DISCLAIMER:

This story is a work of fiction. Any resemblance to any person, place, or written works are purely coincidental. The author retains all rights to the work, and requests that in any use of this material that my rights are respected. Please do not copy or use this story in any manner without author's permission.

The story contains male to male love and some male to male sex scenes. You've found this blog like the rest of the readers so the assumption is that material of this nature does not offend you. If it does, or it is illegal for you to view this content for whatever the reason, please leave the page or continue your blog walking or blog passing or whatever it is called.



Collin & Kenneth Page 5

Page 5
by GoodFriend

Collin bergegas menuju kamar Tobi, ia mengecek jam di dinding kamar Tobi, sudah lewat 5 menit dari pukul setengah 4, tidak akan sempat untuk ganti baju pikirnya, akhirnya ia memutuskan untuk tetap berpakaian perempuan hingga ke gedung olah raga, dan baru akan ganti pakaian laki-laki sesampainya di sana, ia kemudian memasukan pakaian laki-lakinya ke dalam tas lalu bergegas keluar lewat pintu belakang, sebelumnya ia berpamitan pada Thessa dan Tobi terlebih dahulu, berjanji akan kembali tepat waktu.
Collin berlari cepat memutari gedung café menuju ke depan, ia akan menunggu bus yang menuju ke pusat kota di depan café.
5 menit ia menunggu tapi tak satupun bus lewat, Collin sudah sangat cemas, ia takut terlambat, berkali-kali ia mengintip jam dinding di dalam café lewat kaca etalase, dari dalam Daniel melihat Collin yang kebingungan di depan café, ia kemudian beranjak keluar café dan menghampiri Collin.
“Ada apa ?” tanya Daniel.
Collin tersentak kaget karena disapa tiba-tiba oleh Daniel.
“Ohh… kau… aku sedang menunggu bus, tapi dari tadi tidak ada yang lewat, padahal aku sedang buru-buru..” jawab Collin.
“Memangnya kau mau ke mana ?” tanya Daniel.
“Aku mau menonton temanku bertanding basket di gedung olah raga di pusat kota..” jawab Collin lagi.
“Wahh.. aku juga kan akan bertanding di situ, kau ikut aku saja… aku naik motor..” kata Daniel.
Collin menatap Daniel.
“Ayo..tunggu sebentar, aku ambil motorku dulu..” kata Daniel, ia kemudian berjalan menuju ke arah sebuah motor berwarna biru-silver yang sedang diparkir di depan café tak jauh dari tempat mereka berdiri.
“Ayo naik..” ajak Daniel sambil menyodorkan helm pada Collin begitu ia tida di tempat Collin.
“Tidak merepotkan ?” tanya Collin sedikit ragu.
“Tidak, hitung-hitung aku balas budi atas saranmu tadi..” jawab Daniel sambil tersenyum.
Collin tampak masih ragu, tapi di sisi lain ia memang sangat terburu-buru, dan ini adalah sebuah pertolongan besar.
“Baiklah..” katanya sambil mengambil helm yang disodorkan Daniel kemudian naik di belakang Daniel.
Daniel tersenyum kemudian menjalankan motornya, dengan menggunakan motor mereka bisa tiba di pusat kota dalam waktu kira-kira 15 menit.
Mereka tiba di gedung olah raga pukul 4 kurang 5 menit.
“Terima kasih, Daniel…” kata Collin sambil mengembalikan helm pada pemiliknya.
“Ya sama-sama…” kata Daniel.
“Baiklah, aku ke dalam duluan, temanku pasti sudah menunggu, mungkin nanti kita bisa bertemu lagi di dalam…” kata Collin.
“Baiklah, sampai ketemu di dalam kalau begitu…” kata Daniel.
“Ya… “ kata Collin kemudian ia bergegas masuk ke dalam gedung, sesampainya di dalam ia mencari kamar mandi untuk berganti pakaian.

Collin keluar dari kamar mandi, ia sudah berpenampilan laki-laki sekarang, ia bergegas menuju aula tempat pertandingan basket diadakan, tidak sulit menemukannya, karena hari ini gedung olah raga digunakan khusus hanya untuk pertandingan basket saja, jadi Collin hanya harus mengikuti kerumunan orang yang ada di gedung itu.
Setibanya di aula Collin langsung bisa menemukan Kenneth diantara anggota tim basket sekolahnya yang menggunakan kaos tim berwarna dasar putih dengan tambahan warna biru langit.
Kenneth melihat Collin datang, ia tersenyum kemudian melambai pada Collin, Collin balas tersenyum dan melambai, ia kemudian mencari tempat duduk di tengah-tengah bangku penonton.
Begitu ia duduk pandangannya teralih pada tim lain yang berkaos tim dengan warna dasar hitam dan warna tambahan kuning, ia melihat Daniel sibuk berbicara dengan anggota timnya di situ, sejenak pandangan keduanya bertemu, Collin sudah akan tersenyum ketika Daniel dengan cepat mengalihkan pandangannya ke arah lain seperti tidak mengenalinya.
“Ahh…benar, aku kan sedang dalam penampilan laki-laki, jelas dia tidak akan mengenaliku…” kata Collin dalam hati.
Pertandinganpun dimulai, pada putaran pertama tim basket dari sekolah Daniel bertanding duluan melawan tim basket dari sekolah lain yang diketahui Collin terletak tak jauh dari rumah Kenneth, Collin pernah melewati sekolah tersebut ketika pergi ke rumah Kenneth.
Ternyata kecemasan Daniel benar-benar tidak beralasan sama sekali, anggota timnya sudah tepat memilihnya sebagai kapten tim, ia bermain dengan sangat bagus, tekhnik permainannya benar-benar bagus dan membuat anggota tim basket dari sekolah lain terkagum-kagum, tak heran timnya memenangkan pertandingan pada putaran pertama itu.
Pertandingan selanjutnya adalah antara 2 tim dari sekolah yang tidak diketahui oleh Collin, ia tidak begitu memperhatikan pertandingan yang ini, ia tidak sabar menanti tim sekolahnya bermain, tepatnya ia tidak sabar menyaksikan Kenneth bermain.
Akhirnya waktu yang dinantipun tiba, tim sekolahnya bermain melawan tim dari sekolah yang juga tidak diketahui oleh Collin,
Kenneth menatap Collin sejenak meminta dukungan sebelum turun ke lapangan,
Collin tersenyum padanya,
“AYOOO KENNETH !!!!!” teriak Collin yang tersamarkan teriakan-teriakan di sekitarnya.
Kenneth mengacungkan kepalan tangannya ke udara.
Permainan Kenneth sama bagusnya dengan permainan Daniel, keduanya memiliki kemampuan dan tekhnik yang sama bagus, sama-sama di atas rata-rata, tim basket sekolah Collin menang telak di pertandingan pertama mereka.
Akhirnya seluruh tim peserta kompetisi sudah bermain, kini mereka tiba di putaran semifinal.
Sisa 4 tim yang masuk ke putaran semifinal, yaitu tim basket dari sekolah Collin, tim Daniel dan 2 tim lainnya.
Pertandingan pertama adalah antara tim sekolah Collin dengan tim dari sekolah lain, yang diketahui Collin sebagai sekolah negri terbaik di kota tersebut.
Kedua tim sama-sama mengerahkan segenap kemampuan dan tenaga mereka, sulit sekali bagi kedua tim untuk mencetak angka, karena pertahanan kedua tim yang sangat baik, tapi pada akhirnya tim dari sekolah Collinlah yang memenangkan pertandingan, itu berarti mereka maju keputaran final.
Pertandingan putaran semifinal yang kedua adalah antara tim basket Daniel melawan sisa satu sekolah lain yang berhasil maju ke semifinal,
Daniel mengerahkan segala tenaga dan kemampuan yang ia miliki untuk mengatur kerja timnya agar bisa bermain dengan baik.
Pertandingan yang kedua ini sama sengitnya dengan pertandingan tim sekolah Collin yang tadi, tapi rupanya semangat dan kegigihan Daniel beserta anggota timnya berhasil membuat timnya memenangkan pertandingan ini, dan itu artinya tim basket Daniel maju ke putaran final dan akan melawan tim dari sekolah Collin.
“Waduhh…” celetuk Collin spontan.
Akhirnya pertandingan terakhir hari itupun dimulai, pertandingan final antara tim dari sekolah Collin melawan tim dari sekolah Daniel.
Kedua kapten tim, yaitu Kenneth dan Daniel saling menatap dengan tajam, tekad untuk menang keduanya sama-sama besar.
Pertandingan dimulai dengan tim Daniel menguasai bolanya, pertahanan dari tim Kenneth tentu tidak perlu ditanyakan lagi, mereka berhasil mempertahankan daerahnya dengan baik, sekarang mereka yang menguasai bola, Kenneth yang memegang bola sekarang, ia menggiring bolanya menuju keranjang milik tim Daniel.
Kenneth sudah siap-siap akan menembakan bolanya ketika tiba-tiba Daniel mendorongnya hingga ia terjatuh ke lantai.
Terdengar erangan para penonton, para suporter dari sekolah Collin berteriak memprotes, mereka mem-boo Daniel, Collin sontak berdiri ketika melihat Kenneth terjatuh.
Kenneth bangkit dari lantai kemudian balas mendorong Daniel hingga ia terjatuh, penonton tambah ramai berteriak, begitu juga dengan para suporter dari sekolah Daniel.
Daniel sudah bangkit dari lantai dan bersiap untuk membalas Kenneth ketika anggota lain dari kedua tim datang dan melerai keduanya, keduanya saling berteriak emosi, namun tidak terdengar apa yang saling mereka teriakan karena ributnya para penonton, wasitpun ikut melerai mereka, keduanya diperingatkan untuk berhenti berkelahi atau terpaksa keduanya akan dilarang ikut melanjutkan permainan.
“Gawat..” kata Collin yang masih berdiri dengan cemas.
Akhirnya setelah istirahat sekitar 1 menit pertandingan dilanjutkan kembali, tatapan Kenneth dan Daniel jadi semakin tajam dan menakutkan, yang tadinya mereka bermain dengan bagus, kini setelah terbakar emosi permainan keduanya menjadi sedikit berantakan, keduanya beberapa kali gagal memasukan bola dan salah mengoper.
Hingga kwarter ketiga belum satupun angka berhasil dicetak oleh kedua tim, seluruh anggota tim dari kedua belah pihak tampak mulai kelelahan dan kehabisan tenaga, hanya kedua kapten saja yang masih tampak bersemangat dibakar emosi.
Hingga akhirnya Daniel berhasil memasukan bola ke keranjang tim Kenneth, ia berhasil mencetak angka pertama di pertandingan final itu.
Suporter dari sekolah Daniel bersorak dari bangku penonton.
Pertandingan dimulai lagi,
Kenneth tampak semakin menggila, ia berusaha mati-matian untuk mengejar ketinggalan angka, permainannya semakin berantakan, sementara Daniel menjadi sedikit lebih santai setelah ia berhasil mencetak angka.
Hasil pertandingan sudah dapat ditebak, Daniel sekali lagi berhasil mencetak angka, hal ini membuat anggota timnya yang lain jadi kembali bersemangat, permainan mereka kembali membaik, sementara tim Kenneth sudah teramat sangat kelelahan.
Akhirnya klakson tanda pertandingan berakhir berbunyi, tim Daniel menang telak atas tim Kenneth.
Suporter dari sekolah Daniel bersorak tampak senang sekali, sementara suporter dari sekolah Collin terdiam tampak kecewa,
Kenneth memandang sayu pada Collin.
“Tidak apa-apa…” kata Collin tanpa bersuara, ia kemudian tersenyum memberi semangat pada Kenneth.
Sementara itu Daniel terlihat mengedarkan pandangannya ke arah bangku penonton, ia tampak sedang mencari-cari seseorang, tapi ia tidak kunjung menemukan orang yang ia cari,
“Di mana kau, Caroline ??” tanyanya dalam hati.

Esok siangnya,
Bel tanda pelajaran usai berbunyi dengan kencangnya,
Collin berjalan keluar kelas, di depan kelasnya ia bertemu dengan Kenneth,
Kenneth sudah menunggu Collin keluar dari tadi, ia masih tampak murung karena kekalahan timnya kemarin,
Collin tersenyum begitu ia melihat Kenneth menunggunya, bersandar malas pada dinding kelasnya.
“Kau mau ikut ke café ?” tanya Collin.
“Tidak, seluruh anggota tim basket disuruh berkumpul sepulang sekolah ini, entahlah… mungkin evaluasi pertandingan kemarin, tapi setelah selesai aku akan langsung menyusul ke café…” jawab Kenneth.
“Baiklah…” kata Collin, ia melihat Kenneth tampak begitu lesu dan murung,
“Sudahlah Ken, jangan menyalahkan dirimu terus atas kekalahan kalian kemarin… kalian memang sudah sangat letih kemarin itu…” kata Collin berusaha menyemangati Kenneth sambil mengusap pundaknya.
Kenneth menghela napasnya,
“Aku masih hanya belum rela kalah seperti ini, padahal sebetulnya kami masih bisa lebih dari ini…” katanya murung.
“Tapi kalian dapat juara 2, kan… itu juga tidak jelek kok… ayolah Ken…jangan murung terus…” bujuk Collin.
“Iya…iya… “ kata Kenneth dengan asal-asalan.
Collin tersenyum,
“Ya sudah, aku berangkat ke café dulu, kau pergi cari anggota tim yang lain, akan kubuatkan sesuatu yang spesial untukmu begitu kau tiba di café nanti…” kata Collin.
“Baiklah..” kata Kenneth.
Collin kemudian bergegas menuju café Arlochrion, sesampainya di sana seperti biasa ia langsung berganti pakaian dengan pakaian perempuan, ia sudah cukup mahir mendandani dirinya sendiri sekarang, begitu yakin penyamarannya sudah sempurna ia kemudian masuk ke ruangan utama café.
“Siang Tobi, Thessa…” sapa Collin begitu ia tiba di ruangan utama.
“Oh hai Carol…” balas Tobi sambil lalu, ia sedang mengantarkan pesanan ke meja 10 yang letaknya paling jauh dari meja konter.
“Siang Carol..” balas Thessa yang baru kembali ke meja konter dari mengambil pesanan pelanggan.
“Mana Kenneth ? ia sudah tidak latihan basket lagi,kan ?” sambung Thessa.
“Ada evaluasi pertandingan yang kemarin, jadi ia harus kumpul dulu, tapi nanti ia akan datang ke sini begitu evaluasi selesai.” jawab Collin.
“Ohh… bagaimana keadaannya ?” tanya Thessa, kemarin sepulang dari pertandingan Kenneth mengantar Collin kembali ke café, jadi Thessa dan Tobi sudah tahu tentang kekalahan tim basket sekolah mereka.
“Yaa… begitulah… ia masih kecewa dengan hasil pertandingan kemarin, tadi juga waktu kutinggalkan ia masih tampak lesu..” jawab Collin.
“Carol tolong bereskan meja 7..” kata Tobi yang sudah kembali ke meja konter.
“Baik..” jawab Collin, ia kemudian pergi menuju meja yang disebutkan Tobi yang di atasnya sudah berserakan piring-piring dan gelas-gelas kotor habis digunakan barusan.
Pintu café terbuka,
“Selamat datang.” kata Collin pada pelanggan yang baru datang itu, ia terkejut begitu melihat pelanggan tersebut.
“Haii..” sapa Daniel sambil tersenyum, lalu duduk di tempat yang kemarin ia tempati, Collin berjalan menghampirinya sambil membawa piring-piring dan gelas-gelas kotor dari meja 7 tadi.
“Kau rupanya…” kata Collin sambil balas tersenyum, ia meletakkan piring dan gelas kotor tersebut di meja kosong di belakang meja konter yang khusus digunakan untuk meletakkan piring dan gelas kotor untuk nantinya diambil oleh bagian dapur dan dicuci.
“Ke mana kau kemarin ? aku mencari-carimu begitu pertandingan selesai tapi aku tidak menemukanmu…” tanya Daniel.
“Ya, kemarin aku pulang duluan karena harus kembali bekerja…” jawab Collin dengan suara perempuannya yang sangat meyakinkan.
“Ohh…” kata Daniel.
“Oh iya, selamat ya, kalian berhasil memenangkan pertandingan kemarin..” kata Collin.
“Bagaimana kau bisa tahu kalau kami yang menang ?” tanya Daniel bingung.
“Ahh.. te.. temanku yang memberitahuku..” jawab Collin sedikit terbata.
“Ohh… ya, aku harus berterima kasih padamu, kami bisa menang juga berkat dirimu…” kata Daniel.
“Ehh ?” tanya Collin bingung.
“Aku melakukan tepat seperti yang kau sarankan kemarin, aku berhenti memikirkan ketakutanku, dan melakukan saja sesuai dengan kemampuanku… dan hasilnya aku jadi lebih rileks dan tambah percaya diri, thanks Carol..” kata Daniel.
“Ahh… ya… sa… sama-sama..” balas Collin.
Pintu café sekali lagi terbuka, Kenneth berjalan masuk ke dalam ruangan café, ia berjalan menuju tempat Collin tanpa menyadari siapa yang sedang diajak ngobrol oleh Collin, ia baru sadar begitu tiba di tempat Collin dan Daniel.
“KAU ??? APA YANG KAU LAKUKAN DI SINI ???” tanya Kenneth setengah berteriak pada Daniel.
“Bukan urusanmu,kan…” jawab Daniel tanpa memandang wajah Kenneth.
“KAU !!!!” teriak Kenneth.
“Sshhttt…. tenang sedikit, Ken..” kata Collin berusaha menenangkan Kenneth.
“Dia temanmu, Carol ?” tanya Daniel.
“Iya, maafkan dia ya, Daniel… “ kata Collin ramah.
Kenneth memandang ngeri bergantian pada Collin dan Daniel.
“KAU MENGENALNYA ??” tanya Kenneth syok pada Collin.
“Kecilkan suaramu, Kenneth !! ia temanku yang mengantarkanku ke tempat pertandingan, yang kuceritakan kemarin padamu dalam perjalanan pulang…” jawab Collin.
Kenneth melotot ngeri mendengar penjelasan Collin,
“Kemari sebentar !!” perintah Kenneth lalu menarik lengan Collin, ia membawa Collin ke bagian belakang café yang menuju ke dapur dan kamar kecil.
“Apa-apaan kau ???” tanya Kenneth marah.
“Apa-apaan apa maksudnya ?” tanya Collin bingung.
“Kenapa kau membawa DIA ke sini ??” tanya Kenneth masih dengan nada tinggi.
“Bukan aku yang mengajaknya ke sini, dia yang datang sendiri…” jawab Collin.
“Lalu kenapa kau masih menerimanya ?? dengan ramah pula…” tanya Kenneth lagi.
“Ini kan tempat umum, Kenneth, siapapun boleh datang ke sini, aku tidak bisa melarangnya untuk datang ke sini.. dan juga aku tidak ada masalah dengannya, jadi tidak salahkan kalau aku ramah padanya…” jawab Collin sabar.
Kenneth menggeram sambil menjambak rambutnya sendiri,
“Tapi dia kan musuhku, Collby !!!” katanya frustasi.
“Dan juga pelangganku..” tambah Collin.
Kenneth melotot pada Collin.
“Aku tidak bisa memilih-milih pelanggan, Kenny.. “ kata Collin.
Kenneth menghembuskan napasnya kesal.
“Sudahlah…. selama dia tidak macam-macam di sini, lebih baik kau terima saja keberadaannya, anggap saja dia tidak ada kalau kau mau, tapi jangan paksa aku untuk ikut membencinya, Ken, dia sudah menolongku kemarin, aku tidak mau membenci orang yang sudah berbuat baik padaku.. kau mengerti ??” jelas Collin.
Kenneth terdiam.
“Aku tidak mau membicarakan ini lagi… kalau kau keberatan dia ada di sini, lebih baik kau saja yang pergi…” kata Collin lalu beranjak kembali ke ruang utama café.
“APA ????” tanya Kenneth syok.
Collin mengabaikan teriakan protes Kenneth.
“SETIDAKNYA SURUH DIA PINDAH KE TEMPAT LAIN… ITU TEMPAT DUDUKKU !!!!” omel Kenneth lagi.

Sudah satu bulan berlalu sejak hari pertama Collin bekerja di café Arlochrion, keterampilannya dalam berdandan dan melayani pelanggan sudah sangat jauh berkembang dibandingkan dengan hari pertama ia bekerja dulu, uang hasil bekerja yang ia tabungpun sudah cukup banyak, tinggal sedikit lagi untuk bisa mencukupi biaya perbaikan mobil ayahnya.
Selama satu bulan itu Collin tentu tidak sendirian dalam menjalani hari-harinya sebagai pelayan, selain ditemani oleh Tobi, Thessa dan karyawan café yang lain, Collin juga rajin didatangi oleh dua pemuda tampan yang setia menemaninya bekerja sampai waktu kerjanya selesai, mereka adalah Kenneth dan Daniel, walaupun hampir setiap hari mereka bertemu di café, tapi hubungan keduanya tidak kunjung membaik, api permusuhan yang sudah berkobar sejak hari pertama mereka bertemu di pertandingan tidak kunjung padam, malah kelihatannya jadi semakin besar seiring dengan berlalunya waktu.
Siang ini Kenneth harus mengikuti ulangan perbaikan seusai sekolah, jadi ia tidak bisa pergi ke café bersama-sama dengan Collin, hasilnya Daniel kegirangan bukan main begitu melihat Collin datang sendirian ke café, ini merupakan waktu emas baginya yang jarang sekali terjadi.
Besok Daniel akan mengikuti ulangan mata pelajaran yang tidak dikuasainya, jadi siang ini ia berniat untuk minta diajari oleh Collin, karena saat itu café sedang sepi pelanggan, Collin bersedia membantu mengajari Daniel, kadang-kadang Collin merasa bahwa Daniel itu memiliki banyak kemiripan dengan Kenneth, selain keduanya sama-sama jago olah raga, keduanya juga sama-sama lemah dalam hal pelajaran.
“Carol, aku mau bertanya sesuatu padamu… “ kata Daniel tiba-tiba ketika Collin sedang mengajarinya, keduanya saat ini sedang duduk bersebelahan di meja konter tempat biasa Kenneth dan Daniel duduk, jarak duduk keduanya sangat dekat.
“Apa.?” tanya Collin yang masih sibuk mempelajari soal latihan di buku milik Daniel.
“Sebenarnya hubunganmu dengan Kenneth itu bagaimana sih ?” tanya Daniel sedikti takut.
“Kami sahabat dekat..” jawab Collin polos sambil sibuk menulis sesuatu di buku Daniel.
“Hanya… sahabat ?” tanya Daniel ragu.
“Ya.” jawab Collin singkat.
“Ehhm.. bukan…. pacar, kan ??” tanya Daniel lagi.
Collin berhenti menulis, ia menatap bingung pada Daniel, kemudian tertawa terbahak-bahak.
“Kau gila, ya ? aku ? dan Kenny ? pacaran ?? hahahahahaha… jelas tidak mungkinlah kami kan sama-sama…” Collin menghentikan ocehannya tepat waktu.
“Sama-sama ?” tanya Daniel penasaran.
“Kami berdua sama-sama sudah saling tahu kejelekan kami masing-masing, jadi tidak mungkinlah kami pacaran..” jawab Collin memperbaiki kesalahannya, entah mengapa ide dia dan Kenneth pacaran terdengar ehhmm.. menyenangkan di telinganya.
“Benar, kalian tidak pacaran ?” tanya Daniel meyakinkan.
“Tentu saja tidak, Daniel.. aku dan Kenneth itu sahabat dekat, lagipula, Kenneth menyukai orang lain..” kata Collin sambil menunduk, wajahnya merona merah padam, nada bicaranya terdengar sedih.
Daniel merasakan kesedihan Collin saat dia bicara barusan.
“Baguslah, berarti aku masih punya kesempatan…” kata Daniel.
“Iya..” kata Collin asal, “APAA ???” tambahnya begitu ia menyadari maksud perkataan Daniel, ia menatap Daniel dengan cepat.
Daniel tersenyum, wajah keduanya sangat dekat.
Tiba-tiba muncul sepasang tangan yang menarik kedua wajah mereka hingga berjauhan.
“SEDANG APA KALIAN ???” omel Kenneth yang sudah berdiri di belakang Collin dan Daniel.
Keduanya terlonjak kaget begitu menyadari ada orang di belakang mereka.
“Sejak kapan kau ada di sini ?” tanya Collin yang jantungnya masih berdebar-debar karena kaget.
“Sejak wajahmu berubah warna jadi merah tidak jelas begitu…” jawab Kenneth masih dengan nada tinggi.
Daniel mengabaikan Kenneth, ia kembali berkonsentrasi pada bukunya.
“Sedang apa kau duduk di sebelahnya ? bukannya kau harus melayani pelanggan ??” tanya Kenneth lagi, ia menarik kursi terdekat kemudian memaksa duduk diantara Collin dan Daniel, membuat keduanya terpaksa harus menggeser kursi mereka saling menjauh.
“Daniel minta diajarkan pelajaran padaku, besok dia ulangan, lagipula café sedang sepi jadi ya kubantu..” jawab Collin.
Kenneth melirik buku pelajaran milik Daniel, kebetulan itu satu-satunya pelajaran yang cukup ia kuasai.
“Biar aku yang mengajari dia, kau layani pelanggan saja sana, tuh ada yang baru datang..” kata Kenneth.
Collin dan Daniel menatap tidak percaya pada Kenneth.
“Sudah cepat sana…” usir Kenneth.
Collin tahu bahwa Kenneth memang cukup pandai dalam pelajaran tersebut.
“Ya sudah, kutinggal dulu…” katanya kemudian pergi untuk mengambil pesanan pelanggan yang baru datang.
Kini tinggal Kenneth dan Daniel duduk berdua di meja konter.
“Aku tidak butuh diajari olehmu..” kata Daniel dingin.
“Bagus, aku juga memang tidak berniat mengajarimu... aku hanya mau menjauhkanmu dari Coll… Carol..” balas Kenneth.
Keduanya lalu terdiam.
“Aku menyukai Carol.” kata Daniel tiba-tiba.
“Lalu ?” tanya Kenneth cuek, ia memang sudah bisa mengira hal ini dari gelagat Daniel selama sebulan terakhir kebersamaan mereka bertiga.
“Aku sudah bertanya pada Carol tentang hubungan kalian, karena aku tidak mau mengganggu pacar orang lain, dan Carol mengatakan bahwa tidak ada apa-apa diantara kalian, jadi aku akan terus maju…” jawab Daniel mantap.
“Memang tidak ada apa-apa diantara kami.” kata Kenneth dingin.
Daniel menatap Kenneth dengan tajam,
“Aku tahu kau juga menyukainya.” katanya.
Wajah Kenneth mendadak menjadi merah padam.
“Bu… bukan urusanmu.” katanya gugup.
“Apa kau tidak takut kalau Carol jadi membencimu bila dia tahu kau menyukainya ?” tanya Daniel.
“Kenapa ia harus membenciku ?” Kenneth balas bertanya.
“Selama ini ia menikmati persahabatannya denganmu, dan aku juga yakin kau begitu, kalian menikmati hari-hari kalian yang seperti ini, jika tiba-tiba persahabatan kalian ini harus rusak gara-gara perasaan sukamu padanya, pikirkan bagaimana perasaannya ? lalu, pikirkan juga perasaanmu… aku tahu kau sudah memperkirakan hal ini, itulah sebabnya kau tidak pernah menyatakan perasaanmu padanya,kan ?” kata Daniel.
“Kau ini banyak omong..” kata Kenneth.
“Tapi yang ku omongkan itu benar, kan ? kau takut Carol akan menjauhimu setelah dia tahu perasaanmu…” kata Daniel lagi.
Kenneth terdiam.
“Aku ingin bersaing secara sehat denganmu..” kata Daniel lagi.
“Terserah kau saja..” balas Kenneth acuh.
“Aku berencana akan mengatakan padanya besok..” kata Daniel.
“Aku tidak peduli, asal kau sudah siap kecewa saja…” kata Kenneth.
“Kenapa kau bisa seyakin itu kalau Carol akan menolakku ?” tanya Daniel.
“Aku kenal Carol, kau bukan tipenya.. “ jawab Kenneth dengan senyum mencibir.
“Aku akan berusaha membuatnya menyukaiku…” kata Daniel dengan mantap.
“Selamat mencoba.” balas Kenneth, ia kemudian beranjak menuju kamar mandi, meninggalkan Daniel duduk sendirian.
Collin kembali ke tempat Daniel.
“Mana Kenneth ?” tanyanya.
“Kamar kecil.” jawab Daniel singkat, ia lalu kembali membaca bukunya.
“Apa yang kalian bicarakan tadi ?” tanya Collin.
“Bukan masalah yang penting.” jawab Daniel.
“Kalian tidak bertengkar,kan ?” tanya Collin cemas.
“Apa kau tadi melihat kami jambak-jambakan rambut ?” tanya Daniel asal.
“Well, uhhmm.. tidak.” jawab Collin.
Daniel mengangkat alisnya,
“Ya sudah, ayo lanjutkan ajari aku lagi..” kata Daniel.
“Baiklah..” balas Collin, ia kemudian kembali melanjutkan pengajarannya pada Daniel.
Tak lama kemudian Kenneth kembali dari kamar kecil, ia terpaksa harus duduk di sebelah Collin dengan terpaksa dan tampang cemberut sambil memperhatikan Collin mengajari Daniel.
Kalau Daniel saja berani, kenapa ia tidak, pikir Kenneth, ia menatap diam-diam pada Collin, apa yang tadi dikatakan Daniel memang benar, Kenneth sudah memperkirakan tentang hal ini sejak awal dia akhirnya bisa dekat dengan Collin, apa kira-kira reaksi Collin jika dia tahu bahwa Kenneth menyukainya ? yang terpenting, apa kira-kira reaksi Collin jika dia tahu bahwa Kenneth, sahabat baiknya, ternyata menyukai sesama laki-laki ?? yang paling ditakuti Kenneth adalah jika Collin menjauhinya dan tidak mau bersahabat lagi dengannya begitu mengetahui bahwa Kenneth menyukai sesama jenis.


to be continued




0 comments:

Post a Comment