DISCLAIMER:

This story is a work of fiction. Any resemblance to any person, place, or written works are purely coincidental. The author retains all rights to the work, and requests that in any use of this material that my rights are respected. Please do not copy or use this story in any manner without author's permission.

The story contains male to male love and some male to male sex scenes. You've found this blog like the rest of the readers so the assumption is that material of this nature does not offend you. If it does, or it is illegal for you to view this content for whatever the reason, please leave the page or continue your blog walking or blog passing or whatever it is called.



Kisah Serpihan Hidupku Page 4

Page 4
by Feffendy

Maman part.4

September 2004, cuaca panas dan gerah

Hatiku juga lagi sama panas dan gerahnya. Akhirnya gw memutuskan untuk pindah kerja. Setelah dimutasi ke bagian marketing sebagai Account Officer selama hampir 1 tahun, gw memang kelabakan mengejar target yang seabreg, mulai dari funding, kredit komersial, kredit konsumer, kartu kredit hingga kerjaan public relation seperti ngadain lomba mewarnai buat anak-anak. Belum lagi gw harus menghadapi bos gw yang sok tahu, sok pinter, sok penting, sok mengatur, sok perintah dan segala macam sok lainnya yang benar-benar nyebelin dan nyusahin hati...

“Man, gw mau beritahu rahasia nih. Tapi lu jangan cerita ke mana-mana dulu ya!”
“Mmm, rahasia apa Hong?” tanyanya sambil mengunyah baksonya.

“Gw mau pindah ke bank lain, Man!”
“Apaaa? Lu serius? Kenapa?” matanya membelalak, hampir saja dia tersedak.
Gw juga ga nyangka reaksinya seperti itu.

“Serius donk, gw dah terima offering letter-nya. Lu orang pertama yang gw beritahu. Alasannya ga perlu kuceritakan lagi, lu kan dah tahu semuanya.”

Dia langsung berhenti makan bakso. Dengan suara tertahan dan mata kemerahan menahan air mata, dia berkata, ”Hong, lu jangan tinggalkan gw donk. Jangan pindah yah... demi gw!”

Aduuh, kok reaksi dia jadi seperti ini? Gw ga nyangka dia bisa memohon seperti itu. Gw tak tahu apa yang ada di dalam hatinya sehingga dia berkata seperti itu, tapi gw tersentuh dan terharu banget. Hampir saja gw mau mengiyakan dia, tapi kemudian dengan berat hati gw berkata, ”Man, gw sudah tanda tangan offering letter-nya. Komitmen yang sudah kubuat tak mungkin kubatalkan. Sori yah, Man.”

“Nanti gw gimana... “
“Kau tetap orang yang paling kusayang di sini. Janji yg pernah kubuat takkan pernah kulupakan. Kalo gw punya mobil, lu orang pertama yg gw ajak muter2 pake mobil itu. Gw juga akan tetap kontek lu, jauh di mata tetapi tetap dekat di hati, gimana?” hiburku dengan membelai-belai bulu-bulu di tangannya. Tumben aja dia mau-maunya membiarkan gw berbuat begitu. Tak ada orang lain yang melihat, karena yang makan siang di dapur tinggal gw dan Maman.

“Man, gini aja, gimana kalo lu ikutan pindah juga? Gw kan pegang jabatan juga di sana, nanti gw akan perjuangin lu untuk bisa bergabung. Lagian boss-nya baik orangnya, gw yakin kita betah bersamanya.”

“Status kita nanti gimana, langsung karyawan tetap?”
“Ya, nggak lah, Man, status kita karyawan percobaan dulu selama 6 bulan, setelah itu baru bisa jadi karyawan tetap. Tapi 6 bulan ga bakalan terasa kok, karena kita nanti ada masa training dan persiapan kantor baru.”

“Kalo sampe ga diangkat, gimana donk?”
“Selama kita kerja dengan benar, gw yakin kita bakal diangkat.”

“Gw sih mikirnya kalo anak sakit kita ga dapat tunjangan kesehatan karena masih masa percobaan.”
“Yah, kadang memang ada hal yg perlu kita korbankan untuk suatu pilihan. Seperti gw mesti merelakan THR yang bentar lagi bakalan kita dapat. Tapi sebagai penggantinya gw dapat gaji yang lebih gede dan suasana kerja baru.”

“Ok, lah, Hong, gw akan coba pikirkan!”

Maman part.5

Gw tahu Maman akan memilih untuk tetap tinggal, karena pilihannya pasti kondisi yang save untuk keluarganya. Cuman gw penasaran dengan reaksi dia yang terakhir, apakah dia merasa kehilangan gw sebagai teman atau sebagai kekasih hati. Selama ini gw tak pernah mengungkapkan perasaan gw terhadapnya. Gw hanya berani menyayanginya diam-diam.

Namun kini tak ada salahnya kucari tahu apa isi hatinya, dengan cara mengungkapkan isi hatiku. Bila dia menyukaiku juga, cihui, alangkah indahnya dunia, cintaku tak bertepuk sebelah tangan. Bila dia marah dan menjauhiku, gw tahu gw akan kecewa. Tapi gw tidak bagai pungguk merindukan bulan lagi. Gw juga tak perlu merasa tak enak bakalan berjumpa terus dengannya, toh gw dah pindah kerja ke tempat lain.

Gw tak berani ngomong langsung dengannya, karena gw pemalu dan mukaku akan merah. Malam sebelum perpisahan, gw hanya berani mengirim sebuah sms ke hape-nya :

~Maman sayang, wajahmu menawan hatiku, sinar matamu membius diriku, suaramu menggetarkan jiwaku, kaulah pria pujaan hatiku...

Maman part.6

Ah, serasa indah banget kalimat di sms yang kubikin. Agak-agak gombal, tapi gw merasa itulah cerminan perasaanku. Kubaca dan kubaca ulang beberapa kali dan hati gw merasa bahagia banget...

***
Acara kebersamaan sekaligus acara perpisahan buat gw diadakan di Restoran Kakap Garden, daerah muara sungai Kapuas, sekitar ½ jam dari Pontianak. Semalaman gw menunggu sms balasan dari Maman. Hatiku berdebar-debar dan penasaran membayangkan bagaimana reaksinya, namun tak kunjung gw mendapatkan jawaban.

Dengan masih menahan kantuk gw segera naik motor ke kantor dan nongkrong di depan kantor. Saat melihat dia muncul, gw langsung menghampirinya dan tersenyum kepadanya, tapi senyumku tak dibalas dan dia langsung menghindar dariku. Dia tak mau semobil denganku, walau sudah kusediakan tempat buatnya di sampingku. Dia bergabung dengan rekan-rekan di mobil lainnya. Sampai di Kakap, dia juga duduk menjauh dariku. Gw hanya bisa memandang dia dari jauh, merasa pedih diabaikan seperti itu.

Jelas sudah semuanya. Ini berarti sms-ku tak bakalan mendapat balasan. Cintaku telah bertepuk sebelah tangan. Gw tak enjoy lagi sepanjang acara perpisahan...

Oh, hatiku sedih...
Makan bakso seorang diri...
Tiada lagi tempat buat berbagi...
Biar ku tlah siap, namun tetap terasa pedih...
Cintaku harus berakhir seperti ini...
Kinshin part.1

Dinginnya Bandung mulai terasa di malam pertama. Semua peserta training untuk pembukaan cabang baru masih kecapean perjalanan jauh sejak pagi naik pesawat dari Pontianak – Jakarta dilanjutkan dengan naik bis dari Jakarta – Bandung. Waktu itu belum ada jalan tol ke Bandung, jadi perjalanan ke Bandung masih melewati Puncak, putaran-putaran jalannya cukup memusingkan kami semua yang dari Pontianak.

Akhirnya sore hari kami tiba di training center yang memang lebih mirip tempat kos-kosan. Satu kamar sempit diisi dengan 2 tempat tidur bertingkat, 1 lemari pakaian, 1 meja kecil dan 1 tempat jemuran handuk. Berhubung tak ada kipas angin, kita putuskan sekamar diisi bertiga saja, karena kalau berempat pasti pengap. Seprei tempat tidur dan sarung bantal harus kita pasang sendiri.

Kamar mandi ada di luar kamar tidur dan berhubung hanya ada 8 kamar mandi yang sempit, sedangkan yang mau mandi ada 20-30 orang peserta training, maka kita harus sabar menunggu giliran.

Lifeng, ni xian xizhao ba!” (Lie Hong, lu mandi dulu lah!) kata Kinshin sambil memasang seprei tempat tidurnya. Gw sekamar dengan dia dan Iwan.
Hao ba!” (Baiklah!) jawabku dalam Mandarin juga. Kita komunikasi dalam Mandarin karena dia berbahasa Hakka Singkawang, sedangkan gw berbahasa Tiociu, jadi nyambungnya pakai Mandarin.

Gw mencari handuk di koper, sambil membelakangi Kinshin gw membuka baju, kaos dalam, celana dan tinggal cd doang. Kemudian gw menutupnya dengan handuk. Ketika berbalik hendak ke kamar mandi, gw terkejut karena Kinshin sedang mengamati tubuhku, matanya naik turun seakan mau menelanjangi diriku. Ternyata ketika gw membuka baju, dia berhenti masang seprei dan asyik memandang bodiku!
  
Kinshin part.2

“Badanmu kok putih dan mulus ya?” tampang dia seperti terpesona, matanya tak berkedip.

“Ah, lu, kayak ga pernah lihat tubuh cowok saja!” kataku sambil melewatinya menuju kamar mandi. Dalam hati gw bertanya-tanya, mungkinkah dia gay? Rasa-rasanya tak mungkin karena dia sudah punya anak istri. Atau jangan-jangan dia bi? Ah, sudahlah! Tak baik berprasangka yang nggak-nggak terhadap orang lain.

Air shower kadang cepat kadang lambat. Kadang panas kadang mendingin kembali. Kondisi seperti ini membuat mandiku tak nyaman. Gw berhenti mandi dan keluar cari ember dan gayung. Lebih baik tampung airnya di ember saja dan mandi dengan gayung. Saat kutemukan ember, kulihat Kinshin sudah siap-siap untuk mandi juga. Badannya agak kurus, dengan bercak-bercak putih seperti panuan di sekitar pusarnya. Pusar ke bawah tertutup handuk. Dia masuk ke kamar mandi di sebelahku, matanya masih sempat memandangku nakal.

Suara air dari keran cukup keras dan sesaat kemudian emberku telah terisi penuh air. Kubawa ember masuk kembali ke kamar mandi dan gw meneruskan mandiku. Mula-mula gw tak begitu memperhatikan ada suara lain yang sayup-sayup terdengar. Makin lama suaranya agak mengeras sehingga gw berhenti bentar buat pasang telinga, sambil pura-pura menyanyi kecil lagu Mandarin.

Ya, tak salah lagi, itu suara nafas memburu diselingi suara mendesah dari mulut yang sengaja dikeras-kerasin. Gw berkesimpulan Kinshin sedang coli. Entah siapa yang sedang dibayangin saat dia coli, tapi terdengar banget dia menikmati di sela-sela desahannya. Atau... jangan-jangan dia sedang membayangkan gw ? Ampun dah he3...

Gw tak begitu tertarik atau pun terangsang karena saat itu gw dah cape. Gw cepat-cepat selesaikan mandinya dan kembali ke kamar. Udara yang dingin membuatku cepat-cepat berpakaian. Iwan sedang membereskan barangnya dan dia tampaknya sudah selesai mandi juga.

“Hong, lu tadi ada denger suara desahan ga? Itu si Loreng lagi BBS he3... “
“Ha? Suara apa? Siapa si Loreng? Apa itu BBS ?”
“Alah, lu suka pura-pura bloon ya. BBS tuh buang-buang sperma. Nanti lu bisa lihat si Loreng muncul !”

Gw sudah bisa menebak yang dimaksud si Loreng itu pasti Kinshin. Dugaanku dia dijuluki loreng sama si Iwan karena bercak-bercak putih di sekitar pusarnya. Tapi ternyata dugaanku salah.

Hampir 20 menit kemudian Kinshin muncul kembali di kamar (Gile juga ya, nih anak, colinya lama banget). Mukanya tampak agak lemas, dia membuang handuk yang melilit di pinggangnya ke atas tempat tidurnya.

“Itu toh lorengnya !” kataku sambil menunjuk CD-nya. Tak kusangka juga CD-nya bermotif loreng-loreng hijau ala baju tentara. Gw jadi teringat film hardcore gay yang kubeli di Glodok yang para pemainnya memakai baju loreng-loreng juga. Tapi bedanya mereka kekar-kekar, yang ini kutilang (kurus – tinggi – langsing) he3...

“Ha ha ha, lu ga nyangka kan?” Iwan terbahak-bahak sendiri.
“Gw kira yang loreng tuh di pusarnya,” kataku sambil ketawa juga.
“Itu bukan loreng, tapi panuan ha ha ha,” Iwan makin ngakak.
“Enak aja, gw ga panuan, ini tanda lahir, tahu!” kata Kinshin sambil menjitak Iwan. Iwan juga menjitaknya kembali.
“Udah, udah, cepat berpakaian, nanti lu masuk angin !” aku melerai mereka berdua yang sudah beradu di atas tempat tidur.

Tak lama kemudian kita sudah menikmati makan malam dengan sup untuk menghangatkan badan.
Kinshin part.3

Gw tidak begitu konsen terhadap pelajaran yang diajarkan. Gw masih terus memikirkan Maman dan perasaanku sedih kembali. Walau gw pernah mengatakan bahwa jarak bisa membuat kita melupakan seseorang, ternyata kali ini gw baru merasakan bahwa jarak membuatku semakin merindukannya.

Tiba-tiba satu kelas tertawa semuanya. Gw segera tersadar dari lamunan dan melihat apa yang mereka tertawakan.

Instrukturnya sedang memandang Kinshin, sedangkan Kinshin dengan cuek memandang instrukturnya juga. Keduanya saling beradu pandang, diam-diaman, dan membuat satu kelas ricuh sesaat. Akhirnya instrukturnya buka mulut juga.

“Shin, tolong pandangannya ke depan ya. Dari tadi saya perhatikan kamu terus memandang ke Lie Hong. Ada apa dengan dia?” tanya instrukturnya.
“Dia mukanya polos dan alim gitu, pakaiannya juga kalem, enak gila buat dipandang,” jawabnya lagi dengan cuek. Seisi kelas tertawanya makin keras, instrukturnya juga ikutan tertawa. Mukaku ya jadi merah, bagaimana pun gw berusaha menahannya, tetap saja aliran darah serasa cepat mengalir ke kuping dan pipi.

Tak kusangka Kinshin bisa menjawab secuek dan sejujur itu. Omongannya seperti sanjungan, tapi sekaligus memalukan karena gw dipandangin terus oleh seorang cowok, bukan cewek. Gw tak tahu bagaimana pandangan teman-teman yang lain terhadap Kinshin, tapi untunglah mereka menganggapnya hanya sekedar guyon, karena suasana pelajaran di kelas memang agak membosankan.

Saat break, tiba-tiba gw menerima sebuah sms dari Maman.
Kinshin part.4

Ternyata cerita tentang Maman belumlah berakhir. Rasanya ketiban durian runtuh menerima sms darinya, secara beberapa sms dariku tak pernah dibalasnya, mulai dari sms untuk menanyakan kabarnya, sms gw mau pamitan ke Bandung, hingga sms cerita gw training di Bandung.

Isi sms yang gw terima seperti ini :
~Hong, surat2 apa yg diperlukan bl ada nsbh ninggal dunia?

Rupanya sms tentang kerjaan. Tapi gw senangnya bukan main, gw cepat-cepat kirim balasan,”Dear Maman, bla bla bla...” yang menguraikan informasi yang dibutuhkannya. Dia sudah mau kirim sms kepadaku, berarti dia tidak marah denganku lagi, berarti dia mau berkomunikasi denganku lagi, berarti dia menganggapku teman kembali, dan berarti-berarti lainnya yang sengaja kuciptakan untuk membikin hatiku senang. Biar gw tak mendapatkan cintanya (cinta tak harus memiliki kan?), asalkan dia tidak menjauhiku dan tetap menganggapku sebagai teman, itu sudah cukup membuatku bahagia.

Mengikuti sesi-sesi training berikutnya terasa lebih menyenangkan. Gw sering tersenyum-senyum sendiri. Saat kulirik si Kinshin, dia masih tetap aja memandangiku. Gila juga nih anak, apa tak merasa risih mandang-mandang orang seperti itu, gw yang dipandangin aja merasa sangat risih. Mungkin kalau dia gay, dia juga tak akan malu-malu untuk mengumumkannya ke seluruh dunia, tidak seperti gw yang selalu dikalahkan oleh rasa malu.

Pelajaran berakhir lebih cepat dan kita ikutan mobil instrukturnya turun ke Bandung buat jalan-jalan. Kita minta diturunkan di Ciwalk dan langsung berkeliling di mall yang masih baru tersebut. Masih banyak tempat yang kosong dan belum ada tenant-nya. Kinshin sempat menarikku untuk nonton, namun gw menolaknya karena tidak ada film yang menarik bagiku. Teman-teman yang lain juga tak berminat untuk nonton.

Dia mengikutiku jalan di sepanjang Cihampelas sambil memilih pakaian buat anaknya. Gw sendiri membeli sajadah buat Maman karena saat kita pulang ke Pontianak sudah hampir lebaran. Setelah cape jalan, kita isi perut, ngopi bentar dan kembali ke training center dengan naik angkot jurusan Ledeng. Duduk di sampingku, tangan Kinshin tiba-tiba membelai lenganku lembut sekali, membuatku merasa merinding...
Kinshin part.5

Perlahan-lahan kupindahkan tangannya kembali ke pangkuannya, tapi lagi-lagi dia membelai lenganku. Memang mula-mula gw merasa merinding, tapi lama-kelamaan ada perasaan enak dan nyaman juga... Untunglah teman-teman yang lain sibuk ngobrol dan kondisi di dalam angkot juga gelap, jadi kejadian tersebut tidak terlihat oleh siapa pun. Untunglah juga kejadian tersebut berakhir saat kami tiba di terminal Ledeng dan melanjutkan perjalanan dengan ojek.

Sehabis mandi, gw sudah merasa cape dan langsung tidur, sebab besok pagi kita masih ada kelas. Mataku tertutup, tapi gw belum tertidur sepenuhnya, karena masih teringat kejadian di angkot tadi.

Tiba-tiba ada tangan yang membelai pahaku. Rabaannya naik turun membuat gw merinding lagi, tapi sekaligus merasakan sensasi enak dan nyaman yang belum pernah kurasakan sebelumnya. Gw membiarkan tangan itu terus membelai pahaku, pindah dari paha yang satu ke paha yang lain. Sambil membelai kudengar suara pelan memanggil namaku, “Hong... Hong...” Suara si Kinshin, rupanya dia ingin memastikan apakah gw tidak terbangun akibat ulahnya. Tentu saja gw berpura-pura tidak terbangun karena menikmati sensasinya. Sambil berharap-harap cemas, gw menebak-nebak ke arah mana lagi elusan tangannya menuju. Ah, ah, betapa nikmatnya...

“Hei, apa yang lu lakukan !” tiba-tiba Iwan masuk ke kamar.
“He he he, gw cuman mau ganggu si Lie Hong. Tidur hanya pake celana pendek gitu, pahanya mulus putih lagi, jadi gw elus dia aja he3... Tapi dia asyik tidur aja tuh, dasar tukang tidur !”
“Tak baik lu ganggu orang tidur ! Cepat tidur sana !” hardik si Iwan.
“Ya deh bos !”

Terdengar suara hempasan badan di ranjang sebelah. Kinshin sudah kembali ke ranjangnya dan malam itu gw benar-benar susah tidur memikirkan nikmatnya sensasi yang baru saja kurasakan...
Kinshin part.6

Hari libur kita tak ada kelas. Ada teman yang berkunjung ke rumah keluarganya di Bandung, ada juga yang pergi berbelanja di factory outlet yang banyak tersebar di Bandung. Hanya beberapa orang yang tertinggal, termasuk gw dan Kinshin, dan kita merencanakan untuk wisata alam saja. Kita akan mengunjungi Ciater, Tangkuban Perahu dan Rumah Strawberry.

Gw sangat enjoy dengan pemandangan alam sepanjang perjalanan menuju Ciater dan enaknya merendam kaki di sumber air panas sambil berfoto-foto dengan aneka ragam gaya. Ini juga kali pertama gw merasakan tegangnya naik kuda walau jalannya perlahan-lahan. Muis berteriak-teriak histeris saat kudanya melaju dengan kencang karena pantat kudanya ditepuk oleh pemandunya. Kita tertawa terbahak-bahak melihat paniknya si Muis, padahal pemandunya masih berlari-lari di sampingnya. Kinshin yang vegetarian tak mau menunggang kuda, katanya kasihan, itu menyiksa binatang. Iwan selalu mengolok-ngolok dia dengan perkataan, ”Dasar lu, ga berani makan daging matang, tapi doyan daging mentah.” Mungkin ini karena Iwan melihat dia beberapa kali suka menyentuhku. Iwan juga pernah mengingatkan gw, ”Hong, hati-hati lu ama si Kinshin, dia tampaknya AC-DC.”

Ha ha ha, Iwan tak tahu bahwa gw juga mulai menyukai sentuhan-sentuhan si Kinshin, tapi gw kurang tertarik dengannya karena hatiku masih tertambat di Maman.

Dari atas kuda gw melihat Kinshin asyik ngobrol dengan Susan, janda muda dengan satu anak yang bakalan pegang posisi teller. Sambil ngobrol, tangannya juga tetap beraksi sana sini dan gw melihat Susan juga membiarkan Kinshin melakukannya. Mulai dari rangkulan di bahu, gandengan tangan sampai rangkulan di pinggang. Mereka berbelok ke arah lain sehingga tak tampak lagi. Gw jadi semakin yakin bahwa Kinshin memang AC-DC alias bi.

Bau belerang keras tercium saat kami menuju ke Tangkuban Perahu. Kini Kinshin duduk di sebelah Susan, di bangku belakang. Mereka asyik berhaha-hihi seakan dunia hanya milik mereka berdua. Teman yang lain juga asyik ngobrol. Gw sendiri lebih senang duduk di depan sambil membuka jendela mobil. Kita tidak berlama-lama di sana karena cuaca cukup panas. Setelah berfoto di dekat kawah dan membeli barang-barang souvenir, kita lanjutkan perjalanan ke Rumah Strawberry.

Di sini Kinshin benar-benar berpuasa. Saking antinya dengan daging dan segala hal yang terkait, dia memutuskan untuk tak mau makan setelah dia meragukan bahwa telur yang dipesannya digoreng dengan minyak yang ‘tak bersih’. Dia memutuskan untuk berjalan-jalan di kebun strawberry saja, Susan buru-buru makan dan segera menyusulnya. Gw menikmati jus strawberry yang benar-benar segar dan gw menikmati enaknya jalan-jalan di Bandung...
Ade part.1

Dari Bandung ke Surabaya
Semua tampang kembali ceria
Pipi-pipi bersemu merah
Oh, nikmatnya panas sang surya


Sudah semalaman kita naik kereta dari Bandung ke Surabaya. Training kelas di Bandung akan dilanjutkan dengan on the job di Surabaya. Cuaca Surabaya yang panas membuat kita serasa berada di Pontianak, berbeda dengan Bandung yang dingin dan makanan yang kurang cocok yang membuat kita semua panas dalam, bibir pecah-pecah dan mencret. Muka-muka yang tadinya pucat paci menjadi ceria kembali bersemu merah. Di Surabaya ini juga bakalan bergabung lagi dua orang marketing, satu funding (Vero) dan satu lending (Ade), yang bergabung belakangan sehingga tak sempat ikutan training di Bandung.

Kita dijemput mobil dari Hotel Garden dan langsung diantarkan ke hotel. Gw tak perlu check in lagi karena gw sekamar dengan Ade, yang telah check in duluan. Saat melewati counter, gw sempat melihat kericuhan kecil.

“Gimana sih, Mbak? Masak gw sekamar dengan Carol?” mata Kinshin mendelik ke petugas hotelnya.
“Maaf, Pak Kinshin, kita membagi kamar berdasarkan daftar pesanan kamar yang dikirimkan pihak bank.“

“Masak gw dikira cewek, gw ga bisa terima. Nanti gw mau protes ke bank juga. Trus apa solusi dari kalian?” suara Kinshin masih terdengar dengan keras.
“Maaf atas ketidaknyamanannya, Pak Kinshin. Karena Pak Adi masih sendiri, bagaimana kalau Bapak sekamar dengannya?”
“Ok, cepetan ya Mbak, kita masih harus masuk kantor nih!”

Gw dan beberapa teman lain berlalu duluan ke lift sambil terkikik-kikik. Memang nama Kinshin cukup unik, dan susah ditebak jenis kelaminnya he3...

Ketika gw sampai di pintu kamar, gw membunyikan bel dan tak lama pintu dibukakan. Terkejut gw melihat pemandangan indah di depan mata !
Ade part.2

“Kenalkan, wa (saya) Lie Hong,” kataku sambil mengulurkan tangan, sambil masih melirik-lirik sikit bodinya yang bikin ngiler...
Wa Lin Laide, tapi biasa dipanggil Ade (baca : Ate, te seperti pada kata tenang). Baru tiba ya dari Bandung?”
“Ya nih, panas ya di sini seperti di Khuntien (nama Pontianak dalam bahasa Tiociu). Gw jadi gerah, mau mandi dulu,” kataku sambil membuka bajuku dan kaos oblongku yang sudah basah.
“Ya, panas sekali, tadi gw abis keluar beli sarapan, langsung keringatan, makanya gw buka pakaian,” dia menunjuk bajunya yang juga basah di atas kursi.
“Lu biasa fitnes ya? Badanmu keren amat!”
“Gw biasa fitnes di AQ. Lu biasa olahraga apa?”
“Gw tiap pagi bersepeda. Tampaknya enak juga ya fitnes. Nanti pulang Khuntien, ajak gw juga ya kalo lu mau pergi fitnes.”
“Ok, kalo Sabtu agak sepi, jadi tak banyak saingan. Di sana abis fitnes kita juga bisa sauna.”
“Sip lah, gw mandi dulu ya!”

Sambil mandi, gw membayangkan badan Ade yang memang perfect, atletis. Badannya tidak tinggi, wajahnya imut dengan kaca mata yang trendy. Gaya bicaranya pede, cocok banget jadi marketing.

Saat gw keluar dari kamar mandi, Ade telah berpakaian rapi.

“Cepat berpakaian, Hong. Kita harus segera masuk kantor! Jangan sampai kita terlambat!”
“Wah, gw ga sempat sarapan donk!”
“Nanti lu beli roti aja di jalan. Sini gw bantu,” dia langsung bantu gw kancingin baju dan masang dasi. Gw jadi tertawa sendiri, terbayang adegan di sinetron, saat sang suami hendak pergi kantor, sang istri bantu masangin dasi. Rasanya senang juga ada yang ngasih ‘perhatian kecil’, walau itu hanya masang dasi.

“Nah, sudah ganteng kan!”
“Kamsia ya, De. Lu baik banget, seperti adik sendiri. Boleh ya gw manggil lu Didi (adik cowok)?”
“Boleh, ko! Sekarang ayo kita turun! Yang lain pasti sudah nunggu di bawah!”
Ade part.3

Hari-hari selanjutnya, perhatian gw lebih tercurah ke Ade karena kita sekamar. Beli apa pun selalu gw beli 2 buah, mulai dari susu, kue sampai donut.

Perjumpaan dengan Kinshin semakin jarang karena beberapa alasan.
Pertama, dia kini sekamar dengan Adi yang letak kamarnya agak jauh.
Kedua, di kantor cabang tempat kita on the job, dia belajar di bagian Credit Analyst yang berbeda bagian dengan gw.
Ketiga, dia jarang makan bareng kita karena mencari menu vegetarian (Dengar-dengar, dia bahkan sering pulang ke hotel untuk masak mie vegetarian yang dibawanya dari Pontianak karena takut ‘tercemar’ dengan makanan lain).
Keempat, dia dapat tempelan baru. Hani (customer service) yang baru pisah dengan cowoknya di Bandung menjadi sasaran rayuannya, Susan sudah dicuekin dia, padahal baik Hani maupun Susan sama manisnya.

Sore itu, gw merasa cape. Sehabis makan malam di Delta, gw pulang duluan ke hotel, sedangkan Ade bersama teman-teman lainnya masih ingin jalan-jalan dulu. Sampai di kamar hotel, gw dah keringatan lagi sehingga langsung kubuka bajuku, tapi masih pakai celana panjang. Tiba-tiba terdengar bunyi bel, saat kuintip si Kinshin lagi celingak-celinguk di depan kamar. Gw segera membuka pintunya.

Shenme shir, Jingsheng?” (Ada apa, Kinshin?)
Wo yao zhao Ade, ta zai ma?” (Gw mau cari Ade, dia ada?)

Ta bu zai, hai zai Delta war. You shenme zhaodai?” (Dia ga ada, masih jalan-jalan di Delta, ada pesan apa?)
Mei guanxi. Wo keyi jin ma?” (Gpp, boleh gw masuk?)

Gw sebenarnya malas diganggu karena cape, tapi mana enak ngusir orang. “Jin lai ba!” (Masuklah!) kuberi jalan dia lewat.

Dengan tenang dia nyetel teve dan duduk di atas ranjang gw sambil nonton. Berhubung kulihat dia buka salah satu channel kesukaanku, Animal Planet, gw segera bergabung untuk ikutan nonton.

Ketika gw terbahak-bahak melihat gaya possum berpura-pura mati ketika ada bahaya, tiba-tiba tangan Kinshin membelai punggungku. Terasa geli, tapi kubiarkan saja dan tetap kupusatkan perhatian pada tontonan di teve.

Dia makin berani, tangannya berpindah ke depan, menyentuh puting susuku.
“Apa maksud kau?” gw mengibaskan tangannya, pura-pura ja-im.
“Gpp, pengen have fun aja!”
“Ga mau, pergi sana!” (padahal dalam hati : lagi donk, lagi donk he3) Gw hanya pengen melihat reaksinya, apakah makin agresif kalau mendapat perlawanan.
“Sini kutindih lu!” dia langsung mendorongku terlentang dan menindihku.
“Lepaskan gw!” gw masih mencoba berontak, tapi gw kemudian tak kuasa melawannya karena dia terus menggelitik di pinggang, ketiak dan puting susuku. Rasa geli membuatku tertawa terus, sementara Kinshin semakin menggila.

“Ting tong ting tong!” tiba-tiba bel berbunyi, mengganggu adegan yang sedang terjadi...
Ade part.4

Kinshin terhenti bentar oleh suara bel. “Biarin aja, tak usah dibukain, paling juga dikira ga ada orang!” katanya sambil berusaha menangkap tanganku yang melawan.

“HEI!!! Apa-apaan ini?” Ade berdiri di depan ranjang. Dia masuk menggunakan kuncinya sendiri karena tak dibukain pintu. Posisi yang terlihat oleh dia sungguh tidak elok. Kinshin masih menindihku dengan pakaian lengkap, sedangkan gw yang telanjang dada seakan tak berdaya di bawah tindihan Kinshin.

Kinshin melepaskan posisinya sambil berbohong, “Gw hanya ngasih pelajaran dia, soalnya tadi guraunya keterlaluan. Udah ah, gw kembali ke kamar aja, dadah!” terdengar pintu kamar tertutup kembali.

“Ko Hong, lu gpp kan?”
“Gpp, Didi. Tadi memang gurauan gw keterlaluan sehingga dia kesal dan jadi menggila seperti itu,” gw juga ikutan berbohong seperti Kinshin.
“Lu mesti hati-hati, Ko. Dia juga pernah pegang-pegang puting susu gw saat gw lagi ga pakai baju. Gw piting tangannya sampe dia mohon ampun ga berani berbuat gitu lagi.”
“Lho, mungkin dia hanya mau bergurau dengan lu. Tega juga lu piting tangannya he3...”
“Dia bukan gurau, dia maniak seks, mungkin biseks, mungkin juga gay. Gw kan bukan gay, gw ga mau digituin ama dia...”
Ade part.5

“Hong, fotoin gw donk,“ Kinshin akhirnya memberanikan diri juga berfoto bareng anak harimau. Sebelumnya dia agak ketakutan membopong anak harimau, tapi begitu melihat kita satu per satu foto bersama tanpa ada masalah, akhirnya dia mau juga.

Jepret! Dia segera berlari ke tempatku, melihat layar LCD di kamera digital.
“Ulangi lagi, donk, gw belum tersenyum, lu dah jepret!”
“Oke, gw ulang lagi, say cheese, yi, er, san!”

Jepret ! Dia lari lagi ke tempatku, melihat layar LCD lagi.
“Ulangi lagi, tanganku belum membelai bokongnya!”

“Ah, gatel lu, yuk Ko Hong, kita foto bareng burung aja!” Ade datang menarikku ke area burung-burung nuri dan kakaktua yang bebas bertengger di pohon-pohon, meninggalkan Kinshin yang terbengong-bengong sendiri.

Gw memang ditarik ke sana sini untuk fotoin karena satu-satunya orang yang membawa kamera digital hanya gw. Akhir minggu terakhir di Surabaya kita manfaatkan buat jalan-jalan di Taman Safari dan Selekta di Batu, Malang.

“Hany, tolong fotoin kita !” Ade menyapa Hany yang baru lewat.
“Lu ada lihat Kinshin ga?”
“Fotoin kita dulu deh, nanti gw kasih tahu di mana Kinshin,” kata Ade sambil melingkarkan tangannya di pinggangku. Gw serahkan kamera ke Hany.
“Ha ha, mesra banget, senyum ya!” kata Hany.

Jepret !
“Kamsia, ya, Hany, tuh, Kinshinnya ada di kandang anak harimau.”
“Ko Hong, ayo kita lanjutin ke jembatan buaya!”
“Lho, kok ada jembatan yang namanya buaya?”
“Itu jembatan gantung, di bawahnya banyak buaya. Yuk, cepetan!” lagi-lagi Ade menarik tanganku.

Ade tampaknya merasa dekat denganku dan tanpa sungkan-sungkan berakrab ria denganku. Tapi gw tahu dia hanya menganggap aku sebagai abang. Semenjak perkataan dia bahwa dia bukan gay malam itu, gw pun hanya menganggapnya sebagai adik. Gw menyayangi dia sebagai adik, seperti gw menyayangi 4 orang adikku. Rasa sayang tanpa disertai nafsu untuk menggauli, rasanya jauh lebih tulus.

Kinshin sendiri masih sibuk dengan Hany, sekilas gw dengar mereka janjian karaoke bareng di Happy Puppy sebelum pulang ke Pontianak.

Hariku berakhir dengan menyenangkan. Saat kubayangkan kembali mangkok bakso malang yang bergetar saat kereta lewat (kita makan siang di warung samping rel kereta), indahnya taman bunga aneka warna di lembah (kita foto sepuas-puasnya di Selekta) dan permintaan untuk fotoin yang tiada habisnya (ternyata berakhir juga saat cadangan baterai lithium yang kubawa habis terpakai), gw tersenyum sendiri membayangkan wajah-wajah yang kecewa karena belum puas difotoin.

Gw cepat-cepat menghabiskan ruiak cingur di Delta dan membawa pulang bungkusan kain sarung untuk Maman yang kubeli di Tunjungan Plaza. Khuntien, gw segera pulang nih....
to be continued
next page

0 comments:

Post a Comment