DISCLAIMER:

This story is a work of fiction. Any resemblance to any person, place, or written works are purely coincidental. The author retains all rights to the work, and requests that in any use of this material that my rights are respected. Please do not copy or use this story in any manner without author's permission.

The story contains male to male love and some male to male sex scenes. You've found this blog like the rest of the readers so the assumption is that material of this nature does not offend you. If it does, or it is illegal for you to view this content for whatever the reason, please leave the page or continue your blog walking or blog passing or whatever it is called.



Negeri Dibalik Awan - Chapter 14

Chapter 14
by Ajiseno



Entahlah…
Aku merasa agung semakin memelukku erat
Aku juga merasa…agung memelukku dengan kesadarannya, bukan dengan keterpaksaan
Bahkan dia juga menggoyang-goyangkan pelukannya
Aku suka…

‘hmmm…baru kali ini aku pelukan ma laki-laki…” dia mengguman
“gimana rasanya?”tanyaku
“hmmm…aneh saja..hehehe” dia tertawa geli
Aku paham..
Agung tidak pernah bercinta dengan lelaki
Aku paham kalau dia geli sendiri
Aku hanya tersenyum menanggapi

“Jii”
“semalam…apa yang terjadi?”
Aku kaget dengan pertanyaannya

Aku terdiam..
Sebenarnya aku tak ingin lagi mengungkit kejadian semalam
Aku tak ingin memikirkannya
Aku tak ingin rasa bersalahku kembali muncul dan mengoyak kemesraan yang saat ini terjadi

Aku menggeser tubuhku
aku tak ingin agung melihat perubahan pada wajahku
aku tak ingin agung melihat kegalauan dari balik sorot mataku

posisiku masih tetap seperti di pangku
saat ini aku membelakanginya
kepalaku bersender di dadanya
kurasakan hembusan nafasnya diujung rambutku
kupejamkan mataku
aku menikmatinya…

“jiii…” agung berbisik
“hmmm….”
“kok diam..?’
“aku ingin rileks”
“apa yang terjadi semalam ji?”
Sekali lagi aku diam sesaat
Kuhembuskan nafasku pelan

“kamu ingatnya ngapain?’tanyaku balik
“nggak tau…tiba-tiba..hmmm aku sadar-sadar sudah menindihmu telanjang..”
“yahhh…begitulah…”aku mengguman

Tiba-tiba pelukan agung semakin erat
Air berkecipak hangat
Wajahnya menunduk dan hembusan nafasnya disisi telingaku
“jii..semalam…hmmm kita bercinta?’ tanyanya lagi

Aku mengangguk pelan
Aku tak mungkin jujur
Aku tak mungkin mengaku bahwa semalam aku mencumbunya

“jiii…ayolah..jujurlah…apa yang kuperbuat terhadapmu semalam!’ suaranya sedikit mengeras
“udahlah gung…lupakan!” suaraku juga sedikit meninggi
Agung semakin memepererat pelukannya
“akan kuremuk tubuhmu jika kamu nggak ngaku!”
Aku Cuma tersenyum

“gung…”
“ya…”
“semalem..kamu mabuk dan…hmm..anu…..udahlah gung…lupakan, aku ingin rileks”kataku
Aku benar-benar tak ingin mengungkit kejadian semalam
Aku ingin melupakannya

“tidak, jujur saja, aku akan menerima apapun juga konsekuensinya jika kamu jujur”
“ohhh gung, semalam kamu mabuk, dan…eeemmm…kamu menganggap aku ini ranti”
“apa?’
“iya. Kamu mengigau kalau aku ini ranti, kamu memperkosaku..udahlah gung, lupakan”

Tiba-tiba agung melepaskan pelukannya
Dia bergerak bangkit
Aku seketika menoleh
Kulihat wajahnya memerah

“kamu mau ngapain gung..?’
“aku…aku memperkosamu?” katanya terbata-bata
Aku sekali lagi mengangguk

“gung..udahlah lupakan!”
“jiii…!” suaranya meninggi
“ada apa?”
“kenapa kamu tidak marah? Kenapa kamu tidak teriak semalam dan kenapa sekarang kamu tidak takut denganku…kenapa jii?”

Aku terdiam
Kutelan ludah
Sungguh aku tak mengira bahwa agung akan menanyakan hal itu
“gung…jika semalam aku berteriak, pastilah kamu akan mati, karena pak sujar sudah membawa golok, dan …hmmm..aku maklum kok, kamu kan lagi mabuk”

“jii…aku ini menjijikkan, kenapa tak kau bunuh saja aku hahh…kamu sungguh semakin menyiksaku”
“kok kamu malah menyalahkan aku gung?”

Tiba-tiba kedua telapak tangan agung mencengkeram kedua sisi wajahku
“jii..kamu sungguh menyiksaku, kamu cuci bajuku, kamu ajak aku jalan kesini, semua ini…tau nggak, kamu semakin membuatku semakin merasa bersalah!”

Aku menggeleng pelan
“gung…aku ini laki-laki, bukan perempuan…aku tak kan apa-apa kalau Cuma kamu perkosa, jadi nggak masalah, aku juga tau kok, kamu kan nggak sadar melakukannya”
“tetap saja aku merasa bersalah”
“ya udah…aku maafkan”
“nggak semudah itu ji”
“terus?”
“hukum aku!”
“apa?”
“hukum aku semaumu…aku akan menerima..paling tidak agar aku tidak terus merasa bersalah”

Kutatap wajahnya
Ohhh…andai saja mungkin…akan kuhukum dia..
Akan kubalas perkosa dia
Tapi aku tak mungkin lakukan hal ini
Tapi aku bukan manusia licik dan kejam
Semalam agung melakukan perbuatan itu juga karena aku

Aku menggeleng pelan
“jii..hukum aku!”
“hukum …maksudmu apa?”
“ya…hukum saja aku, kalau perlu tampar, atau bunuh sekalian”
“hahahaa…”aku tertawa
“kok malah ketawa? Aku serius”
“iyaaaa…sekarang ini kan bagian dari hukuman…”
“maksudmu apa?”

Aku terdiam tersenyum
“ya udah…duduk seperti tadi…aku ingin menghukummu’
“apa?”
“duduk seperti tadi”

Agungpun duduk selonjor seperti sebelumnya
Dan kembali aku duduk di pangkuannya
Air hangat kembali berkecipak
Dan kepalaku besender di dadanya

“gung…”
“aku ingin menghukummu…kamu siap?”
“ya siap!”

Tiba-tiba jantungku berdebar
“peluk aku” bisikku
“apa?”
“peluk aku..jangan membantah”
Pelan kedua lengannya memelukku
Aku merasa begitu nyaman

“cium aku…”
“apa?”
“cium aku”
“jii kamu jangan bergurau…maksudku menghukumku…kamu tampar tendang atau apa gitu”
“cium aku gung…aku ingin dicium kamu…” aku berbisik
“apa? Kamu bergurau ya? Mosok nyium kamu?”
“uhhh…katanya siap dihukum…aku kalau menghukum ya kayak gini..”
“ohhh..tapi kamu kan lelaki ji, mosok aku nyium kamu”
“hmmm…ya udah kalau nggak mau”

Kembali kupejamkan mataku
Kepalaku bersender didadanya
Dan kurasakan degupan jantungnya juga cepat
“jii…kamu memangnya…hmmm…mau aku cium, kamu nggak…nggak…” dia ragu
“gungg…cium aku…aku ingin dicium” bisikku
“tapi aku ini laki-laki”
“hmmm…nggak ada bedanya..”

Tanganku meraba pahanya yang kekar
Kuraskan rambut di sekujur pahanya
Merambat pelan ke atas
Dan kuusap pelan sampai area rambut kemaluannya
Dan kurasakn penis agung mulai mengembang seiring usapanku

Tiba-tiba bibirnya mendarat di pipiku
Cepat…
Sangat-sangat cepat hingga aku tak merasa kalau agung sudah menciumku
Aku sedikit menoleh dan tersenyum
Agung Cuma melongo

“maksudku bukan cium pipi gung…”
“lho? Terus?”
“cium di bibir”
“hahh…nggak…nggak ji, tolong ji, beri hukuman yang lain yang wajar…jangan kayak gini lah”
“pokoknya cium dibibir…hmmm…seperti tadi malam”
“hahhh…semalam aku nyium kamu?”
“iya”
“di bibir?’
“iya”
“hahh…gila”
“iya…kamu memang gila..tapi ..aku suka kok ciumanmu enak banget, aku ingin lagi sekarang!”
“nggak!, bunuh saja aku ji, dari pada suruh nyium kamu”

Aku kembali menghadap kedepan
“ya udahh…nggak pa pa kalau kamu nggak mau, toh tadi kan kamu yang minta aku hukum to? Aku nggak maksa kok”
“tolong ganti hukuman ji”
“nggak!”

“ya udah”
Tiba-tiba kedua tangannya memegang wajahku erat
Mataku terpejam
Siap menerima ciumannya
Dan pelan kurasakan hangat bibirnya menempel dibibirku
Kusambut cepat dan kulumat
Kuhisap
Kurasakn tubuh agung menggelinjang kaget
Dan kupremas pelan penisnya
Perlahan mengembang
Seiring kuhisap manis bibirnya…
Aku benar-benar menikmatinya
Karena ciuman ini benar-benar untukku
Bukan untuk ranti istrinya…
Entahlah…
Aku merasa agung mulai menikmati prosesi ciuman ini
Sesekali dia menggelinjang
Bibirnya yang lembut berisi terus kulumat pelan
Kenyal…
Kuhisap…
Dan agung seperti menahan nafasnya
Tangannya mulai turun
Menelusuri punggungku yang basah
Demikian jugan tanganku
Meremas kuat rambutnya
Aku suka…
Aku suka berciuman dengan agung
Sangat-sangat menggairahkan
Debar jantungku terus mengiringi sejalan dengan hisapan yang terus kulakukan dibibirnya

Tiba-tiba agung melepaskan diri
Dia menghembuskan nafas panjang
Matanya memandangku seolah tak percaya dengan apa yang tadi dia lakukan

“udaaahhh…”suaranya serak parau
Aku tersenyum
Dalam hati aku begitu bersyukur
Benar-benar bersyukur bisa merasakan bibir agung yang sexy

Kuelus pelan pipinya
Kulit wajah lelaki
Kasar
Penuh rambut tipis
Dan sekali lagi aku suka
Terus kuusap pelan pipinya

Dan secepatnya tangan agung mencengkeram lenganku
“kamu ngapain?” bisiknya parau
Aku tersenyum
“hmmm…aku ingin membuatmu rileks gung”
“rileks? Apa maksudmu?”
“akhhh…aku tahu, kamu sedang ada masalah…aku hanya sekedar ingin melepaskanmu lepas dari masalah gung…walau hanya sejenak” ujarku berbisik

Agung menggeleng pelan
“aku tak apa-apa ji”
“jangan membohongi diri sendiri…gung…pejamkan matamu…aku ingin membuatmu rileks..melepaskan beban hidupmu..”
“kamu…hhmmm…mau ngapain lagi?”
Aku Cuma tersenyum
“pejamkan matamu, nanti kamu akan tau…”


Pelan tubuhku mendekat
Sekali lagi kuelus pipinya
Turun kelehernya
Dadanya…
Dan tanganku bergerak liar di sekitar pusarnya…
Agung mengerang…
Dia menikmatinya

Bibirnya yang basah terbuka
Sungguh menggodaku
Sangat-sangat menggoda

Dengan cepat kulumat lagi bibirnya
Kali ini agung menyambutku dengan ganas
Dihisapnya bibirku
Dan tangaku langsung meraih penisnya
Besar dan keras..bengkok dan berdenyut
Kukocok pelan
Dan agungpun memelukku erat
Tangannya tiba-tiba menelusur kebawah
Meraih penisku yang juga sudah sedemikian keras
Matanya terbuka dan kami terus berciuman
Terus mengocok pelan
Dan….orgasme datang bagai gelombang yang menyapu alam
Tubuh kami bergetar hebat
Kurasakan sperma menyembur bercampur dengan air hangat dalam bathtub

Dan….
Tubuh terasa tak lagi bertulang
Lemas…
Akupun langsung ambruk ke tubuh agung
Pelan agung mengusap punggungku
Mataku terpejam menikmati semua ini
“jii…kamu bukan istriku…kamu bukan saudaraku…kamu bukan pacarku…tapi..kamulah orang yang paling mengerti aku…makasih jii” bisiknya disisi telingaku
Aku terpejam
Tertidur didalam deguban pelan jantungnya

Selama ini aku hanya melihat di televisi, foto atau lukisan
Hamparan hijau perkebunan teh
Aku rasa…dalam keadaan nyata kebun teh jauh lebih indah
Hijau…
Rata..
Dan menyejukkan

Perkebunan teh tambi ini berada di lereng barat gunung sindoro yang cantik
Selain sebagai perkebunan , kelihatannya ini juga sebagai obyek wisata alam
Di pinggir terdapat pondok-pondok terbuka untuk para pelancong agar dapat duduk-duduk menikmati kesejukan alam

Aku menikmati alam ini
Aku duduk diatas tempat duduk yang terbuat dari semen di dalam pondok terbuka
Agung duduk disisiku
Dia merokok pelan…
Asapnya bergulung bagai mega putih yang mengoyak beningnya udara siang ini

Sehabis berendam di air panas kalianget, agung mengajakku ke tambi
Sebuah area perkebunan teh yang luas di lereng sindoro
Sebelumnya kami mampir sebuah warung makan kecil di pinggir jalan
Kami makan dengan sedemikian lahapnya
Perutku terasa begitu lapar
Setelah kegiatan berendam
Setelah kegiatan bercinta dengan agung
Semua energi terasa sudah habis
Maka…dalam sekejab sepiring nasi telurpun habis kulahap

Duduk di area perkebunan teh jelas membuat aku tak lagi bisa berkata-kata
Sangat-sangat indah
Udara sejuk menerpaku
Dan kami masih terdiam
Diam…dan hanya diam
Aku diam karena begitu menikmati alam ini
Dan…
Dalam hati sepertinya aku dan agung sepakat…
Sepakat untuk tidak lagi membahas kejadian yang tadi dilakukan di kalianget

“gung” ucapku mebuka pembicaraan
“hmmm..” agung menoleh
“boleh aku tahu…hmmm…sebab kamu mabuk semalam apa?”

Agung mengambil nafas panjang
“ranti ..mintai cerai!” ujarnya datar
Aku menoleh kaget
“hahh…apa? Cerai?”
“iya”
“napa? Bukannya ranti begitu mencintaimu gung?”
“cinta saja tak cukup untuk menyatukan hati kami ji”
“terus …hmm..kamu gimana?’
“semalam aku sempat emosi…makanya aku keluar langsung mabuk, pengin mati saja rasanya”
“kamu..ambil keputusan gimana gung?”
“nggak tau” ujarnya datar

Aku menghela nafas panjang
Dalam hal ini aku sebenarnya ingin membatu mencari jalan keluar dari permasalahannya
Tapi aku tak tau
Aku tak paham dengan rumah tangga
Akhirnya akupun kembali terdiam

“jii”
“ya”
“menurutmu aku harus bagaimana?”

Aku terdiam kelu
Aku paham..
Agung perlu bantuan
Agung perlu seseorang untuk penguat hidupnya
Agung perlu teman bicara
Dan saat ini akulah orangnya

“gung…menurutku..tapi sekali algi ini menurutku lho…ada dua pilihan yang bisa kau ambil, pilihan pertama…jika cinta kamu masih bisa diperjuangkan…maka perjuangkanlah agar cinta kamu dengan ranti bisa kembali bersatu, kamu tunjukkan bahwa kamu mampu”
“hmmm..berarti…aku harus meyakinkan ranti ya”
“yup tepat!”
“kalau ranti masih kekeh minta cerai gimana?’

Aku menghela nafas panjang
“gung..ada kalanya perpisahan itu justru merupakan jalan terbaik dari pada kumpul tapi menimbulkan fitnah dan penderitaan, walau…menurutku perceraian dalam rumah tangga merupakan jalan terakhir dan terburuk, tapi jika itu menjadi jalan yang terbaik bagi kamu, ranti dan anak kamu mengapa tidak?”
“itulah ji…bagiku bercerai dengan istri aku bisa memahami, tapi berpisah dengan anak sungguh sangat menyiksaku”
“iya gung…saat ini semua terserah dengan keputusanmu, berlatihlah bersikap dewasa gung…pikirkan jalan yang terbaik untukmu”

“iya jii…makasih”
Tiba-tiba dari samping agung merangkulku
“jii…aku berjanji…aku akan bersikap dewasa dalam mengambil keputusan ini”
“iya gung…apapun keputusanmu …aku dukung, kamu harus semangat ya…”
“makasih jii…”


Dan rangkulan agung semakin erat
Angin pelan menerpa tubuh kamu dalam kesejukan yang tiada tara
Berjalan menyusuri pekebunan teh ternyata tak kalah mengasyikkan
Pohon teh ini serasa hamparan yang tertata rapi
Rata…
Hijau…
Beberapa kali aku memetik pucuk teh sekedar mengobati rasa ingin tahuku

Pemandangan di daerah ini juga sedemikian indah
Dari sini gunung dieng terasa begitu dekat
Apalagi gunung butak dan tlerep sangat-sangat dekat
Gunung sindoro yang menjulang tinggi terlihat cantik menampilkan galur-galur hijau yang menawan

“woow…indah banget ya gung?”
Agung Cuma mengangguk sambil berjalan pelan disampingku
Aku paham…pikiran agung sedang tidak berada disini
Pikirannya sedang keruh memikirkan nasib rumah tangganya

“jii…”
“ya”
“pemandangan disini mirip sebuah pernikahanku…”
“ohhh….kok bisa?’
“iya…terlihat indah…cantik tapi kalau malam…berkabut…gelap dan menyeramkan”
“maksudmu apa?”
“ini mirip pernikahanku…dulu aku mengira…menikahi ranti begitu indahnya…tinggal di gunung yang sejuk, nyaman..tapi ternyata tak seindah yang kubayangkan”
“sudahlah gung, kenapa kamu seperti menyesalinya?”
“aku tidak menyesali, Cuma aku merasa gagal saja”
“gagal?”
“iya…dua tahun yang kusia-siakan, aku gagal”
“maksudmu apa gung?”

Agung kembali terdiam
Pelan kami berjalan kembali menuju pondok di tepi jalan
Dan kami duduk berdampingan
Suasana sepi..
Hanya kulihat beberapa orang yang lewat

“dulu aku begitu idealis…aku dan ranti saling mencintai dan sepakat meninggalkan jakarta untuk tinggal disini, hmmm…bukan hal yang mudah ternyata tinggal disini, di daerah gunung yang terpencil…jauh dari keramaian dan banyak hal yang baru yang harus aku adaptasikan disini.

Aku Cuma mengangguk pelan
Aku paham betul dan merasakan bahwa yang dikatakan agung adalah benar adanya

“jii…dulu aku berfikir tinggal disini begitu nyamannya..hampir semua kebutuhan hidup bisa dipenuhi disini dan tidak perlu membeli, tapi…aku bukan petani…aku tak bisa mencangkul, menanam, beternak apalagi membawa pupuk kandang menyusuri ladang yang curam…aku juga tak terbiasa mandi di kali, aku tak terbiasa hidup dalam udara dingin dan yang paling menyakitkan…seluruh keluarganya ranti seperti tidak bisa menerima kehadiranku termasuk teguh…mereka semua menganggap kehadiraku sebagai perusak masa depan ranti, aku maklum…aku memang perusak masa depan ranti…”

Ohhh…aku bnear-benar larut dalam kesedihannya
Pelan kugenggam telapak tangannya ..kuremas kuat

Kutarik telpak tangannya
Kuletakkan dipangkuanku

“gung…aku paham sekali yang kau rasakan, makanya aku tak bisa percaya bahwa kamu orang yang jahat seperti yang dituduhkan masyarakat..aku paham kesulitan hidupmu disini, percayalah gung, jika didunia ini tak ada satupun orang yang percaya denganmu…aku akan tetap percaya dan mendukung langkahmu, semua yang kau alami saat ini merupakan pembelajaran berharga dalam hidupmu gung, bagaimanapun juga kamu harus mensyukurinya gung”

“makasih jii…”suaranya parau
Dan kulihat dalam binar matanya ada harapan untuk hidup lebih baik
Aku lega…
“Jii” dia berkata pelan
“hahahaha…”aku tertawa
Agung menoleh kaget
“napa ketawa?’
“hehehe..kamu tuh beda banget dengan agung yang kukenal dulu, sekarang kamu kalau berkata lebih lembut dan pelan hehehe…aneh saja”

Agung tersenyum masam
Dia garuk-garuk kepala tak gatal
“iya neh..mungkin sudah tiba pada saat aku berubah…hmm…sekarang aku sudah mulai terbiasa mengontrol diri”
“iya gung…kamu berubah…tapi aku senang kok, kamu berubah lebih baik”
“mungkin juga karena aku bergaul denganmu yang penyabar”
“penyabar…??...nggak juga kok”
“iya…aku baru nemuin orang yang sesabar kamu, apalagi kalau sama teguh…kamu tuh sabaar banget”

Aku Cuma menggeleng pelan
Mungkin wajahku memerah karena dipuji agung

“eh gung, tadi kamu mau nanya apa?”
“nggak jadi ah..nggak penting!”
“lho, jangan bikin penasaran to? Ayooo mau nanya apa? siapa tau aku bisa kasih jawaban”
“Hmmm tapi kamu harus jawab jujur ya?”
“so pasti lah…aku kan orangnya jujur”

Agung menghela nafas panjang
“aku Cuma mau minta pendapat kamu kok”
“iya..gimana?” aku tak sabar
“hmm..menurutmu….emm..bagaimana pendapatmu tentang perkawinanku?”
“maksudmu?”
“gini…bagaimana pendapatmu tentang rumah tanggaku”
“rumah tanggamu?..ya aku nggak tau lah…kan kamu sendiri yang mengalami?”
“ohhh ya udah, aku sebenarnya Cuma mau minta pendapatmu saja, dari pendapatmu aku jadi bisa melangkah…apa aku harus mempertahankan atau mengakhirinya”
“ohhh…”

Kupandang agung
Agung saat ini benar-benar menunjukkan pribadi yang sesungguhnya
Dia cerdas…

“gung…menurutku…ehh..sekali lagi ini menurutku lho…”
“iya gimana?”
“ sejak awal…hmmm…pernikahanmu sudah cacat gung…menurutku lho, maaf”
“iya nggak pa pa…cacat? Cacat gimana?”
“gung…menurutku sebuah perkawinan tidak hanya menyatukan dua orang yang saling cinta, lebih dari itu gung…menyatukan dua keluarga yang saling berbeda…kamu menikah tanpa restu orang tuamu dan kelihatannya juga tanpa renstu dari keluarga ranti, itulah cacatnya..kamu akan susah menjalaninya’
“iya ji, terus apa selanjutnya yang harus kuperbuat?’

Aku menhela nafas
Dalam hati sangat berat mengungkapkan pendapat pribadi tentang perkawinan seseorang

“ya seperti yang tadi kubilang, jika kamu yakin masih bisa meneruskan perkawinan ini caranya Cuma satu yaitu tunjukkan komitmen kamu untuk berubah…belajar mencintai keluarganya ranti termasuk teguh..tunjukkan bahwa kamu juga bisa berguna bagi kehidupan masyarakat……belajar bahwa kamu mampu berbuat baik…belajar untuk tidak berbuat hal-hal yang menjelekkan diri kamu dan terutama keluargamu…dan yang paling penting kamu harus belajar bahwa seorang yang bernama agung masih bisa berguna untuk orang lain saat hidup di dunia ini”

Agung mengangguk
“makasih jii…terus andai aku sudah belajar tapi ranti tetap menuntut berpisah…terus bagaimana?”

“berarti ranti dan keluarganya tidak mau menerima kehadiranmu”
“terus aku harus bagaimana?”

Sejenak aku terdiam
Kuambil botol minuman ringan dari dalam tas dan langsung kuminum
Berdiskusi dengan agung ternyata membuat dahaga

“gung aku punya banyak prinsip hidup salah satunya gini ‘HIDUPLAH DENGAN ORANG YANG MENCINTAIMU, MAKA KAMU AKAN DIHARGAI, DAN JIKA KAMU HIDUP DENGAN ORANG YANG KAU CINTAI TANPA DIA MENCINTAIMU MAKA KAMU AKAN SELALU KELELAHAN MEYAKINKAN CINTAMU PADANYA’ kamu paham?”

Agung mengangguk pelan
Tapi aku tak yakin bahwa dia paham

“maksudku gini gung, jika memang ranti tak lagi mencintaimu…maka kamu hanya akan menyia-nyiakan hidupmu untuk menyakinkan cintamu padanya…walau aku paham kamu sangat mencintainya..jika aku jadi kamu, aku tak akan jadi pengemis yang memaksa meminta ranti untuk kembali mencintaimu “

“jadi intinya aku harusnya bercerai dengan ranti?”
Aku kaget dengan pertanyaannya
Pelan aku ambil nafas

“ohhh…gung…jangan menyalah artikan apa yang kukatakan padamu, yang tahu ranti masih cinta atau tidak terhadapmu Cuma kamu sendiri, aku takkan pernah menyarankan seseorang untuk berpisah dengan orang yang dicintainya…Cuma kadang perpisahan menjadi alternatif terbaik pada sebuah hubungan”

“baiklah…aku paham..pada intinya dalam beberapa hari ke depan aku harus berusaha meyakinkan ranti bahwa aku masih mencintainya sekaligus mengetahui apakan ranti masih mencintaiku”

“gung…andai ya…ini Cuma andai saja, jika memang kamu di takdirkan untuk berpisah dengan ranti…aku harap..kamu jangan emosional menerima keputusan ini, kamu harus dewasa…yakinkan bahwa kamu masih bisa hidup tanpa ranti dan yakinkan bahwa kamu juga bisa diandalkan untuk menjadi lelaki yang bertanggungjawab terhadap anakmu”

“iya ji”
“janji?”
“janji apaan?”
“janji untuk tidak emosi lagi…tidak mabuk lagi?”
“oke”
“bagus”
Kutepuk pundaknya
Agung tersenyum dengan manisnya
Sejenak aku terpesona dengan senyumannya
Akupun tersenyum memandangnya

“napa lihat aku sampai segitunya”
Aku sedikit kaget
“hmmm…lagian kamu tuh cakep gung, kamu tuh perfecboy, perfec body…jangan kuatir jika kamu pisah dengan ranti banyak cinta baru menantimu”
“hehehe bisa aja kamu ji”
“iya bener kok, kamu tuh cakep, eh tinggimu berapa gung, aku merasa pendek banget disampingmu”
“192”
“woww”
agung tersenyum
“iya jii…dulu di kampus, aku atlet basket, emang…lumayan juga banyak cewek yang ngidolain aku”
“wahh…sayangnya aku bukan cewek, kalau aku cewek pasti dah tergila-gila padamu hehehe”
“hahaha…bisa aja kamu”

Sejenak kami terdiam
Udara sejuk terus menerpaku
Aku suka suasana saat ini

“hmmm…tapi kayaknya aku susah untuk mencari cinta baru”
“napa?”
“mungkin…hmmm…trauma”
“gung…masa lalu bukan bayangan gelap yang selalu menyelimuti pandanganmu, masa lalu merupakan lembaran yang harus kamu tinggalkan untuk mencari masa depan yang lebih cerah…masa lalu juga merupakan kenyataan untuk sebuah pembelajaran hidup, bahwa hidup bukan untuk mengenang kelamnya dimasa lalu…aku yakin gung, saat ini kamu masih trauma tapi kamu harus realistis…hidup masih panjang, kamu harus tunjukkan bahwa kamu bisa berubah menjadi agung yang baru…agung yang lebih baik’

Agung tersenyum
Kutepuk pundaknya…

“gung, boleh aku tanya sesuatu?’
“tanya aja”
“kamu disini dah berapa lama?”
“hampir dua tahun…”
“orang tuamu tahu?”
Agung menggeleng
“nggak”
“napa?”
“orang tuaku mengusirku setelah aku beritahu aku menghamili ranti, aku paham…bagi orang tuaku..ini merupakan aib keluarga”
“terus…selama disini kamu nggak pernah menghubungi orang tuamu?”
“nggak pernah…lagian untuk apa? Orang tuaku sudah membenciku”
“hmmm…kamu berapa saudara?’
“Cuma dua…aku dan adikku”

Aku kembali terdiam
“gung…yang aku tahu…tidak ada orang tua yang membenci anaknya..yang ada mereka hanya ingin memberi pelajaran bagi anaknya untuk belajar bertanggung jawab”
“tetap saja…apapun namanya orang tuaku tetap membenciku”
“terus …maaf ya…andai ranti tetap minta cerai, dan akhirnya kamu cerai…kamu akan ke mana selanjutnya?”
“belum tau…yang jelas jika hal ini terjadi aku akan keluar dari desa ini…hmmm mungkin aku akan ke semarang…”
“ke semarang?”
“iya…kan di semarang ada kamu?”
“lho kok aku?”
“la iya lah…”
Aku tersenyum
“oke deh…hmmm…kamu punya telepon rumah kamu yang di lampung’
“punya…untuk apa?”
“boleh aku minta…yahhh…aku pengin kenal keluargamu…aku akan bilang aku temen akrabmu di jawa”

Sejenak agung ragu
“ayolah gung…”
“nggak usah…aku tak ingin lagi berhubungan dengan orang tuaku”
“ayolah gung…jika aku punya teman…aku harus juga mengenal keluarganya”

Sekali lagi agung ragu
“ayolah gung…aku minta nomer telepon orang tuamu”

Dan agung bergerak mengambil dompet di saku belakangnya
“nih…” dia menyodorkan kartu nama

Dan dengan cepat nomor telepon yang tertera dalam kartu nama ku save di hpku

Dan…kutelepon
Agung kulihat melotot melihatku
“kamu nelpon keluargaku?”
“iya…aku pengin kenal keluargamu?”
“nggak usah!”
Agung panik

Dan dari kejauhan telepon diangkat
“hallooooo…”suara ibu-ibu
“maaf bu..ini dengan ibunya agung..?” suaraku kubuat agak keras
“agung? Anda siapa?”
“saya temannya bu?”
“ohhh…agung dimana…agung dimana? Dimana dia? Kabarnya bagaimana?” suaranya nyaring diiringi isak tangis
“Agung disini bu…ibu mau bicara dengan agung?’
“iya…iya….gungg…ibu kangen…mana agung nakk…cepatt…aku mau bicara dengannya”

Agung masih melotot melihatku
“gung…ibumu mau bicara denganmu..”
“apa?” dia setengan berteriak kaget

“nih cepatt…”
Kusodorkan hpku dan terlebih dahulu kuhidupkan speaker biar aku juga bisa mendengarnya

Agung ragu….
Tapi dengan cepat kusodorkan hpku

Dan dengan tangan bergetar agung menerima hp ku
Kudengar selanjutnya suara ibunya agung setengah berteriak …menjerit dan menangis…
“guuuunnggg…agunggg…..ini ibuuu…pulanglahhh…”
“buu…”suara agung serak parau
“gungg…pulanglahh..pulanglah…bapakmu sakit memikirkanmu…pulanglah…” suara tangis diseberang meledak
“buuuuuu…” suara agung parau
Dan kulihat mata agung berkaca-kaca
Air matanya menetes membasahi pipinya
Aku tertunduk kelu…
Ada haru yang ikut menyelimuti kalbuku

tiba-tiba agung menutup teleponnya
dia tertunduk lesu
aku menghampirinya...

kuusap pundaknya
"gung..."
dia terdiam
"napa gung?'
"nggak pa pa..."
"bicaralah"
"nggak pa pa ji..

dia menyeka air matanya
"aku laki-laki...tapi menangis"
"ya nggak pa pa ...menangislah jika itu bisa menenangkanmu"

kemudiam kedua telapak tangannya menutup wajahnya
dia tersedu

aku hanya bisa menunduk haru

tiba-tiba dia berhenti
menyeka seluruh air matanya

"jii..udahlah...lupakan bicara yang lain saja"

aku mengangguk
dalm hati aku menyesal
menelpon ibunya agung
menguak memori buruk di masa lalunya
Tiba-tiba suasana berkabut putih
Kabut putih yang turun dari lereng sindoro
Menyapu bagian atas pucuk-pucuk the
Angin dingin semilir menerpa

“uhhh…heran ya…ini kabut asalnya dari mana? Tiba-tiba saja datang” aku mengguman
“hehehe…iya…awal-awal aku di daerah sini sempat bingung juga”
“hmmm…tapi daerah sini paling asyik untuk pacaran ya gung?’
“iya…”
“pasti romantis” jawabku sambil senyum
“hmmmm…” dia Cuma mengguman

Aku menempelkan tubuh ke sisi agung
Sekedar mencari kehangatan
Dan kabut tebal menyerbu
Jarak pandang menjadi sangat terbatas
Aku menggigil kedinginan

“gungg….”aku berbisik
“ya”
“rangkul aku…aku dingin”
“ohhh…ya udah pulang aja kalau kamu dingin”
“nggak…aku masih ingin disini”
“ohhh”
“rangkul aku”

Dan dengan cekatan agung merangkulku dari samping
Tubuhku lenyap di ketiaknya
Mataku terpejam

“jii…”
“ya”
“aku…kok merasa hari ini kamu aneh banget”
“aneh?”
“iya”
“aneh gimana?”
“manja banget kamu”
“hah? Apa iya to?”
“iya…tadi di pemandian lebih aneh lagi”
“hmmmm…gitu ya? Tapi kamu suka kan?”
“wuaayakkk…sedikit terpaksa sih…hahahaha” dia tertawa
“nggak pa pa lah kalau terpaksa”
“jii…?”
“ya”
“napa kau lakukan itu?”
“lakukan apa to?”
“tadi itu…di pemandian?”
“ohh itu ya…ya napa ya? Aku merasa kamu sedang dalam keadaan stress akibat masalahmu, dan laki-laki kalau stress…obatnya gampang”
“apaan?”
“seks…hehehehe”
“hahahaha…bener juga sih”
“makanya harusnya kamu makasih sama aku”
“lho napa to?”
“lah tadi kan dah kubantu…”
“hahahahha…bener juga…ya udah makasih ya”
“iya…walau aku laki-laki tapi ternyata juga bisa to?’
“hahahaha…tetep saja rasanya lain”
“enak mana…sama aku atau sama cewek?”
“ya enak sama cewek lah”
“waduhhh…berarti pengorbananku sia-sia dong”
“ya nggak lah…tak ada rotan…akarpun jadi, tak ada cewek…ajipun jadi hahahaha”
“dasar!”

Sejenak kami terdiam
Rangkulan agung semakin bertambah erat
Mungkin dia juga kedinginan dalam pekat kabut

“eh..jii”
“ya”
“hmmm…napa ya…aneh saja lah…”kelihatannya dia bingung mau mengungkapkan sesuatu
“aneh apa lagi?’
“hmm..kamu hari ini seperti manja banget…minta rangkul…minta cium…napa emang”

Aku terdiam
Bingung juga mau jawab apa

“mungkin karena besok aku mau kembali ke semarang gung, jadi mellow gini’
“hahahaha…kayak anak kecil”
“iya emang, aku bakal kangen ama kamu..dan tentu saja sama suasana disini”
“sama aku?”
“iya lah…aku bakal kangen dengan kamu”
“ohhh…makasih ji”
Dan rangkulannya semakin erat

“kamu ke semarang dengan siapa besok?”
“sendiri”
“aku anter ya”
“nggak usah”
“lho…gimana sih, katanya kangen sama aku”
“bukan gitu maksudku…masih banyak urusan yang harus kau selesaikan disini”
“kan aku Cuma nganter…terus besok kembali lagi, kalaupun nginep palingan semalam”
“hmmm…ya udah boleh lah”
“nah gitu dong, lagian aku juga pengin tau tempat tinggalmu di semarang’
“oke”

“gung”
“ya”
“napa tadi kamu nggak mau bicara ama ibumu?”
“ohh…nggak tau..entahlah.. aku merasa malu…aku merasa gagal”
“jangan gitu dong, bagaimanapun juga dia ibumu gung”
“ya udah…kapan-kapan aku telpon lagi…tadi aku kaget saja kamu tiba-tiba telpon ibuku”
“janji ya…hubungi ibumu lagi…kalau perlu jujur saja tentang kondisimu disini”
“ya janji”

Aku tersenyum
Dan agung semakin mempererat pelukannya
Ada sedikit kehangatan yang tercipta dibalik dingin suasana berkabut saat ini
“gung kita mau kemana?”
Agung hanya mengguman dan aku tak jelas mendengar

Dari perkebunan the, sepeda motor terus naik
Menelusuri lereng sindoro
Menembus kabut tebal

Aku sendiri Cuma memeluk erat agung
Memeluk erat karena dingin
Jalanan seperti terowongan gelap yang harus ditembus
Dan agung seperti sudah begitu hafal jalan disini

Aku terus membekap pinggangnya
Pinggang yang kokoh
Pipiku kutempelkan di punggungnya
Kuhirup dalam-dalam aroma tubuhnya

Jalanan seperti tak berujung
Meliuk, berbelok dan naik tajam
Dan kabut masih saja tebal
Kabut putih yang begitu dingin
Ahhh…andai cerah…pasti daerah sini sangat indah..
Huft…gara-gara kabut jadi rusak suasana neh
Tapi nggak apa-apa lah…
Aku bisa leluasa memeluk agung dijalan tanpa banyak orang yang lihat
Terima kasih kabut…
Kamu sudah membalut kemesraanku dengan agung…

Tanganku juga bisa menjelajah area pinggang tanpa ada yang tahu
Tadi waktu di kebun teh tidak sempat raba-raba agung hahaha

Tiba-tiba agung memelankan sepeda motornya
“jii kamu ngapain?”
“nyari yang anget-anget” jawabku ngasal
Tanganku sudah di selangkangannya
Mengusap pelan dan meremasnya

“hahahaha…dasar nakal…
“biarin…mumpung gelap…hahahha”
“udaahhhh…jiii…nanti masuk jurang lho…bahaya”
“biarin”
“udahhh…nggak tahan nih”

Aku terus meremasnya
Kabut gelap ini begitu membantu aksiku
Terima kasih kabut gelap…

“jiii……” dia setengah menjerit
Sepeda motornya sedikit oleng
Seiring dengan gundukan daging di selangkangannya yang semakin mengeras

“hahahaha…rasain”
“jiiii…udahhh..malu kalau ada yang lihat..”
“nggak ada yang lihat…kan gelap gini”
“ini bentar lagi kabutnya ilang lho”
“nggak mungkin…”

Dan tanganku semakin nakal saja
Kubuka resleting celananya
Dan jari-jariku pelan menelusup…
Menggapai
Dan kurasakan kehangatan disana
Dengan benda yang semakin mengeras
Besar…
Sekali lagi….
“Terima kasih kabut”
Aku terus meraba..
Agung hanya tertawa-tawa lepas
Ada beban yang hilang dari dalam benaknya
Jari-jariku menelusup semakin dalam kedalam celah resletingnya yang terbuka
Sesekali agung menggelinjang
Menjerit sambil tertawa

“ajjjiiiiiiiiiiiiiiiiiii….setaaannnn….”
“hahahahha…rasain!”
Kami saling tertawa lepas
Aku tahu agung juga menikmati suasana ini
Melepaskan semua bebannya yang ada

Kabut semakin gelap
Dan…
Tanganku semakin leluasa
Sesekali kami berpapasan dengan sepeda motor dengan lampu yang menyala
Atau beberapa warga yang berjalan pelan menembus kabut
Toh aku hanya santai saja…
Mereka takkan mungkin melihat aksiku
Aksi menjelajah bagian paling pribadi dari tubuh agung
Di sepanjang perjalanan

“jjiiii…..sudaahhhh…”
“biarin..pokoknya sampai muncrat…”aku bersuara keras
“nggak mungkin…tadi kan sudah muncrat..
“masihhh mungkinnn…kayaknya persediaan masih banyak kok gungg…”
“hahahaha…udaaah ahhh…aku nggak tahan lagi”

Tiba-tiba agung terhenti
Terhenti diantara gerumbulan pinus di lereng sindoro
Suasana masih gelap
Dan aku lihat suasana begitu sepinya
Di tengah hutan
Disebuah jalan yang sepi
Berkabut tebal putih
dingin
Tapi telapak tanganku panas membara
Mengusap…
Meremas
Menenelusuri
Dan menjelajah…batangnya yang keras dan hangat…

“kok berhenti?” tanyaku sambil menghentikan aksiku
Dalam keremangan agung menoleh…
“berhenti dulu tanganmu…baru aku jalan…”
“nggak ahh…aku suka mainin ini”
Jari-jariku kembali menggelitik

“heyyy…berhenti dulu!”
“nggak!”
Tiba-tiba telapak tangan agung mencengkeram lenganku
“ayooo jiii…”
“biarin”
“nihhh orang..hahahaha…geli jiii…aku paling nggak kuat kalo di giniin”
“iyaa…aku kan Cuma mau bikin kamu enak”
“udahhh…jangan dijalan gini dong”
“biarin…”
“setaann…hahahhahaha”

Jari-jariku kembali menggelitik
Kurasakan batangnya mulai berdenyut
Tubuh agung sudah mulai gelisah
Menggeliat
Meronta
Sambil menjerit
Menyebut kata-kata kotor
Tapi aku tahu…
Agung menikmatinya

Tiba-tiba anging bertiup lumayan kencang
Udara semakin dingin
Dan pelukanku semakin rapat
Jari-jariku semakin intens menjelajah

Dan…
Tiba-tiba
Perlahan kabutnya mulai menipis
Memperlihatkan lereng gunung yang semakin jelas
Tanpa sadar tanganku masih menjelajah

Dan….
Kami menggelinjang kaget
Ketika suara klakson keras sebuah truk disertai sorot lampu
Terang menerangin aksiku
Dan suara klakson semakin keras
Bertubi-tubi
Aku tahu
Sopir dan kernet truk pasti melihat aksiku di tengah jalan

Agung langsung menjerit histeris
“ajiii….setaannn kamuuu”
“hahahahaha…rasain…”

Dan trukpun lewat dengan suara menderu
Kabut semakin menipis
Dan kutarik tanganku kembali
Meninggalkan batangnya agung yang masih mengeras

“jiii kurang ajar kamu …tadi tuh sopir truk liat tau!”
“hahahaha…biarin…”
“malu tau..
“biarin…sopir truknya kan pastinya hanya lihat wajahmu to? Nggak liat wajahku hahahahaha soale aku ngumpet di punggungmu hahahaha”
“asemmm…’

Agung membetulkan resleting celananya yang tadi terbuka lebar
“jii…kabut sudah hilang, awas…jangan macem-macem lagi kayak tadi lho”
‘biarin”
“kalo berani kulempar kamu ke jurang’
“hahahahaha…mana berani, kamu kan juga keenakan to?”
‘halahh…ya enak…tapi tidak di jalan gini”
“ya udah…kalo gitu nanti di kamarku ya”
“eitt…jangan sampai ya….”
“halahhh…udahlahhh…ayooo jalan!”

Agung kembali jalan
Dan mataku hampir tak berkedip
Memandang pemandangan gunung sindoro yang anggun dengan lembahnya laksana nirwana.
Disebelah kiriku aku memandang tak berkedip
Gunung sindoro yang anggun…megah dah…tentu saja cantik
Gunung ini sangat tinggi
Tidak ada kesan keangkeran…tapi cantik
Tingginya lebih dari 3000 meter
Bentuknya kerucut simetris
Lerengnya terkesan halus sampai puncaknya

Dan…dari jarak yang sedemikian dekat keindahan gunung sindoro tak juga pudar
Tetap cantik
Di kejauhan sana gunung sumbing
Gunung yang juga sangat tinggi dengan puncak datar berjeruji
Lereng-lerengnya terlihat jelas
Kokoh…
Gagah…
Dan memandang dua gunung ini laksana keajaiban dunia yang sulit di dapatkan dimanapun juga

Meneurut legenda…
Dua gunung ini adalah perwujudan sepasang pengantin…
Gunung sumbing sebagai pihak lelaki yang gagah…kokoh dan pemberani
Gunung sindoro sebagai perwujudan gadis cantik yang anggun
Mereka tetap berdampingan sepanjang hayat
Tetap berdampingan

Di depannya gunung butak, tlerep, sigandul, gunung prau dan dieng
Semua mendampinginya untuk sebuah ketrentraman
Semua adalah satu kesatuan…
Saling mewarnai…
Sehingga terwujud sebuah keindahan yang luar biasa

Disini…
Sorot mata selalu tidak hanya diarahkan pada satu tempat
Tidak diarahkan pada satu gunung
Tidak diarahkan pada satu lembah dengan sungai kecil yang mengalir bening
Tapi…
Sorot mata akan selalu menjelajah
Ke semua sudut
Semua begitu indah untuk sekedar dilewatkan
Terpuaskan oleh keindahan yang begitu sulit untuk dilukiskan

Lembah di depan sana memanjang
Luas….
Menampilkan desa-desa
Kota-kota
Sampai dengan kota magelang
Diapit oleh gunung merapi yang masih saja angker…
Mengepulkan asapnya
Dan gunung merbabu yang kalem mendampinginya
Sampingnya gunung telomoyo dan ungaran
Semuanya indah…
Bahkan lembahnyapun terlihat dari sini begitu indah

“gungu…berhenti bentar…” aku berteriak
Agung berhenti
Aku berdiri disisi tebing
Memandang semua dengan begitu jelasnya…
Aku damai disini
Aku tentram…
Jiwaku tenang
Kuambil nafas panjang
Kuhirup udara murni
Dan …..
Pelan kurasakan..
Lengan agung yang kokoh melingkar dipundakku
Kurasakan degub jantungnya
Dan…
Yang pasti kuraskan ketrentraman yang semakin menjalar
Membanjiri seluruh relung jiwaku…
Aku berjalan pelan
Menuju bongkahan batu di tepi ladang penduduk
Di belakangku hutan pinus hijau
Dan disisiku ladang penduduk yang ditanami sayur-sayuran

Angin sejuk menerpa
Angin yang susah kudapatkan ketika aku tinggal di kota
Agung duduk disisiku
Dan pandangan kami masih menjelajah

“indah ya gung…”aku mengguman pelan
Agung menghela nafas panjang
Dia mengeluarkan sebungkus rokok dari sakunya
Disulutnya
Dan asap mengepul…
Mengotori udara bersih sejuk yang sejak tadi kuhirup

“akhhh…indah…indahh…untuk apaan indah jika hati sedang tidak indah” agung mengguman
Aku menoleh…
Wajahnya seperti biasa…
Sorot mata memandang kosong kedepan

“gung…”
“ya…”
“aku punya prinsip hidup lagi…mau dengar?’
“akhhh…kamu tuh terlalu banyak prinsip”
“hehehehe….terus kalau hidup nggak punya prinsip…hidup untuk apaan?’
“ya udahh…mana tuh prinsipmu…daripada entar kamu ceramah terus…” ujar agung ketus
“akhhh..nggak jadi ahh..biar prinsip hidupku kusimpan untukku sendiri”

Tiba-tiba agung melingkarkan lengannya
Bukan memeluk
Memilin kuat leherku

Aku menjerit..

“hayooo…cepat mana prinsipmu…! Awas ya…”
“iyaaa…”

“JANGAN MENGELUH”
“apa?”
“ya itu prinsip hidupku”
“maksudmu apa ji?”
“ya itu …aku punya prinsip hidup ‘jangan mengeluh’”
“ohhh…kirain apaan”

Uhhh…agung tak paham juga
“maksudku gini gung…hidup hanya sekali…sebentar…jangan habiskan energimu dengan hanya mengeluh…nikmati hidup ini sedapat mungkin walau hanya nikmat yang tak dapat kau sadari”

“bagaimana mungkin kita menikmati hidup jika lagi banyak masalah’
“gung…masalah itu ada karena sebuah kejadian kita anggap terlalu berat untuk di syukuri”
“maksudmu apa jii”
“maksudku gini…orang yang mudah mengeluh biasanya merasa hidup ini penuh masalah..hidup ini tak adil baginya…hidup ini menyesakkan…menghimpit…semua dianggap sebagai masalah’

Agung menghela nafas panjang
“terus baiknya gimana?” diamenghembuskan asap rokok
“nikmati hidup, anggap saja semua masalah adalah ujian hidup yang harus kau lalui…anggap saja semua masalah sebagai sebuah berkah yang memang harus kau jalani dan nikmati sebuah keindahan hidup walau sekecil apapun…syukuri hidup…karena dengan bersyukur hidup jadi lebih tenteram’

“hahahaha”
“kok malah ketawa?’
“kamu tuh hanya bisanya ceramah…coba saja kamu jadi aku, hidup dengan pandangan benci dari semua orang…”

Aku menoleh
“gung…pandangan masyarakat terhadap kita tergantung dari perilaku yang kita tampilkan, kalau kita baik, maka semua orang akan baik terhadap kita kalau kita buruk perilakunya maka masyarakat akan benci terhadap kita, makanya kita perlu mawas diri”

Agung menghela nafas
“ya mungkin benar juga, terus kalau sudah terlanjur seperti saya …gimana?’
“merubah perilaku..itu saja”
“oke” agung mengangguk

“dan ….mensyukuri hidup yang ada…jangan mengeluh….karena mengeluh tidak akan tidak akan memecahkan masalah…dan mengeluh hanya akan menghabiskan energimu saja..membuatmu cepat tua…menyebabkanmu tidak sehat…’

‘hahahahah…iyaaa…”
“coba lihat gung…ini indah sekali, udara begitu bersih…ini tak didapatkan di jakarta..semarang maupun kota besar lainnya”
“iya…’
“dan nikmat sehat…ini yang harus kita syukuri sekarang…kita dapat menikmati keindahan ini dengan sempurna gung…’

“makasih ji”
Tiba-tiba lengan agung kembali melingkar di pundakku
Merangkulku lembut
Dan kembali kurasakan kedamaian di jiwaku

to be continued...


 

0 comments:

Post a Comment