DISCLAIMER:

This story is a work of fiction. Any resemblance to any person, place, or written works are purely coincidental. The author retains all rights to the work, and requests that in any use of this material that my rights are respected. Please do not copy or use this story in any manner without author's permission.

The story contains male to male love and some male to male sex scenes. You've found this blog like the rest of the readers so the assumption is that material of this nature does not offend you. If it does, or it is illegal for you to view this content for whatever the reason, please leave the page or continue your blog walking or blog passing or whatever it is called.



Negeri Dibalik Awan - Chapter 18

Chapter 18
by Ajiseno



Hendra langsung duduk disamping adit
Wajahnya berbinar…
Sekarang dua sosok yang pernah mengisi hatiku duduk di depanku
Aku tak bisa menggambarkan perasaan hatiku
Yang jelas…antara senang dan takut
Senang karena di hari pertama aku di semarang aku dipertemukan dengan aditku
Takut…aku takut, kehilangan..
Kehilangan..
Kehilangan salah satu
Atau mungkin keduanya akibat pertemuan ini

Tapi…
Semua ini sangatlah berbeda dengan pertemuanku dengan adit sebelumnya
Tak ada lagi sinar kebencian yang menghujam ulu hatiku
Tak ada lagi sinar kecemburuan dari hendra
Yang ada sorot binar kegembiraan yang sulit kulukiskan

Adit sekarang beda dengan adit yang dulu
Kulihat ada kedewasaan dari kelembutan tatapannya
Hendra sekarang juga beda dengan hendra yang dulu kukenal
Tak kulihat emosi yang meluap-luap
Yang ada hanyalah wajah-wajah dengan aura kedewasaan dihadapanku
Dan kini aku malah yang merasa paling kekanak-kanakan diantara keduanya

“jii…kamu kok nggak bilang kalau ketemu adit’ hendra sambil duduk
Bibirnya terus menyungging senyum
“ketemunya juga nggak terduga kok ndra, ya nggak dit?”
Adit mengangguk
“kak hendra pa kabar? Kapan pulangnya?” adit menoleh sekilas ke hendra
Hendra langsung mengoceh bercerita
Sambil banyak senyum
Aku bahagia menatapnya
Dan disini aku merasa sebagai penonton saja
Pennton keakraban dua orang yan begitu kusayang
Sesekali kami tertawa jika ada hal-hal lucu yang keluar dari mulut hendra
Aku benar-benar bahagia

Tiba-tiba hendra memeluk pundak adit
“dit…kamu sudah SMA ya?”
“ya kak”
“satu sekolah dengan fian dit?”
“iya kak”
“wahhh dah gede sekarang ya?”
Adit mengangguk
Ada sedikit rasa sungkan kulihat
Sungkan karena pelukan hendra
“gimana rasanya sekolah di SMA dit?”

Adit menghela nafas
“yang jelas, sekolah di SMA jauh lebih berat di banding di SMP kak, saingannya berat, pelajarannya juga jauh lebih susah”
“tapi aku yakin dit, kamu pasti bisa ngikutin” ujarku menimpali
“nggak juga kak, aku keteteran, terutama di bahasa inggris kak, makanya seminggu dua kali aku ikut les, matematika juga gitu”

Hendra kulihat mengangguk-angguk
Akhhh aditt….kamu nggak berubah
Kamu masih seperti dulu
Seorang bocah yang begitu serius dengan hidupnya

“terus fian gimana dit?” tanya hendra
“hmmm…kurang tau kak, aku beda kelas dengan fian, tapi sepertinya sifatnya belum juga berubah, dia masih manja, masih santai bahkan kemaren katanya yang di remidi hampir semua pelajaran”
“ohhh…terus kamu gimana dit?”
“aku…hmm…alhamdulillah, nggak ada yang di remidi kak”
“wahhh..hebat”
“ahhh nggak juga kak, di SMA aku stress kak, kemaren waktu tes semester satu aku Cuma di peringkat tujuh…uhhh…susah kak”

Aku tersenyum
“kak aji kok malah terseyum?” tanya adit menatapku
“hehehehe…dit, kamu masih kelas satu, jangan kuatir lah…pastinya kamu pasti bisa lebih baik”
Adit mengangguk optimis
“terima kasih kak, doanya saja”

Makanan datang
Cma untuk berdua untuk aku dan adit
Hendra menatapku
“kalian sudah pesen makanan ya, uhhhh…gitu ya, aku nggak dipesenin”
“hehehehee…maaf ndra, tadi kan kamu belum datang, ya udah sono pesen”
“uhhhh….kamu kebiasaan, kalau ketemu adit pasti aku di tinggal”
“hehehehehe…” aku Cuma terkekeh
Adit menoleh pada hendra
Wajahnya bersemu merah
“akhhh…kak hendra cemburu ya?” adit nyeletuk
Hendra tersenyum lebar
Bangkit memesan makanan
“iya dit…aku cemburu” ujar hendra setengah berbisik

Aku tertawa
Adit juga tertawa…
Hendra melengos beranjak
Kulihat hendra memesan makanan

Tiba-tiba adit menatapku
“kak…aku nggak mengira saja” ujarnya setengah berbisik
“napa dit?”
“nggak ngira, kak aji masih berpacaran dengan kak hendra”
“emang kenapa?”
“hmmm…kirain sudah tidak berhubungan lagi, kak hendra kan sekarang di batam”
Aku tersenyum
“cinta tak mengenal jarak dit, hmmm kamu mungkin belum bisa paham..”bisikku
“huiii…hayooo bisik-bisik apa!”
Tiba-tiba hendra berteriak di samping meja

“hey ngobrol apaan? Kok bisik-bisik?”
“hehehehe…rahasia lah…ya nggak dit?”
Adit Cuma tersenyum
“masalah pacar ya?” hendra rupanya masih penasaran
“hmmm..iya” jawabku sekenanya
“hahh dit…kamu sudah punya pacar ya dit?”
Adit menoleh
Pipinya memerah semu

“belum kok”
“halahh ngaku aja dit..”
“nggak ah…aku nggak punya pacar, aku kan masih kecil kak”
“halah kecil apaan, dah gede gini”
“bener kok, aku belum punya pacar”
“hehh dit…gimana sih aku kan pacar kamu dit?” ujarku menggodanya
Kulirik hendra…
Dia pura-pura ngambek
Adit tertawa
“hehehehehe…udahlah kak hendra, jangan kuatir, aku dulu memang pernah mencintai kak aji, tapi setelah kupikir lagi, mungkin perasaanku itu bukan cinta, mungkin sekedar kagum saja, sayang saja, sekarang kak aji sudah kuanggap seperti kakakku sendiri”

Hendra menepuk pundak adit
“iya deh…percaya aku” ujar hendra

Selanjutnya hidangan hendra keluar
Semangkuk soto
Kami makan dengan lahapnya
Mungkin semangat yang begitu tingginya
Aku masih belum puas-puasnya memandang adit
Adit yang sekarang begitu kurusnya
Tulang pipinya terlihat begitu menonjol saking kurusnya
Mata di balik kacamatanya begitu cekungnya
Kasihan adit..
Dia habis sakit
Kurasakan wajah hendra juga menampakkan rasa iba terhadapnya

“tapi bener dit kamu belum punya pacar? Katanya fian tuh sudah punya, kamu kok belum? Emang napa?” tanya hendra masih penasaran

Adit menyeruput minumannya pelan
“hmmm…mungkin ini karena masalah tanggung jawab kak”
“tanggung jawab? Maksudmu?”
“menurutku gini…ini menurutku lho…setiap manusia hidup dibebani rasa tanggung jawab, paling tidak tanggung jawab untuk dirinya sendiri, untuk itulah aku masih belajar bagaimana bisa bertanggung jawab untuk diriku sendiri, belajar bagaimana mengontrol emosi, belajar untuk hidup di masa depan dengan lebih baik..belajar untuk meraih cita-citaku kak”

Ohhh..kami tertegun dengan apa yang diucapkan adit
Dia semakin matang pola pikirnya

“ohhh…terus apa hubungannya dengan pacaran dit?” tanya hendra lagi

Adit kulihat menghela nafas panjang
“bagiku berpacaran berarti hidup kita menjadi menambah rasa tanggung jawab, selain bertanggung jawab terhadap diri sendiri, kita juga harus bertanggungjawab dengan pasangan kita, harus mengorbankan sebagian hidup kita untuk pasangan kita…dan…aku…aku belum mampu melakukan hal itu kak, aku masih belajar untuk bertenggung jawab untuk diriku sendiri dulu, nanti lah kalau aku sudah siap, aku akan mencari pacar kak”

“woowww…jiii…tuhh dengerin ji!” ujar hendra
“lho kok aku?” aku kaget
“ya iyalah…baru kutinggal beberapa bulan saja sudah maen-maen dengan banyak cowok”
“hahh yang bener kak aji?”

Aku mengangguk
Aku masih ingat betul bagaimana aku dengan teguh dan agung
“kak aji kok gitu sih” tanya adit lagi
“lho kok jadi aku yang dihakimi sih?” ujarku
“la iya lah…eh dit, kemaren ketika aji di tempatkan di pelosok gunung, uhhh…dia itu…”
“udaaaaahhhh…”jeritku memotong

Adit dan hendra terbelalak
“iya benar, aku berselingkuh, puas…” ujarku sewot
“lho kok bisa?” tanya adit lagi
“tanya tuh kak hendramu, dia tuh pergi nggak pernah kasih kabar, lagian aku tuh di gunung sana Cuma butuh teman..jadi ya Cuma teman dekat”
“iyaaaa…temen dekattttt…” ujar hendra cemburu
“udahhhh ahh…” adit menengahi

Tiba-tiba adit mengambil telapak tanganku
Digenggamnya erat
“kak aji..dengerin aku ya, kak aji harus bersyukur punya kak hendra, aku mohon pertahankan hubungan kalian, aku lihat kalian pasangan sempurna menurutku”
Aku Cuma mengangguk
Bagiku ucapan adit tadi seperti menohok ulu hatiku
Seiring penyesalanku yang tiba-tiba kembali muncul
“makasih dit, makasih atas dukunganmu…” ucapku lirih

Kami duduk di bongkahan batu
Semilir angin malam yang lumayan sejuk menerpa
Kami seperti duduk di sebuah taman yang indah
Hamparan alang-alang dengan bunga putihnya bagai lilin disekeliling kami
Hanya ada beberapa pohon besar di sekitar sini
Semua alang-alang…
Tanah disini memang sepertinya hanya ditakdirkan untuk di tumbuhi alang-alang saja
Tanah berbatu dan berkerikil yang keras
Andai ini disiang hari pastilah panas sekali
Apalagi ini masih diarea semarang
Tapi di malam hari….
Disini laksana sorga
Sangat indah
Didepan sana terhampar luas kota semarang dengan gemerlapnya yang luar biasa
Tampak sinar lampu mobil berkerlip-kerlip laksana kunang-kunang

Aku tak tahu di semarang ada tempat seindah ini
Luar biasa…
Sebuah bukit tandus dengan pemandangan yang menakjubkan
Aku juga tak tahu, ini tanah milik siapa
Mungkin milik negara
Atau milik perusahaan
Atau milik sebuah yayasan…
Tapi yang jelas…
Tanah ini di kelilingin kawat berduri
Dan herannya hendra tahu pintu masuk menuju lokasi ini
Aman….
Sangat aman…
Tak ada satupun manusia disini
Disebuah puncak bukit tandus yang sunyi
Sebuah tempat yang sangat cocok untuk memadu kasih
Dengan pemandangan yang begitu luarbiasanya
Dan baru kusadari…
Hendra memang penuh kejutan
Dia sangat paham dengan tempat-tempat yang cocok dengan suasana hati kami

Aku masih duduk terpaku memandang ke depan
Ke hamparan kerlap-kerlip lampu kota yang terlihat jauh di depan sana
Laksana berlian tersebar…
Indah…
Dan mataku tak kan puas untuk melahapnya
Dan sepertinya hendra biasa saja melihat daerah sini
Dia dengan cueknya mengambil botol softdrink dan meminumnya

“ndra…ini di mana sih? Kok aku baru tahu?”
Aku menoleh…
Dalam temaram sinar bulan kulihat dia tersenyum
Sangat-sangat manis…
Kumis tipisnya bergerak pelan…
Sangat-sangat manis
“hmmm…dimana ya? Rahasia deh, pokoknya tempat ini kutemukan secara tak sengaja”
“ohhh…kapan kamu nemuin tempat ini?”
“dulu…sebelum aku ke batam”
“ohh…kok aku baru tahu ya?”

Dia kembali tersenyum
Aku selalu terpesona dengan senyumnya
Entahlah aku tak pernah puas memandang senyumnya
Sampai kapanpun

“kok malah senyum?” tanyaku heran
“sejak aku menemukan tempat ini, aku ingin menunjukkan ke kamu pada moment spesial…
“spesial?”
Dia mengangguk
“emangnya kamu merasa malam ini spesial buat kita?”

Dia memandangku tak berkedip
Diraihnya telapak tanganku
Digenggamnya erat
Hendra yang aneh…

Dan tiba-tiba………. pelan dia melumat bibirku
Bibirnya panas seiring deru nafasnya yang begitu emosial
Aku melepaskan diri
“ndraa…kamu ngapain?”

Dia sepertinya kesal dengan pertanyaanku
Kembali menghadap ke depan
Atau mungkin pura-pura kesal
“ji, kamu ini benar-benar nggak romantis!”
“hehehehehee…lho kok malah aku?”

Aku memelukknya dari samping
memeluk erat
Kusandarkan kepalaku dipundaknya
“makasih ndraa…ini tempatnya sangat indah..”
Kurasakan hendra mengambil nafas panjang
“iya…ini malam spesial buat kita, ini malam pertama kita ketemu setelah sekian lama berpisah, ini malam untuk membuktikan bahwa aku masih mencintaimu, dan sengaja aku nggak membawamu ke restoran romantis atau ke hotel, tapi aku merasa tempat ini jauh lebih indah dan romantis”

Aku terdiam kelu
Aku terdiam kelu saat mendengar penjelasan hendra
Sampai-sampai aku begitu sulit bersuara
“makasih ndraa…”
Hanya itu yang keluar dari mulutku

Tiba-tiba dia mengecup pipiku
Kurasakan bibirnya yang hangat menempel di pipiku
“I lov u jii…” bisiknya
Aku menoleh
Kembali kupeluk tubuhnya
“I lov u too…ndraa..” bisikku parau

Dia memelukku erat
Melumat bibirku dengan begitu kasarnya
Mencium pipiku
Menjilat leherku
Dan kembali melepaskan diri
Kedua telapak tangannya memegang erat kedua belah pipiku
“jiii…aku bahagia banget malam ini, ini pertama kalinya aku dengar kamu berkata I lov u untukku…”
Dia kembali memelukku

“benarkah…benarkah aku baru sekali ini mengatakan padamu?”
“iya…aku masih ingat, kamu pernah mengatakan cinta tak perlu diucapkan, tapi ditunjukkan dengan perbuatan, dan…malam ini aku mendengar langsung dari kamu…”
“Cuma ucapan saja ndraa…”
“tapi tetap sangat berarti buatku jii…”

Aku mengambil nafas panjang
“iya…benar…baru kusadari, cintaku untukmu begitu besar, setelah kemaren-kemaren aku sempat ragu…”
“ragu?”
“iya….”
“napa?”
“entahlah…sejak kamu pergi dan tak pernah menghubungiku, aku sadar…kamu memang terlalu tinggi untuk kujangkau, aku berusaha menumpahkan rasa cintaku dengan yang lain, aku berusaha mencari cinta yang lain…tapi tetap saja…..di hati kecilku merasa begitu berdosa, merasa mengkhianati kamu..merasa bahwa cintaku hanya untukmu”

“apa? Terlalu tinggi untuk kau jangkau? Jii…sadarlah sejak awal aku memang sudah mencintaimu, masihkah kau meragukan…?”
“aku masih merasa…entahlah..kamu terlalu cakep untukku, kamu terlalu baik, kamu terlalu….”
Dan kataku terhenti ketika kembali dia melumat bibirku
Emosinya begitu meluap
Panas…
Dan kembali aku memeluknya…
“jiii…jangan ragukan cintaku ya…” bisiknya parau disisi telingaku

Tiba-tiba dia melepaskan diri
Setengah berjongkok dia di depanku
Aku melongo
Ketika dia mengambil secara acak bunga alang-alang yang putih dan menyerahkannya untukku
Aku tersenyum geli
Mirip anak-anak kelakuannya

“kamu ngapain ndra…?”
“ini bunga…sebagai bukti aku cinta kamu”
“hehehehehe…”
Aku tertawa geli
“kok malah tertawa? Tahukah kamu, alang-alang itu tumbuhan yang luar biasa, dia bisa hidup dimanapun dan satu-satunya tumbuhan yang paling susah untuk di matikan………. seperti cintaku untukmu…”
Aku menghela nafas panjang
“iyaaaa…makasih, tapi tak harus berjongkok seperti itu ndra, kayak sinetron saja”

Dia cuek…
Dia masih jongkok
Mengambil sesuatu dari sakunya
Sebuah kotak kecil..
Dan membukanya pelan
Aku terdiam kelu…
Sebuah cincin kecil…
Ini mirip tunangan…
Akhhh…adakah tunangan di hubungan sejenis?

Dia meraih jariku
Aku Cuma terdiam kelu
Dan dengan tangan bergetar dimasukkan cincin di jari manisku
Ouhhhh…ini mirip di film-film
Aku tak percaya hal ini terjadi padaku
Aku begitu terharu
Dalam gelap…mataku pastilah berkaca-kacakarena terharu

Dan dia berdiri
Menarik lenganku pelan….
Dan memelukku eras
“jii…ini hanya cincin yang tak berharga…tapi percayalah…hatiku telah terikat, menempel erat di cincin yang kaupakai, semoga tak perpisahkan sampai maut memisahkan…” suaranya pelan dan parau..

Saat ini aku benar-benar menangis
Menangis dan terisak pelan
Campur aduk perasaanku
“makasihh ndraa….makasih..i lov u ndraaaa…”

Kami masih berpelukan erat
Semilir angin malam menerpa tubuh kamu
Seperti selimut dan tali yang menyatukan dua hati kami
Dan bukit batu ini menjadi saksi
Menjadi saksi…
Penyatuan cinta kami…

Aku duduk termenung
Suasana hening
Sepi…
Entahlah tiba-tiba suasana menjadi begitu serius
Aku merasakannya…
Mungkin karena adegan cincin yang tak terduga yang kini telah terpasang di jariku
Aku tertunduk…
Kurasakan lengan hendra yang kokoh di pundakku
Kuamati cincin kecil yang melilit di jari manisku
Seumur hidup…aku belum pernah memakai cincin
Mungkin karena aku ini laki-laki
Merasa tidak pantas memakai cincin
Kubolak-balikkan telapak tanganku
Akhhh…aku merasa tak pantas memakai cincin ini
Merasa apalah…
Seperti ada yang lain di jiwaku…
Merasa terikat..
Terpasung
Aku harus melepaskannya

Kulepas pelan cincin
Kuambil telapak tangan hendra
Kuremas dan kubuka jari-jarinya
Kuletakkan cincin di telapak tangannya
Hendra mendongak kaget
“ji…napa? Kamu nggak mau nerima cintaku?”

Aku menghela nafas panjang
Dan dengan cepat kucium pipinya…
Wajahnya kaku…
Mungkin dia syock…aku mengembalikan cincin ini

“ji napa?” suara hendra mengeras
Aku kembali menunduk
“nggak pa pa ndra…aku….aku merasa tak pantas memakai cincin itu”
“iya…tapi napa?”
“hmmm…nggak tahu, aku cinta kamu…sangat malah, tapi aku nggak mau memakai cincin itu”
“iya …kenapa?”
“duh ndraa…kita ini dah dewasa…aku nggak ingin kayak di film-film…sok romantis, pakai bunga…cincin, nggak suka aja ndra, nggak biasa”
“ji, tapi ini kan lambang cinta”
“cinta itu tidak diucapkan, tidak dalam bentuk bunga atau cincin, tapi cinta itu akan terlihat dari pancaran hati melalui perbuatan terhadap pasangan”

Tiba-tiba hendra kembali memelukku
“tapi…aku belum yakin ji…”
“cinta tidak memaksa ndra dan aku juga tidak memaksa kamu untuk mencintaiku, yang jelas aku selalu dan akan terus mencintaimu sampai kapanpun”
“:Aku yakin kok, yakin…”ujar dia terbata-bata
“okee…’
Aku melepaskan diri dari pelukannya
“jii…tapi aku mohon, tolong pakai cincin ini..”
Aku menggeleng
“napa?” wajahnya kembali kaku
“itu untuk istrimu kelak”
“istri? Maksudmu?”
“ya istri…wanita yang akan melahirkan anak-anakmu kelak”
“apa? Kamu jangan ngaco ji”
“aku ngak ngaco kok ndra, tapi realistis”
“kita ini sedang membahas hubungan kita, kok tiba-tiba beralih ke wanita…ada apa ji?”

Aku menghela nafas panjang
Kupandang wajahnya
Dia sudah emosi nampaknya
“kamu…kamu nggak akan menikah ndra?”
“maksudmu?”
“emangnya kelak kamu nggak akan berumah tangga dengan wanita?”
Hendra menggeleng pelan…
“nggak ji, aku nggak kan menikah”

Aku kembali menghela nafas panjang
“jii, emangnya kamu akan menikah dengan wanita?”
Aku tertunduk
Entahlah
Akhir-akhir ini otakku dipenuhi dengan kehidupanku di masa depan
Akankah aku seperti ini terus
Bermain dengan begitu banyak lelaki atas nama cinta?
Lalu untuk apa hidupku?

Aku mengangguk pelan
“mungkin…”
“kamu kenapa ji? Selama ini kita tak pernah membahas hal ini, ada pa ji?”
“ngak tahu ndra..umurku semakin bertambah, aku semakin risau dengan masa depan ndra?

Tiba-tiba hendra kembali memelukku
“jii kita akan melewati hari tua bersama-sama, menikmati hidup berdua, kita nanti akan mengapdosi bayi, kita rawat bersama…”
Kuusap punggungnya…
“makasih ndraa…”
“ji kita harus yakin, kita bisa melewati hidup ini dengan indah, walau tanpa wanita…”
Aku Cuma terdiam…
Terdiam kelu
Menurutku..apa yang dikatakan hendra bukanlah solusi
Tapi aku tak ingin berdebat..
Aku tak ingin merusak suasana ini

Sepanjang perjalanan pulang, kami jalan dalam kebisuan
Tanpa obrolan seperti saat perjalanan awal tadi siang
Kusenderkan kepalaku di punggungnya
Kurangkul erat pinggangnya
Aku tak ingin berbicara apapun
Aku tak peduli dengan mata orang-orang yang melihatku
Tetap kupeluk erat pinggangnya

Kupejamkan mataku
Tapi anganku tetaplah terbuka
Teringat kejadian tadi, saat hendra menyematkan cincin di jari manisku
Aku sama sekali tak menduga hal ini
Aku serius mencintainya..
Tapi ….
Aku tak menyangka…
Sama sekali tak menyangka hendra melakukan perbuatan laksana ‘melamarku’
Memberi bunga…
Memberi cincin
Akhh…aku tak ingin hubungan ini seperti hubungan yang terlalu formal
Aku hanya ingin menjalani hidup dengannya..
Dengan penuh cinta

Entahlah disudut lain hatiku
Aku masih ragu dengan hubungan sejenis
Ini di indonesia…
Ini bukan di belanda
Tak mungkin lah, kami menikah…hidup serumah sampe kakek-kakek, terus mengadopsi anak …

Lalu…
Bagaimana dengan pandangan tetangga?
Pandangan saudara?
Pandangan masyarakat?
Ini di indonesia…
Tak mungkin lah aku bisa hidup dalam suasana demikian
Mungkinkah aku akan lari dari keluargaku
Hidup berdua dengan hendra?
Akhhh….berjuta tanya terus menghantuiku seiring dengan bertambahnya usiaku
Aku ingin selalu bersama hendra
Sangat-sangat ingin
Tapi disisi lain aku tak mau terpisah dari keluargaku
Dari indonesia
Dari teman-teman
Akhhh betapa berat hidup jadi gay di indonesia

Mungkin aku akan menarik garis tengah
Menikah dengan wanita…
Dan tetap masih berhubungan dengan hendra
Tapi sepertinya ini tak adil bagi hendra
Akhhhh…….aku tak mau terpisah dari hendra hanya gara-gara menikah dengan wanita

Tak terasa kami telah tiba di rumah kontrakanku
Dengan cepat hendra memasukkan sepeda motornya
Dari wajahnya kulihat dia masih begitu kesal dengan kenyataan aku tak menerima cincinnya
Dia begitu emosi….

Aku masuk dengan lunglai…
Ada sedikit penyesalan …
Aku telah menyakiti hatinya
Tapi…aku tak mau lagi berpura-pura
Aku harus jujur pada diriku sendiri maupun padanya
Aku memang tak pantas memakai cincin pertunangan dari seorang lelaki
Sekali lagi…
Ini di indonesia….

Dengan cepat hendra mengunci pintu
Dan dibuangnya tas punggungnya di lantai
Sinar matanya menyaa-nyala menatapku
Aku tak terbiasa melihat emosi yang begitu besar meluap

Dan ditariknya tanganku
Aku sempat kaget dan terpekik
“ndraa…kammm….”
Belum sempat kuberucap, bibirnya telah melumat bibirku
Tangannya dengan cepat dan kasar membuka pakaianku
Deru nafasnya begitu cepat..
Panas….
Seiring emosi yang membakar jiwanya
to be continued...


0 comments:

Post a Comment