DISCLAIMER:

This story is a work of fiction. Any resemblance to any person, place, or written works are purely coincidental. The author retains all rights to the work, and requests that in any use of this material that my rights are respected. Please do not copy or use this story in any manner without author's permission.

The story contains male to male love and some male to male sex scenes. You've found this blog like the rest of the readers so the assumption is that material of this nature does not offend you. If it does, or it is illegal for you to view this content for whatever the reason, please leave the page or continue your blog walking or blog passing or whatever it is called.



Negeri Dibalik Awan - Chapter 7

Chapter 7
by Ajiseno


“mas ajii…’ suara putri dibalik pintu
Aku menoleh kaget
“yaa…”
Aku bangkit dan kubuka pintu

“mas…ada tamu di depan tuh” putri menjelaskan
“ohhh…makasih dik”
Putri pergi dari hadapanku sambil senyum
Dan…aku kembali masuk kamar
Kuambil jaket tipis sekedar menutup kaos hingga terlihat rapi
Kutinggalkan teguh yang sedang terlelap untuk menemui tamu

Hmmm…kulihat dua orang berbadan besar dan berkulit hitam tersenyum ramah melihat kedatanganku
Wajahnya asing

Mereka mengenalkan diri
Ternyata dari perusahaan rekanan
Aku mengambil nafas panjang…lega
Tadi dalam hati aku pikir dia temennya agung

Kedatangannya untuk mengecek pengiriman barang yang akan di lakukan esok hari
Kembali aku masuk kamar
Kuambil buku , alat tulis dan laptop

Dan selanjutnya aku terlarut dalam kesibukan
Kesibukan mencatat, menyiapkan surat dan penentuan lokasi
Semua kucatat sesuai dengan arahan yang kemaren dilakukan oleh mas yoga
Sejenak aku terlarut dalam kesibukan
Dan ….
Aku lupa dengan teguh
Aku lupa dengan agung
Dan lupa dengan siapapun yang mengisi hari-hariku
Dilupakan oleh kesibukan baru yang menyita konsentrasiku
Dan tak terasa sudah dua jam berlalu


Ahhh…pegal juga
Tamuku sudah pulang tapi aku masih duduk di kursi tamu
Udara sore sudah semakin dingin
Kulihat jam di hp…pukul 14.40
Hah…teguh kan mau latihan gambusan?
Dengan cepat aku bangkit dan kembali ke kamar bermaksud membangunkan teguh

“tadi siapa mas?” teguh yang masih dalam posisi terlentang menyambutku masuk kamar
Aku kaget, aku kira teguh masih tidur, nggak tahunya sudah bangun
Dia sedikit menggeliat
Matanya masih begitu sayu
Dan rambutnya sedikit berantakan
Tapi secara keseluruhan dia tetap yang tercakep di desa ini

Aku tersenyum
“udah bangun to? Tadi itu tamu dari perusahaan”
“ohh….”
Teguh pelan bergerak bangun
Tubuhnya bersandar di tembok
Pelan aku menghampirinya duduk dihadapannya

Kuamati wajahnya
Masih ada butiran keringat di dahinya
Hmmm…dingin gini teguh masih berkeringat
Kutatap matanya, pipinya dan semuanya
Kurasa aku mulai terpesona dengannya
Walau hati kecil menolak tapi aku tidak dapat membohongi hati ini bahwa aku mulai suka dengan teguh

“ada apa mas? Kok liatin aku kayak gini?”
Aku kaget tapi langsung kututupi dengan senyumanku

“guh..”
“ya mas”
“napa tadi kamu nyusul aku ke rumahnya agung?” tanyaku menyelidik
Sejenak teguh terdiam menatapku
“mas aji tersinggung ya? Aku nyusul mas, maaf ya” ujar teguh lirih
Aku langsung tanggap
“ohhh…nggak gitu guh, aku cuman pengin tahu saja, napa tadi kamu sama temen-temenmu datang menyusulku?”

Teguh sedikit mengambil nafas panjang
“hmmm aku kuatir mas”
“napa kuatir?” aku terus menyelidik
“hmmm…ya kuatir lah, yang bawa petruk je”
“guh”
“ya mas”
“apa kamu merasa takut kehilangan aku?”
Sekali lagi dia menatapku tajam
“iya…” ujarnya lirih
“napa?”

“mas , mas aji nggak perlu tanya , sebenarnya sejak aku bertemu dengan mas aji di kali kemaren, aku sudah tertarik untuk mengenal mas aji lebih jauh, dalam hati aku berkata, pasti mas aji orang baik, dan….ternyata memang betul dugaanku, mas aji orang baik”
“Cuma itu?”

Teguh terdiam sejenak
“hmmm…semalam mas aji menciumku, ohhh…itu terus terang baru pertama kali aku rasakan, tapi sehari ini sungguh selalu muncul diotakku, entahlah…rasanya bikin aku selalu terngiang, sama sekali aku nggak mengira semalam aku dicium mas aji”

“ohhh…hmmm…pengin kucium lagi?” aku tersenyum dengan kerlingan
Teguh kaget
Dia menatapku lekat

Dan tanpa persetujuannya bibirku telah mendarat di pipinya, tepat dibulatan merah yang bikin aku gemas sepanjang pagi tadi
Teguh menggelinjang kaget
kurasakan desahan nafasnya
Cukup lama bibirku mendarat di pipinya
Kujelajahi seluruh area pipinya
Ohhhh….luar biasa

Pelan aku melepaskan diri
Kulihat teguh masih syock menatapku, dia kaget karena tiba-tiba aku menciumnya

“gimana?” tanyaku
Dia Cuma tersenyum
“mau lagi?” tanyaku lagi

Dia menggeleng pelan
“nggak ah, aku bau kok mas”
“nggak masalah kalau kamu mau, gimana?
Dia kembali terdiam

Dan pelan wajahku mendekat…sangat dekat dengan wajahnya
Kupegang pelan kedua sisi kepalanya
Dan…dia hanya diam

Pelan bibirku menempel di bibirnya
Kulumat pelan bibir bawahnya
Sekali lagi dia menggelinjang
Kuhisap manis bibirnya
Terus….
Dan terus
Aku mulai menikmati
Demikian juga teguh
Kurasakan tangannya mulai memegang pundakku

Terus kulumat bibirnya
Sangat manis
Ini luar biasa , semalam dan saat ini aku sudah dua kali mencium teguh

Tiba-tiba dia mencengkeram kuat pundakku
“mass….”
Aku melepaskan diri
Kulihat wajahnya yang penuh rona
“ada apa?”
Bisikku
“mas pintunya dikunci, aku takut kalau ada yang lihat” dia berbisik
Suaranya serak parau lirih membuat aku semakin bergairah



Aku duduk setengah berbaring menatap teguh yang melompat dan berjalan cepat menuju pintu.
Kurasakan dia begitu bersemangat mungkin karena efek dari ‘pelajaran’ ciumanku tadi.
Aku tersenyum
Akhh…tiba-tiba ada sedikit perasaan bersalah aku mengajari teguh tentang hal-hal yang berkaitan dengan seksualitas
Aku paham mungkin ini pengalaman yang pertama baginya mengenal sebuah ciuman
Tapi disisi lain batinku juga bilang ‘ nggak masalah teguh kuajari ciuman daripada diajari orang lain mending kuajari sendiri’

Aku duduk dengan cepat menyambut kedatangan teguh
Kubuka kaosku hingga bertelanjang dada
Entahlah aku jadi begitu bersemangat mengajari teguh dalam hal ciuman, mungkn nanti lebih dari sekedar ciuman, tergantung situasi lah…bisik hatiku
Teguh terhenti bingung melihat aku mencopot kaosku

“guhh…buka kaosmu!” perintahku pelan
“hahh..!”
“buka aja….” Aku sambil senyum
Dia berdiri kaku, bingung
“buka aja..”
Dia membuka kaosnya dan pelan terpampanglah tubuh putih mulusnya didepanku
Tubuh remajanya memang belum terbentuk, masih khas…agak-agak kerempeng dan kurang berisi
Tapi tetap aku suka

Dia mendekatiku
“dengan celananya mas?” bisiknya
Aku kaget mendengarnya
Ohhh…dia benar-benar remaja lugu
Aku malah menjadi iba dengan pertanyaannya
“nggak usah….” Bisikku pelan
Kutarik tubuhnya
Dan pelan wajahku mendekat di telinganya
“guhh…aku cuma mau ajari kamu ciuman” bisikku
Dan kulihat pipinya memerah

Tubuhku pelan turun
Badanku kuposisikan tidur terlentang
Kulihat teguh bingung dan masih berdiri terpaku menatapku

“guh…”
“iya mas”
“sini….tindih saja tubuhku” intruksiku pelan
“hah…apa?”
“ayolah…”

Dia masih ragu
“ayooo…tindih saja”
“mass..nanti…”
“ayolah..”

Dia mendekat
Uhhh…jantungku tiba-tiba berdebar keras
Aku tahu teguh saat ini dikuasai rasa keingin tahuan yang begitu besar tentang seksualitas
Dan…aku memanfaatkannya

Pelan kurasakan tubuhnya menindihku
Hal yang pertama kurasakan hangat tubuhnya meresap menyentuh syaraf kulitku
Kurasakan pula debaran jantungnya yang cepat beradu dengan debaran jantungku
Ahhh…ternyata tubuhnya terasa begitu berat, mungkin kondisinya yang tidak rileks membuat beban menjadi begitu beratnya menindihku

Wajahnya menempel erat di wajahku
Sangat dekat hingga kurasakan hembuasan nafasnya menyapu-nyapu wajahku
“cium aku…terserah dimana kamu suka” bisikku pelan

Pelan bibirnya yang hangat menempel dipipiku
Kuusap rambutnya pelan
Dia terus mencium pipiku
Kuusap lehernya turun dan kuusap punggungnya
Tiba-tiba kurasakan suasana menjadi seperti tak terkendali
Kuremas pantatnya yang sekal
Dan teguh mengerang
Dia memegang sisi kepalaku erat
Bibirnya dengan ganas melumat bibirku

Aku benar-benar terangsang dan kurasakan demikian juga dengan teguh
Dia masih terus melumat bibirku
Bukan lagi hangat kurasakan tapi panas

Kubalik tubuhnya
Dan sekarang aku yang mengendalikan permainan
Kulumat dengan cepat bibirnya
Turun….
Kujilat belakang telinganya
Lehernya
Dan dadanya…kugigit pelan putingnya
Dia menggelinjang hebat
Tangannya kurasakan meremas rambutku

Lidahku terus turun
Dan kurasakan teguh semakin terangsang
Tubuhnya meliuk-liuk seiring jilatanku
Dia mengerang pelan
Detak jantungnya kurasakan begitu cepatnya
“masss…udahhh…” dia merintih pelan

Dan lidahku sampai juga dipusarnya
Kulihat bulu-bulu halus dibawahnya memanjang kebawah
Kujilat memutar


Hmmm…kurasa ini sudah cukup!

Aku bangkit dan berbaring disisinya
Nafasku dan nafasnya tersengal-sengal
“hehehe..gimana rasanya?...enak kan?”
“iya mas…”

Teguh menoleh dan kulihat wajahnya masih begitu merah mungkin akibat terangsang
“guh”
“ya mas”
“kalau copot baju lebih enak kan?”
Dia mengangguk pelan
“itu tuh akibat sentuhan kulit kita, jadi kalau ciuman dengan sentuhan kulit pasti lebih enak”
Teguh Cuma senyum simpul
“mas aji udah punya pacar?”
“ya”
“pantesan nyiumnya pinter banget”
“hehehe itu tuh belum seberapa guh…kapan-kapan aku ajarin yang lebih lah”
“maksud mas aji?”
“ya nanti aku ajarin yang lebih dahsyat dari yang tadi”
Teguh cuman terdiam
Dan aku paham dalam diamnya tersimpan rasa penasaran dengan tawaranku

Udara sore ini sungguh sejuk
Angin berhembus lumayan kencang hingga rambutku lumayan awut-awutan dibuatnya
Kami duduk terdiam diserambi rumah
Sekedar melemaskan syaraf yang tadi sewaktu di kamar sempat tegang
Sebenarnya aku lebih suka mengatakan saat ini sebagai saat menikmati hidup
Duduk diserambi dengan udara sejuk, dan menikmati singkong rebus dengan teh hangat dan mata dimanjakan dengan pemandangan gunung prau di depan yang begitu indah
Sungguh rumah ini mirip villa sederhana yang begitu nyaman
Andai aku suka rokok pasti dah berpuluh-puluh batang kuhisap untuk menikmati suasana sore ini

“mas…” teguh berkata lirih
“ya…”
“”jalan-jalan yuk?”
Mataku langsung berbinar
“kemana, emangnya kamu nggak latihan gambusan?”
“ke ladangku, nggak mas…latihannya diundur nanti males”
“hah…yang bener? Ayookkk”
Aku bangkit

“bentar guh”
Aku langsung ke belakang
Kulihat putri sedang memasak
“dik…ada plastik bersih?’
“ya mas…ambil saja di lemari bagian atas”
Kubuka lemari
Dan benar ada plastik bening ukuran lima kiloan
Kuambil satu da kuambil plastik kresek
“dik..aku diajak teguh ke ladang, kalau ada tamu suruh nunggu atau dik putri ke ladang ngabari aku”
“ohh…ya mas, hati-hati, licin mas”
“makasih”

Setengah berlari aku ke depan
Kulihat teguh bingung aku membawa plastik
Kuambil seluruh singkong rebus dan kumasukkan ke plastik
“guh singkong ini pasti enak banget kalau di makan nanti di ladang”
Teguh tersenyum mengangguk
“ada gubug disana guh?”
“ada mas”
“asyiikkk…”

“yokkk brangkat….” Ujarku menyeret teguh
Entahlah aku begitu bahagia ke ladang
Hmmm…pastinya nanti aku akan memetik teh, kopi, jagung muda, bakar jagung di gubug…hmmm apa lagi ya? Mungkin juga kembali bermesraan dengan teguh di gubug
Wooowww jadi nggak sabar.


Aku berjalan mengikuti teguh melewati jalan setapak berundak, turun curam
Harus hati-hati, beberapa tempat licin dan disamping jalan terdapat selokan yang menganga dalam, dan jika aku terperosok nggak tahulah nasibku

Kami telah memasuki areal ladang penduduk
Ingin sekali aku menikmati perjalanan ini, melihat hijau tanaman, tapi ini nggak mungkin karena aku harus konsentrasi agar tidak terpeleset
Beberapa kali teguh berhenti, menoleh dan tertawa geli melihat cara jalanku yang terlalu hati-hati

“guhh…masih jauh guh?” tanyaku
“nggak jauh kok mas, itu tuh yang ada gubugnya” ujar teguh sambil menunjuk ladang di bawah sana dan tampak atap seng menyembul diantara tanaman
Aku mengangguk
Hmmm kayaknya ladangnya teguh dekat dengan sungai kecil berbatu dan yang pasti sangat jernih airnya

Teguh berjalan dengan begitu lincahnya sementara aku berjalan dengan begitu hati-hatinya
Beberapa kali aku berpapasan dengan penduduk, tua muda bahkan remaja yang dari ladang membawa rumput atau kayu bakar
Hmmmm…luar biasa mereka, mereka benar-banar memaknai hidup dengan bekerja dan mengeluarkan keringat dan dengan penuh keikhlasan

Akhirnya sampai juga di tempat datar, dan ini lembah diantara dua bukit
Diatas nampak desa dan disisi yang lain ladang penduduk

Ladang ini sudah begitu penuh dengan tanaman
Ada tanaman tembakau, buncis, jagung, kacang merah, bawang merah dan di kejauhan sana terdapat tanaman jambu biji merah
Ladang yang hijau dan tentu saja sangat nyaman
Aku mengambil nafas dalam-dalam mengambil sebanyak mungkin oksigen murni yang dikeluarkan oleh hijaunya tanaman
Segaaarrrr……

“mas ini ladangku…” ujar teguh lirih
“woww..” Cuma itu yang keluar dari mulutku

Dari jauh tampak sesosok tubuh bercaping datang mendekatiku
Seorang lelaki berumur empatpuluhan tahun, berkumis tebal dan hidung mancung tersenyum simpatik
Dia bapaknya teguh
“ohh mas mantri, duh napa ke ladang, entar gatel lho” beliau tersenyum khas dengan keramahan desa sini
“wah ngga pa pa kok, aku seneng kok ke ladang seperti ini”
“ya sudah …guh temenin mas mantri, sialakan mau apa saja boleh”
“ohhh…aku pengin bakar jagung, yang muda dimana pak?
“sebelah sana mas, kalau disini sudah tua”

Selanjutnya teguh menarik tanganku melewati jalan sempit diantara tanaman tembakau dan buncis
Tubuhku bergesekan lembut dengan daun-daun tembakau dan daun buncis hinggak menimbulkan sensasi tersendiri

Dan di tengah ladang aku bertemu dengan wanita separo baya, cantik, putih dan bercaping
Aku yakin, dia ibunya teguh, soalnya wajahnya mirip banget
Tubuhnya yang tidak begitu tinggi tengelam dalam diantara tanaman tembakau yang subur
Aku mendekatinya

“ohhh..ini to mas mantri, kenalkan saya ibunya teguh”
“ohhh…saya aji bu, maaf bu, saya jadi ngeroptin ibu, soale teguh saya suruh nemenin aku”
‘ohhh…ngak pa pa kok mas, nggak repot”
Aku memandangnya
“ibu sedang ngapain?”
“sedang metik teh mas”
“ohhh”
Aku mendekat, yah betul ini pohon teh
Dilihat dari pohonnya, kelihatan teh ini sudah sangat tua

“boleh aku bantu metik teh bu?”
“hehehe silakan mas”
“gimana caranya bu”
“gini lho, pucuk yang masih muda, kira-kira diambil empat daun yang paling atas, lalu petik, Cuma itu saja kok”

Akupun mempraktekkan
Hmmm asyik juga, sore-sore petik daun teh
“bu, trus gimana cara buat teh?”
“hmmm…gini mas, daun ini, besok dijemur, kalau sudah layu, warna kecoklatan kemudian diuleni (diremas kuat) hingga kecoklatan dan ditutup semalam, esoknya baru disangrai hingga matang”
“woww prosesnya susah juga ya”
“ya mas, tapi intinya daun segar ini harus dibuat layu dulu, kalau nggak ada panas bisa di sangrai langsung” ibunya teguh menerangkan
“ohhh”
“kalau pengin wangi, sehabis di sangrai dimasukkan kuncup melati, nanti kan wangi, mas aji, besok untuk oleh-oleh saya beri yang sudah matang saja”
Wajahku berbinar
“makasih bu”

“woiii…mas…sini!’
Aku menoleh
Kulihat teguh di gerumbulan tanaman jagung melambai kearahku
“buu…saya kesana dulu ya”
“ohh…silakan mas”

Aku berjalan pelan, agar tanaman tembakau yang disekitarku tidak rusak tergesek badanku
Dan baru kusadari
Ternyata tanaman buncis berbeda-beda
Ada yang berwarna hijau, biru tua, ungu dan merah…semua buncis
Tapi herannya yang dijual di pasaran hanya yang berwarna hijau

“gimana guh?”
“jadi bakar jagung mas?’
“ya jadi dong”
“ini mas petik sendiri, aku mau pinjem korek api ke bapak dulu”
‘okeee”

Akupun mulai memilih jagung yang nati kn aku bakar
Yang tidak terlalu tua agar rasanya manis
Kupetik empat dulu

Kulihat teguh datang mendekatiku dan diiringi bapaknya
“mas itu jagungnya mau dimasak di rumah atau di ladang sini?” tanya bapaknya teguh
“disini saja pak”
“ya udah, itu kayunya disamping gubug, trus nanti setelah selesai disiram dengan air sungai agar tidak kebakaran, maaf mas, saya dan ibune mau pulang dulu, sudah sore, hati-hati ya mas”
“ohhh….silakan pak, sekalai lagi makasih dan mohon maaf telah merepotkan”
Bapaknya teguh Cuma tersenyum dan kemudian kulihat dia berjalan pulang dengan ibunya teguh

Teguh dengan cekatan menata kayu, mirip api unggun
Dan dia mengumpulkan daun-daun kering
Aku sibuk mengupas jagung, hmmm wangi jagung muda telah tercium

Dan….
Tanpa kutahu api telah menyala besar, melahap daun kering dan tumpukan kayu
“bentar mas, biar jadi bara dulu, baru dibakar, kalau diatas api nanti akan bau sangit” ujar teguh menerangkan
Mataku menerawang ke sekeliling
Kulihat ayah ibunya teguh berjalan beriringan memanjat, menuju desa
Hmmm…suasana menjadi begitu hening
Hanya aku dan teguh

Ketika api mengecil terlihat bara di kayu yang terbakar, berwarna kemerahan
Teguh mengambil jagung yang telah kukupas kulitnya, mengambil ranting kecil dan ditancapkan di tengah-tengahnya
Langsung diletakkan diatas bara api
Seketika wangi jagung bakar menerpa, membuatku semakin bergairah

Satu jagung sudah matang
Dia mengambil lagi dan dibakar lagi
Aku Cuma mengamati
Pipinya kemerahan, mungkin karena panas api yang menerpa

“mas, silakan kalau mau dimakan, itu sudah matang”
“entar ah makan bareng-bareng” ujarku

Dan benar ketika dua jagung sudah matang aku mulai menyantap
Nikmat…mungkin karena suasananya
Kulirik teguh
Hmmm…semakin kulihat dia aku semakin suka

Aku menggeser tubuhku sedikit ke sisinya sehingga tubuhku berhimpitan
Teguh menoleh dan tersenyum memanadangku
“ada apa mas” tanya teguh curiga
“nggak apa-apa, pengin meluk kamu aja, biar anget” kilahku
“uhh…ada-ada saja mas aji ini”

Tangan kiriku melingkar dipundaknya dan tangan kananku masih memegang jagung bakar
Kupeluk tubuhnya erat dari samping
Kehangatan menjalar ketubuhku

Pelan kukecup pipinya
Hangat
Manis….

Teguh sedikit menggelinjang
“mass….’
“hmmmm…” aku Cuma menguman karena bibirku masih dipipinya
“boleh aku tanya?’ dia berkata lirih tapi tegas

Aku sedikit kaget
Nadanya agak serius
Seketika wajahku bergerak mundur, tapi lenganku masih memeluknya dari belakang

“iya, gimana?”
“hmmm…gimana ya?...gini mas, sejak semalem, kurasa perlakuan mas aji terhadapku kok aneh ya?”
Aku kaget dengan pertanyaannya
Memang kusadari, aku begitu reaktif sekali terhadap teguh
Mirip orang yang sedang mabuk
Ohhh…harusnya aku tidak begini dalam mendekati teguh
Dan…kini aku sadari betul, sangat wajar jika teguh menjadi curiga terhadap perlakuanku terhadapnya

“aneh?, maksudmu?” jawabku pura-pura bego
“hmmm…anu mas..maaf, sejak semalam, mas aji kok sering meluk dan cium aku, kayak orang pacaran saja, napa ?”
“ohhh…gitu ya?”
Tiba-tiba lidahku terasa kelu, aku bingung dalam memberi penjelasan
Tapi aku harus…dan wajib menjelaskannya agar teguh tidak menilaiku rendah

“aku memang begitu guh, kalau aku suka terhadap seseorang, aku peluk dan cium”
Uhhh bingung juga menjelaskannya
“suka? Maksudnya mas aji suka padaku?”
“iya lah, kalau nggak suka, nggak mungkin lah aku meluk dan cium kamu” suaraku kubuat setenang mungkin
“tapi aku kan laki-laki mas”
“emang napa guh?”

Tiba-tiba teguh bergerak melepaskan diri dari pelukanku
Aku sedikit tersentak
Wajah teguh kini menghadapku, menatapku tajam seolah mau mengeksekusiku
Akupun terdiam kelu
Pasrah dengan apapun yang akan terjadi
Bahkan jika teguh menjauhiku

“mass….”
“iya guh”
“mas aji itu termasuk orang homo ya?”
Aku tersentak kaget dengan pertanyaan polosnya
“apaan tuh?’ jawabku pura-pura bego lagi
“hmmm itu mas, aku dapat dari pelajaran sosiologi di sekolah, homo itu orang laki-laki yang suka laki-laki, mas aji itu masuk jenis homo ya?”
Dalam hati aku begitu geli dengan penjelasan teguh
Dia memang bener-bener lugu

“nggak tau guh, biasanya aku suka seseorang pertama kali pada kepribadiannya, nggak peduli itu laki-laki atau perempuan, emang kalau aku ini jenis homo, kamu takut ya ama aku?’
“ohhh..nggak lah, aku memang takut dengan orang homo, tapi kalau dengan mas aji aku nggak takut lah, mosok dengan mas aji yang baik gini harus takut”
Dia tersenyum manis dan sekali lagi hatiku luluh dengan senyumannya.

“guhh” aku berkata setengah berbisik
“iya mas”
“nggak tahu lah aku mau berkata apa, yang jelas setiap ada laki-laki cakep aku selalu tertarik, termasuk denganmu, mungkin apa yang kamu katakan benar guh, aku ini homo, kamu…hmmm..kamu nggak apa-apa kan?, kamu nggak takut kan??’ aku berkata lirih

Teguh terdiam
Matanya memandangku nanar
Aku paham dia ragu
Aku paham dia bingung mau menjawab apa
Tapi…
Apapun yang terjadi aku harus jujur padanya

Tiba-tiba seolah aku tak percaya dengan apa yang diperbuatnya
Dia menggeleng pelan
Sambil tersenyum
Hatiku begitu sejuk seperti diguyur salju
“untuk mas aji, aku nggak apa-apa dan nggak takut mas”
Ohhh Tuhaannnn….ini godaan atau cobaan?
“guhh…” suaraku parau karena tak bisa membendung haru di hati
“ya mas”
“makasih ya, hmmm….boleh aku peluk kamu lagi”
Dia sekali lagi memandangku
Terdiam dalam seribu basa
Dan tanpa persetujuannya dia sudah kupeluk erat
“guhh…makasih yaaa…makasih yaaa…maafkan aku karena aku menyukaimu…” bisikku parau disisi telinganya
Dan sekali lagi, semua yang ada disekitarku menjadi saksi kejujuranku padanya

Ini sungguh diluar perkiraanku
Aku pikir gambusan itu sejenis musik gambus mirip dangdut dari timur tengah
Ahhh…atau apalah, yang jelas dalam anganku gambusan itu musik

Ternyata dugaanku salah
Di desa ini yang namanya gambusan itu tarian
Yah tarian…bukan musik bukan nyanyian

Tarian ini hmmm…mirip pencak silat
Mulai dari kuda-kuda , menangkis dan sebagainya
Semua gerakannya dibuat sedemikian lembut dan lentur, sehingga setiap kita melihat bukan pencak silat tapi ini tarian
Mungkin karena ini di tanah jawa yang terkenal dengan gerakan tarian yang lembut
Iringannya serupa gendang, rebana dan bedug kecil
Suara iringan monoton, apalagi suara bedugnya, keras dan bergema

Tarian ini merupakan tarian kolosal
Mungkin sekitar lima belas penari
Semuanya remaja laki-laki

Selain penari, ada juga penabuh yang terdiri tiga orang penabuh
Dan …satu lagi seorang laki-laki yang bernyanyi seiring irama iringan musik sederhana.
Lagunyapun sederhana
Banyak lagu-lagu petuah berbahasa jawa dan lagu-lagi perjuangan
Yah…lagu-lagu perjuangan
Ada ‘dari sabang sampai merauke, ada ‘ halo-halo bandung’ dan lain-lain
Sungguh lucu menurutku
Tapi dari sini dapat kutarik kesimpulan kalau gambusan itu perpaduan kesenian jawa, arab dan dalam rangka memberi semangat para pejuang kemerdekaan dulu

Menurut teguh, gambusan hanya ada di desa ini
Dan kesenian ini hanya tampil sekali setahun yaitu saat nyadran, makanya aku merasa sangat beruntung bisa menyaksikan kesenian ini

Teguh berdiri paling depan
Gerakannya sangat luwes
Tapi sebenarnya semua sama, kompak
Aku memandangnya takjub
Sungguh aku tak mengira, disaat remaja kota begitu gandrung dengan musik hip hop, disini para remajanya masih menekuni kesenian tradisional
Mereka begitu gembira ambil bagian dalam kesenian ini yang mana banyak remaja kota yang merasa modern menganggap kesenian ini sebagai budaya kuno dan tidak gaul.
Akupun ikut dalam suasana gembira sekaligus haru

Malam ini sebenarnya baru latihan
Boleh dikata ini gladi bersih untuk acara besok
Pelaksanaannya ada dihalaman ruma tak jauh dari rumah pak sujar
Walau ini masih latihan, tapi sudah banyak yang menonton
Dan aku ada diantara kerumunan penonton

Malam ini begitu beda dari malam-malam sebelumnya
Suasana desa ini hingar bingar
Hampir semua kesenian besok akan dimunculkan, mulai dari gambusan, ronggeng, jaran kepang (kuda lumping) sampai wayang kulit dan malam ini semua kesenian mengadakan gladi bersih

Semua ibu-ibu malam ini begitu sibuk menyiapkan masakanan itu acara besok
Tadi di dapur, putri dan bu sujar begitu sibuknya
Berbagai menu makanan diolah, mulai dari ingkung ayam (ayam yang dimasak utuh), wajik, ketan, cucur, tumpi(rempeyek kuning) dan aneka kue.
Hmmm…boleh dikata, besok merupakan pesta desa ini

Aku sendiri begitu larut dalam semangat untuk mengikuti acara nyadran yang akan dilaksanakan esok hari
Aku harus mengikutinya
Walau kusadari besok kesibukan kerja akan datang, tapi aku tak akan melewatkan upacara nyadran di desa ini

Aku berdiri bersedekap menahan dingin
Kutarik kudung sweater hingga kedua sisi kepalaku tertutup
Aku larut dalam kegembiraan bersama penonton gladi bersih gambusan
Mataku terus lekat memandang teguh yang sedang menari
Gerakannya begitu luwes
Kadang mundur, setengah berjongkok, dan gerakan tangannya sangat lembut tapi kuat
Aku suka
Dan sekali lagi aku terpana

“gimana ji, seneng ya?” suara berat di belakangku
Aku kaget dan langsung menoleh
Sosok tubuh tinggi besar, berjaket tebal dan berkalung sarung
Asap rokok mengepul dari kedua bibirnya yang tebal dan kadang dari lobanghidungnya yang mancung

“agung…?” kataku spontan karena kaget
“hmmm” dia seperti biasa cuek
“ngapain kesini?” tanyaku lagi

Dia hanya diam cuek
Rokok terus dihisap hingga asapnya mengepul menyelimuti udara disekitarku
Tubuhnya mendekat menekan punggungku seolah ingin memberi kehangatan untukku
Dan hmmm…bau tubuhnya yang segar
Semacam parfum atau mungkin sabun mandi
Segar dan aku suka

Hahh…dalam hati aku kaget
Bukankah tadi siang bau tubuhnya lumayan bikin aku aku pusing
Mirip bangkai
Ohhh sekarang dia begitu harum dan segar
Dan aku tahu mengapa dia begitu merapat tubuhnya kepadaku
Hmmm mungkin dia ingin menunjukkan kalau dia sudah mandi dan berdandan

Aku menoleh…
Kuamati wajahnya dalam remang
Wajah yang tampan dan segar
Rambutnya rapi tersisir basah dan berminyak
Aku tersenyum

“napa senyum-senyum?” gumannya curiga
“hmmm…kamu harum, kamu dah mandi yo?’ suaraku menggoda
Dia Cuma tersenyum sinis
Dan sekali lagi dihembuskan asap rokoknya keluar dari bibirnya

“iyo, napa emang?” jawabnya tegas
Aku kembali tersenyum lebar
“nggak pa pa, seneng saja aku lihat kamu segar”
“hehehehe, segar…memangnya buah”
“iya memang mirip buah…hehehe” ujarku kembali menggoda

Dan aku kembali ke arah tarian karena kaget ada suara tawa berderai dari penonton
Ternyata ada yang terjatuh karena tertendang pemain belakangnya
Akupun ikut tertawa karena gerakan jatuhnya lucu
Sementara latihan tarinya berhenti sejenak

Tiba-tiba kurasakan tangan agung merangkul pundakku
Dan kulihat wajah teguh terbelalak melihat aku dirangkul agung
Ingin kusingkirkan lengannya, tapi sungguh aku nggak enak hati sama dia
Dan aku sadar juga, pelukannya memberikan kehangatan yang begitu susah untuk aku lukiskan

“gungg…”
“hmmm”
“napa kamu kesini?”
Dia kembali terdiam
“yahhh…hmmm…aku Cuma ingin menjaga “calon majikanku’” katanya pelan dan tegas
Aku kembali menoleh , kuamati sekali lagi wajahnya
Tidak ada rona main-main atau bergurau
Dia sungguh serius ingin menjagaku
Dan kembali aku terhari atas perlakuannya terhadapku


Dan suasana kembali gaduh
Latihan gambusan baru istirahat
Semua pemain termasuk teguh, kulihat sedang diberi pengarahan dari pelatih tari
Tangan pak pelatih tari mengacung-acung, entah beliau memberi instruksi apa

Agung masih menempel di punggungku
Lengannya masih di pundakku
Beberapa penonton heran melihat keakraban aku dengan agung
Dan aku paham, disini agung terkenal dengan sebuatan preman, maka mereka heran kok bisa akrab denganku

“jii..”
Aku menoleh
“ya…”
Dia menatapku juga
“jalan-jalan yuk”
“kemana?”
“mau tidak?” dia balik bertanya
Aku diam bingung, aku takut teguh entar khawatir dengan kepergianku
“kemana?” tanyaku lagi
“ya jalan-jalan saja” ujarnya cuek bikin aku semakin bingung

Aku terdiam bingung
Tapi setelah kupikir tidak ada salahnya kalau malam ini aku jalan-jalan dengannya pakai sepeda motor dan mendekap tubuhnya…hmmm pasti asyik
“ya udah, ayooo…kemanapun deh, oh ya..bentar ya?”

Aku langsung berlari ke tengah halaman
Aku bermaksud menemui teguh, dan teguhpun paham aku sedang menghampirinya
Dia mendekatiku juga
“mas aji, ngapain tuh petruk mendekati mas aji?, mau malak lagi ya?” bisik teguh curiga
“nggak kok, dia Cuma mau menemaniku”
“ohh..terus..?” tanya teguh lagi
“hmmm gini guh, tadi agung ngajak jalan-jalan, nanti kalau kamu pulang duluan, ini kunci rumah dan kamarku, kamu bisa langsung masuk saja” ujarku lirih sambil menyerahkan kunci

Teguh terbelalak kaget
“apa mas, jalan-jalan?...duh, nggak usah mas, bahaya, apalagi ini malam lho”
Aku tersenyum
‘nyante sajalah, percaya saja, aku nggak apa-apa guh”
“ya udah mas, ati-ati lho, kalau ada apa-apa sms aku ya”
“iya guh, sampai ketemu di kamar ya ?”
Ujarku mengerling
Dia tersenyum
Dan kembali aku berlari menuju agung yang berdiri mengamatiku

“ngapain nemui bocah itu?” ujarnya keras
“hmmm nyerahin kunci kamar, kan dia yang nemenin aku tidur”
Agung terbelalak kaget
“apa? Nemenin tidur?”
“ya…napa emang?”
“ohhh…mulai malam ini bukan dia yang nemenin kamu, tapi aku, bukannya aku sudah di kontrak sama kamu to?”
“hahahaha…kontrak?, siapa bilang, nggak ah…biar dia yang nemenin aku, lagian kamu kan tugasnya nemenin aku ke tempat kerjaan bukan nemenin aku tidur”
“ya udah…ayooo cepet, entar keburu malem”
Tiba-tiba dia menyeret lenganku
Dan aku hanya nurut saja dengan apa dan kemanapun dia mengajak pergi malam ini

“naik!” ujarnya keras
Dia menstarter sepeda motor
Hmmm dia ganti sepeda motor
Yang ini lebih bagus, tapi mungkin ini dari honda…hmmm mungkin megapro
Tubuhnya yang jangkung nampak begitu gagah di atas sepeda motornya

Aku naik, jok belakang lumayan menukik posisinya hingga secara otomatis tubuhku merapat erat ke tubuhnya
“pegangan!” instruksinya lagi
Lenganku langsung tanpa sungkan melingkar di perutnya yang begitu keras dan rata
Hmmm kurasakan tiba-tiba tubuhku menghangat

Dan sepeda motorpun mulai jalan
Kami naik sepeda motor tanpa helm sehingga udara dingin seperti berhembus kencang menerpa wajahku
Suasana begitu dingin tapi tubuhku begitu hangat karena memeluknya erat

“ini sepeda motornya siapa?” suaraku lumayan keras agar terdengar akibat deru mesin sepeda motor
“milik temen, aku sewa” diapun berteriak
“kita mau kemana?’ teriakku lagi
“jalan-jalan” dia kembali berteriak
”jalan-jalan kemana?”
“kemana saja lah”
Sungguh jawaban yang tidak memuaskanku

Jalanan naik turun
Cuaca malam ini begitu cerahnya
Da ada rembulan bersinar terang sehingga mataku tak berkedip melihat panorama malam
Nampak di depan bayangan hitam besar, gunung prau yang teduh nampak kokoh
Di sekitarku lereng-lereng terjal

Sepeda motor terus berjalan pelan
Melewati jalan berbatu yang tidak rat dan terus mendaki mendekat ke arah gunung prau
Hmmm hampir tak kulihat lagi desa di depan, berarti jalan ini persis menuju arah gunung

Ladang-ladang penduduk yang tadi kulihat dalam keremangan kini berganti dengan hutan pinus disisi kiri dan kananku
Udara dingin semakin menusuk tubuhku
Dan dekapanku terhadap tubuh agung semakin erat
Wajahku menempel ketat di punggungnya
Aku akan menikmati momen-momen indah ini

Tiba-tiba sepeda motor terhenti
Tempat ini begitu sepinya
Tidak ada lagi kulihat rumah, apalagi manusia
Ini bukan hutan, tapi ini padang rumput perdu di ujung jalan, dan buntu disini berganti dengan jalan setapak masuk ke hutan pinus di kawasan lereng gunung prau

Kulihat ada gundukan batu besar disisi jalan
“turun!”
Akupun turun, dan kini benar-benar kurasakan tubuhku menggigil karena dingin
Kulihat agung biasa saja, mungkin karena dia sudah beradaptasi dengan dinginnya udara disini

Aku berjalan pelan mengikuti agung, menuju batu besar
Aku hanya diam, karena tak tahu kenapa agung mengajakku kesini

Agung duduk disisi batu dan akupun duduk
“ji..naik keatas batu saja, jika ingin lihat pemandangan bagus”ujarnya

Aku menoleh
Aku benar-benar tak mengira, agung susah payah membawaku kesini hanya untuk menunjukkan pemandangan yang bagus dari ketinggian dilereng gunung prau

“okee”
Akupun susah payah naik ke batu besar
Dan…benar saja…
Aku terpaku takjub

Kulihat hamparan kerlap kerlip lampu kota mirip berlian
“kota semarang, ungaran, ambarawa, magelang sampai parakan semua terlihat dari sini” ujarnya cuek
Aku mengambil napas panjang
“wowwww…luar biasa gung”
Sangat indah, apalagi disinari bulan purnama dengan cuaca cerah tanpa kabut seperti malam ini
Tujuh gunungpun terlihat jelas dari sini
Dibawahnya melingkar kerlap-kerlip lampu
Dan benar kata ramalan prabu jayabaya “ besok disuatu jaman, akan ada gunung yang berkalung berlian yang berkilau’ dan sekarang ramalan itu nyata dihadapanku.
Aku terdiam terpesona

Setelah beberapa lama mengamati, akupun turun
Duduk disisinya rapat
“gung..”
“ya”
“rangkul aku, aku kedinginan” bisikku
Dia bergerak pelan
Diambilnya sarung yang melilit di lehernya, dan dipakainya sarung tersebut di tubuhnya
Separo badannya berbalut sarung

“masuk sini!” perintahnya
Aku paham, sarung ini ternyata berfungsi ganda
Pelan aku menyusup masuk menghimpit badannya
Dan sekarang baru kurasakan begitu nyamannya satu sarung untuk berdua
Lengannya yang kokoh merangkul erat pundakku
Memberi kehangatan dan kenyamanan
Sesaat aku begitu terlena dalam kesyahduan malam ini
Dalam sarungnya
Dalam dekapan tubuhnya
Dalam hembusan hangat nafasnya
Dinaungi gunung prau dan sinar bulan purnama

Ohhh..baru tahu, ternyata sarung ini longgar juga dipakai untuk dua orang
Kami duduk berhimpitan dan sarung sebatas leher kebawah
Pelan tanganku merayap kebelakang pinggangnya, merangkul erat sekedar untuk mencari kehangatan dan agung tak menolak
Dia cuek dengan apa yang aku lakukan terhadapnya

Hmm sebuah pinggang yang kenyal, padat dan berisi
Telapak tanganku sedikit menekan ujung pinggangnya
Ingin rasanya bergeser kebawah, mengelus pahanya atau menuju selakangannya, tapi aku belum berani
Baru sehari bertemu dan besok pasti masih terbuka banyak kesempatan untuk sekedar melakukan lebih dari ini

Tubuhnya sedikit bergerak dan ternyata dia mengambil rokok disaku celananya
Dan dia membungkuk sekedar melindungi api dari terpaan angin dingin
Dan…cresss..!
Api tersulut dan aku menoleh, sekilas memandang takjub siluet wajahnya yang terlihat sekilas dari pancaran sinar api yang terpantul dari korek
Walau sesaat, tapi wajahnya sangat indah menurutku

Dan selanjutnya yangkulihat adalah asap bergulung yang keluar dari celah kedua bibirnya
Ahhh andai aku suka rokok….
Aku Cuma terdiam
Kami terdiam, tak taulah mungkin bingung memulai pembicaraan atau mungkin memang sedang menikmati sepi syahdu malam di kaki gunung prau
Yang aku heran anginpun seolah berhenti
Hening..
Hampir tak bersuara, hanya suara aneh yang kedengar…suara hutan atau suara malam
Aneh dan sulit untuk aku gambarkan
Pelan kurasakan lengannya yang kokoh merayap dipunggungku, dia merangkulku, sementara tangan kirinya tetap pada posisi memegang batang rokok
Aku terdiam nyaman…

“gung..?”aku berbisik
Dia seperti biasa, hanya diam, menghisap rokok dan menegeluarkannya lewat bibir dan hidungnya
“kamu sering kesini?” tanyaku lagi setengah berbisik
Dia menoleh, menatapku sejenak kemudian mukanya kembali menatap lurus kedepan

Uhhh sungguh nggak enak nggobrol ama dia, sok cool atau mungkin karena agung orang yang jarang ngobrol
Dia lebih banyak diam, asyik dengan pikirannya sendiri dan batang rokoknya daripada dengan aku

Jariku sedikit mencubit sisi pinggangnya, kenyal
Kembali dia menoleh..
“napa lagi?” Tanyanya
Dasar nih orang! Diajak ngobrol nggak nyambung
Aku mendengus kesal
Kurapikan kembali ujung sarung hingga menyelimuti tubuhku

“iyaa!” jawabnya ketus
“iyaa apa?” tanyaku lagi
“maksudku, iya, aku sering kesini, emang napa?”
“nggak pa pa, aneh saja!’ ucapku kubuat ketus
Hilang sudah mood ngobrolku dengannya

“kok aneh?, Cuma kesini saja kok aneh, napa?” tanyanya
Aku mengambil nafas panjang, kuhembuskan kembali
Sekarang aku yang sok jaim, biarin.
Aku masih diam
Dia dalam posisi terus menatapku tajam
“hehh, di tanya kok diem saja!”
Kurasakan jari tangannya di pundakku mencengkeram erat

“yahhh…bukannya tadi aku yang tanya kamu, kamu diem saja” ucapku membalas
Duhhh napa sih membahas hal sepele gini di hutan malam-malam
Sungguh nggak enak banget

“hehehehe…kalau kamu tahu, aku paling males diajak ngobrol pas aku merokok” ujarnya
Pantesan…
“matiin tuh rokok, mosok di hutan gini Cuma diem, nggak enak tau” ujarku ketus
Dalam remang kulihat dia tersenyum
Akhirnya batang rokok yang lumayan masih panjang di tekan pada batu disamping tempatnya…dan mati juga rokok sialan itu.

“napa aneh?’ tanyanya lagi
Kali ini suaranya lebih tenang
“yaahhh aneh saja, mosok malam-malam sering di hutan, emang ngapain saja”
“nyari wangsit!” ujarnya pendek
“wangsit apaan?”
“hahahaha…””
Uhhh dia malah ketawa, lama-lama jadi ngebosenin ngobrol dengannya

Kembali kurasakan rangkulan dipundakku sangat kencang
Digoyang-goyangkan sedikit tubuhku, sehingga aku mirip mainan yang begitu disayanginya

“jiii…” dia berbisik dan wajahnya masih menatap lurus kedepan
Aku terdiam, mungkin karena dongkol atau mungkin sudah males ngobrol dengannya
“hmmm…jiii…tahukah, bahwa hanya tempat ini yang masih mau menerima kehadiranku, semuanya yang ada di dunia menolakku, semua warga desa, bahkan istri dan mertuaku saja menolakku dan mengusirku, hanya tempat ini yang mau menerima kehadiranku, itulah mengapa aku sering kesini”

Aku sedikit kaget, dan kuamati wajahnya dalam keremangan sinar bulan
Kulihat betul bahwa dia serius mengatakannya
Dia serius! Tidak main-main atau canda seperti tadi
Dan tiba-tiba darahku berdesir
Aku iba
Yahh…aku iba, dalam tubuh tegapnya berlindung jiwa yang rapuh, yang butuh pertolongan

“ada aku gung” suaraku pelan
Dia menoleh, mungkin jika ini siang hari aku bisa melihat dan membaca perubahan rona wajahnya
“makasih jii”
Aku kembali diam
Obrolan kembali buntu

Sesaat kami diam dalam pergulatan pikiran masing-masing
“jiii, tahukah…tadi pagi aku sempat hampir putus asa” dia berkata lirih
“napa?” tanyaku
“kemarin malam aku main ke beberapa temen, semua nggak di rumah, terus aku kesini, merenung, rasanya aku Cuma sendiri disini, aku hampir pergi dari desa ini, tapi terus terang aku berat, ada anakku disini, aku ingin melihatnya tumbuh dan berkembang, akhhh…betapa susahnya menjadi orang seperti aku di desa ini, semua orang menolakku, bahkan ketika kemaren aku ingin melihat anakku, baru nyampe halaman rumah saja sudah diusir sama mertuaku”
Suaranya pelan dan berat, seolah berusaha mengungkap duka dan beban yang berat yang menindih hatinya
Aku semakin iba
Dan…aku tak tahu lagi harus bagaimana menanggapinya
“ada aku gung” Cuma itu yang keluar dari bibirku

Dia kembali mempererat pelukannya
Lengan kanannnya yang kokoh masih merangkul pundakku, seolah takut kehilanganku atau memang sengaja memberi kehangatan di tengah dinginnya suasana

“yahhh ada kamu jii, makanya tadi pagi aku setengah maksa, tadi malam dalam hati aku bertaruh, jika kamu saja yang belum kenal aku menolakku, maka aku serius…langsung akan meninggalkan desa ini, ke jakarta, semua sudah kusiapkan. Ternyata kamu mau menerimaku, walau sekedar menjadi pegawaimu, tapi paling tidak aku tahu, masih ada orang yang mempercayaiku di dunia ini”
“sebegitunya kah?...gung…kamu tak sejelek yang kamu kira sendiri, kamu menilai diri kamu begitu rendahnya, sebenarnya semua penduduk desa ini mau kok menerimamu, perasaanmu saja yang begitu, semua penduduk desa ini baik-baik kok, nyatanya aku yang orang asing disini saja di terima dengan begitu baiknya” paparku

Dia mengambil nafas panjang
“itu kan kamu, beda lah denganku” ucapnya ketus
“itu karena kamu cuek, coba kamu sedikit terbuka dengan mereka, pasti mereka mau menerimamu”
“maksudnya?”
“hmmm…cobalah kamu bergaul secara baik dengan mereka, mengikuti kegiatan desa, mengikuti kegiatan pemuda atau apalah…dan kurangi tuh judi, mabuk dan malak, pastilah semua warga akan menerimamu”
“hmmm…susah!” dia berkata pelan
“ya udah…pantesan!”
Dia hanya diam

“jiii…napa kamu mau menerimaku?”
“sebenarnya males” ujarku sengit
“hahh apa?”
“hehehehe” aku tertawa pelan

“jii aku serius!”
“hmmm…mungkin karena aku selalu melihat orang dari sisi baiknya, itu saja!”
“dan apa aku masih punya sisi baik?”
Kupandang dia
“masih banyak!”
“hah, yang benar?”
Aku mengangguk

“contohnya?”
“oalah gung, mosok sih kamu nggak merasa kalau kamu punya banyak sisi baik, soal sisi buruk nggak akan kuungkit karena setiap orang pasti juga punya, termasuk aku”
“contohnya apa?”
“nihh…” bisikku pelan
“apaan?”
“nihh” aku sedikit menoleh kearah tangannya yang merangkul erat pundakku
“apaan?”
Uhhh dasar, orang ini bego, atau berlagak bego!
“nehhh…kamu dah mau merangkulku, membawaku ketempat yang indah ini, mau berbagi sarung denganku, ini kan sisi baik”
“hahahahahaha…aku serius ji, malah guyon” dia terbahak sedikit keras
“aku juga serius gung, kalau kamu nggak punya sisi baik, nggak mungkinlah kamu ajak jalan-jalan aku, nggak mungkinlah kamu mau berbagi denganku, nggak mungkinlah kamu mengingat anak istrimu, semua itu karena kamu punya sisi baik, tanggung jawab”

Sesaat kami terdiam
Agung begitu serius menatapku
“ohhh…ji aku nggak salah kemaren menemuimu, Cuma kamu yang percaya padaku, makasih ya, makasih…makasih…”
Dia semakin mempererat pelukannya
Dan kehangatan kembali menjalar keseluruh ragaku disela-sela terpaan angin pelan dari gunung prau yang dingin menusuk tulang.


to be continued...


0 comments:

Post a Comment