DISCLAIMER:

This story is a work of fiction. Any resemblance to any person, place, or written works are purely coincidental. The author retains all rights to the work, and requests that in any use of this material that my rights are respected. Please do not copy or use this story in any manner without author's permission.

The story contains male to male love and some male to male sex scenes. You've found this blog like the rest of the readers so the assumption is that material of this nature does not offend you. If it does, or it is illegal for you to view this content for whatever the reason, please leave the page or continue your blog walking or blog passing or whatever it is called.



Cowok Keripik Jengkol Sheet 9

Sheet 9
by be_biant



Degap, degup, degep, rasa detak jantung Rakha gak ada yang tau, selaen dirinya sendiri. Ini kayak firasat yang gak enak! Tolong lah, Tuhan. Jangan sekalipun engkau marah, Rakha hanya sekali ini doang berlaku curang. Gak mau terulang, karna ini pengalaman yang menegangkan. Biasanya, Rakha itu terlihat polos dimata Mu, lugu, kalem, penurut sama omongan orang tua, dan baru aja mo brutal hari ni. Minggat, bagi Rakha dosa yang teramat besar. Ini kali pertama ia mencobanya. Rasanya, Mengerikan… parno akan ketauan.

Biant nampak tenang duduk bersebelahan dengan Rakha di sebuah Bis sambil mainin Blackberry nya, seakan ia telah terbiasa. Sementara, pikiran Rakha masih tanda tanya, mo kemana seharian ini? Kayaknya belom jam 9, Mall kota Palembang masih belom ada yang buka. Lagian, ke luar sekolah dengan uniform lengkap bisa menimbulkan kecurigaan kaum satpam. Tapi untung bawa kartu pelajar, minimal mereka tau akan melapor kemana kalo seandainya ke gep ato kedapetan lari dari jam sekolah.

Biant nyetopin Bis berwarna merah marun tepat di jantung kota Palembang, di bundaran air mancur dekat mesjid agung. Abis itu, mereka berjalan lagi menuju sebuah pasar traditional terkenal yang letaknya di pinggir sungai Musi dan bersebelahan dengan Ampera. Naiklah ke lantai 4 dengan tangga manual. Melelahkan, tapi setelah sampai di atasnya mereka dapat melihat keramaian hampir di penjuru sudut pasar kota itu.

Pasar ini dulunya pernah terbakar, puing puing nya masih ber serakan dan bersisa lengkap dengan warna gosong di setiap dindingnya. tapi kalo dari lantai 3 ke bawah ampe basement, tempatnya sudah jelas di renovasi karna banyak pedagang grosiran, ada juga yang jual kain songket khas Palembang. Harga disini beda jauh sama Mall, tapi kualitas kadang kurang menjamin sih, tergantung si pembeli bisa milih apa kagak.

Tawar menawar sama pedagang Palembang agak terdengar kasar, ujung ujungnya kalo gak jadi beli suka di gerutu in. Kalo si pembeli gak sabar, bisa berakibat fatal hingga menimbulkan perkelahian. Barang dagangan emang milik Palembang, tapi kebanyakan yang jualan orang orang Padang. Bahasa mereka agak sedikit kembar meski intonasi O nya ke dengeran beda total.

Lantai paling atas emang rada sepi, tapi kudu ati ati. Daerah sini udah pasti banyak penghuni nya, baik makhluk halus maupun makhluk kasar.. alias preman. Sikap Biant teramat santai, jadi Rakha pikir sekarang udah aman. Mereka memilih duduk lesehan dilantai paling sudut kearah aliran sungai supaya dapat merasakan semilir angin nya, lalu Biant mengeluarkan isi kantong celananya, rokok!

“Gue paling betah, kalo nyari tempat paling tinggi dan paling sudut kayak gini. Lo gak perlu susah nyari, kalo gue ilang!” gumam Biant

Tapi Rakha cuek, ia hanya setengah shock “Elo ngerokok, Iant? Sejak kapan?”

Biant tak memperdulikan Rakha, ia sibuk menyulut rokoknya hingga ia mengeluarkan asap dari mulutnya dan masih berlaku tenang.

“Lo belom pernah ngerasainnya, kan! Rasanya kayak menghilangkan persekian rasa stress lo, dan ini jauh lebih khasiat daripada lo diem gak karuan!”

“Maksud lo?”

“Lo coba, deh. Sekali hisepan bisa menimbulkan inspirasi yang cemerlang”

Rakha menepisnya “Lo udah terlalu ke canduan, Iant. Jujur gue kasian sama lo!” tegas Rakha “lo masih muda, banyak peluang kesempatan yang mesti lo raih. Gak wajar kalo seumuran kita udah nyoba in kayak gini! Lo tau, gara gara rokok, bokap gue yang pengangguran jadi harus ngeluarin duit buat beli gituan tiap harinya”

“Yah, kalo lo gak mau,.. gak usah repot repot nasehatin”

“tapi gue gak suka ama asepnya, kalo lo mo ngerokok. Kudu jauh dari gue”

Kontan si Biant berhenti ngerokoknya, lalu mematikan apinya begitu saja dilantai. “Gue gak bisa jauh dari lo, Ka!”

Rakha gak ngeh, tampangnya masih rada benci ngadepin temennya kala itu. Dan seperti biasa, Rakha pun memasang lagak pongahnya.

Sudah cukup siang, kedua cowok tanggung itu merasa kelaparan dan turun ke lantai dasar. Biasanya, di sekitar pasar banyak dagangan gerobak yang ngejual makanan khas palembang. Kali itu Biant pilih tekwan dan Rakha pilih model. Eit, jangan salah sangka dulu, model yang satu ini adalah salah satu makanan khas Palembang yang bahan utamanya terbuat dari sagu dan ikan ataw gandum yang digoreng kering, lalu disiram kuah yang telah diracik di tambah selara lo sendiri mo pake cabe giling ama kecap manis ato kagak, kato wong Plembang tu.. “leeemaaak niiiiaaaan… (yang artinya,.. selamat datang )”

Makanan Palembang gak hanya Model aja yang dikenal dengan nama yang aneh, ada juga Roket, Kapal selem, Tekwan, Celimpungan, Laksan, dan masih banyak lagi kuliner yang bisa mengundang lo maen ke Palembang. Dijamin betah, asal bawa uang!

Udah kenyang! Mereka melangkah lagi ke dalem pasar sebentar untuk beli dua kaos oblong doang, lalu perjalanan siang itu dilanjutkan dengan berjalan sekitar kurang lebih satu kilo meteran menuju International Plaza di jalan Jendral Sudirman, niatnya sih mo nonton film di 21, di lantai paling atas.

Selama berjalan di sepanjang trotoar banyak para pedagang aksesoris yang hampir menarik perhatian. Termasuk banyak orang yang berlalu lalang menikmati suasana kota sepanjang jalan Sudirman. Meski perjalanan dikata jauh, tapi bener bener gak kerasa separah itu.

Sewaktu mo masuk pintu utama Plaza, mereka berpapasan dengan seseorang yang sangat mereka kenal. Kalo gak jodoh, mana mungkin Bu Yanu, Guru Sosiologi berada di tempat yang sama. Biant dan Bu Yanu sebenernya udah cukup lama saling menatap mata masing masing. Mereka hanya memastikan apakah benar, itu orang yang dimaksud atau hanya halusinasi saja? Gak mungkin hanya kebetulan? Tapi, setelah makin mata di tajamkan, ternyata emang mata gak patut disalahkan!

Sewajarnya, kalo siswa ketemu Guru dijalan harus tetep tenggang rasa dan saling hormat menghormati adalah budaya kita, Indonesia. Se wajibnya memberi salam atau sekedar menyapa sebagai bentuk basa basi doang. Dan lebih agung lagi kalo greetingnya di tambah cium tangan biar afdhal, namun,.. berhubung ini acaranya lagi gak sesuai, dan momentnya gak pas, rasanya tindakan itu malah jadi gak pantes di perbuat. Bener koq, Kalo harus ketauan, ya ketauan aja! Tapi Biant masih belom nyerah

“Lari, Ka!” begitu terdengar intruksi dari Biant, Rakha langsung ikut kabur.

Karna Bu Yanu bertubuh gendut, ia hanya bisa kelabakan ketika tau ada anak didiknya kabur ke mall. Satpam di sekitar yang mengetahui lagak Bu Yanu yang super panic kayak abis kecopetan itu langsung menawarkan bantuannya.

“Pak, tolong kejar dua anak yang pake celana sekolah itu, pak! Mereka anak murid saya!” Ujarnya dengan nafas tersenggal senggal. Agar lebih pasti, ia lalu menelpon salah satu guru yang piket di sekolahnya, sementara si Satpam dengan senang hati nya mengejar dua anak pelajar itu, sama sekali gak ada belas kasihannya.

Rakha dan Biant kali ini tak punya rencana lagi harus tunggang langgang kearah mana? Untung di jam segini, segala penjuru Plaza terbuka lebar alias belum ramai pengunjung jadi inilah peluang mereka untuk berkeliaran semaunya. Maka berlarilah dari lantai ke lantai, mengecoh pandangan musuh dengan melangkah zigzag ampe gak ada waktu lagi buat kompromi missi.

“Ke kiri!” kata Biant yakin, sementara Rakha bilang “Ke kanan!” mereka lalu terpisah oleh kata dan hati nurani mereka masing masing. Terus berlari tanpa menyadari salah satu dari mereka sudah tidak lagi disisi.

***

Kira kira dua puluh menit kemudian, Rakha baru nyadar kalo temennya gak ada! Sedang ia sekarang berada di lapangan parkir Plaza di lantai paling atas. Ia yakin sekali kalo Satpam muda berotot itu tak kan tau dimana keberadaannya sekarang. Lantas, apa yang harus dilakukannya tanpa Biant? Lalu terlintas kata kata dibenaknya

“Gue paling betah, kalo nyari tempat paling tinggi dan paling sudut kayak gini. Lo gak perlu susah nyari, kalo gue ilang!”

Rakha gak punya nomer Biant, Biantpun pastinya gak akan tau gimana cara mencari keberadaanya? Pake telepati?? Mana ada jaman sekarang! Paling cuma bisa pasrah. Apakah ini akhir dari petualangan mereka? Sementara menunggu bersembunyi di sudut parkiran, Rakha gak mo bertindak macem macem dulu. Sebaiknya ia tenang. Toh, kalo berpisah sekarang, paling besok ketemu lagi di kelas.! Cuma, yang jadi masalah, buku, baju, pulpen semuanya ada di dalem tas Biant dan menggantung di pundaknya, gimana Rakha mo salin nantinya?

“Gue pikir, Lo ketangkep, Ka?” tiba saja Biant berada dibalik punggung Rakha, ia berbicara dengan nada kesalnya

“Gue malah mikir sebaliknya!” sergah Rakha gak mo kalah.

Biant langsung buang muka. Sepertinya ia cape sekali, Rakha juga gitu! Mereka berhadapan sambil mengatur nafas. Tak lama kemudian

“Ikut gue, sekarang! Jangan ngebantah!” kontan si Biant narik pergelangan tangan kanan Rakha, begitu kencangnya sampe bikin Rakha gak bisa berbuat apa apa selain nurut katanya. Padahal mata Rakha sudah menatap poster film yang mo mereka tonton, di parkiran itu sudah tidak terlalu jauh menuju 21, tapi Biant malah narik Rakha kearah yang berlawanan, menuruni anak tangga darurat diparkiran sambil terus mengaet tangan itu. Sialnya, Rakha musti membiarkannya

Persetiap detik perjalanan, Biant tak mengatakan apapun. Rakha hanya terus memandang punggungnya dan rambutnya yang sudah terlihat panjang, kemana nantinya ia pergi? Itu bukan masalah besar, yang penting Biant senang, itu saja!

Sampai di lantai dasar,

“Biant!... Biant!,… Biaaaaaaaantttt!” berkali kali Rakha berusaha tereak. Akhirnya Biant noleh juga “Lo bisa lepasin tangan gue!”

Biant menghentikan langkahnya, secara gak rela tangan itu terlepas. “Kenapa?” tanyanya.

“Lo gak sadar, kalo perbuatan lo barusan mengundang perhatian orang banyak”

“sejak kapan lo peduli sama orang?” sambar Biant agak kasar.

Rakha terdiam, omongannya barusan ada benernya juga. “Tapi sejak kapan juga gue mau berjalan dengan cara di tuntun kayak gini. Gue bukan anak kecil ataupun orang buta!”

Giliran Biant yang diem “Sorry!” katanya pelan.

“Kita mo kemana, sekarang?” nada Rakha meredah

“Nonton di PIM, aja!” sahutnya halus.

Menuju ke PIM ataw Palembang Indah Mall. Naik kelantai atas, mereka berdua nonton film yang lagi seru.. bukan kisah romantis atawpun bergendre horror. Tapi kita pilih film yang menguji adrenaline, kayak film tempur yang ber missi terror! Kebetulan selera kita berdua sama, jadi gak saling mengganggu sewaktu film pemutaran berlangsung.

Gak nganggu??? Hhahahah!!! Salah besar! Justru dikala pemutaran film, pelan pelan Rakha ngerasain bahu sebelah kanannya terasa berat, siapa lagi kalo bukan Biant yang menyenderkan kepala dengan kolotnya. Biant lebih persis kayak bayi yang minta di perhati in. Rakha ngerasa geli sendiri, pengen rasanya dapat tertawa lepas! Tapi biarlah, suasana kayak gini kapan lagi bisa kerasa? Untungnya bangku kita paling atas, tapi gak terlalu nyudut juga. Lagian, sekali kali gak usah peduli sama orang lain, gak ada salahnya! Saking cueknya, ampe Cerita yang dilayar jadi gak konsen ke mana alur nya??.

Jam 3 sore, Rakha udah mulai panic.

“Gue mo kerja, Iant.. kalo bukan itu alesannya. Mungkin gue bisa lebih lama lagi nemenin lo jalan!” terang Rakha rada bingsal

“Pliis lah, Ka! Bolos sehari ini aja demi gue! Lagian, anak sekolah taunya kita gak masuk karna sakit.. paling mereka berfikir lo masih sakit, jadi gak sanggup kerja!” jelas Biant

“Cuma gue gak enak sama Kak Joe, Iant! Dia kakak tingkat kita yang rekomen in nama gue jadi karyawan disitu. Dan dia pasti tau lambat laun!...” Rakha tampak keukeuh

Biant pun pasrah “Terserah!..lo emang susah bertemen, ternyata! Gak pernah mau perduli apa yang di ingini temen lo sendiri. Lo egois, Ka!”

Koq jadi Rakha yang disalahin?? Kerja itu kan lebih bertanggung jawab dari pada bermain main menghabiskan waktu dan uang! Rakha jadi bingung. Seandainya kalo ngomongin perilaku temen yang solid, pasti dia lebih mengerti yang mana yang baik. Siapa yang egois sebenernya??

“Pinjem Hape, Lo!” kata Rakha ber inisiatif

Dengan ragu, Biant mengeluarkan Blackberrynya dan menyodorkannya ke Rakha

“Lo aja yang pencetin ke nomer ini, gue gak ngerti cara make BB!”

Biant nyaris tersenyum, tapi berusaha ditahannya, supaya gak menimbulkan kecurigaan. Biant sok gak peduli lalu mengetik sesaat, dan menyambungkannya ke nomer itu. Ponsel kemudian di berikannya ke Rakha

Hanya menunggu sesaat, nomer itupun langsung terhubung.

“Ka’, ni Rakha..” diam sejenak “ya!, Rakha gak bisa kerja malem ini karna masih sakit. Kalo boleh, Rakha minta izin sehari. Makasih, Ka sebelomnya” terang Rakha dan yang paling di bencinya, ia harus ber ackting memelas bak orang yang tidak punya gairah untuk hidup. Menyebalkan!


to be continued





next chapter

1 comments:

Unknown said... Best Blogger Tips[Reply to comment]Best Blogger Templates

bercanda nichhh masak lemak niannnnn artinya selamat datang.ahahhahahhahahhahlemak nian tuhartinyaaaaa enakkkkkkkkkkkkkkkkkkkk sangatttttttttttttttttt

Post a Comment