DISCLAIMER:

This story is a work of fiction. Any resemblance to any person, place, or written works are purely coincidental. The author retains all rights to the work, and requests that in any use of this material that my rights are respected. Please do not copy or use this story in any manner without author's permission.

The story contains male to male love and some male to male sex scenes. You've found this blog like the rest of the readers so the assumption is that material of this nature does not offend you. If it does, or it is illegal for you to view this content for whatever the reason, please leave the page or continue your blog walking or blog passing or whatever it is called.



Ninja Next Door - Chapter 3

03
The One Ring
and The Second Task 

by Coatwest

Kharisma


Kamar Yoga ada di lantai satu. Kamar nomor tiga kalo dihitung dari kamar mandi. Pelan-pelan aku merayap (hha .. uler kali) di kegelapan sambil menghitung tiap pintu yang aku lewati.

Satu .. Dua .. Tiga ..

Itu dia.

Aku memutar kenop pintu dan ternyata tidak dikunci. Aku langsung masuk.

Kamar Yoga termasuk rapi untuk ukuran kamar cowok, ada meja lengkap ama komputer, lemari gede banget ada di samping ranjang, dindingnya dipenuhi poster pemain sepak bola dan basket .. eh ada akuarium kecil juga di pojokan, gila ni cowok, ngekost tapi sampe segitunya, udah kayak dirumah sendiri aja.

Celana dalemnya dimana ya?

Aku melirik ke ranjang yang berantakan oleh selimut dan bedcover, tumpuk-menumpuk gak beraturan. Lalu mataku beralih ke lemari empat pintu gede banget, buat apa ya lemari segede gitu? cek dulu aja deh lemarinya .. kalo gak dapet kolor yang baru dipakai, kolor yang bersih juga boleh. Aku membuka lemari dan ternyata isinya baju, hha, ya iya baju lah. Lalu aku menemukan sebuah kotak dipojok lemari, aku menariknya dan membukanya.

Ada album foto, ada barang-barang lain juga .. hape, jam tangan, dvd, headphone, wristband, dan .. kalung .. Aku mengambil kalung itu dan ada cincin menggantung sebagai bandulnya. Cincinnya keren, warnanya emas dan waktu kena cahaya lampu akuarium keliatan ada ukiran di sekeliling cincin itu. Aku lepasin cincin itu dari kalung dan iseng aku coba di jari manis tangan kiriku. Cocok banget. Haha .. kalo gag salah inget, ini cincin kayak yang di film Lord of The Ring, yang dipake ama Dobby monster jelek itu lhoo .. eh bentar .. bukan Dobby ding, Dobby mah yang di Harry Potter, pokoknya monster yang ‘my precious .. my precious ..’ itu lho ..

Aku liatin juga album fotonya, isinya foto Yoga sama cewek, gayanya mesra semua, ada yang lagi ciuman segala. Trus waktu aku balik halamannya ada foto mesra lagi, cuma ceweknya beda sama yang pertama tadi, waduh .. halaman berikutnya .. beda cewek lagi .. kayaknya ini album khusus mantan-mantannya Yoga deh.

Agak ke halaman belakang aku jadi kaget, soalnya sekarang foto dia ama cowok, bukan cewek lagi, dan posenya tetep mesra. Malah lebih berani soalnya kebanyakan shirtless gitu. Yuckkk .. aku cepet-cepetin ngeliatnya .. trus mataku nangkep sosok cowok yang aku kenal di foto itu. Aku melotot gak percaya.

Ada foto Harris disitu, lagi pelukan ama Yoga. Ada foto waktu mereka lagi renang bareng, tidur-tiduran di kamar, jalan-jalan, dan semuanya keliatan mesra. Ekspresi Harris yang biasanya jutek keliatan seneng banget di foto, dan dia tersenyum lepas .. hal yang belum pernah aku liat. Biasanya kalo senyum kan tu orang senyumnya sinis ato senyum ngejek gitu.

Harris ama Yoga? Yang bener aja ..

Lamunanku dibuyarkan oleh suara erangan. Aku menoleh dan ranjang disampingku bergoyang lembut, lalu selimut dan bedcover yang bertumpukan disana satu persatu mulai jatuh ke lantai ditendang seseorang. Aku menatap ngeri sosok Yoga yang sedang tidur di ranjang. Dia ngulet kayak anak kucing sambil menguap lebar.

Bukannya dia lagi mandi? Kenapa malah ada di kamar?

Aku panik dan buru-buru memasukkan album foto kembali ke kotak, aku juga berusaha melepas cincin yang tadi aku pakai .. tapi macet, gag mau lepas. Waduh gimana sih? Aku tarik paksa cincin itu sekuat tenaga tapi tetep gag mau lepas, jariku sampai sakit.

Yoga mulai berguling-guling di ranjang, bentar lagi pasti bangun nih. Aku kembalikan kotak tadi ke lemari dan bingung mencari tempat sembunyi, lalu aku buka pintu lemari yang satu lagi, aku langsung masuk ke sana dan menutup pintunya. Tak lama kemudian terdengar bunyi langkah yang diseret-seret, aku mengintip lewat celah pintu, Yoga tepat berdiri di depan lemari .. dan dia mulai melepas pakaiannya satu persatu.

Aku menelan ludah, baru pertama kali ini disuguhi pertunjukan kayak gini .. live ..

Waktu Yoga melepas celana dalamnya mataku mengawasi dengan cermat (ngawasi kolornya lho ya bukan ngawasi itunya Yoga) dan dia meninggalkan kolornya begitu aja di lantai, bagus .. Setelah melilitkan handuk di pinggangnya Yoga pun keluar kamar.

Aku keluar dari lemari dan menyambar celana dalam berwarna abu-abu itu, setelah memasukkannya ke saku celana aku mencoba sekali lagi melepaskan cincin di jari tangan kiriku. Aaaaargh .. kenapa sih ni cincin? Susah banget ..

Enggak lama kemudian terdengar teriakan dari suatu tempat.

“MALINGGGGGGGGGGG ..”

Disusul dengan siulan panjang ..

Sam? .. Sam ketahuan?

Aku berlari ke pintu, membukanya sedikit untuk mengecek situasi dan melihat Yoga berjalan cepat di koridor menuju ruang tamu. Aku mengikutinya. Di ruang tamu keadaan makin tambah kacau, ada cowok tergeletak di lantai dan Yoga memegang erat-erat lengan Sam. Aku mencari sesuatu yang bisa dijadikan senjata, tanganku meraih kursi kayu dan dengan cepat melesat menuju Yoga dari belakang. Aku hantam kuat-kuat tenguk Yoga dengan kursi itu. Yoga langsung ambruk.

“Sam .. lo gak kenapa-napa kan?” tanyaku panik.

Sam mengecek keadaan Yoga sebelum menjawabku. “I’m okay .. Yoga juga keliatannya cuman pingsan, gimana celana dalamnya?”

“Beres,” kataku singkat.

“Saaammm .. ada apa?” Liam berlari cemas kearah kami, pasti dia mendengar siulan Sam dan datang untuk membantu, matanya penuh ekspresi horror melihat dua tubuh yang tergeletak di lantai.

“Misi selesai, kita balik sekarang,” perintah Sam, “Ayo.”

“Lewat pintu depan?” tanyaku heran.

“Kita udah ketauan Ka, kita harus keluar sekarang secepatnya, dan paling cepet ya lewat pintu depan,” kata Sam sambil berlari, aku dan Liam mengikutinya dari belakang.

Kami keluar lewat pintu depan dan untungnya tidak ada orang, sampai di halaman tiba-tiba Sam berhenti mendadak dan aku langsung tau apa sebabnya. Seorang cowok duduk di bangku taman dan melihat kami dengan tatapan melamun. Dia tidak tampak kaget, takut atau apalah .. dia cuman duduk dan melihat kami. Ekspresinya sulit ditebak.

“Lari Sam ..” bisikku.

Sam mengangguk dan berlari kencang melewati cowok itu menuju pintu pagar dan menyeberangi jalan. Aku menoleh kebelakang untuk mengecek apa cowok tadi mengejar kami .. dan ternyata tidak. Whew .. cowok aneh, apa gag curiga ngeliat orang kayak kami? Pakai kostum kayak ninja, muka ditutup .. dan saat itu aku baru sadar kalo Liam tidak memakai penutup mukanya.

Sam kayaknya juga menyadari hal ini.

“Kalo cowok tadi lapor, kamu bakal ketauan,” kata Sam kuatir ke Liam.

“Tapi dia kan gag kenal Liam,” kataku yakin sebelum menoleh dan menatap Liam serius, “Pokoknya mulai sekarang kamu jangan keluar kos dulu .. Oke? Jangan sampai dia tau kalau kamu anak Wisma Indah Empat.”

Liam bergerak gelisah, mukanya cemas.

“Aku udah kenalan sama dia,” katanya pelan.

Sam dan aku melotot gag percaya.

“Dia tau namaku, dia juga tau aku kost di Wisma Indah Empat ..” sambung Liam lemas.

--------------

Rionaldi


Seluruh anak kost Wisma Indah Lima dilanda keresahan.

Semalam ada maling masuk asrama kami yang damai dan tenteram ini. Aku bener-bener ngerasa kecolongan, soalnya aku sempet nangkep maling itu tapi dia malah nimpuk kepalaku pake vas bunga sampe vasnya tu pecah. Aduhhhh masih kerasa senut-senut ni kepalaku. Kasus maling ini semakin tambah menggegerkan asrama gara-gara kesaksian Yoga yang yakin kalo maling-maling itu adalah ninja.

“Sumpah, beneran ninja, pakaiannya item, trus mukanya ditutup kayak Hatake Kakashi gitu lah, trus mereka bawa shuriken ama samurai ..” kata Yoga penuh semangat pada penghuni kost yang pagi itu berkumpul di ruang tamu.

“Gw juga sempet ngeliat dan gw yakin mereka bukan ninja,” kataku bosan, tapi anak-anak lebih percaya ama omongannya Yoga yang jauh lebih seru. Huhhh .. anak-anak dodol, cerita jelas bohongan gitu dipercaya.

Menurut analisaku, pelaku semalam minimal ada dua orang, tapi siapa? Dan kenapa? Itu dia pertanyaan terbesarnya .. Kenapa? Karena sama sekali nggak ada anak kos yang ngaku kehilangan barang. Cuman Yoga yang histeris kolornya hilang. Oh please .. buat apa nyuri kolor?

Semalem cuman ada tiga orang yang ada dikost : aku, Yoga dan Jun. Anak-anak lain pada keluar sampe pagi. Aku ama Yoga pingsan, berarti tinggal Jun harapanku satu-satunya buat mengidentifikasi pelaku.

“Kamu ngeliat ada yang mencurigakan gak?” tanyaku ke Jun yang masih asyik dengan jaket hitam barunya, dia membuka resleting jaketnya lalu menutupnya lagi, memasukkan tangannya ke kantong jaket lalu mengeluarkannya lagi.

“Enggak,” jawab Jun singkat.

“Yakin? Coba diinget-inget lagi,” desakku.

“Iya beneran, enggak ada ..”

Aku mendengus kesal.

“Apa kamu nggak inget muka malingnya?” tanya Dennis, salah satu penghuni kos yang paling kuatir soal urusan maling ini gara-gara dikamarnya banyak barang elektronik mahal.

“Aku nggak bisa liat mukanya, dia pake masker, kayak ninja,” jawab Yoga dengan tampang serius yang sebenernya enggak perlu.

“Gw liat mukanya ..” celetukku pelan tapi jelas, yang langsung disambut dengan pandangan penasaran dari seluruh anak kost.

“Gimana mukanya?” tanya Yoga semangat.

Iya .. aku sempet ngeliat muka salah satu maling itu, entah kenapa waktu itu dia melepas penutup mukanya. Dan entah kenapa juga waktu itu wajahnya dekat sekali dengan wajahku, aku sampai dapat mencium bau cologne-nya ..

“Dia ..” aku berkata ragu-ragu.

Cakep ..

Ah enggak .. aku enggak bisa bilang begitu ke anak-anak.

Cakep. Tapi aku lupa raut mukanya .. pernah nggak ngalamin sewaktu bangun tidur kamu masih ingat mimpimu, tapi setelah kamu udah benar-benar bangun dan coba mengingat lagi, mimpi tadi semuanya terasa kabur, buram, tidak jelas. Itu juga yang terjadi padaku. Semalam aku ingat wajahnya, tapi sekarang aku lupa.

Mungkin itu cuma bayanganku aja, lagian aku juga baru bangun tidur jadi otakku masih nggak bisa mikir bener, tapi waktu itu aku yakin kalo yang ada didepanku itu seorang cowok .. cowok yang cakep .. cowok yang suatu saat harus membayar apa udah yang dia lakukan semalam. Aku pasti akan menangkapnya.

Siapapun dia.

Dimanapun dia.

-------------------

Samudera


Aku merinding.

Tiba-tiba aja bulu kudukku berdiri. Semoga bukan pertanda buruk.

Barusan semalam aku, Kaka dan Liam menyatroni Wisma Indah Lima .. siang ini berita itu heboh terdengar dimana-mana, cuma beritanya agak berlebihan, masa katanya Wisma Indah Lima dibobol ninja, dan ninja itu bersenjata lengkap, komplit ama shuriken dan pedang segala. Walopun nggak masuk akal, tetep aja tau-tau orang satu RT pada ribut ngebahas ninja yang berkeliaran di kompleks lingkungan sekitar kami. Dan belum ada tanda-tanda kalo kami ketahuan. Bahkan Liam yang paling aku kuatirkan juga masih dalam posisi aman.

“Keliatannya Jun belum bilang apa-apa soal Liam,” kataku agak nggak yakin.

Liam mengangguk cemas, Kaka menepuk bahunya main-main. “Tenang aja, mungkin dia udah lupa sama kamu.”

“Yeah,” Liam tersenyum lemah.

“Oke .. Jadi Kaka udah dapet celana dalam, aku udah dapet ciuman ..” kataku yang langsung terpotong oleh ledekan Kaka.

“Ciee .. cieee .. first kiss ama cowok nih ..” Kaka ketawa cekikikan.

Aku cuek aja, Kaka bisa makin menjadi-jadi kalo ditanggepin. “Jadi sekarang tinggal tugasnya Liam .. steal a heart ..”

“Aaaaahhhh .. kalo bisa sih mending aku potong-potong tuh Arjuna, trus aku ambil hatinya,” kata Liam sambil menghempaskan badannya ke kasur.

“Liam, itu namanya mutilasi, pembunuhan. Kamu mau masuk berita?” aku langsung protes.

“Tugasku berat Sam,” Liam menatapku frustasi. “Kalo targetku cewek sih mungkin aku masih bisa usaha, nah ini kan cowok .. mana ada cowok yang mau sama aku?”

“Yoga mungkin mau,” gumam Kaka tiba-tiba.

“Huh?”

“Oh .. Ummmm .. Yah siapa tau kan, si Jun itu .. doyan jeruk,” lanjut Kaka.

“Aku suka jeruk,” komentar Liam.

“Maksudnya .. sapa tau Jun suka cowok,” kata Kaka sewot.

Liam mengernyit.

“Pokoknya kamu tenang aja, kita pasti bantuin kamu,” kataku serius sambil duduk di samping Liam.

“Tapi deadline nya kan hari ini Sam,” desah Liam muram.

Aku memandangnya penuh simpati. Iya juga sih, deadline tugas pertama hari ini, Robin udah ngasih tau kalo ada rapat lagi nanti malam. Rapat lagi .. aku kuatir, kalo tugas pertamanya aja bikin pusing kayak gini, gimana tugas keduanya??

Kami bertiga sudah ada di ruang tamu sejak sore, nonton tivi sambil protes ama senior kost yang kebetulan ada di asrama, sapa tau mereka jadi kasihan trus ngasih tugas yang gampang buat kita. Tapi tentu aja mereka cuman ketawa ngedengerin masalah kami. Pokoknya enggak ada gunanya lah minta dikasihani ama mereka.

“Oke guys, jadi gimana status tugas pertama kalian?” tanya Robin waktu rapat akhirnya dimulai. Semua pintu kost ditutup, dan kami berkumpul di ruang tamu.

“Cincin Putri, aku dapet,” Harris meletakkan cincin perak di meja, Robin tersenyum puas.

“Nih kolornya Yoga,” dengan jijik Kaka melempar celana dalam abu-abu yang sudah dimasukkan dalam plastik ke atas meja.

“Ciuman dari Rion,” dengan agak enggan aku membuka gambar foto ciumanku dengan Rion di ponsel. Semua orang melotot melihatnya.

“Wow,” bahkan Caessar pun sampai takjub. “Nyalimu besar juga Sam.”

“Nyali apaan? Aku hampir ketangkep tau,” gumamku kesal.

Robin tertawa, “Ah iya, yang kemarin jadi ninja itu kalian kan? Hebat .. hebat .. aku beneran nggak nyangka loh kalo kalian bakal masuk ke Wisma Lima kayak gitu.”

“Rion marah besar tau gak,” Ferli ikut nimbrung.

“Kalian boleh juga,” Caessar menatap kami bangga lalu matanya menuju ke Liam. “Trus kamu gimana?”

Liam menggeleng suram. “Sori, aku belum berhasil.”

Caessar mengernyit.

“Tugasnya terlalu berat,” aku mencoba membela Liam, Kaka mengangguk-angguk disebelahku.

“Beri saja dia waktu tambahan,” usul Robin pada Caessar, “Dari awal aku juga enggak yakin dia bisa nyuri hati kalo cuman dikasih waktu seminggu.”

Caessar berpikir lama sebelum akhirnya setuju. “Oke kalo gitu aku tambah waktunya jadi sebulan, kayaknya itu cukup lama.”

“Apa aku boleh ganti target?” tanya Liam ragu-ragu.

“Enggak,” jawab Caessar keras. “Harus Arjuna .. curi hatinya atau kamu gagal .. bikin dia suka ama kamu ..”

“Tapi kenapa dia?” balas Liam lemah.

“Khusus buat Harris ama Kaka, kalian harus menyimpan barang curian kalian selama seminggu tanpa ketahuan pemiliknya,” kata Robin menjelaskan, mengabaikan Liam yang terus menggerutu. “Kalau terlanjur ketahuan, jangan sampai barang itu direbut .. setelah satu minggu baru kalian boleh mengembalikannya.”

Kaka dan Harris mengangguk pasrah.

“Sam, kamu dilarang menghapus foto ciuman tadi, waktumu dua minggu, kalo udah lewat dua minggu terserah mau kamu apakan,” lanjut Robin yang langsung aku sanggupi, apa susahnya sih ngejaga foto di ponsel?

“Oke .. sekarang kita langsung ke tugas kedua,” kata Caessar, menyeringai.

Robin membawa kaleng biskuit dan aku langsung mengeluh, jangan-jangan kayak tugas pertama dulu, disuruh ngambil kertas juga.

“Tugas kedua ini tugas kelompok, kalian akan mengerjakannya berempat,” kata Robin nyaring. “Tapi sebelumnya salah satu dari kalian ambil satu kertas di kaleng ini .. ayo cepat .. siapa yang mau ambil??”

Aku menoleh ke Kaka, menyuruhnya untuk maju.

“Lo aja Sam,” bisik Kaka.

“Enggak ah, ntar isinya aneh kayak tugas pertama dulu gimana?” balasku.

“Sini biar aku aja,” Harris langsung maju dan setelah memilih satu kertas dia kembali duduk.

“Buka dan baca,” perintah Robin.

Harris membuka kertas itu dan membaca dengan tidak percaya, “Mobil?”

“Tugas kedua .. mencuri Mobil ..” kata Caessar serius.

“Hey kalo nyuri mobil itu udah masuk tindakan kriminal,” protesku kesal.

“Gimana kalo kita ketangkep trus dilaporin ke polisi?” tambah Liam ngeri.

“Aku nggak mau ikutan kalo nyuri mobil,” kata Harris berang.

“Aku juga enggak mau,” seruku panas.

“Eh kenapa?” Kaka menoleh heran. “Kayaknya asik.”

Aku memandang Kaka galak, ni anak gimana sih?

“Oh .. eh iya gw juga gak mau ikutan,” kata Kaka kemudian, setelah Liam ikutan melotot dan menyodok pinggangnya kencang.

Para senior tidak memperdulikan kami, Robin lalu menjelaskan aturan tes-nya, “Curi mobil milik siapa saja dari Wisma Indah Lima ato Wisma Tidar juga boleh, pokoknya mobil .. bawa mobil itu keliling Jogja minimal dua jam, terus kalian balikin lagi ke tempat semula, simple kan? .. Nggak perlu ada yang tau, nggak perlu ada polisi?”

“Lagipula ini kan kerja kelompok, masa empat orang nggak bisa nyuri satu mobil selama dua jam?” lanjut Caessar santai.

“Tapi masa mobil sih?” kataku semakin hopeless.

“Kalau kalian nggak mau ya silahkan keluar dari Wisma Indah Empat .. cari tempat kos lain .. pokoknya itu tugas kedua kalian dan aku mau dieksekusi malam ini juga,” kata Caessar tegas.

“Hah? Malem ini?” Liam menjerit histeris saking kagetnya.

“Yup, jadi kalian sebaiknya siap-siap sekarang,” Caessar tersenyum menyebalkan dan pergi meninggalkan kami, ia berjalan santai ke kamarnya di lantai dua.

Robin menepuk pundakku penuh simpati, “Udah .. Jangan dipikirin, yang penting usaha dulu dan jangan lupa berdoa.”

Aku melempar pandangan ganas ke Robin. “Berdoa?” Aku enggak yakin doa saja bakal cukup untuk membantu kami mencuri mobil.

Robin mengangguk dan ia menerawang, “Kalian tahu aku dapet tugas apa untuk bisa masuk ke kostan ini?”

Kaka dan Liam memandang ingin tahu.

“Sangat mengerikan,” Robin menggeleng dramatis. “Hufffttt ..” dan dia pun ikut meninggalkan kami di ruang tamu.

“Oke guys, ini gila,” gumamku panik.

“Tapi kita harus maju terus Sam, kita gag boleh mundur sekarang,” kata Kaka mengingatkan.

“Aku setuju,” Harris yang biasanya apatis pun ikut nimbrung. “Sekarang kita selesaikan dulu masalah pertama. Siapa yang akan nyetir mobilnya?”

“Huh?”

“Tugasnya jelas kan? Kita harus nyuri mobil, dan artinya harus ada yang nyetir mobil itu,” kata Harris masuk akal. “Jadi siapa diantara kalian yang bisa menyetir mobil? Kalo aku sih enggak bisa.”

“Gw gag bisa juga,” kata Kaka cepat.

“Aku juga,” sambung Liam.

Semua menoleh kearahku dan menatap penuh harap.

“Oke .. aku bisa nyetir mobil, aku yang akan bawa mobilnya,” kataku akhirnya.

-------------------


to be continued...   


0 comments:

Post a Comment