Episode 3
Selalu Kamu
by Iansumbara
Ku sobek selembar kertas dari buku agenda dan ku potong persegi menjadi
beberapa lembar. Ku ambil lembar pertama dan kutulis "Puspa" di atasnya.
Seharusnya, itu berarti bunga, bunga yang indah pastinya. Tapi
sekarang, bunga itu membuatku sedih. Kutatap kertas putih bertuliskan
"Puspa" itu sesaat, ku oleskan lem dan ku lekatkan pada pintu kamar. Ku
pandangi lagi dan itu membuatku menghela nafas panjang. Aku tak mungkin
bisa melupakannya!
Ku ambil lembar kedua dan ku tulisi "Dompet".
Sial! Dompetku benar-benar hilang. Sudah ku obrak-abrik seisi kamar,
bahkan jejaknya pun tak ku temukan. Bukan uang yang membuatku
kehilangan, toh tak banyak uang di dalam dompet. Tapi akan banyak hal
yang harus ku urus dengan lenyapnya dompet. Mulai dari KTP, Kartu
Kredit, dan kartu-kartu lainnya. Ku gelengkan kepala berkali-kali sambil
melekatkan kertas tersebut ke pintu.
Lembar berikutnya, ku
tulisi "BTS Mati!". Ini adalah masalah yang baru saja ku dapat dari Bos
ku. Tadi pagi dia marah besar karena dia menemukan beberapa BTS mati dua
hari tanpa ada laporan apapun. Aku memiliki kontribusi kesalahan di
sana. Seharusnya, aku tahu sejak awal dan melakukan eskalasi. Mungkin
aku sedang sial.
Lembar terakhir, ku tulisi "si X". Ini adalah
anak muda Busway kemarin lusa yang tiba-tiba muncul di Friend Request
Facebook. Aku belum ambil keputusan untuk meng-confirm atau tidak. Ini
gila, aneh dan mencurigakan. Aku tak ingin terlibat lebih dalam dengan
hal aneh yang berkaitan dengan kutukan Puspa. Meski sebenarnya itu juga
membuatku penasaran. Bagaimana dia bisa mengetahui Facebook ku? Bahkan
aku tak memajang fotoku di sana. Hanya ada gambar detektif Conan!
Ku
hela nafas panjang dan ku hempaskan tubuhku ke kasur sambil menatap
tempelan kertas tadi. Itu adalah 4 masalah besar dan aneh. "Untungnya,
cuma empat.." kataku pada diri sendiri. "Itu juga dah bikin kepala mau
pecah!"
Nguuuk.. Nguuuk..
HP tua bergetar di atas meja.
Aku sangat malas untuk mengambilnya. Tapi suara getar menyebalkan itu
tak kunjung berhenti. Dan saat ku raih, tertulis "Mama" di layar.
"Ah iya! Aku masih punya satu masalah besar lagi!"
==000o==
"Iya Ma.. Iya.. Udah ya Ma.."
Ku
tutup panggilan dan melemparkan HP ke kasur. Barusan adalah diskusi
satu arah antara Mama dan anaknya. Dan biasanya, sang anak hanya
memiliki dua suku kata untuk diucapkan. "Ya" dan "Iya"! Tapi yang luar
biasa, dengan dua suku kata itu pembicaraan bisa melebihi satu jam! Dan
meskipun aku lelah mendengar Mama terus nyerocos, tetap saja aku tak
berani melepas HP dari kuping. Padahal kupingku mulai kepanasan dan
mungkin sebentar lagi meleleh. Bisa saja ku geletakkan HP begitu saja,
toh Mama tak akan tahu. Namun aku sama sekali tak berani melakukannya.
Aku masih yakin kutukan yang menimpa Malin Kundang benar adanya. Bagiku,
kutukan dari Puspa lebih dari cukup. Aku tak ingin kutukan lagi.
Apalagi dari Mama!
Satu jam percakapan tadi, sesungguhnya bisa
dirangkum menjadi dua suku kata saja! "Kapan kawin?" Itu adalah
pertanyaan yang selalu muncul saat Mama menelpon. Kemudian akan
dilanjutkan dengan membandingkan si anu sudah kawin loh, si anu sudah
punya anak. Tak jarang Mama juga mulai menjodohkan, "Si Itu cantik
banget. Mama suka." dan seterusnya.. Dan seterusnya.. Kini aku
menambahkan satu potongan kertas lagi yang bertuliskan "Kawin!"
"Huh!" keluhku. Ada 5 lembar kertas menempel di pintu. Yang artinya ada 5 masalah yang masih menggantung.
==000o==
Aku
tahu, aku melakukan hal bodoh. Pagi-pagi sudah di kantor dan memandangi
monitor Laptop hampir tanpa berkedip. Yang membuatku makin bodoh
adalah, bukan pekerjaan yang sedang ku pelototi. Melainkan halaman
Facebook yang lebih tepatnya Frend Request. Dan aku semakin super duper
bodoh, karena yang ku pelototi adalah wajah anak ABG. Bahkan gaya di
foto pun masih ABG banget. Wajah hampir memenuhi seluruh gambar, kepala
sedikit miring dan mata yang dibuat sangar meski hasilnya berkebalikan
180 derajat, dia malah kelihatan makin imut. Bahkan namapun sangat sulit
di baca; thE X deViL. Benar-benar masa pencarian jati diri. Sebuah masa
yang telah ku lewati enam atau tujuh tahun yang lalu!
"Ih lucu banget. Kenalin donk.."
Berada
di Kantor yang sepi sendirian dan tiba-tiba terdengar suara perempuan
dari belakang, tentu saja aku langsung melompat dari kursi sambil minta
ampun pada Tuhan berkali-kali.
"Aan!" pemilik suara itu memanggilku dengan sebal. "Apaan sih? Emang aku kunti?"
Aku
menghela nafas lega. Ternyata bukan kunti. Namun begitu, jika dilihat
dari tingkat bahayanya, pemilik suara ini hanya satu tingkat dibawah
kunti. Semua laki-laki di kantor ini pasti tahu betapa bahayanya Feni.
"Kenapa harus mengendap-endap gitu.." kataku sambil mengatur nafas.
"Heh,
siapa yang ngendap-ngendap?" Feni makin sebal. Kedua tangannya
dipinggang. "Kamu aja yang dari tadi ngelamun." Amarahnya tak
berlangsung lama karena Feni kembali menatap Laptopku. "Abis itu
ngelamunin foto cowok lagi."
Mendengar itu, aku buru-buru menuju komputer dan memindahkan window ke aplikasi lain.
Feni
langsung sewot. "Yee. Kok malah dipindah? Aku kan pengen liat." Tapi
tiba-tiba dia diam dan menatapku dengan tatapan curiga. "Jadi rahasia
ya? Oo.. Jadi begitu ya.. Jangan-jangan.."
"Jangan-jangan apa?" kataku jengkel. Tanganku bergerak-gerak memberi tanda mengusir. "Gak ada apa-apa." aku protes.
"Kalo gak ada apa-apa, kenapa takut ketahuan gitu?" Feni tak mau pergi.
"Siapa yang takut ketahuan?"
"Trus kenapa harus dipindah?"
"Aku mau kerja."
Feni
diam menatapku dengan senyum menyebalkan. Aku membiarkannnya. Namun
Feni terus saja berdiri, menatapku sambil melemparkan senyuman
mengancam.
Akhirnya aku menyerah. "Cuma orang gak ku kenal kirim friend request.." kataku dengan pasrah.
Feni masih diam tak percaya.
"Beneran." kataku lagi. Kali ini kupindahkan kembali window ke halaman Facebook.
Feni
melemparkan senyum kemenangan. Kini ia mendekat ke arah monitor Laptop
dan memandangi foto kecil yang dikaguminya. Namun tiba-tiba, tanpa bisa
ku cegah, Feni menyambar mouse dan mengklik Confirm.
"Hei. Kamu ngapain?" Aku benar-benar kaget. Ku coba rebut mouse, tapi Feni dengan cepat menghindar.
Feni tertawa bahagia. Benar-benar bahagia di atas penderitaan orang lain.
"An!"
"Aduh!"
seruku dalam hati. Kulihat Ardi menuju ke arahku dengan terburu-buru.
"Datang orang usil lagi. Bahaya.." Wajahku kini pucat.
Ardi menatapku heran. "Kamu kenapa? Kalian lagi ngapain?"
"Gak apa-apa." kataku sambil merebut mouse dari tangan Feni.
Ardi
tak puas dengan jawabanku. Ia seperti hendak menanyakan sesuatu tapi
ditariknya kembali. "Oo.." lanjutnya sambil mengangguk. "Kita ditunggu
Pak Joni diruang meeting."
"Meeting? Astaga!" Seketika keringat dingin mulai keluar dari tubuhku. "Aku lupa!"
==000o==
Mestinya,
suhu ruangan meeting cukup dingin, tapi tetap tak bisa menghalangi
keringat dingin keluar dari pori-pori kulitku. Apalagi di depan, wajah
Pak Joni nampak sangat serius. Aku benar-benar terintimidasi dengan
atmosfer ruangan.
Setelah mengatakan beberapa hal tentang
progress pekerjaan, selanjutnya Pak Joni masuk ke perfomansi jaringan.
Dan itu makin membuat jantungku berdetak lebih cepat. Beberapa detik
lagi aku selesai!
"Farhan, mana data yang ku minta kemarin?"
Deg!
Aku benar-benar selesai! Mungkin sebentar lagi aku akan ditelan
hidup-hidup oleh Pak Joni. Aku mencoba menggerakkan bibirku, dan
berusaha mengatakan sesuatu. Tapi tak ada suara yang keluar.
"Data sudah saya kirim ke email Pak Joni. Baru saja.." kata Ardi tiba-tiba.
Aku bengong. Aku terdiam bengong menatap Ardi.
Pak Joni juga sedikit bingung. Tentu saja ia bingung. Karena tugas itu memang diberikan padaku bukan Ardi.
"Farhan numpang kirim email lewat saya Pak. Kayaknya Outlooknya lagi bermasalah." sambung Ardi lagi.
Penjelasan
itu cukup meyakinkan dan membuat Pak Joni mengangguk-angguk. Tak lama
dia pun mencari email dan membukanya. Seketika muncul data performansi,
alarm dan alasan matinya beberapa BTS. "Jadi BTS-BTS ini sudah hidup
lagi kan?"
"Sudah Pak." jawabku sambil mengangguk pelan. Mataku beralih ke arah Ardi yang melempar senyum ke arahku.
"Oke.
Bagus." kata Pak Joni. "Oya.." lanjutnya lagi. "Ada beberapa komplen
dengan performansi indoor di beberapa apartemen. Trafiknya sih gak
tinggi, tapi yang tinggal di sana bikin kita susah. Nah, Farhan, kamu
investigasi apa masalahnya ya. Dan Ardi, tolong buatkan slide untuk
meeting dengan Bos-bos besok."
Aku mengangguk cepat.
==000o==
Lepas
dari ruang mengerikan, aku langsung menghampiri Ardi dan mengucapkan
terima kasih berkali-kali. Ardi cuma tertawa seperti biasa dan
mengacak-acak rambutku sampai puas.
"Udah, gak usah dipikirin." katanya singkat. Dia kembali ke tempat duduk dan mulai sibuk dengan pekerjaan.
Beberapa
saat, ku pandangi Ardi dari tempat dudukku. "Situasinya masih saja
seperti dulu. Selalu Ardi yang menyelamatkanku. Selalu." kataku dalam
hati. Aku menarik nafas dalam-dalam dan menghembuskannya. Aku berusaha
berkonsentrasi pada Laptop untuk bekerja. Namun sekali lagi,
konsentrasiku pecah karena kini ada pesan baru di Facebook. Saat ku
buka, pesan itu dari Anak muda Busway!
Tapi kali ini, pesan di
Facebook itu tak lagi membuatku takut. Tapi sebaliknya, aku gembira
mendapatkan pesan itu. Benar-benar gembira.
==000o==
to be continued
DISCLAIMER:
This story is a work of fiction. Any resemblance to any person, place, or written works are purely coincidental. The author retains all rights to the work, and requests that in any use of this material that my rights are respected. Please do not copy or use this story in any manner without author's permission.
The story contains male to male love and some male to male sex scenes. You've found this blog like the rest of the readers so the assumption is that material of this nature does not offend you. If it does, or it is illegal for you to view this content for whatever the reason, please leave the page or continue your blog walking or blog passing or whatever it is called.
Aku Laki-Laki Episode 3
Labels:
Aku Laki-Laki,
iansumbara
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Info Kesehatan
Artikel Lain :
9 Hal Seputar Kondom Pria yang Paling Sering Ditanyakan
0 comments:
Post a Comment