DISCLAIMER:

This story is a work of fiction. Any resemblance to any person, place, or written works are purely coincidental. The author retains all rights to the work, and requests that in any use of this material that my rights are respected. Please do not copy or use this story in any manner without author's permission.

The story contains male to male love and some male to male sex scenes. You've found this blog like the rest of the readers so the assumption is that material of this nature does not offend you. If it does, or it is illegal for you to view this content for whatever the reason, please leave the page or continue your blog walking or blog passing or whatever it is called.



Negeri Dibalik Awan - Chapter 8

Chapter 8
by Ajiseno


Pelan aku menggeliat berusaha melepaskan diri dari himpitan tubuh agung dalam sarung.
Aku keluar dari sarung..
Semilir angin dari gunung dingin menyengat menerpa kulitku begitu aku keluar dari sarung.

Agung masih seperti biasanya…
Cuek..
Asap rokok masih keluar dari celah bibirnya
Dalam siluet sinar bulan aku tahu, tubuhnya begitu sempurna
Besar dan tinggi
Mungkin tingginya lebih dari 185cm
Aku saja kalau berdiri berdampingan hanya sepundaknya

Aku mengeliat, merenggangkan otot-otot tubuhku yang terasa penat
Pelan aku menguap, mengeluarkan suara lirih hingga agung menoleh
“ngantuk?” tanyanya cuek
Aku mengangguk
“sini….tidur sini!” katanya sambil menepuk pahanya

Hahh…..tidur diatas pahanya yang besar liat dan kenyal?
Oughhh…aku nggak mungkin bisa tidur..
Aku menggeleng lemah…
“ayooo….tidur saja, kamu kan seharian ini begitu lelahnya…ayooo…”
Aku masih ragu memandang pahanya

Tiba-tiba dia membuat gerakan cepat
Menarik leherku hingga kepalaku langsung menempel ketat di pahanya
Aku menjerit lirih…

“udah tidur saja, pulangnya nati saja, aku masih mau disini!” dia bersuara berat
Aku menyerah
Pipiku menempel di pahanya
Kerasnya paha
Kenyal
Dan ….aroma maskulin menyeruak dalam kepalaku
Dan aku berusaha memejamkan mataku
Hari ini memang hari yag begitu melelahkan bagiku

Kuposisikan wajahku miring menghadap ke selangkangannya
Andai ini siang hari, pasti aku akan dapat mengamati lekuk-lekuk yang ada di depanku
Dan kurasakan telapak tangnnya yang lebar menekan sisi kepalaku
Aku paham…mungkin ini cara agung mengelus agar aku cepat mengantuk

Dan pelan…anganku pergi
Aku terlelap seiring kurasakan kain sarung menutup tubuhku
Tak lagi kurasakan dinginnya batu tempatku tidur
Tak kurasakan lagi dingin angin semilir menerpaku
Tak kurasakan lagi aroma maskulin dari daerah selangkangan agung
Yang ada aku terlelap
Tertidur pulas
Melepas angan dari ragaku….

Aku tak tahu berapa lama aku tertidur di pangkuan agung
Yang jelas rasa capek mengalahkan segalanya
Tadi siang adalah hari yang panjang dan penuh dengan peristiwa
Mungkin hal inilah yang menyebabkan aku begitu lelapnya untuk tidur

Aku menggeliat ketika kesadaranku mulai pulih
Lenganku pelan mengusap mataku agar terbuka
Kurasakan ada telapak tangan di punggungku seolah menjagaku agar aku tak terjatuh

“Gung…?” suaraku serak
“hmmm…” dia Cuma mengguman
“jam berapa ini?”
“setengah sepuluh, masih sore kok” ujarnya tenang
Aku langsung terbelalak kaget
Hahhh…berarti sudah dua jam aku tidur….

Aku langsung bangkit duduk
“pulang yuk?’
“bentar lagi lah”

Sekali lagi kuusap mataku sekedar untuk memulihkan kesadaranku
“kalau masih ngantuk tidur lagi saja” ujarnya cuek
Aku menggeleng..
“napa?” tanyanya lagi
“aku Cuma kasian teguh, dia pasti dah kuatir nungguin aku”
“hmmm…bocah itu lagi ya?, biarin lah”
“napa sih, kayaknya kamu nggak suka sama teguh?” tanyaku menyelidik

Agung terdiam
Dia mengambil satu batang lagi rokok
Dan disulutnya, asapnya bergulung memenuhi udara di depannya
“aku nggak suka sama anak-anak sok alim kayak dia, dia itu Cuma cari muka saja”
Aku kaget mendengar alasan agung
“ahhh…dia nggak seburuk yang kamu kira gung…, napa sih kamu selalu menilai negatif setiap orang di desa ini?”
“karena memang begitu…”
“ahhhh….kamu sepertinya menyimpan dendam ya?”
Agung terdiam

“gung…”
Dia masih terdiam
“kamu masih ingin kembali ke istrimu?” tanyaku menyelidik
“ya” jawabnya singkat
“sebenarnya masalahnya apa sih, hingga istrimu sampai pergi dari rumah?”

Agung terdiam
Dihisapnya rokoknya dalam-dalam kemudian di keluarkannya asapnya yang putih mengepul

“dia diambil orang tuanya…saat aku lagi nggak di rumah, saat aku sedang bersusah payah memberi bukti bahwa aku mampu membahagiakannya, dia diambil…mertuaku tak lagi percaya bahwa aku mampu membahagiakannya…”
Kali ini suaranya begitu berat
Sedikit bergetar
Dan aku tahu agung sangat berat membawa beban hidupnya
“jii…aku…akk…aku sangat kehilangan anak dan istriku yang selala ini begitu kusayang..”

Kuraih telapak tangannya
Sekedar memberi penguatan untuk perjuangan hidupnya
Sekedar bahwa aku ikut prihatin atas masalah yang menimpanya
Dan….
Sejenak suasana hening
Seolah ikut larut dalam lautan dukanya

Telapak tanganku masih erat menggenggam tangannya
Aku paham…paling tidak aku dapat meluruhkan sedikit beban hidupnya

“gung…’ ujarku lirih hampir tak terdengar
Agung terdiam
Aku paham, dalam diamnya dia ingin menjawab panggilanku

“hmmm…boleh aku tanya sesuatu…?” tanyaku ragu
Dalam remang sinar purnama aku melihat anggukan pelan

“kok kamu bisa bertemu istrimu, padahal kamu kan dari lampung?” tanyaku lirih
Pelan agung menghisap kembali rokoknya
Menghelan nafas diiringi asap rokok yang mengepul
“ketemu di jakarta”
“ohhh...” Cuma itu yang keluar dari mulutku

Suasana kembali hening
Sepi
Desiran pelan angin gunung kembali kurasakan
Dingin
Menambah kebekuan suasana malam

“aku dari lampung, anak pedagang lada dan kopi yang cukup terkenal disana…aku anak satu-satunya…”
Tiba-tiba dia mengeluarkan kalimat dan terputus oleh hisapan rokok
Aku masih diam
Menunggu dia melanjutkan ceritanya

“oleh orang tuaku aku di kuliahkan di sebuah universitas cukup terkenal di jakarta, disitulah aku kenal istriku….”
“ohhh…hmmm..anu…” tiba-tiba aku ragu in gin menanyakannya pada agung
“mau tanya apa lagi?” tanyanya melihat keraguanku

“maaf…jangan marah ya?”
“ya” ujarnya tegas
“melihat kondisimu saat ini, sepertinya kok kamu menikah tanpa persetujuan orang tuamu ya?”
Dia diam
Dalam hati ada sedikit penyesalan aku menanyakan hal ini
tapi kulihat tak ada gambaran dia tersinggung oleh pertanyaanku

“ya!”
Jawabnya tegas dan seolah menyembunyikan beban berat
“napa?”
Dia kembali diam dan kembali menghisap rokok

Ada senyum di bibirnya
Senyum kegetiran dengan masa lalunya

“hmmm…semua bermula dari sebuah taruhan konyol temen-temen kuliah ku….”
“taruhan?”
“ya…di geng ku, ada empat cowok, kami bertaruh, barang siapa dalam waktu sebulan dapat keperawanan dari cewek maka dapat hadiah…”
“hehehehe..bener-bener konyol” aku tersenyum geli
“iya…konyol yang membawa petaka dalam hidupku”
“hmmm…ya betul”

Dia kembali diam
“terus sebagai bukti kalau sudah mendapatkan keperawanan cewek gimana?” tanyaku menyelidik
“pake tissue…” jawabnya singkat
“hahahaha…”tawaku meledak
Kulirik agung juga Cuma tersenyum
Terus terang aku geli dengan ide tentang mengambil keperawanan cewek

“berarti bisa ditipu pake darah yang lain dong…”
“nggak bisa lah, tempat kencan dah disiapin dan sprei juga udah disiapin jadi susah”
“hahaha, niat banget taruhannya”
“iya…sebenarnya tadinya kami Cuma berkelakar, di jakarta udah nggak ada lagi cewek yang masih perawan, tapi aku bilang pasti ada, dan akhirnya ya kami taruhan”
“ohhh…”

“Aku sempat kebingungan, sebab tiga temanku udah dapat teman cewek yang mau di tes sedang aku belum”
“gila!” gumanku
“iya , waktu itu memang kami sama-sama gila”
“hmmm…pikiranku, aku harus mencari cewek dari desa atau gunung, biasanya pasti masih perawan dan ketemulah ama ranti, dia dulu pelayan sebuah toko pakaian, aku kenalan dan malamnya aku apelin dan langsung ku’tembak’ dia , dia langsung mau jadi cewekku, maklum lah waktu itu aku memang lumayan ganteng”
“lalu?” tanyaku lagi

“hmmm…malam kencan yang di tentukan tiba, kami sama-sama kencan di hotel yang sama dan seolah-olah tak saling mengenal, awalnya susah banget ngajak dia ngesek, maklum dia masih lugu banget, tapi perkiraanku benar, dia masih virgin….sebenarnya aku menyesal ketika melihat dia menangis malam itu, mungkin dari situlah aku bener-bener jatuh cinta sama dia, dan malam itu aku mengundurkan diri dari arena taruhan dengan alasan aku tak berhasil mengencani ranti malam itu”

Dia menghela nafas berat
Aku mendengar dan jujur dalam hati aku kasihan sekali dengan ranti yang hanya jadi obyek taruhan gila

“sejak saat itu aku resmi pacaran sama ranti, dan kami terus nge_seks hampir tiap kali ketemu, dan….bencanapun datang…ranti hamil!”
Aku ikut menghela nafas panjang, ada rasa sesak di dada mendengar ceritanya

“lalu…?” tanyaku lagi
“aku …hmmm…memberi tahu orang tuaku, dan….mereka marah besar, dia bilang aku mencemarkan nama baik dan lain-lain…dan puncak kemarahan bapakku…aku di usir dari rumah”
“hah…diusir?”
“ya, diusir”
“woww…lalu?”
“aku kesini, dan menikah di sini”
“orang tuamu nggak tahu kamu menikah?”
“ya”
“apa kamu nggak berusaha mengabarinya walau lewat telepon?”
“untuk apa? Toh mereka sudah menganggapku nggak ada lagi” ujarnya dingin

Aku terdiam kelu
Sungguh aku tak menyangka agung mempunyai masa lalu yang begitu beratnya
Menurutku salah besar jika warga disini menyebutnya preman

“sayangnya aku disini tidak bisa menyesuaikan diri, aku tidak bisa bertani, makanya aku mencari pelarian…ngumpul sama preman-preman…”
“ohhh…terus kuliahmu gimana?”
“nggak tahu, nggak sempat ngurus lagi”

“aku ikut berjudi dan mabuk-mabukan untuk ngilangin stress”
“ohhh…”
“puncak kemarahan mertuaku ketika rumah yang diberikan kepadaku aku jual untuk modal judi…dan aku bangkrut, istriku marah dan dia langsung diambil kembali ke orang tuanya, aku tak lagi bisa melihat anak istriku”

“gung…bagaimanapun juga aku percaya kamu bisa berubah, kamu harus bangkit lagi”
“iya ji, makasih sudah mau dengar ceritaku”

Kuulurkan lenganku
Kurangkul pundaknya yang kokoh
Kubisikkan di sisi telinganya lirih
“jangan kuatir gung…aku akan membantumu”
Dan dia menoleh
Dalam remang kulihat tatapan tajam matanya
“makasih ji”

Kami pulang dalam kebisuan
Tak lagi kurasakan jalan rusak yang menggoyang-goyangkan tubuhku
Seluruh isi otakku telah dipenuhi tentang kisah hidupnya agung

Tak lagi kurasakan kantuk
Tak lagi kurasakan dingin
Dan yang kini kurasakan seperti begitu cepat kami telah memasuki desa

Suasana desa yang sungguh lain malam ini
Penuh dengan umbul-umbul untuk merayakan nyadran
Lampu yang terang sepanjang jalan
Kulihat di ujung jalan beberapa penduduk sedang membuat panggung untuk pertunjukan wayang kulit besok sore

“gung ke tempat gambusan yang tadi, aku pengin ngambil kunci ke teguh” ujarku pelan
Agung hanya nurut saja
Pelan sepeda motor memasuki halaman tempat latihannya teguh tadi

Dan…..
Aku sempat sedikit bingung
Halamananya lengang
Tanpa ada latihan
Hanya segerombol pemuda bersarung sedang mengobrol di sisi lapangan

“udah bubar, pulang saja!” ujar agung
“bentar aku tanya dia dulu” ujarku sambil menunjuk ke segerombolan pemuda
Agung Cuma diam saja

Aku turun dan setengah berlari aku menghampiri segerombolan pemuda
“mas , maaf, yang tadi latihan gambus sekarang dimana ya?” tanyaku sopan
“ohhh…nyari siapa mas?” tanya salah satu pemuda
“teguh mas”
“oh teguh to? Dia di rumah pak lurah, sedang rapat”
“oh ya sudah, makasih mas….”

Aku berlari menghampiri agung
“di rumah pak lurah, ayooo kesana!”
Tanpa menjawab agung langsung menjalankan sepeda motornya ke arah rumah pak lurah
Hmmmm…sebuah rumah besar yang di dalamnya ada banyak orang sedang duduk
Lampunya terang benderang

Dan aku langsung turun meninggalkan agung menuju rumah pak lurah
“assalamualaikum…’ aku bersuara keras di pintu
Semua peserta rapat mendongak kearahku
walaikum salam…”

Beberapa orang berdiri menyalamiku
Dan aku langsung masuk duduk di dekat teguh

“ohhh mas ajai…sialakan sekalian ikut rapat saja”
“wahhh maaf pak, aku tak ingin mengacaukan rapat, saya Cuma ingin perlu sebentar dengan teguh” aku berargumen
“wahhh mas ikut saja mas, nggak usah berpikiran macem-macem, ikut saja “ ujar pak lurah
“ya udah pak, makasih kalau begitu, silakan rapat di lanjutkan saja” ujarku
Pak lurah menggguk

Baru saja rapat akan dimulai tiba-tiba sesosok tubuh tinggi besar memasuki ruangan
Hampir semua mata memandang tak percaya
Dia agung
Dengan cuek agung berjalan masuk ruangan tanpa salam dan berkalung sarung
Semua masih penuh tanda tanya dengan kedatangan agung yang tiba-tiba dalam ruangan

Agung langsung duduk disampingku
Rokoknya masih juga di tangan tanpa di lepas

Suasana tiba-tiba menjadi begitu hening
Agung masih saja cuek, dengan menghisap rokok seolah tanpa beban
Dan tiba-tiba aku seperti merasa bersalah telah ‘membawa’ agung kesini sehingga jalannya rapat jadi terganggu

“maaf hadirin semua, saya kemari bersama mas agung, jika tidak keberatan biar dia mengikuti rapat ini” akhinya aku buka suara dengan sopan
Kulihat pak lurah menoleh pada orang disampingnya, dan orang tersebut mengangguk
Aku lega…
“ohh…ya sudah, mari musyawarah malam ini kita lanjutkan lagi, hmmm tadi kepanitiaan acara besok sudah kita bentuk, perkegiatan…yang pada intinya saya ingin kegiatan besok lancar tanpa ada halangan apapun karena pada intinya ini acara rutin kita, oh ya untuk kegiatan acara wayang kulit semalam suntuk untuk malam ini berdasar kesepakatan kita tiadakan karena terbentur masalah dana dan acara kita ganti dengan pengajian akbar di masjid kauman…begitu ya bapak-bapak”
Aku tahu ini sebenarnya akhir sebuah rapat dan pak lurah memberi kesimpulan akhir rapat
Beberapa peserta rapat tampak mengangguk puas

Aku menghela nafas panjang
Aku paham, pak lurah sebenarnya ingin menjelaskan tentang hasil rapat mungkin untukku yang baru saja datang

“bapak-bapak dan semua peserta musyawarah, tadi kita telah memasuki acara lain-lain yang mana, tadi ada usulan dari pemuda, ingin mengadakan hiburan berupa pertandingan sepak bola antar RT, tapi terkendala dengan luas lapangan yang tidak mencukupi, perlu kita ketahui bersama lapangan olahraga di desa ini memang tidak begitu luas mengingat sempitnya lahan, ini menjadi bahan pemikiran kita bersama, malam ini moga ada titik temu, silakan bagi yang mau berpendapat…” suara pak lurah memberi pejelasan runtut dan jelas

Sejenak kembali keadaan ruangan hening
Dan kembali ada seorang peserta mengusulkan agar sepak bola di tiadakan saja, tapi dari pihak pemuda menyanggahnya
Dari pihak pemuda berpendapat bahwa kegiatan ini menjadi momentu agar desa dapat memiliki lapangan sepakbola yang reprensentatif
Akupun paham…memang desa ini butuh tempat untuk kegiatan pemuda agar energi pemuda yang begitu besar tidak dimanfaatkan untukm hal-hal negatif

Entahlah…gara-gara ususlan bapak-bapak tadi, suasana musyawarah desa menjadi bahan perdebatan
Sebagai ‘moderator’ pak lurah kelihatannya juga masih bingung dalam mengambil keputusan
Beberapa kali para pemuda desa ini dengan ngotot khas pemuda mengusulkan kepada pihak kelurahan agar pihak desa mengusahakan lapangan sepak bola yang layak.
Dan satu kata lagi yang bikin aku lumayan geli “saya malu pak lurah, kita sering diejek sama pemuda desa lain…katanya pemuda desa ini kalau main sepak bola dengan bola plastik sebab mainnya tidak di lapangan, tapi di lapangan kambing..”

Kelihatannya wajah pak lurahpun menampakkan ketersinggungan dengan sebutan lapangan kambing, memang pada kenyataannya lapangan desa sini yang sempat kulihat begitu sempit dan hanya jadi tempat menggembala kambing saja.

“kita kedatangan tamu dari semarang, mas aji, bagaimana mas aji, mungkin mas aji ada usulan siapa tahu dapat memecahkan masalah ini”
Aku kaget
Semua pandangan mata menoleh padaku
Ohh…ini begitu tiba-tiba
Kilirik sekilas agungpun melirikku

Aku mengambil nafas pelan, sekedar menata kata-kata untuk aku utarakan agar tak ada yang tersinggung
“pak lurah yang saya hormati dan peserta musyawarah semuanya, mohon maaf saya datang kesini sebenarnya tadi hanya ada keperluan kecil saja dengan mas teguh, dan tak menyangka bahwa saya akhirnya mendapat kehormatan untuk mengikuti musyawarah ini.
Hmmmm…begini pak lurah, sepanjang yang saya lihat memang lapangan sepak bola didesa ini kurang layak, disisi kanan berupa tebing dan sisi kirinya lebih tinggi.
Dan perlu diketahui pula bahwa kegiatan olah raga bagi pemuda desa ini juga sangat penting karena ini kegiatan positif, tentu semua bapak-bapak disini tidak menginginkan putranya tiap hari hanya kesana kemari, mabuk-mabukan dan lain-lain tentu ini sangat merugikan, begini saya ada jalan keluar sedikit….”
Aku berhenti mengambil nafas sekaligus ingin melihat respon dari pak lurah dan peserta musyawarah

“ya silakan mas aji” ujar pak lurah cepat
“begini, sekarang tugas pemerintah desa sini yaitu mencari lokasi yang baik untuk dijadikan lapangan sepak bola, jika ini berupa tanah bengkok, mungki n nggak banyak masalah tinggal di tukar dengan tanah bengkok yang lain tapi jika ini tanah penduduk maka yang dilakukan selanjutnya diadakan tukar guling dan melalui perdes yang dihadiri oleh seluruh warga, jika pemilik tanah setuju dan warga setuju maka selanjutnya meminta ijin dari pemerintah kabupaten. Bagaimana?”
“ya terima kasih usulannya, tapi dalam waktu dekat ini pemuda kan akan mengadakan pertandingan, terus bagaimana?” jawab pak lurah
“iya …bagaimana?” celetuk seorang pemuda sambil memandang kearahku

Aku kembali mengambil nafas pelan
‘sekarang terserah seluruh peserta rapat saja” usulku

Aku berjalan melangkah keluar dari ruang tengah rumah pak lurah
Bagian depan rumah sudah sepi, kosong, tinggal kursi dan meja kosong bekas acara musyawarah tadi

Tepat jam sepuluh malam tadi rapat selesai
Keputusannya semua panitia besok harus ekstra kerja keras demi kelancaran acara dan untuk pembuatan lapangan olahraga akan dilakukan penelitian lebih lanjut
Agung juga dipercaya untuk memberi pelatihan singkat tentang futsal untuk seluruh pemuda desa
Dalam hati aku senang, karena sebagai tamu sementara di desa ini aku walau sedikit sudah dapat berperan serta dalam pengambilan keputusan di desa ini
Aku juga senang, warga disini menerima kehadiranku dengan suasana kekeluargaan

Pada saat seluruh peserta musyawarah pulang, aku dipanggil pak lurah untuk masuk kedalam, ke ruang tengah
Pada intinya pak lurah mengucapkan rasa terima kasihnya atas peran sertaku dalam musyawarah desa dan beliau juga berpesan agar besok hari selama kegiatan upacara nyadran tidak ada kendaraan proyek masuk desa mengingat jalan desa di tutup untuk kendaraan roda empat
Saat itu juga aku langsung menelpon pak danar dan mas yoga, mengingat besok jadwalnya pengiriman bahan-bahan proyek sudah mulai datang
Dan semua beres sudah, tak masalah, pengiriman batu dan pasir ditunda keesokan harinya

Aku berjalan keluar diiringi pak lurah
“terima kasih mas aji, jangan lupa besok mas aji kuharap ikut kegiatan upacara nyadran di lapangan punden ya”
“ohh ya pak, sama-sama pak, insyaalloh besok saya ikut, mungkin dengan teguh” jawabku sambil menyalami pak lurah

Kutengok kanan kiri, suasana halaman sepi
Kulihat teguh duduk di kursi di teras rumah menungguku
Dan kulihat agung duduk diatas sepeda motornya dihalaman juga menungguku
Hmmm…dua orang yang saling tidak menyukai menungguku

Teguh meloncat dari kursinya melihat aku muncul dengan pak lurah
Kulihat agung masih duduk asyik dengan rokoknya…entahlah…dia itu sehari habis berapa bungkus rokok, karena setiap aku melihat selalu saja merokok

“sudah selesai mas?” wajah teguh berseri-seri
“sudah, yok kita pulang, mari pak lurah…saya pulang dulu, assalamualaikummm…”
“ya…silakan mas aji, walaikum salam”

Aku berjalan menghampiri agung
Dia memandangku dengan sorot mata tajam karena aku bersama teguh
“gung, makasih ya udah ajak aku jalan-jalan malam ini, kalau kamu akan pulang silakan, aku akan pulang jalan saja dengan teguh” ujarku pada agung dengan perasaan nggak enak hati.
Kulihat agung melotot kaget
“hehh enak saja, ayo naik aku anter!” ucapnya tajam
Aku bingung, aku menoleh pada teguh
Sungguh menjadi nggak enak hati pada keduanya

“ayooo jii, naik, hehh bocah..kamu jalan saja, biar aji aku anter!”
Teguh mengangguk lemah
Kulihat ada rasa takut dihatinya

‘Nggak ahh…biar aku jalan saja, dekat kok” sergahku
“nggak!,… ayo naik, aku harus tanggung jawab, tadi kamu aku ajak jalan-jalan pake sepeda motor dan pulangpun harus pake sepeda motor, ayoo naik!” ujar agung setengah berteriak
“ya udah begini saja, biar aku dan teguh mbonceng kamu ya, bisa to?” akhirnya aku memberi solusi
Uhhh…ribet, mau pulang saja ribet

Agung melotot
Teguh juga melotot
“nggak mas, udah ya…biar aku jalan saja, dekat kok” ujar teguh mengalah

Aku ambil lengan teguh
“ayoo guh kamu naik, aku yang di belakang”
Agung Cuma diam saja, dia kelihatannya nggak berkutik dengan keputusanku
“sekali ini saja ya, bocah kecil sok baik ini mbonceng sepedaku” agung mengguman
Aku Cuma tersenyum
Teguh diam cemberut, kelihatannya dia tersinggung dikatain ‘bocah sok baik’

Teguhpun naik
“heh awas, jangan pegang-pegang ya!” agung membentak teguh
Teguh hanya terdiam dongkol
Aku tersenyum geli
Dua insan yang sangat berbeda, bagai bumi dan langit
Dan anehnya semua akrab denganku

Akupun naik dibelakang teguh, mendesak teguh hingga badannya menghimpit agung
Dan pelan agungpun melaju
Menyusuri jalan desa yang terang benderang
Banyak lampu dipinggir jalan
Bendera berwarna warni disisi kiri kanan jalan menyambut datangnya pesta akbar
Beberapa warga dan pemuda berkumpul di sepanjang jalan, membuat api unggun
Wajah desa berubah, hingar bingar
Tapi aku yakin tidak demikian dengan hatinya teguh…dia kelihatannya tersiksa membonceng agung

Akhirnya sampai juga dihalaman rumah pak sujar
Pelan aku turun
Dan dengan cepat teguhpun turun langsung menjauh dari sepeda motor agung
“sekali lagi makasih gung, sampai ketemu besok ya”
Agung Cuma mengangguk cuek
Dan kulihat setengah berlari teguh sudah melesat menuju pintu depan
Dan sepeda motor agung menghampiri teguh
“heh bocah, jaga aji ya, awas kalau aji sampai napa-napa”
Teguh kulihat hanya memandang nanar agung
Dalam hati, aku begitu kasihan dengan teguh, anak baik yang saat ini pasti hatinya terluka

Dan selanjutnya, tanpa ba bi bu, motor agung telah melesat keluar dari halaman rumah pak sujar
Suasana kembali hening
Kuhampiri teguh yang masih tertunduk lesu
“guh…jangan diambil hati ya, apa yang tadi di ucapkan agung” aku menenangkan hatinya
Kulihat teguh tersenyum
Aku lega
“nggak pa pa kok mas, namanya saja berandal, preman ya gitu lah, Cuma aku nggak suka dia manggil mas aji dengan sebutan saja tanpa mas..itu nggak sopan namanya”
“aku nggak pa pa kok guh, nyante saja, justru aku seneng hanya dipanggil ji saja, jadi akrab”
“heran…” teguh mengguman
“napa emangnya”
“heran saja, mas aji kok betah sama dia, aku mbonceng dia saja sudah hampir muntah, mual”
“wahh…kamu ini, dia itu pada dasarnya baik kok guh”
“uhhh…heran lagi, diseluruh dunia ini hanya mas aji yang berkata dia baik, tuh belum apa-apa dia sudah ngelunjak” kali ini teguh agak ketus
“ya udah…yuk kita masuk, sudah capek, dan kamu pasti capek ,” bujukku
Aku tak ingin berdebat dengan teguh tentang agung, karena aku sadar takkan ada titik temu, dua orang ini sangat berbeda

Teguh mengambil kunci pintu disakunya dan membukanya
Kulihat di ruangan tengah dan dapur lampu menyala terang
Kuhirup bau opor ayam
Hmmm sedap
Kuhidupkan saklar lampu tengah
Dan teguh langsung masuk kamar diiringi aku
Dia langsung mencopot jaket dan kaosnya
Aku heran
Tubuhnya yang kecil, putih berkilau diterpa sorot lampu kamar

Dari belakang kau memandangnya takjub
Memoriku langsung tertuju pada adit
Ohhh…Tuhannn kenapa Kau pertemukan aku dengan sosok yang mengingatkanku pada adit?’
“mas…aku boleh pinjam kaos atau apa, aku mual dengan bau pakaianku karena tadi menempel di jaket petruk, najis ahh” ujar teguh
“walahhh…kamu berlebihan guh, ada tuh..ambil sendiri di lemari, terserah ambil saja yang kamu suka”

Ternyata teguh masih saja benci dengan agung
Aku harus mendamaikannya
Aku tak ingin dua orang yang sama-sama akrab denganku saling membenci

Kulihat teguh pelan mengambil kaos putih lengan panjang dan langsung dipakainya
Kaosnya terlalu besar, telapak tangannya sampai tersembunyi dibawah lengan kaosnya
Dia tersenyum geli dan akupun demikian
“nggak papa guh, pakai saja, biar anget”
“hehehee…tul juga mas”

Tok..tok..tok..pintu kamar diketuk pelan
Kami menoleh
Langsung kubuka
Wajah putri muncul di depan pintu

“mas aji dan teguh kok baru pulang?...hmmm anu mas…itu…disuruh makan, opor ayamnya sudah mateng”
“ohh…waduh mosok malem-malem gini makan, ya udah dik putri makasih ya, maaf sampai malem tadi ada rapat di rumah pak lurah”
Putri Cuma mengangguk sambil tersenyum dan dengan pelan dia melangkah kembali ke dapur

Aku tahu…malam ini malam istimewa di desa ini
Hampir semua penduduk terjaga malam ini
Mereka masak masakan yang paling enak, potong ayam bahkan kata teguh ada yang sampai potong kambing atau sapi
Wahhh luar biasa

Aku kembali menoleh teguh
Dia tersenyum
“ayo mas makan!”
Aku tersenyum memandang teguh, hatiku lega karena dia dalam sekejab sudah berubah menjadi teguh yang aku kenal..teguh yang periang

“makasih guh…makasih ya, aku tahu harusnya malam ini kamu kumpul dengan keluargamu tapi kamu mengorbankan hidupmu dengan menemaniku” ucapku lirih
Teguh mengangguk pelan
Tiba-tiba dia memelukku erat
“nggak pa pa mas…aku seneng kok bisa menemani mas aji malam ini, sebenarnya ada alasan khusus malam ini aku menemani mas aji”
“apa guh?” tanyaku
“karena aku tak ingin petruk tidur disini malam ini dengan mas aji” ujarnya mantap
Aku kaget dengan ucapan lugunya teguh
“aku tak ingin petruk menemani mas aji malam ini, aku tak rela, ” ucapnya lirih

Aku terpana
Aku tak menyangka akan demikian jadinya
Teguh terus memelukku dengan erat
Dan pelan kuusap rambutnya
Kukecup pelan ujung keningnya
Dalam hati akupun berbisik “aku menyayangimu guh”


Hanya satu yang ada dalam pikiranku saat ini TIDUR!
Yahh…tidur, badanku capek sekali dan aku yakin teguhpun demikian
Siang tadi merupakan hari yang panjang, banyak kejadian bahkan sampai malam
Seluruh memori otakku seperti dipenuhi oleh wajah agung dan teguh silih berganti
Hmmm…ini hari yang melelahkan
Aku yakin teguhpun demikian dia tadi harus latihan gambusan

Mataku terpejam
Tubuh teguh menempel erat di tubuhku memberikan kehangatan tersendiri
Anganku perlahan mulai menghilang

Tiba-tiba kurasakan tangan teguh merembet di dadaku dan berakhir dengan pelukan erat
Kurasakan hembusan nafasnya yang segar meniup-niup leherku
Teguh terus memelukku dan seolah masih begitu takut kehilanganku

Kumiringkan badanku dan kubalas pelukannya erat
“guhh…” bisikku
“hmmm” dia hanya mengguman
“tidur…kamu pasti capek seharian nggak istirahat”
“nggak bisa mas”
“napa?”
Teguh tak menjawab
Wajahnya menekan dadaku kemudian menelusup di ketiakku seperti bayi kecil yang butuh kehangatan ibunya

“mass…”
“ya”
“aku nggak tahu, yang jelas aku khawatir mas aji di apa-apain petruk” dia berbisik parau
Aku kaget
Sungguh aku nggak mengira teguh masih memikirkan hubunganku dengan agung

Kupeluk teguh erat
“guh..nggak usah kuatir, aku bisa jaga diri kok, dan agung tak sejelek yang kau kira guh, udah ya jangan dipikirin”
Kurasakan teguh mengangguk dalam pelukanku

“mas aji kapan ke semarang?”
“mungkin hari minggu besok, tiga hari lagi, napa?”
Sejenak teguh terdiam
“boleh…hmmm…boleh aku ikut mas”
Aku sejenak diam, kuambil nafas panjang
Aku sedang berusaha mengatur kata-kata jawaban agar teguh tak tersinggung

“guh..boleh saja kamu ikut, tapi kamu kan harus sekolah, lagian kembalinya kesini aku nggak bisa anter kamu, mungkin kapan-kapan guh kalau kamu pas libur lama, jadi bisa marem di semarang”
“mas aji ke semarangnya dengan petruk?”
“nggak lah”’
”lho, katanya petruk bekerja pada mas aji, berarti kemanapun mas aji pergi harusnya petruk ikut”
“ya nggak gitu kok, agung Cuma bekerja untukku saat aku disini saja, aku kan butuh orang yang nganter kesana kemari, jadi kusewa dia guh”
“ohh jadi dia bekerja pada mas aji hanya beberapa hari saja ya?”
“iya”
“uhhh…gitu saja sombongnya selangit”
“udahlah”
“aku nggak suka banget sama petruk, napa sih mas aji pilih dia sebagai pegawai, kenap sih bukan yan lain saja yang lebih baik”
“hmmm..napa ya…mungkin walau singkat aku ingin merubah sedikit sifatnya dan sikapnya”
“uhhh…sampai kiamat, sifatnya nggak akan berubah mas, masih tetep urakan”
“hmmm…entahlah, lihat saja nanti, eh guh, kamu liburnya berapa lama?”
“seminggu mas, kan kelas tiga sedang ujian besok senin masuk”
“kalau pas nyadran kamu selalu tampil gambusan ya?”
“iya mas, aku seneng kok, maklum itu hanya setahun sekali, besok mas aji mau nonton aku tampil?”
“ya pasti lah, mosok orang yang kusayang tampil aku nggak nonton, rugi dong”
“uhhh…” dia hanya berguman

Suasana kembali hening
“guhh dah malem tidur ya”
“iya mas”
Tiba-tiba teguh sedikit bangkit
Separo tubuhnya menindih bagian atas tubuhku
Kurasakan sisi wajahnya menempel erat di dadaku
Kuulurkan lenganku dan kupeluk erat punggungnya

Aku menarik nafas panjang
Entahlah…..
Tiba-tiba aku merasa berdosa
Pada kekasihku…..hendra….
Yang mungkin sedang begitu setianya menantiku
yang entah sekarang ada dimana
Ohhh…hendra maafkan aku jika selama ini aku masih terus berpetualang atas nama nafsu

Aku menggeliat pelan, badanku rasanya pegal semua, tapi saat sekarang sudah mulai fresh, kulirik sekilas jam dinding, sekitar jam lima pagi
Uhhh…menurutku ini sudah kesiangan, biasanya ketka suara adzan subuh dikumandangkan pasti aku dengar, tapi mungkin karena terlalu capek hingga aku tak mendengarnya
Mungkin juga ini efek dari tidur bersama teguh dan hangat pelukannya

Hahh…teguh?
Mendadak aku kaget
Kuraba sebelahku…kosong…
Tak ada tubuh apalagi himpitan badan
Kuraba sekali lagi
Masih kosong juga
Mataku yang sejak tadi enggan terbuka mendadak kaget
Teguh tidak ada disisiku
Dengan cepat aku bangun
Kuamati sekilas…selimutnya tidak ada, hahh…bahkan selimutnyapun nggak ada
Uhhh…bisa-bisanya aku tidur sedemikian pulasnya, sampai-sampai teguh terbangun dan pergipun aku nggak tahu

Hmmm mungkin teguh sedang di dapur, mengobrol dengan keluarga pak sujar
Akupun bangkit…
Kulipat selimut dan kuletakkan diatas bantal
Kurapikan sekilas tempat tidurku

Dan ketika masuk ruang dapur…masih sepi, tidak ada api seperti biasanya
Ketika kunyalakan saklar lampu dapat kuketahui bahwa semalam pasti terjadi kesibukan yang luarbiasa di dapur ini
Ahhh…inilah orang desa, mereka menyiapkan makanan semalam suntuk dengan susah payah hanya untuk merayakan sesuatu yang tidak jelas
Sangat tidak efisien…

Kemana teguh?
Mungkinkah dia mandi?
Jam segini?
Mungkin saja…
Langsung kuambil handuk dan perlengkapan mandi
Aku yakin di luar sana sudah sedemikian terang, dan tempat mandi masih sepi pastinya

Aku berjalan cepat menuruni ladang
Matahari dari timur belum nampak atau mungkin tertutup gunung ungaran
Akhirnya sampai juga di pancuran tempat biasanya aku mandi

Aku tertegun
Sesosok tubuh bugil sedang berjongkok mencuci pakaian
Kelihatan sekali dia habis mandi dan sedang mencuci celana dan kaos lengan panjangku
Aku mendekat…dan dia tidak menyadari kehadiranku
Dia terus menyikat pakaian, punggungnya yang putih tetap terlihat putih walau di keremangan
Rambutnya basah seperti habis keramas
Bau sabun mandi dan shampo semerbak menerpa indera penciumanku

“guhhh…?” suaraku pelan memanggilnya
Mendadak dia seperti melompat kaget
“mas ajii…” dia setengah berteriak
Wajahnya kaku, ada rona merah di pipinya

“guh kamu napa, mandi nggak ngajak-ngajak?”
Dia kembali membelakangiku
Melanjutkan menyikat cuciannya
“nggak apa apa mas?”
Dia berkata sambil terus menyikat pakaiannya
Dia berkata dengan membelakangiku
Aneh…aneh…ini bukan teguh seperti yang biasa aku kenal
Ini teguh yang lain, yang malu dengan ketelanjangannya di depanku
Ini tidak seperti biasanya….

Akupun berjongkok di belakangnya
Kuelus punggungnya yang basah
Dan…dia menggelinjang kaget
Disingkirkannya tanganku
Aneh…semalam dia meluk-meluk aku, sekarang aku sentuh saja dia menolak

“guhh…napa?”kembali aku berbisik pelan
“nggak pa pa mas” dia sepertinya cuek, tapi aku tahu dari nadanya ada ‘sesuatu’ yang di sembunyikannya

Aku tidak sabar lagi
Kucengkeram pundaknya kuat
Dan kupegang dagunya agar dia tidak menunduk lagi jika memandangku
“guhhh….ada apa ini?” tanyaku lagi sedikit mengeras

Hmmm untunglah tempat ini masih begitu sepi
Teguh masih terdiam, ada rona merah di wajahnya
“guhhh…ayolah ada apa ini?”
Teguh masih terdiam kaku

Ohhh…akhirnya aku menyerah
Ini mungkin masalah pribadinya, Cuma rasanya penasaran saja, ini bukan seperti teguh yang kukenal semalam
Teguh yang periang, yang penuh senyum tawa
“ya udah nggak pa pa lah kalau kamu nggak mau jujur, silakan dilanjutkan nyucinya, aku mau mandi dulu, ehhh…itu kaos dan selimut kan baru saja di pakai, napa di cuci?”
Teguh masih terdiam

Aku berdiri…
Kucopot kaosku, udara dingin seketika menerpa pori-pori kulitku
Bbbrrrr…dingin banget, tapi aku tetep harus mandi
“mass…” suara teguh
Seketika aku menoleh kaget

Aku mendekatinya kembali, kusarungkan handuk dipunggungku sekedar menepis sedikit hawa dingin yang menerpa
“napa guh?”
Aku kembali berjongkok di depannya memandang sekilas tubuhnya yang telanjang bulat
Entahlah…sering sekali aku melihat teguh mandi, jadi sudah begitu terbiasa melihat ketelanjangannya

“mmm…anu mas..mmm..akuuu…mmm”
Terhenti…
Teguh sepertinya bingung menjelaskannya
“napa guh, nyante sajalah kita kan sudah sangat akrab, jangan takut gitu napa sih?” bisikku menenangkannya

“mmm…aku…aku tadi bangun, dann…mmm..ada cairan lengket di celanaku…itu ya yang namanya mimpi basah..yakin mas, aku nggak ngompol, itu bukan air kencing kok mas, ini lengket kayak lem…baunya nggak enak…yakin mas aku nggak ngompol lho” suaranya lucu

“huahahahahaha….” Aku nggak bisa menahan tawa lagi
Teguh Cuma melihatku terbengong-bengong
Aku begitu gelinya, hmmm…guh guh kamu ini lugu amat
Anak seusia SMA sepertimu pasti nggak Cuma mimpi basah, coli pasti sudah kerjaan sehari-hari
Akhhh…betapa polosnya kamu, seusia ini baru saja mimpi basah

Teguh masih terbengong memandangku
Dan seketika cemberut melihatku ketawa
“uhhhh…tuh kan, mas aji nggak percaya, nih mas lihat celana dalamku”
Aku langsung terhenti tertawanya ,melihat dia menyodorkan celana dalamnya yang ada bercak spermanya
baunya menyengat mirip wangi bunga akasia

Kuambil celananya
Kuliraba pelan…dan benar ada spermanya teguh, yang masih lengket di kain celana dalamnya
Aku berlagak sok serius dan mengamati
Sekian lama aku nggak melihat sperma, bahkan spermaku sendiri
Aku rindu baunya
Ini kesempatanku untuk pura-pura menyelidikinya
Kusentuh sekali lagi spermanya
Dan pelan celana dalamnya kutempelkan pada hidungku….hmmmm…bau kelelakiannya yang menggoda dan bau harum spermanya
Ini bau yang paling sexy yang pernah kuhirup
‘masss….” Teguh berteriak
Aku kaget
“napa?”
“duhhhh…jijik aku, mosok dicium gitu”
“hehehe…namanya saja menyelidiki”
“tapi nggak harus dicium gitu kan?”

Aku mengambil nafas panjang
Kupandang wajahnya…ada semburat merah di pipinya, dia sepertinya begitu malu telah jujur padaku
“mass…itu…bukan air kencing to?”
Aku tersenyum melihat kepolosannya
“guhh…yakin kamu belum pernah mengeluarkan cairan ini?” aku bertanya dengan nada sok serius
Dia memandangku takut
Dia menggeleng pelan
“belum mas, itu apaan mas, bahaya nggak?”
Hahh bahaya?? Jika tak takut menyinggungnya aku pasti sudah terbahak-bahak menertawai kepolosannya

“iya guh, kamu mimpi basah, ini spermamu guh…celana dalam ini jangan kau cuci yah…di jemur saja terus disimpan untuk dijadikan kenangan dalam hidup kamu, karena mimpi basah untuk yang pertama kalinya selalu menjadi kenangan yang indah untuk diingat” suaraku pelan
Kulihat teguh mengambil nafas panjang
Kulihat wajahnya menampakkan kelegaannya
“syukurlah mas kalau gitu…hihihi…geli sendiri, ternyata sperma wujudnya seperti itu ya? Uhhh menjijikkan kayak ingus, hehehehe” dia tersenyum dalam kelegaannya
“iya guh…berarti kamu tuh sudah akil baliq, dah dewasa, sudah mandi wajib belum?”
“sudah mas tadi”
“kok selimutnya juga dicuci, emangnya kena spermamu juga ya?” tanyaku lagi
“nggak tahu mas, pokoknya semua yag kupakai kucuci, nanti pulangnya aku pakai sarung saja”
“ya udah kalau gitu guh, aku mandi dulu ya, silakan kalau melanjutkan mencuci”

Aku bangkit
Kucopot semua yang melekat di tubuhku
Entahlah…beberapa hari di desa ini aku jadi terbiasa dan nyante bugil di hadapan banyak orang
Aku berjongkok dan guyuran air pancuran menerpaku keras…segar dan seperti biasa air ini terasa hangat dibanding udara di sekitarnya
Kugosok dada dan ketiakku memakai sabun, aku berdiri semuanya kugosok seluruh bagian depan tubuhku dengan sabun…dan aku menoleh kaget ketika kurasakan tangan menyentuh punggungku
Aku menoleh
Teguh telah di belakangku

Dia berdiri dalam keadaan masih bugil
Aku menoleh dan tersenyum
Diapun tersenyum
“mas…sini sabunnya…kubantu menggosok punggung pakai sabun biar bersih”
Seperti biasa, saat aku mandi bersamanya selalu dia yang menggosok punggungku

“mas aji juga sering mimpi basah mas?” Tanyanya
Ternyata teguh masih penasaran dengan mimpi basahnya
“nggak pernah…jarang malah”
“lho kok bisa?”
“ya bisa lah, mimpi basah itu kan terjadi jika sperma menumpuk terlalu banyak dan harus di keluarin, makanya saat sperma menumpuk biasanya kita tuh mimpinya yang nikmat-nikmat sehingga terjadilah mimpi basah” jelasku
“lhooo…mas aji umurnya kan lebih banyak dariku, memangnya spermanya tidak menumpuk po?” tanyanya lagi
Aku terdiam…bingung bagaimana menjelaskannya

“mas kok diam?”
Aku menoleh dan kembali tersenyum melihat kepolosannya
“ya…kukeluarin sendiri lah, biar nggak numpuk” jalasku
Hanya itulah yang bisa kukatakan padanya dan yang paling masuk akal

Kurasakan teguh berhenti menyabuniku
“hahh dikeluarin sendiri? Emang bisa ?” dia bertanya dengan nada penasarannya
“ya bisalah” ujarku cuek
“trus gimana caranya mas?”
Hahh…anak ini sungguh-sungguh polos, mosok coli saja nggak tahu
“ya dikeluarin lah…” ujarku bingung
“iya…trus caranya gimana?”
Aku terdiam
Hmmm…andai ini di kamar…sudah langsung kupraktekkan caranya mengeluarkan sperma, tapi ini di tempat terbuka sekaligus tempat umum, nggak mungkin lah

Pembicaraanku terhenti ketika kami melihat dua orang mengobrol menuruni tanah berundah menuju tempat pancuran
Hmmm dua orang bapak-bapak yang akan mandi rupanya
Kami terdiam dengan kegiatan masing-masing
Teguh langsung memposisikan tubuhnya di pancuran di sampingku
Dia mandi lagi rupanya, mungkin untuk menghilangkan kesan mencurigakan

“mass…” dia setengah berbisik
Aku menoleh
“ya”
“gimana caranya?” dia masih berbisik penasaran
Aku tersenyum
‘Nanti malam lah aku ajarin caranya, tapi tidak disini, di kamar saja ya” bisikku
Dia tersenyum mendengarnya

Dia mundur dan kembali mencuci
Aku menoleh memandangnya
Hmmmm…remaja yang sungguh polos, sungguh dalam sisi hati kecilku yang lain aku berbisik…tidak tega
Dia menoleh kearahku
Dia tersenyum manis…sangat-sangat manis dengan pipi penuh bintik air seperti embun..
Segar…

“mas…jangan lupa ya nanti malem aku diajarinya” ucapnya setengah berteriak sambil tersenyum
Dua orang tua tadi menoleh ke arah kami, tapi aku yakin dia tidak curiga
Akupun tersenyum
Dalam hati membayangkan nanti malam aku mengajari teguh ‘mengeluarkan sperma’
Uhhh…baru membayangkan saja …penisku sudah langsung ‘on’
Ohhhh…Tuhaannnn…..


to be continued...

0 comments:

Post a Comment