DISCLAIMER:

This story is a work of fiction. Any resemblance to any person, place, or written works are purely coincidental. The author retains all rights to the work, and requests that in any use of this material that my rights are respected. Please do not copy or use this story in any manner without author's permission.

The story contains male to male love and some male to male sex scenes. You've found this blog like the rest of the readers so the assumption is that material of this nature does not offend you. If it does, or it is illegal for you to view this content for whatever the reason, please leave the page or continue your blog walking or blog passing or whatever it is called.



Kisah Serpihan Hidupku Page 3

Page 3
by Feffendy

Ichall part.4

~Hi, lg ngapain? Kok ga nelpon?

Sms dari nomor tak dikenal masuk ke hp-ku. Semula gw cuekin saja karena lagi sibuk menghitung uang di khasanah. Proses akhir hari mengharuskan gw dan seorang rekan lagi memeriksa semua fisik uang sebelum khasanah ditutup. Sebentar lagi kita akan pulang kalau duitnya sudah klop. Saat lagi menghitung uang logam, masuk sms lagi dari nomor yang sama.

~Sombong ya ga mau balas!

Kalau sudah bunyinya begini, gw jadi merasa ga enak. Gw paling ga bisa dianggap sombong. Akhirnya gw berhenti bentar dan balas sms-nya.

~Ini siapa ya? Maaf gw lagi sibuk kerja.
~Ini Ichall, ktnya mo telp, kok ditunggu2 ga telp.

~Ok, nanti jam 6 gw telp. Ke no ini? No ini siapa py?
~Ini no tmn, jgn ke no ini, telp ke rmh aja, nanti gw tunggu.

~Ok

Gw segera selesaikan hitungan logam terakhir dan klop semua. Khasanah ditutup, sistem di-close dan gw sudah bisa pulang. Gw tak langsung pulang ke rumah, tapi singgah di wartel.

Sebenarnya gw kurang sreg untuk telpon Ichall lagi, apalagi kalau temanya ‘seks via telpon’ lagi, namun karena sudah terlanjur berjanji dan janji adalah hutang, maka gw bell ke rumahnya.

“Halo . . . ini Ichall?”
“Iya, gw dah tunggu telp lu sebelum jam 6.”

“Gimana kabarnya?”
“Baik aja. Mau lanjutin lagi nih yang kemaren he he . . . “

“Ga ah! Gw ga suka, bahas yang lain aja deh.”
“Lho kok ga suka? Kan asyik punya!”

Asyik di elu, tapi tak asyik di gw!

“Udahan ah kalo hanya mau ngebahas itu!”
“Eh, eh, tunggu dulu! Kalo gitu, gimana kalo kita langsung action aja ?”

Langsung action ? Nah, ini menarik nih, secara gw belum pernah in action he3 . . .

“Nggg, maksud lu gimana ya?”


Ichall part.5

Ichall mulai membahas dan menawarkan satapan duniawi yang belum pernah kurasakan nikmatnya. Santapan yang menimbulkan rasa penasaran, mengundang rasa ingin mencoba, walau jenis menunya belum kutahu seperti apa. Gw benar-benar tergiur dan meneteskan air liur....

“Oke, jadi hari Minggu di Wisma Rahayu ya. Kutunggu lu di sana jam satu siang. Jangan telat ya !”

Kuiyakan begitu saja.
Perkataan keluar tanpa melalui pikiran.
Tawaran menggiurkan kuembat saja.
Nafsu telah melampaui jernihnya pikiran.
Ichall part.6

Tidurku tidak tenang. Bait-bait pertanyaan dari nurani dan jiwa terus berkumandang di telinga.

Benarkah aku ingin mencobanya?
Mengapa tak kuperiksa isi hatiku sebelumnya?
Sudah kenalkah aku dengannya?
Apakah gay begini adanya?
Haruskah nafsu yang menguasai dunia?


Ah, gw kok jadi ga yakin ya pengen mencobanya. Tidak semestinya gw seperti ini. Tidak seharusnya gw semudah ini, emangnya gw pria gampangan? Gw terbangun, tengah malam kuketik sms :

~Bu, tolong sampaikan pesan ini kepada Ichall ya. Gw mau minta maaf, ga sempat ketemu di Minggu nanti. Salam dari Ahong.

Kukirim pesan ini ke nomor ibunya, sebab tak ada lagi nomor lain yang kupunya.
  

Ichall part.7

Hari-hariku berikutnya tidak lagi indah. Ichall marah besar. Gw tahu gw telah bersalah dengannya, gw telah melanggar janji yang asal kuucapkan. Gw kena batunya. Sms2 darinya bagaikan teror di siang bolong.

~Kenapa lu batalkan janji lu? Gw ga bisa terima itu!
~Kita harus ketemu, kamarnya telah di-booking. Lu harus ganti kerugianku!
~Lu homo gila. Gw tak akan lepaskan lu!
~Serahkan tubuhmu, setelah itu akan kulepaskan dirimu!

Ya, gw homo gila. Gw benar2 menjadi gila karena terus menerus terima sms darinya. Tapi yang membuat gw lebih gila adalah sms berikutnya :

~Kita harus ketemu! Pamanku polisi, dia telah melacak nomor motormu. Kini gw tahu alamat kantor dan rumahmu. Gw akan sebarin bahwa lu homo ke rumah dan kantormu! Lu berani2nya menyepelekan keinginanku, kini gw akan menghancurkan hidupmu!

Kubaca sms ini berulang-ulang, mau mati rasanya setiap kali kubaca.
Kupikir sebentar lagi tamatlah riwayat Lie Hong di dunia!
Ichall part.8

Betapa galaunya hatiku
Menyesali akibat keteledoranku
Membayangkan malunya aku di hadapan keluargaku
Membayangkan diriku diusir dari pekerjaanku
Menunggu saat2 hancurnya kehidupanku
Oh Tuhan, tolonglah aku...


Kutunggu terus dengan cemas munculnya si ‘mimpi buruk’ di kantor atau di rumahku, tapi ternyata dia tak menampakkan batang hidungnya juga. Sms-sms dari dia yang nadanya sama masih terus muncul di hape-ku, intinya dia ingin ketemu dan ancaman akan menyebarluaskan ke-gay-anku.

Gw pernah sms dia untuk meminta maaf dan bersedia mengganti kerugiannya menyewa kamar hotel, tapi dia tak pernah mau memberikan nomor rekening banknya dan maunya hanya gw bertemu dan melayani keinginannya.

Lama kelamaan gw jadi ragu apakah benar dia punya paman polisi. Gw juga ragu apakah dia pernah memperhatikan nomor Honda Star-ku, secara dia meninggalkan warnet duluan sebelum aku. Jangan-jangan dia hanya gertak sambal supaya gw mau muncul di hadapannya. Akhirnya gw memutuskan untuk mengakhiri semua ini dan mengirimkan sms terakhir dariku :

~Ichall, gw mt maaf utk terakhir x-nya. Gw ga bisa jumpa dgnmu. Gw tahu lu org yg baik, jd tlg maafkan gw n jgn ganggu gw lg. Bye.

Dengan berat hati kukeluarkan SIM card dari hape-ku dan kubuang ke tong sampah. Nomor utama yang telah menemaniku sekian lama harus kurelakan demi putus hubungan dengan Ichall ! Dan ternyata mimpi burukku tak pernah menjadi kenyataan, memang benar dugaanku dia hanya gertak sambal. Gw juga ga pernah mengunjungi warnet itu lagi, takut berjumpa Ichall lagi di sana.

Seiring berjalannya waktu, kenangan buruk akan Ichall telah terbang bersama angin...

Oh Tuhanku,
Terima kasih atas perlindunganMu
Janganlah masukkan kami ke dalam cobaan
Tetapi bebaskanlah kami dari yang jahat
Amin

Maman part.1

Ah, bagiku nama ini sungguh indah. Orangnya tampan tiada tara. Dengan alis tebal dan bulu mata yang indah, hidung mancung, senyum yang menawan hati dan suara yang macho, membuat diriku benar-benar mabuk kepayang. Kalau boleh dibandingkan, dia bagaikan perpaduan antara Shahrukh Khan dan Syahrul Gunawan. Tapi bagiku dialah yang paling tampan! Dialah sang pujaan hatiku!

Yang dipuji-puja dari tadi masih sibuk memeriksa laporan. Mejaku tak terlalu jauh sehingga gw bisa sepanjang hari memandangnya sepuas hatiku. Baru minggu lalu dia kutarik kembali ke cabang utama sebagai penyelia back office untuk mendukungku. Sebelumnya dia berada di cabang pembantu, tapi tak mampu meningkatkan sales di cabangnya sehingga ada alasan bagiku untuk menariknya kembali ke bagian back office yang memang tak ada target penjualan.

Kudekati dia pelan-pelan dan kusentuh tengkuknya sehingga dia kegelian dan tersenyum, aduh manisnya! Kita semakin akrab semenjak gw terus membantunya menyesuaikan diri dan belajar di back office.

“Hong, laporan ini perlu dikirim ke kantor pusat juga?” tanyanya sambil menyodorkan kertas laporannya.

“Tak perlu, kalo udah klop, lu langsung approve aja di sistem. Eh, Man, nanti malam makan bakso bareng yuk. Gw yang traktir deh,” kataku dengan penuh harap sambil terus menatap wajahnya.

“Sori nih, Hong. Bini gw dah masak dan gw ga enak kalo ga pulang makan bareng.”

Muka gw sengaja dibikin2 supaya tampak kecewa banget mengarah ke sedih.

“Jangan seperti gitu ah, gw jadi ga enak. Gimana kalo besok aja kita makan? Tapi tetap lu yang traktir ya, he3...”

Asyiiiiiik, bakalan makan bersama cowok pujaan benar-benar momen yang menggembirakan...

Hatiku berdesir...
Hatiku merekah...
Hatiku berbunga-bunga...
Ah, dunia terasa sungguh indah....
  

Maman part.2

Hari terakhir kerja, besok adalah hari Natal. Cihui, rasanya senang sekali! Malam ini gw bakalan menghadiri misa Natal sekeluarga. Bakalan berdoa dan mengucap syukur atas kehadiran Tuhan di dunia. Bakalan menyanyikan lagu-lagu Natal nan syahdu...

Tralala, trilili, gw bernyanyi,
Laporan kuperiksa, sistem kututupi,
Nota direkap, uang kusimpani,
Semua beres, khasanah dijeruji.


Alangkah senangnya semuanya berjalan lancar. Tinggal langkah terakhir log off user id. Kulompat-lompat kegirangan ke counter teller karena komputernya ada di ruang depan. Memang agak sinting dan tak sepantasnya gw lakukan sebagai seorang supervisor, tetapi gelora semangat muda dan penuh gairah membuatku kadang sulit mengendalikan diri untuk tetap jaim. Saking happy-nya gw tidak menyadari bahwa ada palang pintu yang menghalang, saat gw meloncat lagi, tiba-tiba...

Duk! Kepalaku terantuk palang pintu, gw terpeleset, terhempas ke arah depan dengan pantat jatuh duluan. Darah segar mengalir deras dari pelipisku dan kepalaku menjadi pening. Pantatku serasa remuk dan gw tak bisa bangkit berdiri.

Selanjutnya, pandanganku berkunang-kunang dan pipit-pipit kecil mengelilingi kepalaku sambil bercicit seperti di film kartun. Cicitan burung itu bercampur dengan suara orang-orang yang kebingungan di sekelilingku dan mereka terus memanggilku. Sayup-sayup masih kudengar pembicaraan mereka.

“Iiiiih, darahnya banyak banget!”
“Tenang! Tenang! Tidurin! Kepalanya jangan diangkat! Nanti darahnya mengalir deras!”
“Tisunya mana? Mana tisunya?”
“Ga bisa! Ini harus kita bawa ke rumah sakit!”
“Man, kamu angkat kakinya, saya angkat kepalanya!”
“Aduh, kepalanya juga berat, ayo yang lain bantuin angkat badannya!”

Gw setengah pingsan dan merasa badanku mulai melayang. Ternyata gw diangkat dan tak lama gw mendengar suara hempasan pintu mobil dan deru mobil dijalankan.

“Man, gimana kondisinya?”
“Tampaknya dia masih pingsan, tapi darahnya sudah mulai berhenti mengalir.”
“Jaga posisi kepalanya, Man! Usahakan nyaman di pangkuanmu!”

Kepalaku di pangkuan Maman? Ah, betapa bahagianya. Cowok pujaan rupanya salah satu penyelamatku. Dia terus menerus menyeka pelipisku. Rasanya ringan dan hangat, serasa terbang ke langit ke tujuh...

Bahagia, betapa bahagia, gw sungguh bahagia....

Aduh! Sakit dari benda tajam yang menusuk di wajahku melemparkan kembali gw ke dunia nyata... Rasa sakit juga kurasakan kembali di pelipis dan pantatku. Rupanya lukaku sedang dijahit. Suara pipit masih bercicit-cicit, pening di kepalaku membuatku serasa terbang kembali...

Tak tahu berapa lama gw berada di tanah impian. Pertama kali kubuka mata, senyuman yang hangat menyambutku, cowok pujaan ada di depan mataku. Kubalas senyumannya semampuku...

“Hong, syukurlah lu dah sadar. Tadi lu pingsan dan sekarang ada di rumah sakit, lukamu sudah dijahit.”

“Kamsia, ya, Man, telah menyelamatkanku,” kataku dengan suara lemah.

“Bukan gw sendiri aja Hong yang tadi menggotongmu, teman-teman juga ikut, Mami (kepala cabang) aja sampe ngos-ngosan angkat pantatmu he3... Kata teman-teman lu berat banget, untung gw kebagian yang ringan, yaitu angkat kepalamu he3...”

“Man, ngggg, rasanya gw mau kencing.”
“Gw panggilin suster ya buat bantuin lu.”

“Jangan, Man, gw malu, lu yang bantuin gw aja boleh ya?”
“Ok deh. Sini gw pegangin infusnya.”

Perlahan-lahan kucoba untuk bangkit dan duduk dahulu. Pakaianku tampak semrawut dengan noda-noda darah dari kepalaku. Dasiku entah ke mana. Kancing bajuku sudah hampir terbuka semuanya. Ikat pinggangku juga dikendorkan, mungkin tadi mereka takut gw tak bisa bernafas. Sepatuku dan kaos kakiku juga lenyap ga berbekas. Nanti saja kutanyakan siapa yang telah mengamankan semua harta bendaku.

Ketika kucoba berdiri, pantatkulah yang terasa paling sakit. Tapi apalah rasa sakit dibandingkan rasa senang karena cowok pujaan hati berada di samping, menuntunku ke toilet sambil membawakan infusku.

Kupandang sekilas ke cowok pujaan ketika gw hendak kencing, berharap-harap dia ikut melihat, tapi dia melihat ke arah lain. Ya sudah, kubuka ritsleting dan perkututku siap menyemprot. Tapi ternyata air seninya tak mau keluar, rupanya perkututku masih trauma he3...

“Perkututku tak mau nyemprot nih, Man!”

“Pelan-pelan aja, tarik nafas dulu trus coba semprot!” katanya, masih melihat ke arah lain. Sebel juga ya, kok melihat ke arah lain terus. Kucoba sarannya dan akhirnya air mulai keluar, mengalir pelan, tak sederas biasanya dan akhirnya isi kantong kemih sudah terkuras semuanya.

Gw kembali ke tempat tidur, masih dengan cowok pujaan di sampingku, menuntunku dan membawakan infusku. Tiba-tiba hp-nya berdering.

"Halo, say!"
”........”
“Ya, gw segera pulang!” Hp segera ditutupnya.

“Sori ya Hong, dah dicari orang rumah nih! Lu dah gapapa kan? Gw pulang dulu ya...”

“Oh, gapapa, lu pulang aja, kasihan istrimu dah nunggu lama di rumah.” (Bohong banget lah pokoknya, karena dalam hatiku gw masih mengharapkan dia menemaniku malam ini, senyumnya bisa menguraikan semua rasa sakit yang semakin lama semakin terasa seiring pulihnya kesadaranku...)

Ruangan menjadi dingin dan sepi, gw hanya seorang diri. Sayup-sayup terdengar suara merdu koor dari kapel di belakang Rumah Sakit Santo Antonius, menyanyikan lagu-lagu Natal. Gw mencoba untuk bangkit berdiri lagi, terpincang-pincang berjalan ke arah jendela, membukanya dan memandang ke langit yang cerah tiada berawan, penuh dengan bintang-bintang yang berkelap-kelip...

Di kamar ini malam Natal harus kulewatkan
Kemalangan yang harusnya kurasakan
Tiada terasakan karena di dalam hati telah tersimpan
Hangatnya senyuman dari sang pria pujaan...
Maman part.3

Semula gw tak ada perasaan apa-apa terhadap Maman. Saat gw baru pulang dari Jakarta tahun 1999, gw hanya menganggap dia rekan kerja biasa. Seiring berjalannya waktu, tampangnya yang tampan dan sifatnya yang ramah mulai membuatku jatuh hati. Gw selalu berusaha mendukung pekerjaannya. Kesalahannya kumaafkan semua – gw ga tega memarahinya – bahkan gw berusaha mencari cara dan jalan keluar agar kesalahannya bisa diperbaiki.

Tentang orientasinya, jelas dia straight. Anaknya baru satu, gendut dan tidak begitu cantik, ketampanannya jelas tidak menurun pada anak ceweknya. Walaupun dia selalu taat dalam beribadah, tapi dia mengaku suka nonton bokep, favoritnya bokep nusantara, makanya setiap kali gw ke Jakarta, gw akan bela-belain cari film favoritnya di Glodok. Tentu saja mukaku merah saat hendak membeli VCD bokep, tapi demi sang pujaan hati gw rela menahan malu. Toh penjualnya juga tak merasa malu pajangin sederetan film porno tersebut.

Saat sedang berduaan saja di dalam khasanah memeriksa duit, gw sering menanyakan selera seksnya. Semula dia agak malu-malu kucing, setelah dipancing beberapa kali, jadi malu-maluin. Dia ngaku pengen di-karaoke, cuma istrinya merasa jijik dan tak mau karaoke-in. Gw sambil bercanda sambil nawarin gimana kalau gw yang karaoke-in, dia dengan senyum menjawab bahwa dia tak tertarik sama laki-laki, terus lanjutin pekerjaannya.

***
Siang ini transaksi agak sepi. Kliring sudah selesai diperiksa semua, tinggal tunggu nasabah yang kurang saldonya setor duitnya. Gw menguap bentar, pikiran mulai melayang, merindukan saat-saat gw berasyik-masyuk di warnet menikmati gambar-gambar yang indah....

“Hei! Melamun terus!”
“He he he, bukan melamun, tapi ngantuk nih Man.”

“Pokoknya nanti malam kita harus menang yach!”
“Ok deh!”

Gw tak mengerti kenapa hasil undian memasangkan gw dengan dia untuk pertandingan bulu tangkis dalam rangka perayaan Agustusan di kantorku. Dia lumayan mahir, sedangkan aku, lumayan memalukan. Nilai olahragaku selalu jelek sejak SMA, angka 5 membuatku raporku tak lagi indah, warna hitam bernoda merah.

Malam hari, pertandingan pun dimulai. Gw berusaha semampuku, tapi memang gw selalu salah langkah dan tidak bisa mengembalikan smes yang diarahkan kepadaku. Pasangan kita akhirnya kalah.

“Sori ya, Man. Gw dah usaha semampuku! Jangan kecewa ya!”
“Gpp, Hong, ini kan cuman permainan, anggap aja olah raga he3. Yuk ganti baju!”

Glek! Gw menelan liurku. Di hadapanku dia membuka bajunya. Mataku terbelalak dan jantungku langsung berdetak kencang. Baru sekali inilah gw melihat Maman bertelanjang dada. Bulu-bulu menghiasi puting susunya, jalur dadanya, trus ke pusarnya dan semakin banyak bulu menuju ke bawah, tertutup oleh celana pendeknya. Kulit coklat dan puting susu kehitaman membuat gw horni dan salah tingkah. Walau badannya tidak seideal peragawan seksi berotot, walau perutnya agak buncit dan tubuhnya agak pendek, tapi bagiku dia lelaki terindah, cowok pujaan hati yang paling sempurna dan paling tampan sedunia...

Gw ga bisa menahan diri lagi dan mencoba menyentuh pusarnya yang berbulu lebat, tapi dia mengelak dan cepat-cepat memakai baju kaos yang kering. Selesai sudah pemandangan indahnya.

“Usil ya lu!”
“Biar, gw suka aja...”
“He3... Ayo kita pulang!”

to be continued
next page

0 comments:

Post a Comment