DISCLAIMER:

This story is a work of fiction. Any resemblance to any person, place, or written works are purely coincidental. The author retains all rights to the work, and requests that in any use of this material that my rights are respected. Please do not copy or use this story in any manner without author's permission.

The story contains male to male love and some male to male sex scenes. You've found this blog like the rest of the readers so the assumption is that material of this nature does not offend you. If it does, or it is illegal for you to view this content for whatever the reason, please leave the page or continue your blog walking or blog passing or whatever it is called.



Negeri Dibalik Awan - Chapter 11

Chapter 11
by Ajiseno



ada sedikit kegelisahan kurasakan dari tidurnya..
kadang dia merangkulku
kadang wajahnya menekan dadaku erat..
mungkin ini akibat kelelahan fisiknya

“guhhh…” bisikkku disisi telinganya
Aku menhela nafas lega
Dia bereaksi
Kepalanya sedikit mengangguk di dadaku

“guhh…” bisikku lagi
“hmmm…” dia mengguman pelan
Kusisir rambutnya pakai jari…pelan

“maafkan aku ya…”
Kurasakan anggukan kepalanya didadaku
Lengannya merangkul badanku erat
Sangat erat…
Aku kembali sesak nafas
Perasaanku membuncah tak karuan
Ada sedikit kelegaan disudut hatiku

Pelan telapak tanganku menyusup kedalam kaosnya
Hangat
Kulitnya sangat halus kurasakan di telapak tanganku
Ibu jariku pelan sedikit menekan
Menyusuri punggunggnya yang halus dan hangat
Terus dan turus……
Sesekali di menggelinjang
Meleguh pelan ketika bagian punggungnya ada yang terasa sakit ketika kupijat

“mas aji ngapain?’ dia berkata lirih
“memijatmu…”
“nggak usah…” bisiknya lirih
“nggak pa pa, kamu tidur saja…aku tahu kamu pasti capek seharian begitu sibuknya”
“nggak usah…aku nggak capek kok, Cuma ngantuk, mas aji juga tidur saja”
“nggak pa pa guh…kamu tidur saja…aku mijatnya pelan kok”

Tiba-tiba dia merangkulku erat
Lenganku sampai nggak bisa bergerak untuk memijatnya
Wajahnya masuk ke sela leherku
Hembusan nafasnya hangat menerpa kulit leherhu

“nggak usah masss….tidur saja ya…”
Akhirnya aku mengalah
Pelan tanganku keluar dari balik kaosnya

Aku sedikit menunduk
Kukecup erat keningnya
“maafkan aku guh, gara-gara aku kamu kecapekan mencariku, maaf ya”

“sejak tadi mas aji selalu bilang maaf, aku yang salah kok, aku yang kekanak-kanakan, harusnya aku tahu, mas aji kan kerja…”
“iya guh…mulai sekarang, kalau aku pergi kamu nggak usah khawatir lagi ya?”
Dia mengangguk pelan di leherku
Aku menghela nafas lega

Kembali kukecup keningnya
Kembali kurasakan dekapan erat pelukannya
Entahlah…
Aku merasa….aku tak ingin semua ini berakhir…..

aku sedikit bergerak
kuambil dan kugeser pelan lengan teguh yang menindih tubuhku agar dia tidak bangun
sudah jam 4 pagi
hmmm...biasanya jam segini aku sudah bangun
tapi entahlah, pagi ini aku malas
mungkin kecapekan atau mungkin udara dingin sehingga malas bergerak

kutatap wajah teguh
dia masih tertidur pulas
wajah polos tanpa dosa
ingin kembali kukecup keningnya atau pipinya
tapi aku tak ingin dia bangun
aku tak ingin mengganggu lelap istirahatnya

aku bergerak bangun pelan
berusaha seminimal mungkin agar tidak mengeluarkan suara yang dapat mengganggu tidurnya
dan kutinggalkan teguh dalam pulas tidurnya

kubuka pintu kamar
hmmm...sepi...
kulihat beberapa orang tidur di ruang tamu
ada tiga orang
semua pakai sarung kecuali satu orang yang hanya berselimut jaket
aku yakin...semuanya adalah saudaranya pak sujar yang semalaman bergadang menonton pertunjukan wayang kulit

pelan aku ke belakang
untuk cuci muka, dan mengosongkan kandung kemih

semuanya sepi
desa ini laksana desa mati
sepi...dan benar-benar sepi
semua kecapekan
dan aku yakin saat ini semua masih tidur

tidak kudengar adzan shubuh seperti biasanya
mungkin juga muadzinnya juga bergadang semalaman, sehingga saat ini juga sedang tidur

aku menuju dapur...
masih terang oleh lampu yang menyala
kuambil termos dan mulai membuat teh hangat

hmmmm...suasana yang sepi, syahdu...dengan kehangatan teh yang pelan menyusuri kerongkonganku
nikmat dan saat ini aku benar-benar menikmati hidup ini

sudah jam 4.45...
suasana sudah nampak mulai terang
tapi masih saja belum ada yang bangun

semua sudah kulakukan di pagi ini
minum teh hangat
sholat subuh

aku berjalan dalam sepi sambil membawa cangkir ke depan
akhhh....dari pada bengong aku bermaksud mengerjakan beberapa tugas yang belum sempat kuketik

aku berdiri terpaku ketika sampai di ruang tamu
dua orang tidur beralas karpet
satu orang tidur di sofa
tampak kakinya menjuntai karena terlalu panjang
dai hanya berselimut jaket hitam yang telah dilepas dari tubuhnya

dan ...
tiba-tiba aku mengenal jaket itu...
aku juga mengenal sosok dia

agung....??
yahhh benar dia agung

dengan cepat aku mendekatinya
sekedar untuk memastikan bahwa yang tidur di sofa adalah agung

benarr...
aku sepertinya akan berteriak ketika tahu bahwa dia itu agung
kapan dia kesini?
akhhh...mengapa dia tidak bilang kalau mau nginep disini?

kuusap lengannya
"gung...." bisikku disisi telinganya
dia masih tertidur
suara nafasnya masih terdengar mirip dengan dengkuran ringan

"gungg...." aku kembali membangunkannya
kali ini kugoyangkan lengannya dengan keras

pelan dia bergerak
matanya pelan terbuka
merah
dan diusapnya dengan lengan

"jiii...ada apa?"
aku tersenyum melihatnya terjaga
"tidur di dalem saja, disana ada selimut, pakai saja" kataku

"ohh..."
dia langsung bangun
matanya masih setengah terpejam
rupanya agung ngantuk berat

kulihat sambil terhuyung dia masuk kamar
matanya masih setengah terpejam
kesadarannya belum pulih benar
aku mengikutinya di belakangnya

"tidur saja gung"
tanpa banyak melihat agung langsung ambruk disisi ranjang
kuperhatikan teguh juga masih tertidur pulas
agung langsung mendengkur disisi teguh
kuambil selimut tebal
dan kuselimutkan pada tubuhnya agung
hmmm...dia langsung mendengkur
sangat pulas tidurnya

aku mengambil nafas lega
kupandangi dua sahabat terbaikku di desa ini
mereka berdua saat ini sedang tidur berdampingan
hmmm...aku lega
akhirnya mereka berdua bisa akur

dan tiba-tiba kulihat teguh bergerak
kakinya menindih tubuhnya agung
dan lengannya merangkul badannya agung
agung tak berekasi dipeluk teguh
hmmm...mungkin tubuh agung dikira tubuhnya aku
mereka sangat intim

aku tersenyum bahagia melihat keintimannya
tapi dalam hati....
aku khawatir juga...jika mereka tersadar nanti

kutinggalkan agung dan teguh yang masih tidur berpelukan di kamarku
kuambil nafas panjang
sekali lagi...aku sangat bahagia saat ini

Aku mendengar suara-suara di dapur
Bergegas aku menuju kesana, pastilah ada yang sudah bangun

Benar saja…bu sujar dan pak sujar sudah di perapian
Diatas tungku besar terdapat penggorengan berisi sayur dan tempat masak air
Rupanya bu sujar sedang menghangatkan sayur yang dimasak kemaren sore
Api menyala besar dibawahnya memancarkan kehangatan
Aku mendekat ke arah tungku

Pak sujar dan istrinya langsung menoleh
“lho mas aji sudah bangun to?” tanya bu sujar
Aku tersenyum, mendekat
Kuambil kursi kecil dan bergabung ikut ke perapian
‘wahhh…sejak tadi malah bu, soale semalam Cuma aku yang tidur paling awal”
“napa mas aji nggak nonton wayang kulit? Nggak suka ya?” pak sujar ikut menimpali
“bukan nggak suka pak, Cuma sudah malem banget mulainya makanya males, apalagi pagi ini pekerjaan proyek sudah dimulai”

Kulihat bu sujar menuangkan segelas kopi, dan menyodorkannya di depanku
“silakan diminum mas, biar anget badannya”
“makasih bu, sebenarnya tadi aku sudah minum kok”
Bu sujar Cuma tersenyum

“mas, boleh aku tanya sesuatu?”
Tiba-tiba pak sujar menatapku serius
Akupun mendadak ikut serius menanggapinya
“oh iya pak, gimana?”
“hmmm…apa benar, si petruk itu kerja untuk mas aji?”
Entahlah aku merasakan tatapan mata pak sujar seolah menghujam ulu hatiku
“iya pak, memangnya kenapa pak?”

Pak sujar menghela nafas panjang
Dan tiba-tiba bu sujar duduk di dekatku
“mas aji tak tau to, petruk itu kan….”bu sujar berkata lirih
“buuuuu…!!!!” pak sujar melotot ke arah bu sujar, memberi kode agar dia tak meneruskan perkataannya

Aku bergantian menatap keduanya
‘ada apa to pak, kurasa petruk baik-baik saja kok”
Aku bingung menatap keduanya…

“nggak apa-apa kok mas aji, Cuma di daerah sini petruk sudah di kenal jelek sifatnya” pak sujar menetralisir
Sebenarnya aku belum puas dengan penjelasan singkat pak sujar
Tapi aku tak ingin mendesak pak sujar untuk menjelaskan siapa sebenarnya agung itu
Bagiku siapapun agung di masala lalu aku tak peduli
Bahkan andai dia penjahat sekalipun
Karena aku percaya…agung sebenarnya mempunyai sifat baik
Kuliat dia berusaha semaksimal mungkin menunjukkan itikad baiknya
Cuma….
Sampai saat ini kebenciannya terhadap teguh belum juga luntur
Itu saja yang menjadi pertanyaan dalam hatiku
Ada masa lalu apa antara agung dan teguh?

“oh iya pak, ternyata semalam petruk tidur disini to?” tanyaku mengalihkan topik pembicaraan
Pak sujar terseyum
“la iya itu lah mas, semalem dia ngeyel mau tidur disini, katanya mau menjaga mas aji”
“ohh…gitu to pak, terus dia datang jam berapa pak?”
“sekitas jam tiga mas”
“wahhh, pagi banget ya…”
“hehehehe…dia itu kalau sudah ngumpul sama gengnya ya gitu lah mas, sampai nggak tidur”
“geng?”
“mas aji belum tau to? Petruk itu kan pimpinannya geng disini”
“hahh…pak sujar ini lho, mungkin Cuma teman ngumpul saja, mosok geng”
“ya itulah, kerjaannya Cuma ngumpul-ngumpul, terus mabuk-mabukan, judi, nggodain orang lewat bahkan malak”
“sampai segitunya to?”
“iya mas, makanya mas aji ati-ati sama dia, Cuma itu saja pesenku, tau nggak kemaren habis upacara nyadran teguh sempat bingung nyari mas aji, aku sebenarnya juga kuatir lho saat tau mas aji diajak petruk pergi”
“waahhh…sampai segitunya ya…padahal kami hanya jalan-jalan mengecek bahan proyek pak”
“nah itulah mas, sebenarnya kami nggak masalah, Cuma kok yang ngajak itu petruk, jadinya kami kuatir juga lah”

Tiba-tiba pintu dapur terbuka….
Seorang berkalung sarung nongol sambil mengatur nafas yang ngos-ngosan
Sepertinya dia habis lari
Dan yang kutahu, orang itu adalah saudaranya pak sujar yang tadi tidur di ruang depan bersama agung

Seketika kami menoleh…
“masss…..di kamar masssee ada yang sedang berkelahi mas…”
“hahh apa?” aku kaget
“iya….berkelahi mas…” jelas dia sambil mengatu nafas

Seketika kami langsung bangkit
‘pasti ulah si petruk lagi ini” geram pak sujar

Aku dan diikuti semua yang ada di dapur berlari ke arah depan
Semakin jelas kudengar keributan di kamarku
Suara agung dan teguh…
Kudengar keduanya saling berteriak emosi….
Segera kulihat dua orang di depan pintu kamarku
Keduanya menoleh kearahku cemas
Keduanya merupakan saudaranya pak sujar, yang terganggu tidurnya dengan keributan agung dan teguh di kamarku

“masss…ini gimana….lagi antem-anteman mas”
Aku berlari dengan cepat kearah pintu
Sebenarnya hal ini sudah kuduga sebelumnya
Agung dan teguh susah untuk akur
Bagai anjing dan kucing

“enak saja! Jo ngasi yo…aku pegang-pegang kamu, dasar preman!” suara teguh kudengar meninggi
Baru kali ini kudengar teguh marah besar
“hahh…bangsat kamu, minta di antem ya” suara agung tak kalah seram
“ayooo kalo berani…ayoooo…” tantang teguh tak kalah keras

Segera kubuka pintu
“braakkk…..”

Keduanya kulihat menoleh kearahku
Kulihat agung dengan tangan mengepal siap menghantam wajah teguh
Tangan kanannya mencengkeram leher teguh
Kedua matanya menyala tajam

“heyyyy…..” aku berteriak spontan
“hahh ada apa ini?” pak sujar ikut menimpali

Segera kupegang lengan agung
“gung…lepass…”
“nggak! Biar kuhajar bocah ini, kurang ajar banget”
“ayooo hajar saja kalo berani!” teguh masih menantangnya
“ei ei eieeeeeeeeee…….udahhhh…lepas gung” aku ikut berteriak


Kutatap wajah agung
Kutatap dengan sorot mata setajam mungkin
Dan agung mengalah…
Luruh…
“uhhh beraninya ama anak kecil!’ ucap teguh tak kalah sengit
“guhhhh udahhh guh” aku berusaha meredam emosi keduanya

“ayooo semua duduk, aku tak ingin kalian berdua seperti ini” aku menenangkannya
“hey truk…aku kan sudah bilang, jangan bikin keributan di rumahku” suara pak sujar tak kalah geram

Kuseret pelan keduanya ke ranjang
Keduanya menurut saja
Kulihat sekilas ranjangku awut-awutan, berantankan

Aku menghela nafas panjang sambil duduk diantara agung dan teguh
Pak sujar masih berdiri berkacak pinggang marah
Kulihat pula beberapa orang sudah di pintu kamar termasuk bu sujar dan putri yang ternyata sudah bangun

Dalam hati aku sunggauh tak enak hati pada keluarga pak sujar
Gara-gara aku , terjadi keributan yang tak semestinya

“ini ada apa to, pagi-pagi udah ribut?” tanyaku menyelidik
“ini mas mosok petruk tadi tiba-tiba menendang aku pas lagi tidur” teguh menjelaskan
“enak saja, kamu tuh pakai tidur nempel-nempel aku segala, dikira aku suka po?” serang agung ngak kalah sengit

“ya udah…sekarang kalian damai” aku menengahi
“mas aji ini gimana sih, kok tiba-tiba petruk tidur disini to?” tanya teguh keheranan
“memang aku yang nyuruh agung tidur di kamar”
“kok nggak bangunin aku sih?” tanya teguh lagi
“duh guh, lagian Cuma tidur saja to? Napa harus dibuat masalah”
“ahhh…males najis nempel-nempel petruk”
“hah apa kamu bilang ?” agung kembali emosi
Matanya kembali melotot ke arah teguh

“udaahhhh” kembali aku menjerit
“kalian ini, kalian kan saudara, uhhh nggak pernah akur” pak sujar tiba-tiba berteriak

Aku kaget…
Aku mendongak, menoleh ke arah agung dan petruk bergantian

“saudara? Maksudnya?” tanyaku
“iya…mas aji, kedua orang ini kakak adik, mosok mas aji nggak tau? Jelas pak sujar lagi
“hahhh” aku masih kaget
“benar guh?”
Teguh tiba-tiba menunduk diam
Aku masih kurang puas
“benar gung?”
Aku menoleh pada agung
Agung mengangguk pelan
Aku Cuma bisa terdiam kelu…
Tak mengira sama sekali dengan kenyataan saat ini yang aku dengar
semua terdiam
keadaan menjadi tenang
hanya deru nafas orang-rang yang sejenak mengambil nafas panjang terdengar

akhirnya.....
satu persatu semua pergi meninggalkan kamarku
terakhir pak sujar dan busujar
terdengar leguhan dari pak sujar akibat menahan emosi

suasana kamar hening
tinggal aku, teguh dan agung
kuperhatikan keduanya seperti dua tahanan yang baru saja tertangkap
menunduk...
menggoyang-goyangkan kaki karena gelisah
dan aku seperti hakim yang saat ini juga harus mendamaikannya

kutarik telapak tangan agung dan teguh
kuletakkan diatas pangkuangku
kupertemuakan kedua telapak tangan ini
menumpuk jadi satu dengan telapak tanganku

aku mengambil nafas panjang
"aku baru tahu kalian saudara..." ujarku lirih
"napa kalian nggak jujur denganku?" lanjutku
hanya kudengar tarikan nafas panjang

"mas, petruk itu bukan saudaraku....tak akan..." teguh menyeletuk sambil berusaha menarik telapak tangan dari pangkuanku
"iyaa...sama, aku juga nggak sudi punya saudara macam dia..."
sorot mata keduanya kembali bertemu
akhhh...sampai kapan keduanya akan bermusuhan...
aku harus mendamaikannya

"husshhh..., aku tak ingin lihat permusuhan" ujarku tegas
dan keduanya luruh seketika
"gung" tanyaku lirih
aku menoleh ke arahnya
telapak tangannya masih erat kupegang menumpuk dengan telapak tangan teguh
"sebagai yang lebih tua kamu harus lebih dewasa gung, bisa nggak ?"
agung menoleh menatapku
"maksudmu?"
"apapun juga, aku nggak mungkin terima hidupku di hancurkan bocah tengil ini"
"gunggg......!!!!" suaraku sedikit meninggi

baru kali ini aku berani bicara lebih keras pada agung
agung masih kutatap tajam
dia menyerah
dia terdiam
"gung...."
dia masih terdiam
"teguh itu siapamu?" tanyaku lagi

suasana sejenak masih hening
"bukan siapa-siapanya dia!" teguh menyeletuk keras
"hushhh..." aku memberi tanda diam pada teguh

"bocah tengil ini...adiknya ranti istriku..." ujar agung lirih
"ohhhh...." hanya itu yang keluar dari mulutku
sungguh aku tak mengira bahwa teguh adik iparnya agung...
sungguh aku tak menyangka

kugenggam kedua telapak tangannya erat diatas pangkuanku
"maaf, aku baru tahu bahwa kalian kakak adik, hmmm...mulai saat ini aku tak ingin kalian bertengkar lagi, tak ingin...pokoknya tak ada alasan, kalian harus rukun!" ujarku tegas
aku menoleh pada keduanya

kulihat teguh masih keras kepala
aku paham, seolah dia memendam kebencian yang begitu besar pada agung
wajahnya menoleh ke bagian lain
dia benar-benar tak sudi menatap agung
ini sisi lain teguh yang benar-benar di luar dugaanku

tiba-tiba teguh menarik telapak tangannya dengan cepat
dia langsung berdiri
"guhh...kamu mau kemana?"
dia setengah berlari keluar kamar
"mau mandi wajib mas...badanku penuh najis..." dia berteriak sambil berlari
"huhh" agung mendadak emosi
aku tersenyum mendengar kata 'mandi wajib' jadi teringat ketika teguh mimpi basah kemaren

kurangkul pundak agung erat
"gung...dia masih anak-anak, kamu harusnya bersabar, kalau kamu ingin meraih hati istrimu, raih pula hati keluarganya, termasuk hatinya teguh, bagaimanapun juga dia adikmu"
kulihat agung menghela nafas panjang
dia mengangguk pelan
dan disisi lain hatiku aku lega...paling tidak agung sudah mulai bisa memaklumi hatinya teguh
"gung...?" tanyaku singkat
agung menoleh
"hmmm...boleh tanya sesuatu?"tanyaku lagi
"ya"
"hmmm...sejak kapan kamu sama teguh bermusuhan?"

dia terdiam
aku paham...ini sebenarnya bukan urusanku
ini urusan pribadinya
tapi entahlah...ada keinginan kuat di dasar hatiku untuk mencairkan kebekuan hubungannya dengan teguh

"sejak...yahhh...sejak aku tiba disini, sejak tahu bahwa ranti hamil sebelum nikah..."
"dia langsung memarahimu?"
agung menggeleng
"nggak! teguh cuma diam, tapi aku tahu, dia membenciku, sejak aku tiba disini, dia tak mau bicara denganku, selalu menghindar jika ketemu aku, dan puncaknya, dia mengalah, dia pergi pindah ke rumah pak liknya disini"
"ohhh...sampai segitunya? menurutmu kenapa dia sampai segitu bencinya kepadamu?"

agung menghela nafas...
"aku nggak tau, hanya dia yang tau, beberapa waktu yang lalu kami sempat adu mulut hebat dengan mertuaku dan teguh ...mungkin karena aku menjual bagian depan rumah untuk membayar utang-utangku akibat kalah maen, dan...tanpa sepengetahuanku teguh telah mengambil paksa ranti dari sisiku...itulah awal tumbuh kebencian diantara kami'

tiba-tiba aku merasa...begitu rumit hubungan mereka
hubungan yang sama sekali tidak sehat

sekali lagi aku menghela nafas panjang...
ada PR berat menantiku....
aku harus mendamaikan keduanya
mengembalikan hubungan yang semestinya
menyadarkan bahwa manusia di masa lalu bisa saja salah
dan kita tak harus terus menoleh ke belakang
menyalahkan semua yang sudah terlanjur salah
aku tersenyum sambil mengelus-elus pelan pundak agung yang kokoh
"gung ya udah, semua yang lalu biarlah, mulai hari ini tunjukkan pada semua bahwa kamu bisa kerja serius, hari ini kamu dan danang aku tugasi untuk mengecek bahan-bahan proyek di lapangan yang sudah mulai datang, aku disini ngurus segala administrasinya, gimana?"

tiba-tiba wajah agung menjadi begitu cerahnya
"beres boss!"
"ehh...tapi jangan paksain, kalau kamu masih kurang tidur"
"nyante sajalah, aku dah biasa kurang tidur kok"
"oke...kamu bisa siap-siap kalau gitu"
"oke...."

agung bangkit dengan semangat
aku tersenyum memandangnya
entahlah....aku begitu gembira dengan perubahan sikapnya

dia mengambil jaket, memakainya
tiba itba dia duduk kembali
merangkul pundakku erat
"makasih jii....cuma kamu temanku yang paling mengerti aku, makasih-makasih..."

aku cuma tersenyum mengangguk pelan
hatiku begitu bahagia

hanya satu....
aku harus datangi teguh
aku harus singkirkan tembok tebal yang membetengi keras hatinya
pagi ini aku begitu semangat
entahlah...
mungkin karena ada pekerjaan baru yang menantiku
atau karena pagi ini sinar mentari begitu cerah bersinar

tadi aku sudah mandi di pancuran...
sepi...bahkan teguh yang kukira sedang mandipun tidak aku jumpai di pancuran

siap-siap, mulai dari pakaian, laptop maupun berkas lain

sarapan pagi ini juga menyenangkan
pagi ini aku sarapan bersama seluruh keluarga besar pak sujar

sebagian besar mereka bercerita tentang cerita wayang tadi malam
tentang dalangnya yang dari jogja yang sangat bagus
tentang sindennya yang bahenol dan cantik
tentang penontonnya...

mereka bercerita dengan begitu semangatnya
aku ikut merasakan kegembiraannya

tapi di akhir cerita, dia sisipkan tentang agung....
agung yang tadi hampir berkelahi dengan teguh

hmmm...aku hanya bisa terdiam saja
biarlah...
tapi yang jelas, dari sinilah aku tahu bahwa di mata masyarakat nama agung sudah sedemikian jeleknya
dalam hati aku gundah...
sangat gampang menghapus kotoran di badan
tapi ....
sangat susah menghapus kotoran di nama...

"heyyy...makan enak nggak ngajak-ngajak!"
suara besar dari arah pintu
seketika kami menoleh...

hampir semua melotot sejenak
seorang dengan tubuh tinggi besar dan memakai tas punggung di bahunya tersenyum lebar

"mas yogaaa...." aku berteriak sambil terpekik
sungguh tidak menyangka mas yoga datang pagi ini
Aku langsung beranjak dari dudukku menhampiri mas yoga
Sungguh aku tak mengira mas yoga datang secepat ini
Mas yoga Cuma geleng-geleng sambil tersenyum lebar

Kusalami dia…
Kuamati seluruh fisiknya
Empat hari di batang lumayan merubah penampilannya
Tambah item…yah tambah item kulitnya
Rambutnya juga kering
Seperti kaget dengan hawa panas kota batang

“mas yoga ini, kesini kok nggak ngabari aku to?”
“surpriseeee…hahahaha” dia tertawa lebar

Dia selanjutnya menyalami pak sujar dan bu sujar
“mas yoga, mbok kemaren kesininya…kemaren kan nyadran to?”
“iya, lupa aku pak, tapi nggak apa-apa kok pak, kemaren aku itu sibuk banget si”

Aku mendekatinya
“eh mas, kesini disuruh pak danar ya?” aku bertanya lirih
“iyaaa mas ajiii…tuh pak danarmu, kuatir banget dengan keadaan anak kesayangannyaaa…” ujarnya sambil senyum-senyum
Aku tahu yang dimaksud dengan anak kesayangan pak danar itu ya aku.
“uhhhh…yang bener? Berarti aku sudah boleh ke semarang lagi to?”
”eeittt…jangan dulu, aku tuh kesini Cuma sampe nanti siang saja”
“lho kok?”

Mas yoga kembali senyum-senyum
“tadi pagi pak danar nelpon, pokoknya pagi ini aku harus kesini, harus paling tidak memamtau agar proyek tidak semrawut”
“tuhh kan, makanya sebaiknya aku kembali saja ke semarang”
“eitt enak saja, tunggu dua hari lagi, yang mbatang sudah hampir selesai kok”

Aku terdiam
Entahlah tiba-tiba aku kangen dengan suasana semarang
Aku ingin cepat kembali kesana, ke habitat semula

“salamualaikum…”suara di pintu
Semua menoleh
Ada danang dan agung yang muncul bersamaan
Aku langsung berbinar

“mas yoga, anda nggak perlu kuatir, aku punya dua astisten luar biasa…tuh keduanya sudah datang” kataku sambil menunjuk ke pintu
Danang tersenyum lebar
Agung terdiam bingung kukatakan sebagai asistenku

“mas yogaaa…kapan kesini?” danang melangkah cepat menyalami agung
“tadi nang, pa kabar?” ujar mas yoga menyalaminya

“eh mas yoga, kenalin asistenku…agung namanya”
Agung tersenyum
Dia menyalami mas yoga sambil membungkuk

Suasana pagi ini sungguh rame
Semua kumpul
Kami bercerita banyak hal
Ada satu hal yang kusuka dalam hal ini
Agung ikut membaur dalam obrolan
Banyak hal yang agung kuasai sehingga obrolan masalah proyekpun dia bisa mengimbangi
Aku puas lihat performa agung saat ini
Dalam hati aku ingin sekali membuktikan bahwa agung tak sejelek yang orang kira
Hari ini suasana lain
Aku berjalan menyusuri jalanan yang sungguh sepi
Sampah bungkus makanan berserakan sepanjang jalan
Tak lagi kujumpai warung tenda yang berjejer seperti kemaren

Kami berjalan berempat menyusuri jalan kampung
Sebenarnya perjalanan ini merupakan gladi bersih mulainya pelaksanaan proyek
Mas yoga memberikan banyak petunjuk mengenai pelaksanaan kegiatan nanti
Agung dan danang kelihatan begitu tertariknya
Dalam hati aku bangga, aku mendapatkan partner orang-orang seperti mereka

Dan jam 9 pagi truk pengangkut bahan proyek mulai datang
Suaranya memecah kesunyian desa yang masih berkabut tipis
Beberapa warga dan anak-anak berlari menuju arah jalan melihat kendaraan proyek yang mulai masuk
Ada sekitar 10 truk masuk desa
Dan hal ini adalah hal luar biasa bagi penduduk desa ini
Suaranya benar-benar menarik perhatian warga desa sehingga semakin banyak warga dan anak-anak yang berjajar dipinggir jalan menonton konvoi truk masuk desa
Aku tersenyum geli
Bagaimanapun juga proyek ini sangat menggembirakan warga desa ini

Pagi tadi ada pembagian tugas kerja yang dipimpin langsung oleh mas yoga
Aku kebagian tugas di dalam rumah
Mengetik beberapa kelengkapan administrasi termasuk administrasi keuangannya
Danang dan agung di lapangan, mengecek turunnya bahan proyek termasuk mengecek kualitas dan kuantitasnya
Mas yoga membawa buku, dan memberi beberapa instruksi kepada agung dan danang dalam melaksanakan pekerjaannya

Ini suasana yang sungguh lain
Walau demikian aku bahagia
Aku bekerja sesuai dengan bidangku
Dan aku yakin yang lain juga bekerja sesuai dengan bidang nya

Suara truk terus menerus ku dengar hilir mudik
Dan samar-samar kudengar pula suara masyarakat menyambtnya dengan obrolan bahagia

Jam 12 siang mas yoga yang bertopi kembali dari lapangan
Di letakanya topi hitamnya disampingku
“gimana mas, asistenku?”
“hmmmm…salut deh untuk kamu, kamu sudah memilih tenaga yang benar-benar hebat, keduanya hebat, aku lega sekarang “ ujar mas yoga
Aku menarik nafas panjang lega

“maksudku agung itu gimana mas?”
“iya bagus kok, kerjaannya bagus, dia cepat paham, baik tentang kualitas maupun kuantitas, tadi ada satu truk yang membawa kurang saja dia tau dan suruh nambahin”
“hmmm ya sudah kalau gitu, mas…andai nanti aku kembali ke semarang dan agung tetap kerja jadi mandor gimana?, kalau danang kan nggak mungkin, soale dia kan masih kuliah”
“ohhh…aku sih seneng saja, yang penting bagian personaliannya gimana?”
“ohhh kalau gitu entar aku yang urus”
“kalau gitu nggak masalah ji, aku seneng kok dengan pekerjaannya agung, nggak masalah lah”

Kembali aku tersenyum bahagia
Agung akan mendapat pekerjaan di proyek ini setelah aku nanti kembali ke semarang
Dia akan jadi pengawas (mandor) yang membantu mas yoga
Aku lega…
Tiba-tiba aku teringat teguh
Uhhh aku begitu sibuknya pagi ini sampai lupa sama teguh
Dia…hmmm…pagi tadi dia kan ngambek dan sampai saat ini belum muncul juga

Aku pamit sama mas yoga dan pak sujar
Setengah berlari aku menuju rumahnya teguh
Tak jauh jaraknya dari rumah pak sujar, hanya selisih sekitar lima rumah
Sebuah rumah yang terbilang lumayan bagus untuk ukuran rumah di desa
Bertembok bata dan bangunannya membentuk letter L
Dibagian depan terdapat teras kecil dan ada dua anak kecil sedang bermain kelereng
Aku menghampirinya

“dikkk…mas teguhnya ada dik”
Bocah kecil itu mendongak kearahku
“ada…di dalam”
Aku tersenyum

Kuketuk pintu…
Dan pelan pintu terbuka
Wanita muda tersenyum lebar menerimaku
“eh…monggo mas aji, mau ketemu teguh ya?”
“ya bu, teguh dimana bu?”
“silakan, mari , dia di kamar baru siap-siap”
“siap-siap…siap-siap apa bu?”
“siap-siap ke kota, tadi ada temannya kesini ngabari kalau besok sudah masuk sekolah”
“ohhh”
Dalam hati aku kaget
Teguh akan ke kota sore ini juga

“silakan ini kamarnya”
Kamarnya ada dibagian belakang
Kubuka pelan pintu kamar
Dan langsung kulihat teguh

Dia kaget melihatku sudah dipintu kamar
Dia memakai sarung dan baju putih, berpeci hitam, kelihatannya dia habis sholat dhuhur

“mas ajii” ujarnya setengah berteriak kaget
Aku tersenyum
Kulihat dia sedang melipat baju
ranjangnya sedikit berantakan dengan beberapa pakaian yang belum dilipat

Aku langsung duduk di sisi ranjang
“kamu mau ke kota ya?”
Dia tersenyum manis
“iya mas, besok masuk sekolah, kemaren Cuma libur empat hari karena ada tryout kelas tiga mas, nggak terasa ternyata liburanku sudah habis” ujarnya lirih
‘ohhh” Cuma itu yang keluar dari mulutku
Tiba-tiba aku merasa kelu
Kaget…
Sedih …
Semua perasaan tak enak bercampur jadi satu

“jadi kita akan berpisah ya” ucapku lirih
Dia menoleh
Ada semburat kesedihan di pelupuk matanya

Pintu kamar terbuka
Ibunya teguh datang dengan nampan berisi dua gelas teh dan sepiring pisang rebus
“mari mas…minumnya aku letakkan disini saja ya, silakan mas”
“wah bu, jadi merepotkan ini”
“ahhh nggak kok, silakan” ujar ibunya teguh ramah
Selanjutnya beliau keluar kamar
Pintu kamar kembali di tutup

Teguh mengambil minuman dan menyodorkannya kepadaku
“diminum mas aji”
“makasih”
Kuterima gelas dari tangannya
Langsung pelan kuminum…sedikit
Entahlah minuman ini hampir tak berasa lagi melihat kenyataan teguh akan pergi

Kuletakkan kembali gelas minum ke meja kecil disisi ranjang, demikian juga teguh
“mas aji masih lama disini?’ tanyanya
“dua hari lagi, minggu kemungkinan aku kembali ke semarang guh”
“ohhh” hanya itu yang keluar dari bibirnya
Aku menghela nafas panjang

Kuraih telapak tangannya
“guhh….”
Dia menoleh pelan
“Ya mas”
“kamu yakin sore ini akan ke kota?’
Dia menunduk
“ya mas”
“jadi…jadi…kita nggak ketemu lagi?” tanyaku parau
Dia mengangguk pelan

Kuremas erat telapak tangannya
Dia menoleh
“hmmm…mungkin iya mas, nggak pa pa lah, suatu saat pasti kita bisa ketemu lagi kok”
“iya guh…Cuma napa mendadak gini…?” aku tersenyum masam
“ya gimana lagi mas, maaf ya karena aku tidak bisa menemani mas aji lagi”
“nggak pa pa guh”

Sesaat kami terdiam
Entahlah aku menjadi bingung harus berkata apa lagi
“guhh..kamu masih marah?”
“marah?, kenapa marah?”
“tentang kejadian tadi pagi, maafkan aku ya?”
“ohhh…nggak pa pa mas, Cuma aku nggak suka saja sama petruk”
“napa?”
“dia yang menghacurkan hidup mbakku mas, dia hancurkan masa depan mbakku, dulu mbak ranti ke jakarta untuk bekerja dan rencana mau sambil kuliah, semua impiannya hancur gara-gara petruk, uhhh…dan sikap bengalnya juga tidak berubah, itulah yang menbuat aku sulit memaafkannya mas”
“tapi sekarang dia telah sadar guh, dia sudah berubah…”
“terlambat mas, terlambat, semua yang ada sudah dia hancurkan” ujarnya lirih

Aku menghela nafas panjang
Dalam hati memang perlu proses panjang untuk mendamaikan teguh dan agung
Aku sekarang juga paham latar belakang kebencian teguh

“guh..”
“ya mas…”
“kamu berangkat ama siapa?”
“sama temen mas, nanti boncengan”
“jam berapa?”
“empat”
“besok pagi saja guh, nanti aku anter pagi-pagi sekali”
Teguh menggeleng
“nggak mas, aku tak mau merepotkan mas aji”
“aku tidak repot kok, bener guh, tidak repot”
“nggak ahh”
Sekali lagi teguh menggeleng

Kuamati wajahnya
Wajah putih dengan bibir merah ini sebentar lagi akan hilang dari pandanganku
Teguh akan kembali ke kota
Sekolah disana
Kembali hidup di lingkungannya
Mungkin penuh tawa ceria bersama teman-temannya
Akhhh…semakin aku membayangkan semakin sesak dada ini

Aku berdiri pelan….
“guh”
dia mendongak
“boleh aku memelukmu, mungkin untuk yang terakhir kalinya?”

Kubuka lengan ini
Dan pelan teguh berdiri
Menghambur dalam pelukanku
Kupeluk erat…..
Wajahnya menempel ketat di dadaku
Kurasakan hembusan nafasnya yang hangat menyapu relung hatiku
Dan….
Kurasakan isak tangisnya
Kurasakan dingin airmatanya di dadaku
Tak terasa air mataku membuncah pecah meleleh
bibirku tak sanggup berucap lagi…hanya kesedihan yang muncul menusuk ulu hatiku
"guuhhhh..." terdengar suara ibunya teguh dari luar kamar keras terdengar
secepat kilat tubuhnya bergerak
melepaskan diri dari pelukanku
dan...akhirnya kurelakan juga teguh melepaskan diri dari pelukanku

dia langsung mengusapkan lengannya di pelupuk matanya yang berair
aku hanya terdiam terpaku
"bentar ya mas...."
aku mengangguk pelan sambil berusaha tersenyum

dalam sekelebat bayangan teguh telah menghilang dari balik pintu
menemui ibunya...

aku terduduk lesu disisi ranjang
dalam hati bertanya-tanya 'mengapa teguh tidak memberi tahu tentang kepergiannya ke kota?'
dan jawabannya mungkin sebenarnya tadi pagi dia akan pamitan, cuma ada insiden dengan agung

aku maklumi..
aku saja yang salah...
tak seharusnya agung kucampur dengan teguh

aku mengambil nafas panjang
semua memori dengan teguh bermunculan memenuhi rongga otakku
sebuah memori indah
yang jelas, aku sangat bersyukur dipertemukan dengan teguh
walau sebentar...
yahhh...hanya sebentar...
tapi bagiku pertemuan ini sangat bermakna

aku teringat adit
kembali memoriku mengingat adit
bocah kelas sembilan SMP yang baru tumbuh dan penuh semangat
mirip teguh
walau fisiknya sangat berbeda, tapi aku merasa dipertemukan kembali dengan aditku

kembali aku menghela nafas panjang....
aku baru tersadar kini
ough....aku harus memberi sekedar kenang-kenangan untuk teguhku
sejenak aku bingung
ini sungguh sangat mendadak, aku tak sempat mempersiapkan kenang-kenangan untuk teguh...

otakku berfikir keras...
kuambil dompet disaku belakang celanaku...
kubuka pelan
hanya ada dua lembar uang seratus ribuan...
hmmm...aku memang tak pernah membawa uang banyak dalam dompet

kuambil dua lembar uang tersebut
hmmm...sebagai anak kost, teguh pasti butuh uang
tapi.....
aku yakin teguh takkan mau menerima pemberianku

sejenak kembali aku bingung
pandanganku tiba-tiba tertuju pada tas punggungnya
dengan cepat kuselipkan uang di saku tasnya

kubuka...
didalamnya ada pensil, kuambil cepat
dan kuambil secuil kertas
kutulis..."guhh...ada sedikit uang, pakailah..(aji)"
singkat dan cepat kertas dengan lembaran uang kumasukkan ke saku tasnya
dengan gerakan cepat aku kembali duduk ketika kudengar langkah kaki mendekat ke pintu kamar

"mass...disuruh ibu makan...mari mas" dia di pintu
dan aku terseyum mengangguk, berdiri dan berjalan mengikutinya
siang ini aku nggak begitu bergairah dalam bekerja
kenyataan bahwa sekarang tidak ada lagi teguh yang menemaniku sungguh sulit untuk aku terima
beberapa kali jari-jariku bergetar jika ingat teguh

tadi sebenarnya di rumah teguh aku bermaksud menungguinya sampai dia berangkat
tapi...uhhh...mas yoga datang, dan menyuruhku kembali ke rumah pak sujar
ada pekerjaan yang harus kuselesaikan

disisiku mas yoga terus mengoceh tentang pekerjaan hari ini bersama danang dan agung
aku seperti tak mendengarkannya
otakku penuh

"ehhh jjii...aku salut denganmu lho, kamu itu sudah mencari asisten yang terbaik untukku"
kali ini aku kaget
"apaan?"
"iyaa, asisten..."
"maksudmu?"
'itu tuh, agung dan danang"
"hahh..."
"kok hah?"
"hmmm agung? maksudmu?"

tiba-tiba mas yoga menatapku tajam
"ji, emang kenapa dengan agung?"
"ohh nggak pa pa mas, cuma dulu dia ngelamar disini cuma mau jadi sopir"
"ohh yang kemaren kamu nelpon aku itu ternyata masalah si agung itu ya?"
aku tersenyum...
"iya mas...dia ngotot minta kerja ke aku"
"tapi dia pinter kok jii, kalau danang pinter aku nggak heran, tapi kalau agung pinter...itu yang surprise?"
"pinter?, maksudmu?"
"hmmm...tadi agung kuajari bagaimana menjadi pengawas proyek, mengenai pengukuran, kualitas bahan, kualitas pekerjaan dan lain-lain, ternyata dia cepet sekali belajar"

ohhh...aku senang sekali, ternyata mas yoga mau menerima agung
"mas...andai nanti aku ke semarang, mas yoga masih mau memperkerjakan agung kan?"
"emang napa ji?"
"hmmm...agung sedang ada masalah dengan istrinya makanya dia butuh banget pekerjaan ini"
"oo gitu ya, oke, yang penting untuk masalah keuangannya kamu yang ngatur, kalau aku sih seneng aja, ada yang bantu"

aku benar-benar lega, ini kabar baik untuk agung tentunya

sore ini, mas yoga dan danang pulang, kembali ke batang
kedatangan mas yoga hanya sekedar untuk mengecek awal kedatangan bahan proyek

aku sendirian di kamar
agung masih di lapangan, dia sedang mengerjakan sesuatu yang baru

sepi...
hanya dinding kamar yang menemani
tiba-tiba aku kangen semarang
kulihat jam dinding
jam 4 sore...hahhh...teguh....

yahhh teguh jam empat sore akan ke kota
akhhh...kenapa aku sampai lupa?

dengan cepat aku bergegas bangun
setengah berlari aku menuju rumah teguh
dalam hati berharap aku masih ketemu dia

kulihat ibunya sedang menyapu di halaman
"assalamualaikum..." sapaku
ibunya teguh mendongak kaget sambil menjawab salam

"bu teguhnya sudah berangkat bu?"
ibunya teguh terdiam memandangku
"ohhh...sudah tadi mas, memangnya teguh tidak pamitan dulu sama mas aji ya?"
"ohhh tidak bu, ya udah bu, saya langsung pamit dulu bu"
"ya mas marii"

aku berjalan lunglai pulang kembali ke rumah pak sujar
ohhh ini perpisahan yang paling tidak menyenangkan
sebenarnya aku sama sekali tak menghendaki hal ini

aku masih terus berjalan
jarak yang begitu dekat terasa ribuan kilo jauhnya
dalam hati aku berbisik..."selamat jalan guhh...moga kamu sukses"
Baru pukul 6.30, tapi seperti pukul 10 malam saja
Sepi….
Suara binatang malam mulai terdengar nyaring

Tadi habis shalat maghrib, sudah makan malam dan sejenak ngobrol dengan keluarga pak sujar
Tetap saja aku menjadi malas ngobrol ketika kembali pak sujar membicarakan kejelekan agung
Aku langsung undur diri dan kembali mengurung diri di kamar

Kembali aku menghela nafas
Kurebahkan pelan tubuhku diatas kasur
Suara binatang malam semakin nyaring menusuk gendang telingaku
Anehh…sejak kemaren aku disini baru kusadari disekitar kamarku ada suara binatang malam
Mungkin kemaren aku tak peduli dengan binatang malam, karena ada teguh, agung dan mas yoga…
Kali ini benar-benar begitu jelasnya terdengar menusuk dan mengiris-iris ulu hatiku

Entahlah…
Aku merasa begitu kesepian
Benar-benar kesepian…
Aku berharap dihari tua kelak, aku tidak kesepian seperti ini
Aku berharap ada ada yang menemaniku sampai ajal menjemput hingga aku ketika nyawaku terpisah dari raga, aku tersenyum sambil memandang orang yang kusayang.

Akhhh….tapi siapa?
Siapa pula yang mau menemaniku sampai akhir hayat?
Mungkinkah hendra?...ukhhh sekarang saja dia dimana aku tak tahu, dia sedang apa dan apakah hubungan seperti ini masih bisa dilanjutkan, aku juga tak tahu….

Ataukah adit?...uhhh adit? Bukankah sebenarnya dia cinta sejatiku? Anak yang masih begitu kecil kelas tiga SMP, rasanya nggak mungkin perbedaan umur diantara kami terlalu jauh rasanya begitu sulit untuk aku lanjutkan…
Jadi ingat adit…
Sudah sangat lama aku tak melihatnya
Hampir tiap hari aku buka fb nya..membaca tulisan-tulisannya yang lucu-lucu…dengan teman-teman sekolahnya
Atau memandangi fotonya yang imut dan manis
Foto terakhir aku sampai tidak betah untuk tidak mengomentari…
Foto di sekolahnya…
Dia berdandan ala rocker dengan kaca mata item dan rambut awut-awutan, memanggul gitar, disisinya ada fian yang telanjang dada dengan tatto buatan di dada sebelah kiri, dan beberapa teman sekolah yang lain dibelakangnya…semua melotot dengan mengacungkan jari ala rocker….hahahaha
Aku selalu tertawa jika melihat foto ini
Apalagi fian…jadi jelek banget, terakhir ketemu fian di rumahnya dia hanya tertawa ketika kutanyakan tentang fotonya itu
Pak danar sampai melotot kaget ketika aku bertanya apakah tattonya masih ada, dan fian langsung kabur ke kamarnya menghindari amukan papanya…hahahaha

Duh adit…aku kangen kamu…benar-benar kangen…
Disini aku sudah ada pengganti adit…teguh, anak kelas dua SMA
Benar-benar mirip…sifat dan tingkah lakunya
Walau fisik jauh berbeda, tapi aku sering memandang teguh seperti aku melihat adit kembali hadir di depanku

Teguh…? Dimana kamu sekarang?
Pasti dia kebalikannya denganku saat ini
Pasti dia sedang bercanda dengan teman-teman kostnya
Bercerita banyak hal…
Dan satu hal yang mengiris bathinku…
Sebuah pertanyaan tanpa jawaban..
“guh…apa kamu masih mengingatku?”

Aku menghela nafas panjang……….
Kesepian yang kembali menyergap
Tentang gamangnya masa depan
Ada sepi yang menghadangku di depan sana…dimasa tuaku
Tanpa ada teman hidup
Atau mungkin tanpa ada yang peduli dengan tubuh tuaku lagi…

Ohhh…mungkinkah aku menikah kelak…?
Menurunkan anak cucu dimuka bumi ini?
Akhh…rasanya mustahil
Aku selama ini belum sekalipun tertarik dengan makhluk yang bernama ‘perempuan’
Begitu banyak perempuan disisiku, tapi tetap saja tidak ada yang membuatku tertarik
Begitu sering aku menonton bluefilm, tapi aku sering tak melihat ceweknya, aku lebih sering terangsang dengan melihat cowoknya yang meleguh bermandi keringat
Rasanya tidak mungkin aku menikahi perempuan…
Melakukan hubungan seksual dengannya…
Rasanya aneh saja…

Tiba-tiba aku tersenyum…
Sebuah senyum masam…
Sebuah senyum cibiran tentang gamangnya masa depanku…

TOK..TOK…TOK…pintu kamarku diketuk keras
Aku melonjak kaget
Dengan gerakan cepat aku bangkit dan kubuka pintu kamar
Pak sujar berdiri dengan wajah cemas
“mas…ada kabar, pak amin katanya meninggal dunia tadi sore di rumah sakit”
“hahh…” aku benar-benar kaget

Semua ini sungguh tak terduga
Pak amin yang kemaren aku suruh untuk di bawa ke rumah sakit, ternyata umurnya berakhir disana
Dan disudut hati kecilku…kembali aku tertusuk…
Oleh sebuah kenyataan pahit yang nanti akan aku terima
Sebuah kenyataan…
Bahwa kelak aku juga akan menemui kematian…
Dan….
Kepedihan kembali menyergap..
Ketika ada pertanyaan kembali berbisik…
“dengan siapa kelak ketika ajal menjemputku?”

“mari mas…kita ke rumah pak amin”
“baik pak…tunggu sebentar, aku ganti baju dulu” jawabku membuyarkan semua yang sedang kupikirkan saat ini
Aku berjalan pelan mengikuti langkah pak sujar
Di luar kabut sudah mulai menyapu seisi halaman
Semua menjadi temaram….
Bulan purnama diujung timur tak terlihat cerah…hanya temaram karena sinarnya yang lembut tak lagi mampu menembus tebalnya kabut

Kami hanya diam…sambil terus berjalan menuju rumah pak amin
Di perjalanan kami juga bertemu dengan beberapa rombongan pelayat
Dan bergabung hingga membentuk rombongan yang semakin banyak
Hanya basa-basi sapaan sebentar kemudian kembali setiap orang dalam kebisuan dan alur pikiran masing-masing

Yang ada dalam pikiranku saat ini bukannya pak amin yang sudah meninggal dunia
Tapi….
Keluarganya yang di tinggalkannya
Anaknya empat…semua masih kecil…
Hanya sumargi yang sulung saja…
Itupun dia baru berumur sekitar 17 an tahun
Walau di desa ini dia sudah dianggap lelaki dewasa, tapi bagiku sumargi masih remaja…

Hanya sumargi yang masih bisa diandalkan sebagai pengganti bapaknya…
Tentunya hidup dengan pergulatan melawan kemiskinan yang saat ini sedang menderanya
Sumargi harus tampil sebagai lokomotif ekonomi untuk menghidupi adik-adiknya yang masih kecil…

Aku mendengus…
Dari celah bibirku kulihat seperti berasap karena begitu dinginnya
Kurapatkan kembali jaket hingga kehangatan yang sulit kudapatkan kembali merayap menyusuri pori-pori kulitku

Pikiranku kembali muncul
Tentang sebuah kematian…
Yahhh kematian…
Bahwa kematian adalah ujung dari kehidupan ini
Bahwa setiap orang yang hidup haruslah siap berjalan sampai ujungnya
Yaitu kematian
Tak peduli dia sekaya apapun atau dalam keadaan miskin papa tak punya apapun
Semua harus siap…
Termasuk aku….
Termasuk aku yang tak punya bekal sedikitpun untuk kubawa di kehidupan yang baru…

Tiba-tiba pundakku di tepuk
Bau parfum menyeruak mengagetkan anganku
Aku menoleh………
Lelaki jangkung dan besar
Berjaket hitam terlihat gagah berdiri disampingku
Dalam temaram…masih dapat kulihat senyuman khasnya…

Wajahnya menunduk …dia berbisik pelan disisi telingaku
“pak amin katanya meninggal ya?” bisiknya
“ya gung…”
“kapan?” dia kembali berbisik
“katanya sih tadi sore”

Dia kembali berdiri tegak dan berjalan mengikutiku
Dari sinilah aku paham…agung benar-benar berubah
Dari perkataannya yang pelan ketika menanyakan meninggalnya pak amin
Di desa ini saat menghadiri sebuah acara kematian ada satu hal yang menjadi pantangan yaitu berbicara keras dan bersendagurau…
Karena diam merupakan wujud sikap kita menghormati duka orang yang ditinggalkan dan wujud ikut berbela sungkawa
Dan agung bisa berubah untuk tidak berbicara keras, itulah yang menjadi kelagaanku

Mendekati gang sempit menuju rumah pak amin, kondisinya sudah penuh sesak oleh pelayat yang berjubel
Dari kejauhan kudengar suara pengumuman tentang meninggalnya pak amin di speaker masjid dan mushola

Sesak….
Seperti antrian menuju sesuatu tempat
Yang perempuan semuanya membawa bakul berisi beras…kelapa…mie instan atau makanan apapun yang dimiliki saat itu
Yang laki-laki tidak membawa apa-apa hanya membawa amplop berisi uang seikhlasnya
Dari sinilah aku paham…
Kerukunan yang luar biasa yang sulit aku temui dimanapun juga di negeri ini

Beberapa pemuda dengan membawa cangkul setengah berlari menuju mobil bak terbuka
Aku mencolek lengan pak sujar
“pak…mau dimakamkan malam ini juga?” bisikku
“ya mas…”
Ohhh…ternyata malam ini juga dimakamkan
Dan aku baru paham…tadi beberapa pemuda yang diangkut pakai mobil bak terbuka adalah untuk mengangkut pak pembuat liang kubur

Rumah pak amin yang kecil begitu sesaknya
Disana duduk beberapa sesepuh dan mungkin saudara dekat pak amin
Aku dan agung berjalan mengikuti pak sujar memasuki rumah…
Ada pak lurah yang duduk di pojok
Dan mulai dari sana kami menyalami, menanyakan tentang jam berapa tadi pak amin meninggal dunia
Dan semua kusalami satu persatu dan berujung pada kotak dana kematian
Kami semua memasukkan amplop yang dibawa ke dalam kotak
Kemudian keluar…
Berdiri bergerombol di halaman rumah yang juga penuh sesak

Dan baru kami tahu…
Empat rumah tetangganya pak amin juga ikut dibuka
Dikeluarkan semua meja dan kursinya
Semua rumah di sekitar pak amin ikut juga sebagai tempat untuk menampung tamu yang terus datang berjubel
Semua warga desa ini bertak’ziah…kecuali anak kecil dan ibu-ibu yang sedang mempunyai anak kecil

Aku berjalan menuju bawah pohon pisang yang lumayan jauh dari halaman rumah
Agung masih terus mengikutiku…
Dan dari pembicaraan beberapa warga, barulah aku tahu, bahwa jenazah pak amin belum datang dari rumah sakit
Baru dalam perjalanan diangkut dengan mobil ambulans…

Aku berdiri mematung bersedekap
Mataku terus mengamati aliran manusia yang terus datang melayat…
Seperti tak berhenti…
Datang masuk rumah…menyerahkan sumbangan dan keluar berdiri…menunggu jenazah datang

“yang sabar yahhh” agung menepuk sisi pundakku sambil berbisik
Aku menoleh
“kok aku yang harus bersabar?” tanyaku yang juga sambil berbisik
“hmmm…kamu sudah seperti bagian dari keluarga pak amin, aku tau itu…”
Aku mengangguk…
Entahlah…memang benar apa yang dikatakan agung tadi
Ada duka yang begitu menyayat hatiku
Sebuah kematian yang tragis menurutku
Kematian disaat pak amin sedang berjuang keras merubah kehidupannya dan keluarganya dari kubangan kemiskinan
Yahhh…sebuah kematian yang tragis, dimana aku juga ikut merasakan kepiluan yang mendalam yang dirasakan anak-anaknay yang masih begitu polos untuk mengerti arti sebuah kematian

Aku menghela nafas panjang
Kutoleh agung
Kuamati sejenak
Dari sorot lampu di halaman dapatlah kulihat
Agung tampil beda malam ini
Dia memakai jaket kulit hitam yang rapi
Di dalamnya ada baju kotak-kotak yang kerahnya muncul keluar dari himpitan jaketnya
Hmmm…rambutnya juga tersisir rapi
Baunya harum
Ini bukan seperti agung yang biasanya
Ini agung yang lain yang terlihat begitu tampannya
Tidak ada rokok dengan asap yang mengepul dari celah bibirnya seperti biasanya

Kutepuk pundaknya sambil berbisik “kamu ngganteng banget”
Dia menoleh, tersenyum dan sedikit mengerlingkan ujung matanya dengan jenaka
Tangannya mengusap rambutnya sambil sedikit mengeleng
Mirip tukul arwana jika di goda…
Aku ikut tersenyum geli
“mau kemana?” bisikku lagi
Sekali lagi dia mengerling sambil tersenyum..
“tebak saja” bisiknya lagi
“hmmm…kalau dari harumnya, kamu seperti orang yang lagi kasmaran…pasti mau ngapel ya?” aku berbisik parau di telinganya
Dia tersenyum lebar
Dan sepertinya tebakanku benar
“tul…” jawabnya singkat dengan gerakan memasukkan kedua telapak tangannya kedalam saku jaketnya untuk menutupi kegelisahannya
Akhhh…benar-benar agung sedang gelisah rupanya

Tiba-tiba suara raungan sirine ambulans trdengar
Semua warga serentak berdiri
Dari kejauhan kudengar pula suara tangisan wanita yang menyayat ulu hati
mengiris pelan…..menorehkan duka yang mendalam di malam yang kelam ini
 
to be continued...

0 comments:

Post a Comment