DISCLAIMER:

This story is a work of fiction. Any resemblance to any person, place, or written works are purely coincidental. The author retains all rights to the work, and requests that in any use of this material that my rights are respected. Please do not copy or use this story in any manner without author's permission.

The story contains male to male love and some male to male sex scenes. You've found this blog like the rest of the readers so the assumption is that material of this nature does not offend you. If it does, or it is illegal for you to view this content for whatever the reason, please leave the page or continue your blog walking or blog passing or whatever it is called.



Negeri Dibalik Awan - Chapter 5

Chapter 5
by Ajiseno


Ternyata merubah, memperbaiki jauh lebih susah dari pada membuat dari awal
Beberapa kali aku mengelus kening
Lumayan susah…
Suasananya juga tidak mendukung
Aku tidak di kantor, didepan komputer, banyak buku dan kertas dan ada cangkir air minum, tapi aku disini di kamar lembab, dengan meja kecil dan kursi kayu
Nggak nyaman untuk bekerja………….

Sesekali aku menggeliat
Data-data perubahan ini sungguh rumit
Aku harus merubah dengan sedemikian detail agar tak terjadi kesalahan sedikitpun
Setelah beberapa kali kucoba….aku kembali menghela nafas, dalam hati aku berteriak “akhhh…ini nggak mungkin selesai kalau caranya begini”

Kulirik mas yoga dan danang yang sedang sedemikian serius membahas sesuatu yang sama sekali asing untuk aku pahami
Mas yoga sedang mengomentari kelemahan-kelemahan skripsinya danang
Sesekali suara mas yoga mengeras, dan danang hanya diam menyimak atau kadang sesekali bertanya

Tadi pagi-pagi sekali danang datang lagi kesini dengan membawa seperangkat proposal skripsinya
Mungkin dalam pikirannya mumpung ada yang membantunya
Kubiarkan mereka berdua asyik membicarakan skripsinya sementara aku mulai bekerja

Uhhhh….enak banget mereka berdua…
Sementara aku begitu gelisah dengan kerumitan pekerjaan yang sedang kukerjakan
Aku menghela nafas panjang…

“mas yogaaa….” Aku berteriak keras
‘yaaa…”
Kudengar mas yoga berlari ke kamarku
“ada apa jii…”
“hmmm ada beberapa masalah nih, tolong di bantu ya?” aku garuk-garuk kepala tak gatal
“okee…bentar yo”
Mas yoga keluar lagi
Aku tahu dia sedang menjelaskan kepada danang

Ternyata dengan dibantu mas yoga pekerjaan jadi cepat beres
Sesekali aku telepon pak danar untuk sekedar meminta pertimbangan beliau, meminta pendapat beliau agar tidak terjadi kesalahan
Dan pak danar selalu merespon positip semua usulanku
Itulah yang bikin mas yoga selalu kagum dengan keahlianku dalam berdiplomasi dengan pimpinan
Mas yoga sendiri nggak berani menghadap pak danar

Jam 14.00 selesai sudah…
Aku bernafas lega
Aku bangkit dari kursi sementara mas yoga sudah tertidur di ranjangku karena kecapekan
Aku melangkah keluar dan menuju ke ruang tengah
Kulihat danang sedang sibuk dengan laptopnya
“maaf nang, tadi mas yoga aku pinjem, hehehe” kataku sambil mendekat mengelus pundaknya
Danang menoleh
Dia tersenyum masam
Aku jadi nggak enak

Aku mendekat, duduk didekatnya rapat
Dia cuek mengetik huruf demi huruf di laptopnya
“mass justru aku yang nggak enak sama mas aji, mas aji kesini dalam rangka kerja, termasuk mas yoga, tapi semua semua jadi tergganggu gara-gara ada aku disini, maafkan aku ya mas…aku kesini hanya mengganggu saja” suara danang lirih

Aku tertegun
Tadi tidak mengira, gara-gara aku menjerit memanggil mas yoga tadi pagi, ternyata membuat danang tersinggung
“ohhh nang…maaf harusnya aku yang minta maaf, hmmm tadi aku Cuma nggak banyak paham tentang bahasa-bahasa teknik saja nang, jadi aku minta bantuan mas yoga…sudahlah lupain saja”ujarku tersenyum

Danang mengangguk pelan
Jari-jarinya tetap mengetik dengan lincahnya
“udah selesai nang skripsinya?”
“belum mas, ternyata masih banyak yang harus kuperbaiki, tadi sudah dibantu mas yoga banyak, sekarang aku baru merevisinya”
“ohhh…” suaraku tercekat
“mas aji sudah selesai kerjaannya?” dia menoleh kearahku sambil senyum
Pipinya yang berjerawat tertarik kebelakang dan ada sedikit lekukan di ujung bibirnya…manis
“ohhh…udah kok, tapi masih ada satu pekerjaan lagi yang belum aku buat…ahhh biarin, besok lagi lah, dah capek, ternyata mengerjakan pekerjaan kantor tapi tidak di kantor bikin capek dan bosan ya”
Dia mengangguk…
“iya juga sih mas, Cuma entahlah…aku mengerjakan skripsiku disini, tidak di kampus tapi kok lancar banget, mungkin suasananya…disini dingin…sejuk, jadi banyak ide yang keluar, hehehhe”
“uhhh kalau menurutku udara sejuk disini tidak cocok untuk bekerja, tapi cocoknya untuk istirahat, tidur, dengerin lagu, jalan-jalan…tuh lihat saja mas yoga, sejak tadi dah ngorok di kamarku dan badannya bengkak hehehe”
“ohh mas yoga tidur to…walahhh…pantesan sepi” danang geleng-geleng kepala heran

Tiba-tiba kudengar dering hp ku yang kusimpan di kantong celana
Kubuka…pak danar….
Langsung kuterima..
“assalamualaikum…gimana pak?” suaraku langsung
“walaikum salam ji, yoga kemana ji, dari tadi ku telpon kok nggak nyahut?, aku pengin bicara dengan dia jii” suara pak danar setengah berteriak
“ohh bentar pak, dia di belakang…bentar pak” aku sengaja nggak bilang dia tidur

Aku berlari ke kamar
Mas yoga masih tertidur tubuhnya yang panjang memenuhi tempat tidurku

“maasss….bangun..pak danar telpon” aku berbisik di telinganya
Seketika mata mas yoga terbuka kaget
“hahh mana…mana?” dia stress menengok kesana kemari
Aku geli…mas yoga begitu takutnya sama pak danar
“nihh…”aku menyodorkan hp dan dia langsung menerima
“hallooo…asalamuaikum pak…”suara mas yoga langsung menerimanya
Selanjutnya aku keluar, kutinggal mas yoga dengan suara teleponnya dengan pak danar

Aku berjalan menuju dapur melewati danang yang sedang sibuk mengetik
Langsung menuju dapur
Ruang dapur sepi…
Yang aku tahu, pak sujar dan bu sujar sedang ke ladang
Putri mungkin sedang mengasuh adiknya yang masih kecil ke tetangganya
Kulihat bara api masih menganga di tungku dapur
Diatasnya ada panci tempat air dan kuamati airnya sudah mendidih
Hmmm…aku mau buat kopi

Kucari tempat menyimpan kopi bubuk…gampang diujung meja dekat dinding ada satu kaleng roti besar tempat menyimpan kopi bubuk
Aku pernah melihat bu sujar membuat adonan kopi yang diambil dari kaleng roti ini
Kubuka kalengnya
Hmmm…luar biasa…satu kaleng penuh bubuk kopi hitam
Menurut penuturan pak sujar…semua orang disini membuat sendiri kopi bubuk dengan cara disangrai sampai gosong kemudian di tumbuk
Biasanya agar tidak terlalu pahit di campur dengan beras
Semua orang disini menanam kopi dan tehh sendiri, dan aku sangat tertarik melihat tanaman teh disini.

Kuambil tiga gelas kosong langsung kubuat adonan kopi
Woww baunya bikin semua rasa lelah dan stresku ilang
Kutempatkan diatas nampan dan kubawa keluar

Danang menoleh, aku paham, mungkin karena aroma kopi yang menerpa hidungnya
“dah nang, istirahat dulu…nih diminum dulu…” aku meletakkan nampan di depannya
“wahhh…mas aji ini, kok repot buatin kopi segala”
“udaahhh…cepet minum, entar keburu dingin, nggak enak”

Aku mengambil gelas kopi, kuseruput pelann…
Kulirik mas yoga sedang berjalan menuju tempatku
Wajahnya menyiratkan ketegangan
Dia duduk tepat didepanku

“jii…aku harus ke semarang sore ini juga!” ucapnya serius
Aku kaget, hampir tersedak, mataku mendelik, begitu juga kulihat wajah danang mendongak dengan cepat dan penuh tanya
“termasuk aku juga?” tanyaku
“nggak ji, kamu disini nggantiin posisiku sementara, nggak lama kok, paling lima harian” jelasnya
Aku terdiam beku, campuran antara bingung, takut dan tidak bisa berpikir lagi
Mengganti posisi mas yoga berarti bekerja lapangan, mengurus batu, pasir, besi, semen, negosiasi sama perusahaan rekanan dan lain-lain, uhhh…ini semua pekerjaan asing bagiku

“aku sama siapa disini?’ tanyaku lirih
“ya sendiri ji” ujarnya serius
Mataku menjelajah seluruh ruangan rumah ini, ruangan rumah bagian depan ini sangat besar dan sudah disewa perusahaanku
Dan…..
Dan….aku akan menempatinya sendiri
Yah sendiri…dirumah yang asing dan di tempat yang asing pula
Ini sungguh mimpi buruk!

“nggak ahh, sono cari orang lain saja, aku nggak mau, pokoknya aku ikut pulang ke semarang!”
“lho ji, kerjaanmu kan belum beres lagian….”
“nggak peduli” ucapku memotong
Aku beku…danang hanya terpaku
“jiii…memangnya kenapa kalau sendiri? Kamu takut ya? Ingat ya…minggu depan proyek dah dimulai, harus ada yang disini untuk persiapan segala sesuatunya, sebenarnya itu memang tugasku, tapi gimana lagi, kata pak danar ada proyek baru di batang, aku disuruh kesana secepatnya, paling Cuma menengok lokasi proyek sekaligus membuat asumsi sementara dari kuantitasnya”
“iya aku tahu…tapi aku kan belum pernah menangani proyek kayak gini, apalagi aku nggak kenal tuh ama rekanan perusahaan kita, nanti malah kacau”
“jangan kuatir lah, nanti semua berkasku aku serahkan ke kamu, aku ajari secara cepat tentang kerjaanku, lagian kan ada hp, jadi ya nggak masalah kan?” jelas mas yoga

Aku masih terdiam kelu, syock dan bayangan aku sendirian disini begitu menakutkanku
“eh nang…kalau kamu nemenin aji disini selama lima hari bisa nggak nang?’ tanya mas yoga sambil menatap danang
Danang terdiam dengan ekspresi bingung
“hmmm…maaf mas, aku nggak bisa, kalo pas libur kayak gini ibu melarangku nginep di rumah orang lain, maklum mas, aku anak tunggal dan ibuku sendirian di rumah…”
“ohhh ya sudah nggak apa-apa kalo gitu” potong mas yoga
“tapi mas…kalau siang hari, oke deh, aku siap nemenin mas aji disini”
Aku tersenyum
“nyante sajalah nang, aku nggak pa pa kok” ucapku
“maaf ya mas aji” ucap danang dengan nada penyesalan
Sesaat kami terdiam

“assalamualaikuummm….” Suara seseorang di pintu
Seketika kami semua menoleh sambil menjawab salam
Seorang remaja tanggung berdiri di pintu terbuka
Wajahnya sangat cakep, manis dan berkulit putih
Rambutnya lurus sebagian menutup dahinya
Dia tersenyum manis

Mas yoga langsung berdiri dan berlari menghampirinya, menyeret lengannya
Dia bingung dengan mas yoga yang tiba-tiba menyeretnya
“guh…bentar…aku mau bicara denganmu!” ujar mas yoga
Teguh duduk di dekat mas yoga dengan rona wajah bingung
Akupun mengamatinya dengan hanya terdiam

“guhh…gini ya, kalau tiap malam selama lima hari kurang lebih kamu disini menemani mas aji, tidur disini mau nggak?”
Tiba-tiba kulihat wajah teguh berbinar
Dia tersenyum lebar
Aku lega…
“mau…mau mas, tadi sebenarnya aku mau mengutarakan hal yang sama, aku mau belajar komputer sama mas aji kalau boleh sambil nginep disini” ucap teguh
“wahhh makasih guh kamu mau menemaniku, soale mas yoga sore ini mau ke semarang, jadinya aku sendirian, eh guh, kenalin, ini temannya mas aji, danang”ucapku
Teguh mengangguk kepada danang dan merekapun bersalaman

“ya udah jii, kukira semua nggak ada masalah lagi, tiap malam kamu akan ditemani teguh, bentar lagi kita ke pak lurah ji, akan kukenalkan kamu ke pak lurah sini”
“ohh ya udah, sana mas kalau mau beres-beres…oh iya mas, kopinya diminum dulu” ujarku

Aku menarik napas panjang…
Dalam hati aku begitu leganya
Tiap malam aku akan tidur dengan anak paling cakep di negeri ini
Teguh namanya….


“caranya gini, ini tanda panah ini geser ke sini, kamu blok kemudian tekan copy, geser lagi ke sini, klik kanan paste klik…jadi deh, gimana? Jadi to?”
Teguh manggut manggut…tanda mengerti
Sekarang jam 19.30 habis sholat isya di masjid depan rumah
Teguh langsung tidak sabar untuk aku ajarin belajar komputer pakai laptop

Kubuka laptop diatas meja kecil di kamar
Sengaja aku hanya menyiapkan satu kursi saja di kamar
Posisi dudukpun begitu intimnya
Aku duduk dengan posisi kaki mengangkang dan kusuruh teguh duduk menempel erat di depanku
Mirip memangku…
Teguh masih memakai sarung habis sholat sehingga kain sarung yang tipis sangat sensasional menempel di kulit pahaku
Mungkin karena kursi yang tidak begitu lebar maka kurasakan bongkahan pantat teguh yang hanya dilapisi kain sarung begitu ketat menekan pahaku
Tapi teguh cuek…dia hanya fokus pada layar laptop dan mouse

Posisi wajahku juga begitu sempurnanya
Wajahku menempel erat dibagian belakang lehernya
Jaraknya sangat-sangat dekat
Bahkan bibirku kalau bergerak sedikit saja sudah menempel di kulit putih lehernya
Aroma kulitnya yang maskulin khas remaja menyeruak membangkitkan angan
Dan jika aku bernafas…pasti hembusan nafasku menerpa lembut kulit lehernya, hmmm….sangat sensasional
Dan…aku tahu dia masih begitu lugu dan polos tak tahu bahwa dibelakang tubuhnya ada seseorang yang sedang berdegup kencang dengan panas tubuhnya yang semakin meningkat.


Tadi sore jam empat mas yoga dan danang akhirnya meninggalkan desa ini
Aku melepas kepergiannya dihalaman rumah pak sujar
Sebelumnya mas yoga membawaku ke rumah pak lurah
Kami bertemu pak lurah
Orangnya pendek, kecil dan murah senyum
Dan baru aku sadari, didesa ini belum ada kantor desa, jadi semua urusan ada di rumah pak lurah

Mas yoga mengenalkanku pada pak lurah khususnya dan masyarakat desa ini pada umumnya
Pak lurah dengan ramahnya menyambut baik kedatanganku sekaligus bersyukur karena proyek yang akan di kerjakan di desa ini begitu pentingnya terutama proyek pengadaan air bersihnya

Dan yang membuat aku lega, pak lurah menawarkan tenaga swadaya dari warga desa jika di butuhkan
Dan berpesan kepadaku agar sering-sering ke rumahnya dan jika ada kesulitan suruh jangan sungkan-sungkan meminta bantuan pihak pemerintahan desa
Ohhh sungguh sambutan yang luar biasa untukku
Aku sungguh sungguh tidak mengira sambutan dari pihak pemerintahan desa sedemikian hangat
Hal inilah yang membikin aku menjadi mantap untuk menjalani hidup disini dalam beberapa hari tanpa mas yoga

Kembali ke rumah pak sujar, mas yoga memberi penjelasan sekilas tentang proyek, tentang pengadaan barang, nama-nama rekanan perusahaan, pencatatan yang harus dilakukan, buku-buku yang harus kusiapkan sekaligus sebagai pengecek awal mengingat mulai besok pasir, dan batu sudah akan mulai datang.

Sekitar jam empat sore mas yoga meninggalkan desa ini
Dia membawa mobil perusahaan
Danangpun ikut juga berpamitan
Aku mengambil nafas panjang, dalam hati aku penuh tanya apa bisa aku berjuang menghadapi sesuai yang berbeda dari pekerjaan sebelumnya
Ini tantangan…yah…tantangan yang akan kuhadapi dengan semangat

Aku kembali masuk kamar dengan cepat
Kuambil handuk dan perlengkapan mandi dengan cepat dan tergesa
Entahlah…acara mandi disini selalu kuawali dengan hati berdebar keras
Mungkin karena acara mandi ini merupakan acara favoritku di desa ini
Mungkin karena aku begitu semangatnya untuk segera melihat tubuh-tubuh polos pria-pria desa ini
Mungkin karena mandi di desa ini sungguh menawarkan suasana lain, di tempat terbuka dengan air yang sangat bersih, jernih yang terpancar dari dinding tebing yang sudah tersaring oleh tanah

Dan benar juga
Suasana sore itu sungguh sesuai apa yang aku harapkan
Anak-anak muda desa ini yang sedang pulang dari ladang dengan pakaian kotor penuh tanah, dengan cepat di lepaskan dan bergabung mandi dengan suasana yang begitu ramainya

Tidak kulihat teguh sore ini
Mungkin dia sudah mandi atau juga belum
Yang ada saat ini cowok-cowok dengan kulit coklat tua saling berdesakan untuk mandi
Aku berdiri terpaku
Akankah aku gabung lagi
Aku cuek…
Kucopot semuanya yang melekat di tubuhku
Kubawa sabun mendekati rombongan mandi
Sesekali aku mengamati selangkangan anak-anak muda desa sini dan mulai saat ini aku begitu sadar bahwa ada berbagai bentuk penis yang sedang kuamati
Dalam waktu singkat aku sudah sangat akrab dengan anak-anak muda disini
Mereka ramah dan ceria seolah tanpa persolan hidup yang berarti, sambil mandipun mereka banyak bertanya kepadaku tentang banyak hal, jadilah kami seperti pesta orgy
Ahhh…andai ada teguh disini pasti suasananya akan jadi lain
Kulit teguh begitu putih, dengan bulu-bulu halus yang mulai tumbuh
Jika teguh mandi disini, dia akan terlihat bersinar seperti mutiara di tengah bebatuan

Mananti merupakan hal yang paling tidak aku sukai
Tadi sore sebelum teguh pulang, dia berjanji akan datang habis maghrib ke kamarku
Sekitar jam setengah tujuh katanya

Saat ini sudah jam tujuh kurang seperempat
Tapi teguh belum muncul juga
Dalam gelisah malam ini, akupun membuka laptop
Ku stel lagu-lagu favoritku

Hingga akhirnya teguh datang
Dia tersenyum manis
Bersarung dan berpeci

Wajahnya sangat cakep
Putih dengan hidung sedang tidak begitu mancung
Bibirnya kecil, padat berisi dan berwarna kemerahan karena tidak pernah merokok
Ketika aku melihat bibirnya dalam hati aku bertanya…kapan ya aku bisa menghisap bibir teguh yang manis

Hmmm mungkin malam ini
Akhh…masih banyak waktu di malam-malam seterusnya
Aku nggak boleh gegabah

Habis sholat isya berjamaah di masjid akhirnya apa yang aku idam-idamkan saat ini terkabul juga
Kuajari teguh mulai dari tahap paling awal, cara membuka laptop, memasang kabel, mouse
Kuberi contoh sekali dan teguh aku suruh mempraktekkan

Mengajari teguh sangat menyenangkan
Dia dengan cepat merespon apa yang aku ajarkan
Mempraktekkan langsung dengan begitu gembiranya

Hmmm sudah satu jam aku mengajari teguh, tapi dia masih belum puas
Tangannya kini mulai lincah menggerakkan mouse dan mengetik tombol-tombol keyboard

Dia begitu gembiranya dan tak peduli dengan setiap gerakannku yang ada di belakangnya

Wajahku masih menempel erat di lehernya
Sesekali kutempelkan bibirku di kulit lehernya, kilat cepat seperti gerakan mencium leher
Aromanya…hmmm luar biasa, aroma lelaki dari remaja dengan hormon yang baru tubuh
Aku suka….
Kadang wajahku kuajukan sedikit dan teguh kupanggil, maka dengan cepat pipinya akan menempel dibibirku
Seperti ciuman pipi yang sensional

“guhh…” panggilku
Wajahku sudah maju dari tadi, seperti perangkap
Dan benar juga…teguh terperangkap jeratanku
Dia menoleh dan pipinya yang mulus menempel ketat dibibirku
Aku terdiam sehingga gerakan ini seperti cium pipi cukup lama
“yaa mas..gimana?” dia berbisik

Aku hanya terdiam hingga bibirku masih menempel di pipinya yang kemerahan
Teguh sepertinya sekarang mulai menyadari ini
Dia menyadari pipinya menempel di bibirku…
Jantungku berdegub kencang dan cepat…
Ini luar biasa sensasinya daripada ciuman yang disengaja….

Udara dingin menerpa tubuhku, menurutku ini tidak menerpa seperti menyengat, setiap ada hembusan angin menerpa langsung bulu kudukku berdiri dan tubuhku menggigil.
Kami berjalan menyusuri keremangan jalan desa yang hanya berupa batu di tata rapi, beberapa kali kakiku tersandung batu
Di depanku teguh dan pak sujar asyik mengobrol tentang tanaman tembakau yang mati layu akibat terlalu banyak hujan
Aku di belakangnya berjalan pelan mengikuti kedua orang ini
Tujuan kami satu…menengok pak amin yang sedang sakit, katanya sudah lima hari sakitnya
Aku sendiri tak paham dan tak tahu siapa pak amin maka ketika di ajak aku hanya ngikut saja, itung-itung sambil mengenal warga di desa ini

Tadi ketika aku sedang berasyik masyuk mengajari teguh cara mengoperasionalkan komputer…tiba-tiba pak sujar mengetuk pintu kamar, mengajakku menengok salah satu warga di sini yang sedang sakit
Sebenarnya bukan mengajak tapi menawari, dan dengan senang hati aku dan teguh langsung mengiyakan
Sebenarnya agak malas juga, mengingat udara begitu dingin bikin malas untuk bergerak keluar kamar.

Kami menyusuri jalan besar berbatu kemudian masuk gang kecil berbatu dan menurun
Suasana malam ini sedang bulan purnama sehingga aku masih dapat melihat jalan dan rumah penduduk yang rapat
Sebagian besar rumah penduduk disini berdinding papan kayu dan beratap seng dan aroma kampung ini adalah aroma asap
Aku paham, untuk mengusir dingin, tiap rumah punya perapian yang menyala setiap saat
Biasanya kayu yang digunakan kayu akasia yang keras sehingga bara api tetap terjaga.
Beberapa rumah suda berdinding tembok bata, akan tetapi sama saja, di emperan terdapat karung-karung yang berisi kotoran kambing
Di desa ini, kotoran kambing sangat berharga, digunakan untuk pupuk saat musim tanam

Semakin masuk…semakin kulihat perbedaan rumah dengan rumahnya pak sujar
Rumah disini kecil kecil
Dindingnya dari anyaman bambu dan ada beberapa rumah kulihat masih dengan tiang bambu
Baru kusadari…di desa ini, orang-orang miskin seperti berkumpul jadi satu lokasi.

Di pertigaan gang kami bertemu lagi rombongan orang yang akan menengok juga, seperti biasa sambil penuh tawa bersalaman.
Rombongan kami jadi banyak, sekitar sepuluhan orang, semua bersarung , memakai jaket dan berpeci, kecuali aku
Masing-masing menghisap rokok, mungkin sekedar mengusir dingin

Akhirnya sampai juga….
Rumah kecil di pojok desa
Jalan kesana berundak dan licin
Di belakangnya ladang pertanian yang dipisahkan oleh rimbun bambu
Rumahnya kecil berlantai tanah dengan tiang dari bambu
Bagian depannya berdinding papan dan dinding lainnya dari bambu yang dianyam

Ruang bagian depan tidak luas, dan sudah penuh sesak dengan warga yang menengok
Tidak mengenal kasta, kulihat ada pak lurah…dan banyak juga anak-anak muda
Semua yang kulihat lelaki, kata teguh, kalau nengok orang sakit, perempuan siang hari dan kalau malam lelaki
Ada satu hal yang tersirat dalam benakku…kebersamaan
Yah kebersamaan yang luar biasa di desa ini, ketika satu warga sakit, semua jadi seperti ikut merasakan sakit

Ketika aku muncul di pintu….semua mendongak kaget menatapku
Tapi selanjutnya, kulihat semuanya tersenyum lebar memperlihatkan gigi-giginya
Aku lega
Apalagi ketika kulihat hampir semua bangkit menuju arahku, menyalamiku
“ooohhh ini to, mas mantri jalan yang dari semarang…monggo, monggo mas, yah ginilah keadaan sini mas, kayak gini” ujar salah satu orang tua sambil menyalamiku
Aku tersenyum lebar “nggih pak…”
Dalam hati aku begitu geli mendapat sebutan “mas mantri jalan’
Kusalami satu persatu, kulirik wajah teguh berbinar seolah bangga menemaniku malam ini yang jadi sorotan warga.
Mendadak seisi ruangan menjadi lumayan heboh dengan kedatanganku
Aku sampai begitu terharunya dan benar-benar tak mengira warga desa sini begitu gembira menyambutku
Sebagai tamu, aku ditempatkan persis disamping pak lurah, teguh berbaur dengan remaja lainnya disisi lain ruangan
Banyak pertanyaan mengenai aku dari warga dan semua kujawab dengan penuh kesopanan

“nyuwunsewu pak lurah, yang sakit di mana ya?” tanyaku pada pak lurah
“ohh disitu, belakang….margiiii…tolong antar mas aji menengok bapakmu” ujar pak lurah
Kulihat seorang remaja berkulit hitam seusia teguh tergopoh-gopoh keluar ruangan sambil berlutut dipintu
“mari mas….” Ujarnya malu

Aku bangkit, berjalan membungkuk melewati orang-orang menuju margi, yah aku tahu remaja ini adalah anaknya pak amin yang sedang sakit
Aku masuk ke ruang tengah yang begitu remang, mungkin hanya lampu 5 watt yang menerangi
Di belakang ruang tengah ada dua kamar berhadapan, dan dibelangnya lagi ada dapur dan sisinya adalah kandang kambing
Hah…kandang kambing?
Berarti kamarnya pak amin persis disamping kandang kambing, hanya dibatasi dinding dari anyaman bambu

Aku masuk kamar, kulihat seorang lelaki berusia sekitar limapuluhan tahun sedang berbaring lemah berselimut kain tebal yang lusuh
Disisinya ada wanita separuh baya sedang memegang piring berisi nasi jagung dengan kuah rebusan biji buncis yang hitam dan tempe rebus
Ternyata pak amin sedang disuapi untuk makan malam
Melihat kedatanganku bu amin, mengangguk tersenyum
Aku bersimpuh di lantai disisi dipan yang di gelar tikar

“sakit apa bu?” tanyaku lirih
“panas mas “
“sudah berapa hari?”
“lima hari…”
Kulihat setiap kali sendok makanan di tempelkan ke mulut, pak amin langsung muntah
Aku terdiam kelu mengamatinya
Kuraba keningnya…panas dan sangat panas
Wajahnya pucat dengan tubuh bergetar

“buu…apa sudah di periksa bu?”
“sudah kok mas, oleh mantri puskesmas, tapi kok ya belum ada perubahan, sejak kemaren setiap makanan masuk langsung muntah”
“bu jangan nasi jagung bu, tapi coba pakai bubur saja” saranku
Bu amin Cuma mengangguk
“atau bagaimana jika ke rumah sakit saja bu, biar di infus”
Bu amin Cuma menunduk lesu…
“itulah mas, kami nggak punya biayanya” wajahnya tertunduk lesu dengan mata berkaca
Sementara dua anaknya yang masih kecil menggelendot manja dengan mata penuh takut padaku
Aku hanya terdiam kelu
Mendadak nafasku menjadi sesak oleh keadaan ini

Beginilah hidup jika punya empati yang begitu tinggi terhadap orang lain
Mendadak aku seperti begitu merasakan penderitaan keluarga ini
Keluarga ini hidup begitu sederhananya
Kadang aku berfikir, sekian lama aku hidup hanya untuk menyia-nyiakan apa yang telah diberikan yang Maha Kuasa
Menghambur-hamburkan uang demi kesenangan pribadi, sementara disisi lain di pojok-pojok negeri ini masih begitu banyak yang hidup dengan kesederhanaan jauh dari jangkauan kemapanan
Bahkan untuk kebutuhan hidup yang paling vitalpun mereka tak mampu memenuhinya
Seperti halnya pak amin saat ini, untuk kesehatannya saja beliau tidak mampu menjangkaunya
Padahal yang aku tahu bagi pak amin, kesehatan adalah modal utama untuk mencari nafkah


Pelan aku bergerak bangkit dari bersimpuhku
Berjalan perlahan menuju ruang depan
semua kebahagiaanku hari ini seolah musnah entah kemana…menguap tak berbekas berganti dengan kepedihan yang entah aku sendiri tak tahu bagaimana menutupnya.

Aku kembali duduk disamping pak lurah
“pak, maaf apa aku bisa matur sebentar dengan bapak, hanya berdua saja…hmmm mungkin di ruang dalam sana”
Yahh tiba-tiba aku ada pencerahan
Disini ada pak lurah, beliau yang seharusnya ikut bertanggung jawab jika ada warga yang sedang mengalami kesusahan

“maaf pak, bukan berarti saya disini ikut mencampuri urusan warga sini pak, maaf pak..begini..pak amin kelihatannya kena tifus, sangat berbahaya jika hanya dibiarkan dirumah, beliau harus dibawa ke rumah sakit dan mendapat perawatan yang lebih baik” aku berkata dengan begitu pelan dan sopan
Kupandang dalam keremangan ruang tengah, pak lurah mengangguk-angguk
“ya mas, saya paham, kemaren saya sebenarnya juga sudah menyarankan untuk dibawa ke rumah sakit, tapi keluarga ini masih bingung dengan keuangannya”
“begini pak, menurutku bapak punya wewenang untuk membantunya dengan membuat surat keterangan tak mampu atau memakai jamkesmas agar mendapat keringanan”
“oh iya, ada jamkesmas kok, ya udah kalau begitu biar besok kita bantu bawa ke rumah sakit”
“menurutku kita tidak bisa menundanya lagi pak, mungkin kalau besok kita sudah terlambat, baiknya malam ini juga pak” ujarku memberi alasan
Pak lurah menatapku tajam
Dengan gerakan cepat beliau menuju kamar pak amin dan aku mengikutinya
Beliau meraba kening pak amin
Manggut-manggut

“katanya sudah dua hari pak amin tidak makan pak, sangat bahaya” bisikku dibelakang pak lurah
“ya udah, malam ini kita bawa ke rumah sakit” ujarnya mantap
Aku menghela nafas panjang..penuh kelegaan

Selanjutnya pak lurah memberitahu keluarga pak amin, kelihatannya disuruh mempersiapkan diri untuk ke rumah sakit di kota
Aku beranjak keluar
Mencari teguh….

“guhh…kesini bentar guh..”
Teguh bangkit mendekatiku
“ada apa mas?”

Aku menyerahkan uang ratusan ribu rupiah
“tolong beli gula pasir dua kilo, susu kaleng dua, dan roti tawar, agak cepat yo’
“wahh mas, disini nggak ada yang jual roti tawar mas”
“ya udah biskuit saja atau roti marie”
“baik mas…”
“pakai motor kalau ada biar cepet”
“baik mas”
Dalam sekejap teguh telah menghilang dari hadapanku

Aku kembali masuk kamar
Kulihat bu amin sedang menata pakaian dan kain untuk dibawa ke rumah sakit
Matanya sembab menangis
Dua anaknya yang masih kecil masih menggelendot manja disisinya
Aku menghela nafas panjang

Pak lurah di ruang tamu, mengkoordianasi segala sesuatunya untuk persiapan membawa pak amin ke rumah sakit
Kudengar beliau memerintahkan seseorang untuk mencari mobil yang akan membawa pak amin
Dan mendadak kudengar suara di bagian depan begitu gaduhnya
Beberapa orang masuk ke kamar menengok kembali pak amin

Memang teguh bisa diandalkan
Sangat cepat dia telah kembali dengan membawa tas kresek hitam berisi pesananku
Tas plastiknya diserahkan kepadaku
Aku menuju dapur
Kulihat seorang gadis remaja dan sumargi duduk lesu di depan tungku yang menyala apinya
Dia sedang memasak air

“dik ada air matang?” tanyaku
Keduanya menoleh
“ada mas”
Sumargi bangkit mengambil termos kecil dan menyerahkannya kepadaku
“mbak tolong ambilkan piring dan gelas, mar…ini kaleng susu tolong di lobangi dua di tutupnya”
Aku menyerahkan kaleng susu pada sumargi
Dia langsung melaksanakan perintahku dengan melobangi bagian atas kaleng susu dan kemudian menyerahkannya kepadaku

Selanjutnya aku membuat susu cair di gelas dan kubawa ke kamar
Teguh mengikutiku
Kulihat di kamar banyak orang bersimpuh
Semuanya menengok ke arahku

“pak amin, makan dulu, ini sudah saya buatkan bubur roti”
Mata pak amin pelan terbuka, dia menggeleng lemah
“bapak harus makan biar sehat”

Aku menuangkan air susu ke piring dan kuletakkan dua keping roti marie kedalamnya, kuaduk hingga menjadi bubur halus
“bu, tolong bapak disuapi sebelum ke rumah sakit biar tidak lemas dijalan”
Aku menyerahkan bubur roti ke bu amin
Dan pelan beliau menyuapi
Beberapa sendok bubur akhirnya bisa masuk mulut tanpa muntah
Aku lega..
Kuambil dua keping lagi roti dan keberikan pada dua anaknya sambil senyum
Dia menerimanya dan langsung memakannya
Sekali lagi aku lega…
Kulirik teguh tertegun melihatku

Apa yang kurencanakan berjalan sempurna
Dalam waktu singkat mobil telah siap
Kulihat bu amin begitu bingungnya menghadapi situasi ini
Aku paham, dia tidak punya uang sama sekali
Aku mendekatinya
Kurogoh dompet di celanaku
Kulihat, hanya ada tiga lembar uang seratusan ribu
Kuambil semuanya dan kuserahkan pada bu amin
“bu, berobatnya di rumah sakit nanti sudah tidak bayar, ini untuk sekedar uang saku disana bu”
Bu amin sontak pecah tangis harunya
“maturnuwun mas mantrii..” dia menangis tersedu
Dan sekali lagi… teguh kulihat tertegun melihatku, aku sendiri tak tahu teguh ternyata masih disampingku

Kami pulang setelah pak amin di bawa mobil menuju ke rumah sakit di kota
Hanya bu amin dan sumargi yang ikut, sementara adiknya sumargi di tinggal di rumah

Aku berjalan dengan teguh pulang
Pak sujar masih bersama beberapa warga di rumah pak amin dan tadi dia menyuruhku pulang terlebih dahulu
Hening….
“mas aji luar biasa” dia berkata lirih
“napa?” tanyaku heran
“hmmm…aku tahu, pak amin mendapat pertolongan, semua karena jasa mas aji”
“wah jangan gitu dong, aku Cuma kasihan dengan dia” ujarku sambil menghela nafas panjang
“makasih mas, malam ini aku belajar mengenai nilai sosial dari mas aji”
Kurangkul pundak teguh erat sambil jalan
Aku mengangguk pelan..diantara dingin hembusan angin malam desa ini.


“guhh…?”
“ya mas” teguh menoleh ke arahku, sebagian selimut yang menutup dagunya jadi bergeser menampilkan wajahnya yang super manis
Matanya berbinar indah
Yahhh…dia mutiara di negeri ini, dan aku baru menyadari itu setelah menatapnya dengan jarak sangat dekat

Posisiku miring dengan kepala kutopang pakai tangan yang menyiku
Posisiku menjadikan aku begitu leluasa mengamati teguh yangtengah terlentang berbaring di sampingku
Ranjang ini nggak terlalu besar menjadikan suasana semakin menjadi intim
Jam 22.15 malam, tapi rasanya seperti jam satu malam, sepi hanya derik suara binatang malam saling bersahutan di sekitar rumah

“ada apa mas?” tanya teguh mengulanginya
Aku Cuma tersenyum menatapnya, mataku tak berkedip dan dalam hati aku mengguman “ya Tuhannnn…mengapa Engkau selalu hadirkan lelaki-lelaki tampan di depanku?’
Aku menarik nafas panjang

“kamu lain ” ucapku datar
Teguh sedikit terbelalak kaget, dia bingung dengan ucapanku tadi
“maksud mas aji?”

Aku menghela nafas pelan
“guh…kamu tuh aku perhatikan beda dibanding remaja-remaja lain di desa sini” jelasku
Dalam hati sebenarnya aku berkata ‘kamu tuh beda banget dengan remaja-remaja lain di desa sini, lebih putih, tidak dekil dan lebih cakep dan aku tuh suka kamu’
Jadi tersenyum sendiri akibat begitu beda antara pa yang dihati dengan yang kuucapkan

Teguh tersenyum
Dan…aku melihat dengan sangat dekat senyum yang menampilkan bibir merahnya yang sexy merekah…
Ohhh Tuhannn ingin sekali aku langsung menubruk tubuhnya dan melumat bibirnya
Tapi bathinku menahannnya dengan kuat

“masa sihhh…aku merasa sama saja dengan remaja lain di desa sini kok, aku biasa ke ladang mencari rumput, mencangkul, membawa kayu, menanam, maen sepak bola, bulu tangkis…sama kok dengan remaja lain di desa sini kok mas…mas aji ada-ada saja tuh” papar teguh menjelaskan argumennya
Aku terdiam

“Tetep, dimataku kamu lain guh, kamu beda, kamu tuh sekolah SMA, yang lain tidak, kamu tuh ingin belajar komputer yang lain tidak, kamu tuh langsung bisa akrab denganku yang lain tidak, dan aku tahu pemikiranmu pasti lain dengan pemikiran-pemikiran remaja di daerah sini”
“pemikiran?”
“ya”
“maksud mas aji apa?”

Aku menghela nafas lagi, agak susah bicara dengan anak usia SMA
“guh..”
“ ya mas”
“boleh aku tahu?”
“he em..apa mas?”
“kenapa kamu sekolah SMA, sementara yang lain tidak sekolah, disini kulihat sebagian besar cukup sampai lulus SD atau SMP saja, kamu kenapa repot-repot sekolah SMA di kota sana?”
Kali ini teguh yang terdiam menatapku serius

“mas aji… tadi kita sudah melihat sendiri kondisi pak amin kan?, kalau mas aji tahu, disini banyak penduduk yang kondisinya mirip pak amin, tidak punya lahan pertanian, kalupun punya ya sempit, mereka miskin mas..mereka itu miskin …tapi menurutku kemiskinan mereka itu karena mereka bodoh..mereka tidak sekolah, mereka hanya mengandalkan adat turun temurun yang diperoleh dari nenek moyang…”

“kok bisa, bodoh jadi miskin? banyak lho orang yang tidak sekolah tapi kaya” jawabku menyelidik
Teguh sekali lagi tersenyum dan aku sekali lagi terpesona dengan senyumannya
“mass…disini tuh tanahnya subur, mau ditanami apa saja tumbuh, bahkan hnaya di tanami rumput saja bisa jadi uang, menurutk banyak yang bisa di tanam selain tanaman tembakau yang begitu rentan dengan penyakit, mereka miskin karena mereka tidak punya pemikiran sampai kesitu”

“lho, katanya mereka yang miskin tidak punya tanah?”
“sebenarnya dulu mereka punya tanah…maksudku orang tua mereka, tapi karena bodoh mereka tidak bisa mengelola hartanya, mereka kebanyakan terjerat utang pada juragan tembakau,,,dan ketika hasil panen tembakau jelek, mereka jual tanah mereka untuk membayar utang pada juragan yang tak lain juga rentenir…hmmm aku kadang kasihan juga melihat kondisinya”

“memangnya banyak yang utang ya?”
“lha iya lah mas, waktu musim tanam tembakau, mereka utang dulu untuk modal tanam kemudian waktu panen seluruh hasil panen harus diserahkan pada juragan yang memberi utang, setelah akhir panen barulah di hitung, kalau sisa baru dikembalikan kalau kurang maka petani masih menanggung utang lagi,,,uh padahal bunganya kalau aku hitung, lebih dari seratus persen per tahun”
“hahh…seratus persen, edan po?” aku kaget
Teguh Cuma mengangguk kelu…

“guh…terus rencanamu ke depan gimana?”
“maksud mas aji apa?”
“maksudku setelah kamu SMA, rencanamu gimana?”

Sejenak teguh terdiam…kayaknya sedang berfikir
“aku ingin kuliah mas…makanya aku ingin kenal mas aji, aku ingin ke semarang, kalau ke jogja jauh dari sini, kemaren aku sudah bilang sama bapak ibu dan mereka setuju saja, untuk biaya sudah disiapin dengan menabung oleh orang tuaku..makanya aku ingin belajar banyak tentang komputer dan internet sebelum aku kuliah”

“pengin ambil jurusan apa guh?”
“belum sampai kesitu mas, tapi kayaknya aku pengin ambil ekonomi saja”
“napa ekonomi?”

Teguh tersenyum tipis
“aku ingin merubah imej pada masyarakat sini mas, kebanyakan warga desa sini menganggap sekolah untuk menjadi pegawai negeri, sekolah untuk jadi karyawan kantor kayak mas aji, makanya kebanyakan mereka nggak sekolah…aku ingin merubah cara pandang warga sini bahwa dengan sekolah masih bisa didesa sini dengan menjadi lebih baik,aku ingin jadi eksportir hasil-hasil pertanian, atau mungkin petani yang dilandasi bisnis atau mungkin pedagang, atau mungkin mendirikan semacam koperasi simpan pinjam dengan dasar bagi hasil atau mungkin jadi guru..mendirikan semacam sekolah…akhhh…mas anganku sangat berlebihan yo?”

Dia menatapku tajam dan tersenyum
Aku tak kuat lagi, aku begitu terpesona dengan pemikirannya
Sekali lagi aku begitu terpesona dengan senyumnya
Aku terpesona dengan angan-angannya
Aku terpesona dengan semua yang ada pada dirinya

Dengan tanpa kesadaran langsung tubuhku dengan cepat ambruk setengah menindihnya
Aku memeluknya dan mencium pipinya
Begitu erat;;;
Kucium pipinya yang begitu halus
Dan terus kucium dan kupeluk
Kurasakan teguh sedikit menggelinjang memberontak
Dan…tiba-tiba aku ingat adit…
Yah adit…dan teguh mirip adit….
Aku melepaskan diri termasuk melepaskan diri dari ciuman dipipinya

Kulihat teguh terbengong melihat reaksiku yang berlebihan
Wajah teguh sekarang menjadi merah merona
Dia bingung

“mas…mas…..mas aji tadi cium aku?” katanya dengan nada gusar

Aku tersadar…
Tadi sebenarnya hanya gerakan reflek saja mencium pipi teguh, bahkan rasanyapun aku sudah nggak ingat
Hmmm…dia teguh, bukan adit
Yahh dia teguh, remaja desa yang masih sangat asing dengan sesuatu yang berbau seksualitas
Mungkin jika aku ini wanita dan menciumnya, dia tak akan segusar ini
Aku memang keterlaluan…
Aku harus siap di tinggal dia jika dia mungkin jijik dengan ciumanku tadi.

“duh maaf guhh…maaf”
Aku memohon
Teguh masih terus memandangku dengan tatapan aneh, tangannya mengusap bekas ciumanku tadi
Aku semakin merasa bersalah, dalam hati tak seharusnya secepat ini aku menciumnya

Aku rebahkan tubuhku disampingnya dengan beban rasa bersalah yang luar biasa berat
Kuraih telapak tangannya
“maafin aku guh” ujarku lirih
Teguh masih diam
Entahlah tiba-tiba suasana menjadi begitu heningnya, dan ini semua karena kecerobohanku

“guhh…” suaraku begitu lirih
Tiba-tiba tubuh teguh bergerak memiringkan badan emnghadapku
Bibirnya tersungging senyum
Aku terdiam dengan berjuta tanya

“nggak apa-apa mas…Cuma aku geli saja, aku nggak pernah dicium orang, jadi gimana gitu” dia berkata sambil senyum
Aku memandangnya heran…dia nggak marah malah senyum
Aku begitu leganya mendengar penjelasannya

“memangnya kamu belum punya pacar guh?”
“belum”
“napa?”
“hehehe, mana ada yang mau pacaran sama aku, aku ini orang nggunung mas, lagian aku masih kecil, besok masih mau kuliah juga…masih jauh mas mikirin pacar”
Hmmm…ini anak semakin mirip adit…mirip…mirip

“pantesan!” ujarku singkat
“kok pantesan?” teguh penuh tanda tanya
“yahh pantesan nggak pernah dicium” ujarku sambil mengerling nakal
Teguh Cuma tersenyum
Sangat manis, bibirnya prorsional, merah dan berisi…aku suka…pengin sekali melumat bibirnya

“guhh…”
“iya mas..”
“gimana tadi rasanya aku cium?” tanyaku menyelidik
Teguh terdiam
“hmmm gimana ya mas, bingung…nggak taulah, soale tadi mendadak gitu, aku akget saja”
Aku tersenyum
Anak ini begitu polosnya
Sekali lagi mirip adit
Akhhh aditt……aku jadi ingat kamu

“pengin dicium lagi?” tanyaku tiba-tiba
Aku mengajukan pertanyaan ini mirip berjudi, siapa tahu dia mau aku cium lagi atau mungkin malah takut
Hatiku berdebar ingin tahu jawabannya

“hmmm…mosok di cium mas aji”
“emangnya napa?” aku belum menyerah
“mosok di cium laki-laki?’
“emangnya napa?’ tanyaku lagi belum menyerah
Kupandangi wajahnya
Raut wajahnya menyiratkan kebingungan akan jawaban yang akan dia berikan

“guhh..dicium laki-laki atau perempuan sama aja lah” ujarku merayu
Dia terdiam…
Diamnya menimbulkan sejuta tanya
Kugeser tubuhku hingga menempelnya
Aku miring dan merengkuhnya
Dia hanya diam saja…
Dan bagiku ini adalah lampu hijau aku boleh menciumnya atau mungkin menghisap manis bibirnya..
Rengkuhanku semakin erat
Dan wajahku semakin mendekatinya…
Teguh masih terdiam….


Pelan tanganku mengusap dadanya
Kurasakan degup jantungnya begitu cepatnya, nafasnya mulai tak lak lagi teratur
Teguh bingung, aku paham dia dalam keadaan nervous, bimbang dan penasaran yang menjadi satu

“mmass…mmau ngapainn?” dia tergagap dengan suara bergetar
Aku Cuma tersenyum
“mau ngajarin kamu..”
“mmm….”dia belum sempat membuka suara
Tapi aku tak sabar melihat dari dekat bibirnya yang merah basah merekah
Langsung kulumat….pelannn…
Kuhisap bibir bawahnya
Tanganku mengelus dadanya

Hmmm…ini kenikmatan yang tidak bisa kugambarkan
Bibirnya begitu kenyal…
Lembut…
Kuhisap…dan terus kuhisap
Kuremas dadanya
Maniss….
Aku semakin lupa diri

dan teguh mulai bereaksi terhadap lumatanku
tangannya merengkuh punggungku
kakinya mulai bergerak
dan …..
aku melepaskan lumatanku

kuamati dari jarak sangat dekat wajahnya
sangat-sangat dekat
bibirnya semakin basah dan terbuka

“gimanaa….”aku berbisik disamping telinganya
Dia sedikit menggerakkan bibirnya…tersenyum
“enak kan?’ bisikku lagi
Dia tersenyum
Rona pipinya sekarang mulai memerah manis

“mau lagi?” bisikku
Dia hanya terdiam pasrah
Syock mungkin

Dan aku semakin lupa diri
Kembali kulumat bibirnya
Kuhisap
Kulumat lagi
Kuhisap dan kugigit pelan

Bibirku berpindah
Ke pipinya
Ke lehernyanya
Dan kurasakan badannya bergetar
Bergerak
Dan kudengar dia mengerang pelann

Tanganku
Mulai pindahh…
Menyusuri lututnya
Menyibak sarungnya
Kurasakan hangat pahanya yang mulai tubuh rambut alus
Kakinya bergerak mengggelinjang
Semakin ke atas
Menyusup dalam sarungnya

Bibirku terus menjelajah
Dan suara erangannya semakain parau
Kitika tanganku menyentuh celana dalamnya
Kurasakan gundukan daging kenyal yang sudah mengeras
Kuremas pelan
Dan teguh semakin mengerang
Luremas dan terus kuremas
Batangnya sudah sedemikian keras

“mmaaasss…udaahhhh…..” dia memohon tapi pasrah

Pelann kuturunkan celana dalamnya dibalik sarungnya
Kuraba penisnya yang sudah sedemikian keras
Kuelus dengan pelann sampai pangkalnya yang berambut
Teguh semakin mengerang
Dan aku semakin tak peduli lagi
Kurasakan jari-jari tangan teguh mencengkeram erat punggungku

Dan aku semakin lupa diri
Lupa bahwa teguh masih begitu muda dan awam
Lupa bahwa teguh belum mengenal sentuhan
Dan kudengar diluar hujan mulai turun diiringi desahan teguh yang melenakanku




Tiba-tiba aku tersadar….
Aku teringat dengan adit…yah dengan adit
Dulu pertama kali aku mencumbu adit dalam kondisi seperti ini
Sama pesis
Dan sejak itu hati adit terluka
Semua itu gara-gara aku

Dan haruskah semua itu terulang lagi dengan teguh?
Ohhh teguh mirip adit
Dia remaja dengan sejuta cita-cita dan angan
Dan haruskah aku merusaknya
Haruskah aku menodainya hanya demi nafsuku

“ohhh….guh maaf…maafkan aku guh, aku lupa diri, maaf…maaf guh…”aku berbisik
Aku secepat kilat duduk
Kukutup wajahku dengan tangan
Aku ingin menjerit menyesali diri
ohhh…sampai kapan aku diperbudak nafsu? Ohhh…aku benar-benar menyesali diri

kulepaskan tanganku di wajah, dan kulihat wajah teguh begitu merah dan seperti sudah dikuasai nafsu
aku memandang wajahnya
“maafkan aku guh…”ucapku mengulanginya
Pelan teguh bangkit
“mas nggak apa-apa kok”
Kupegang kedua sisi wajahnya erat
“guhh…kamu nggak boleh begini, ini belum waktunya, kamu masih muda dan masih banyak yang akan kamu raih, okee..kita harus menyudahi ini, maaf aku yang salah”
Pelan teguh mengangguk
“guhh…tidur saja yuk, udah malam, lupakan kejadian tadi ya?
Sekali lagi teguh hanya mengangguk

Kembali aku merebahkan diri dan teguh disisiku
Tangannya memegang erat tubuhku
Dia memelukku memberi kehangatan
Dan tiba-tiba setengah bangkit wajahnya telah tepat diatas wajahku
Pelan dan sangat pelan bibirnya yang bergetar menempel dan melumat bibirku..pelan dan sangat lama
Wajahnya teduh dan matanya terpejam menikmati lumatan ini
Matakupun terpejam
Entahlah…jiwaku laksana melayang
“mas ajii…tahu tidak, ini ciuman pertamaku…dan hanya dengan mas aji aku menyerahkannya” dia berbisik
Dan sesaat aku terlena…….
to be continued...


0 comments:

Post a Comment