DISCLAIMER:

This story is a work of fiction. Any resemblance to any person, place, or written works are purely coincidental. The author retains all rights to the work, and requests that in any use of this material that my rights are respected. Please do not copy or use this story in any manner without author's permission.

The story contains male to male love and some male to male sex scenes. You've found this blog like the rest of the readers so the assumption is that material of this nature does not offend you. If it does, or it is illegal for you to view this content for whatever the reason, please leave the page or continue your blog walking or blog passing or whatever it is called.



Cowok Keripik Jengkol Sheet 2

Sheet 2
by be_biant


Hari berikutnya. Mata pelajaran ke empat yang berkesan membosankan baru saja usai. Sekarang waktunya maen lagi ke kelas IPA, Rakha berniat menagih janji sama Kak Joe yang mau mengajaknya kerja sampingan. Namun, di selasar depan pintu kelas IPA sudah nampak Vidya cengengesan dari kejauhan sambil berkutat dengan handphone nya, Rakha buru-buru mendekat. Mencari tau sebenarnya.

“Kenapa, sih? Udah gak waras, Ya?!” tebak Rakha sok tau

Awalnya, Rakha dicuekin. Trus Vidya balik nanya “Kamu punya FB?”

“Boro-boro, nomer hape aja kagak punya.!” Rakha rada memelas “Eh, ngapain rambutnya di kuncir? Jelek, tau!” canda Rakha mengalihkan topic. Sambil berusaha melepas ikat kuncir dirambutnya Vidya. Dan Vidya sempet berontak, namun gagal.

“Panaaaas, Rakhaaa..!” rengek Vidya

“Tuh,kan. Cantikan gini. Gue lebih suka liat cewek dengan rambut terurai”

Vidya langsung nurut dan gak bisa komentar lagi. Sesaat ia menikmati isi Hapenya lagi.

“Kamu tau, julukan keripik jengkol itu sedang heboh di FB. Judulnya ‘Si keripik jengkol punya selera’ yang ngelike banyak, yang komentar pada gila-gilaan…”

“Apa hubungannya sama gue?!”

“Mereka mikirnya kita jadian, Bego!” Vidya lalu pura-pura menjitak kepala Rakha supaya agak sedikit dibilang romantis. “Nih, beberapa komentar nya, Ayuk baca in! ‘rupanya, pelet si Hitam ampuh juga, ya? Guw mo tanya rahasianya’ adalagi ‘gila, si Hitam gak mikir cowok yang lama, kali. Semenjak ketemu brondong..’” setelah membaca itu, Vidya malah ketawa nyindir.

“Ayuk gak marah?” Tanya Rakha tanpa ekspresi. “Kak Joe tau?”

Tawa Vidya terhenti sesaat “Ngapain, marah? Gak ada ngaruh sama sekali, Kak Joe tau juga gak bakal di gubris” ujarnya enteng. “Kamu sendiri, gak mo kasih koment?”

“Yang dibilang keripik jengkol itu, bisa jadi bukan gue. Ngapain cari gara-gara?” Rakha gak kalah cuek.

“Tapi bener? Kamu gak pernah deket ama seseorang, selain Ayuk? Ayuk denger, begitu!”

Rakha tak menjawab, itu tidak penting menurutnya. Dengan berdalih menggaruk rambut nya yang bergelombang dan memandang sinar mentari yang mulai terang. Vidya memandangnya seakan anak kecil yang lagi ngambeg an.

“Masuk kelas aja, yuuk! Panaas!”

Tapi Rakha punya ide lain. “Rakha balik ke kelas aja, ada pe er yang belom kelar.”

“Ya udah,” tiba saja, situasi kerasa gak enak

Rakha sudah mo berbalik, namun tiba saja Vidya memanggilnya kembali

“Oh, iya. Pesen Kak Joe, kamu mulai kerja hari sabtu sore balik sekolah bareng dia”

Rakha mengangguk “Sampaikan, Rakha pasti ikut, thankz..” sambil tersenyum

***

Rakha terhuyung di bangku tempatnya bernaung mencari ilmu. Sebenarnya, Tempat duduk dan meja ini hanya tameng bagi dia. Ia sampe berada di sini karna permintaan dan perjuangan nyokapnya, kalo menurut bokapnya… Rakha lebih pantes cari duit saja, Bantu-bantu keluarga. Sempet terfikir di benak Rakha, kata Ayah mungkin benar…

Tiba saja, terdengar nyaring bel tanda masuk. Memecahkan lamunan Rakha. Beberapa murid secara bergilir, mulai berbaris menuju kandang masing-masing. Entah kenapa, dalam keadaan ramai seperti inipun, kadang Rakha masih merasa kesepian?

Entah bagaimana lagi caranya agar Ia bisa nerima kenyataan yang jauh dari bayang-bayang impiannya? Sesuatu yang pernah Ia raih, berujung ke sia-sia an. Efeknya, Ia mati rasa! Yang mengatakan Rakha seorang yang berprestasi, itu hanya cerita lama.

Jelas, Rakha hanya anak remaja yang kehilangan arah mata angin. Ia secara tak sadar telah kehilangan konsentrasi, sampai akhirnya tersesat! Rakha tak tau lagi jalan pulang, dan juga tak bisa lagi berjalan lebih jauh, meski matahari masih mampu bersinar dan menunjukkan ke arah yang sebenarnya harus ia lewati.

Jujur, Ia mulai kerasa lelah tuk berjuang, spiritnya ilang! bagai manusia yang jauh dari kontak sosial, dan sekarang, langit kian terasa gelap… ia sama sekali masih belum tergerak.

Sebuah bangunan tua yang terisolir, jauh dari pusat kota, statusnya masih dipertanyakan, dan mayoritas siswa yang belajar disana ialah penduduk setempat, jauh dari istilah kata elite, rata-rata pejalan kaki yang benar-benar merasakan bahaya perjuangan menantang panas dan hujan menuju meja belajar. Bahkan ada yang menempuh jaraknya hingga nyaris satu kilometeran perhari, bolak-balik!

Hati Rakha gak sepenuhnya ikhlas, ia merasa teramat sulit beradaptasi. Rakha orang yang sempet berfikiran bakal jadi apa kelak, ketika lulus dari sini? Walaw berprestasi sekalipun, apa ada majunya? Berkas lamaranny otomatis menyantum kan sebuah nama sekolah yang dianggap orang tak pernah ada. Bahkan NEMnya gak bakal berarti ketika ia mencoba uji kemampuan dalam hal menyelesaikan soal essay dari perusahaan atau jenjang pendidikan berikutnya. Yang kuliahan aja, masih ada penganguran? Apalagi gue ini? Paling jadi pegawai bangunan!

Sekolah hanya formalitas, beruntung bagi orang-orang yang pernah sekolah dengan nama yang tak asing di dengar. Sebagian itu adalah nilai plus menuju masa depan. Dan kini, sampai tiga taon mendatang, hidup gue cuma ngejalani kenyataan yang sekarang. Meski pahit, waktu terus berjalan. Hari esok tetap menunggu jawaban kepastian. Masihkah gue berada di neraka ini, tempat yang sama ketika gue ngebuka mata? Ataw gue sudah berada di surga? Entahlah!

***

Kegagalan kemarin menjadi efek kehidupan, bukan cerminan! Meski wajah Rakha terbilang gak jelek-jelek amat, gak ganteng juga, bodoh kagak, pinter juga kagak. Daripada bingung, ia lebih baik pilih diem, biar itu jadi sebuah pertanyaan yang gak penting!

Di bilang sombong, Rakha gak menepis wataknya. Mereka berhak menilai, mereka punya pendapat! Percuma, temen sebanyak itu hanya mendekat jikalau ada tugas, ada latihan, ada pe-er, kalo lagi dapet pertanyaan yang sulit dijawab, kalo ada ulangan dadakan, kalo ada ulangan harian, sampe ujian semester. Intinya kalo mereka ada yang merasa butuh; kalo lagi butuh temen curhat, kalo lagi butuh pinjeman, kalo lagi disaat Ia gak butuh temen! Rakha pun berbisik pada secarik kertas, bahwa yang bisa ngerti ini cuma satu, yaitu dinding yang tebal!

Gak heran, ketika Rakha sedang berada di luar kelas, secara terang-terangan Ia dianggap tak pernah ada, gak banyak yang menyapa gue, dan Rakha bukan orang yang pandai berakting sok kenal dengan temen sekelas yang jarang berani ngobrol sama dia. Apa setidaknya mereka merasa amnesia, kepada siapa mereka minta pertolongan di saat darurat? Rakha juga gak mo jadi sok pahlawan di lingkup mereka. So, it’s so complicated! It’s not fair!

Kira-kira sepertiganya saja, jangankan menyapa, senyum aja males. Ia hanya sekedar menunggu kesadaran mereka. Siapa yang butuh? sekarang atau nanti? Mungkin sebagian orang masih menilai Rakha cowok innocent, terutama kaum cewek!

Bukan salah mereka tidak menganggap Rakha ada. Pada dasarnya, Rakha emang salah! Ia telah melakukan tendangan bunuh diri. Angka itu di dapet tim laen, gak ada toleransi. Tak heran, mengapa mereka nge cap Rakha sebagai pecundang. Jangan harap tim lawan akan membela, itu keberuntungan bagi mereka, bukan suatu kecurangan. Rakha punya pandangan sendiri setiap kali Ia menerawang. Dunianya berbeda, gak bisa di campuri orang awam. Ia orang yang sulit berkomunikasi ataupun berbasa-basi, Ia orang yang munafik, bahkan lebih buruk dari itu!

Selama jam pelajaran berlangsung. Rakha tetap duduk menyendiri tanpa dipedulikan yang lain, masing-masing sibuk dengan ganknya. Padahal vonis menjatuhkan, mereka harus menyelesaikan sepuluh soal essay di halaman tiga7, pelajaran biologi. Namun sepertinya, ngobrol lebih asik ketimbang pusing mikirin tugas!.

Pikiran Rakha Blank! Apa lebih baik ngaku sakit aja, lalu izin pulang? Ia sudah gak sanggup lagi konsentrasi. Soal yang dikerjakannya baru 5 yang kelar,.. mudah-mudahan Bu Aidah bisa maklumi ke absenan Rakha.

“Permisii,..?” suara itu datang dengan tiba-tiba.

Rakha menoleh dan melihat sosok cowok manis yang tingginya tak beda jauh dengan Rakha, pendek! warna kulitnya hitam, seragamnya tampak rapih dan pas dengan bentuk tubuhnya, cakep dan sopan. Tidak ada yang dikenal Rakha di kelas ini, meskipun MOS udah lewat beberapa minggu sebelumnya. Mana bagi Rakha, tampang-tampang masyarakat sini lebih dominan kulit item kecoklatan. Enggak Negro2 amat. Jadi, jangan pernah takut kalo tersesat diarea sini.

“Boleh guw numpang disini bentar, dibelakang ribut banget,..” sambungnya.

Rakha Cuma diem, padahal batinya bergumam “suka-suka lo, ni bangku juga bukan punya gue!”

Iapun, duduk cukup lama disamping Rakha. Keduanya sama sekali tak tertarik memanfaatkan waktu untuk saling mengenal lebih jauh, Emank mo pacaran?? Dan belom lama, Rakha mendengar si cowok itu mengeluh.

“Duh, soal nomer dua ini, gimana ngisinya??” celotehnya gak karuan.

Rakha sama sekali tak ingin berbasa basi sedikitpun, ia masih mematung tanpa ekspresi. Hanya mengatur nafas, berharap agar si cowok ini mendekat bukan untuk menyontek, maksudnya.

Rakha memperhatikannya dengan mata curiga. Dengan kolotnya, si anak laki-laki itu membolak-balik halaman. Berpura-pura mencari, dan tiba waktunya. Matanya nyosor ke bigbos Rakha.

“Lu sudah, Ka?! Dapet dari mana?”

Awalnya, Rakha udah kesel. Siapa sih, ni anak? Ternyata namanya Deddi Kurniawan, adek ceweknya pasti bernama Della Kurniawati! Itupun kalo ada.

“Coba lu buka hal 24, ada bagan, trus lo salin semuanya,..”

Deddi langsung nurut perintahnya,. Dan mimik wajahnya berubah kaget “Wah.! Segini? Males banget!” katanya “Entar aja deh kalo gitu. Thanx ya, Ka!” ujarnya berpamit ria.

Rakha cuma bisa menggerutu “Dasar!”


to be continued



0 comments:

Post a Comment