya saja preman”
“huss…ayo masuk dulu guh”
Teguh sedikit menyunggingkan senyum manisnya
“nggak usah mas, saya kesini Cuma mau memberi tahu bahwa malam ini aku jadi panitia di pagelaran wayang kulit mas, jadi mungkin aku pulangnya sudah malam banget mas, maaf mas”
“ohhh nggak apa-apa guh, kamu bawa kunci to?”
Dia mengangguk
“ya udah guh, semaumu lah kamu mau pulang jam berapa, masuk saja ya”
Sekali lagi dia menganguk

“ya udah mas aku berangkat dulu”
Ya guh, sampai ketemu nanti malam ya, jangan lupa jaga kesehatan guh”
Dia mengangguk
Menyalamiku dan pelan meninggalkanku yang masih berdiri terpaku menatap kepergiaannya
Aku menghela nafas pelan
Tak kusangka dua temanku ini sangat susah untuk akur
Hingar bingar
Suara musik dangdut dan campur sari, ada juga suara alunan kuda lumping dan yang paling menyebabkan begitu ramainya yaitu suara manusia yang menyemut memenuhi jalanan.

Suasana desa juga hingar bingar, terang benderang banyak lampu menyala di sepanjang jalan di tambah lampu di warung tenda
Ramai…
Mirip pasar malem di kawasan pasar johar semarang, atau mirip upacara sekatenan di jogja

Aku berjalan menyusuri jalanan desa
Suasana seperti biasa …berkabut
Cuma mungkin karena pengaruh banyaknya manusia di sepanjang jalan menyebabkan kabutnya begitu tipis dan tak begitu terasa dingin

Aku sendiri…
Aku sendiri tak tahu kabarnya agung yang sedang menemui anak istrinya
Aku berjalan di antara berjubelnya warung-warung tenda dadakan
Semua makanan hampir ada mulai dari sate…donat sampai soto…lengkap semua

Kubuka hape…
Sekedar melihat waktu
Pukul 22.05
Sudah malam
Biasanya, jam segini aku sudah tidur pulas
Tapi malam ini lain
Aku ingin menonton pagelaran wayang kulit
Dari kejauhan suara gamelan dan suluk sang dalang sudah begitu jelas terdengar
Aku menghembuskan nafas lega

Ketika sampai di depan panggung aku melihat keseluruhan yang ada di panggung
Dalang…sinden dan para penabuh gamelan
Dan sinennya hampir semua memakai jaket untuk mengusir hawa dingin
Lucu…
Baru kali ini aku melihat sinden memakai kebaya yang ditutupi jaket

Dan mataku terpaku pada sosok yang berjalan hilir mudik keluar masuk dari panggung
Hmmm…siapa lagi…dia pastilah teguh

Dan kesempatanpun tiba
Kulihat teguh berhasil menemukanku
Aku tersenyum dan teguhpun tersenyum
Aku lega melihat senyum teguh malam ini
Senyum yang melelehkan hati sanubari

Satu jam telah berlalu
aku lelah..capek dan ngantuk
akhirnya kuputuskan untuk pulang
aku ingin istirahat setelah seharian begitu lelahnya
Aku terlelap entah untuk seberapa lama
Udara malam ini begitu dingin menyengat
Aku meringkuk dibalik selimut tebal yang kudobel dengan selimut tipis

Dan aku tak tahu ketika perlahan mataku terbuka
Anganku sadar…

Aku merasa ada tubuh menghimpit ke tubuhku
Dan dari bau badannya aku paham dia itu teguh…
Hah…teguh?

Reflek tubuhku langsung berbalik
Teguh meringkuk memunggungiku

“guhhh…”aku berbisik dibelakang telinganya
Dia terdiam
Dan sebagai jawabannya, punggungnya menekan erat perutku

Aku mengulurkan lenganku
Kupeluk erat dia dari belakang
Kehangatan sekarang menjalar ke seluruh ragaku

Teguh masih terdiam
Hanya kurasakan deru nafasnya pelan
Ada desisan kecil
Berarti dia belum tidur

Semakin kupeluk erat tubuhnya dari belakang
Kucium leher belakangnya
Dia sedikit menggelinjang
“guhhh…” sekali lagi aku berbisik

Dia masih terdiam
Aku paham dia pasti begitu capeknya hari ini
Kulirik jam dinding
Astaga jam 1 .35
Woowww ini sudah begitu larutnya
Kasihan teguh bekerja di kepanitiaannya

Sekali lagi kueratkan pelukanku
Kucium sisi belakang daun telinganya
Sambil berbisik…
“maafkan aku guh….met tidur dan met istirahat ya…”

Dia hanya diam
Aku sedikit bangkit
Kulongok dari belakang
Matanya terpejam tenang
Nafasnya pelan
Dan kukecup pipinya..
Sekali lagi dia sedikit menggelinjang
“guhhh maafkan aku yaa…”bisikku
Dia masih diam
Dan kudengar dengkuran lirih keluar dari bibirnya
Teguh telah tertidur
dan aku terus memeluknya dari belakang
tak ingin rasanya mata ini terpejam untuk sekedar mengenang moment indah ini
 
aku tak tahu berapa lama aku terlelap mendekap tubuh teguh dibalik selimut tebal
hangat…
nyaman
aku benar-benar terlena..
setiap gerakan nafasnya kurasakan mendamaikan hatiku

dan mataku pelan terbuka
kulirik jam dinding
pukul 3.05…
berarti baru satu setengah jam aku tidur sudah terbangun lagi
oughh…tidur berhimpitan dengan teguh ternyata membuat tidur tidak nyenyak
mata ingin selalu terbuka
hati ingin selalu terjaga
seolah tak ingin satu detikpun terlewatkan percuma

tiba-tiba tubuhnya berbalik
wajahnya didadaku
lengannya merangkul punggungku
nafasku sesak…
bukan sesak karena terhimpit tubuhnya
tapi sesak karena menahan amukan gelora

wajahku sedikit menunduk
mengamati kepalanya yang ada di daguku
posisinya mirip bayi yang menyusu ibunya
dia meringkuk seolah mencari kehangatan dari tubuhku

kuusap pelan rambutnya
kini kuterjaga sepenuhnya
teguh kelelahan..
dan aku paham…usapan ringan di kepalanya akan membawa kedamaian

terus dan terus kuusap rambutnya
usapanku turun…
kupijat ringan di lehernya…
dibahunya…
dan di punggungnya
terus dan terus kupijat

dan dia mulai bereaksi
kadang dia mengerang lirih disela-sela nafasnya
aku paham..seluruh tubuhnya pasti pegal semua
aku hanya ingin sedikit mengurangi rasa penatnya


to be continued...

0 comments:

Post a Comment