DISCLAIMER:

This story is a work of fiction. Any resemblance to any person, place, or written works are purely coincidental. The author retains all rights to the work, and requests that in any use of this material that my rights are respected. Please do not copy or use this story in any manner without author's permission.

The story contains male to male love and some male to male sex scenes. You've found this blog like the rest of the readers so the assumption is that material of this nature does not offend you. If it does, or it is illegal for you to view this content for whatever the reason, please leave the page or continue your blog walking or blog passing or whatever it is called.



Love Under The Mistletoe Chapter 6

CHAPTER VI
THE FEELINGS



by  Tuktuk


Seandainya saja aku bisa menghentikan waktu, tentulah akan kuhentikan waktu saat ini. Saat dimana selama 4 jam aku tertidur disamping kak Riko. Saat aku bisa memeluk erat lengan kak Riko, menghirup wangi tubuh kak Riko, wangi yang melekat erat di otakku. Wangi yang membuatku merindukannya walau baru saja berlalu satu detik. Andai…
Perlahan aku membuka mata, ku lihat ke sebelah kanan dan kiri ku. Kak Wildan dan kak Riko masih tertidur pulas. Ku tatap lekat-lekat pria yang tertidur disampingku. Biarkan aku menatapnya lebih lama Tuhan, melihat lekuk bibir kemerahannya, menatap tulang pipi yang kokoh dan mata yang terpejam tenang. Pandanganku ku sapu ke seluruh ruangan kamar, mana Laura? Bukankah semalam ia tertidur disebelah kak Riko?

“Psst… Danny!” terdengar suara Laura pelan menyapa dari luar kamar.

Aku menoleh. Ku lihat Laura berdiri dan memberi kode untuk menemuinya. Aku segera beranjak meninggalkan kedua kakakku itu.

“Ya, mbak?” tanyaku.
“Ini, aku udah beli bubur ayam tadi ke depan. Kamu masuk pagi kan? Buruan, nanti telat…”
“Wah, makasih banyak Mbak… Buat kak Wildan sama Kak Riko?”
“Mereka biar bisa cari sendiri.. Hihii”
“Wah, aku ga enak mbak… Biar ini buat mereka berdua saja… Aku bisa beli sarapan nanti..”
“Jangan… Eh, aku cuma bercanda kok… Punya mereka berdua aku taruh di dapur. Itu makan buburnya…”
“Oh, hehe…Oke, makasih ya mbak…”

Aku melahap bubur ayam itu agak cepat. Karena ku tahu bahwa saat ini aku sedang berkejaran dengan waktu. Walau kost ku dekat dengan kampus, tetap saja aku tidak bisa bersantai karena ini UTS. Sambil melahap suap demi suap bubur ayam itu, ku lihat Laura seperti membuat sesuatu di belakang.

“Nah, Dan… Hari ini kamu ga usah buat kopi dulu! Aku udah buatin soalnya kamu bisa langsung mandi terus berangkat! “
“Waaaah, mbak repot-repot begitu?!”
“Nggak kok, kasian… Kamu capek begadang semalam… Jatah mereka berdua biar aku yang urus”

Aku tersenyum. Segera setelah menyelesaikan semangkuk bubur ayam itu, aku melangkah menuju kamar mandi. Ku basuh badanku yang masih terasa remuk karena begadang. Kucoba untuk tidak melupakan semua momen dimana aku bisa bebas memeluk lengan kak Riko. Menciumi wangi tubuhnya, merasakan hangat tubuhnya.

Saat aku sudah hampir siap dan beranjak meninggalkan kamar, tiba tiba ku dengar suara dari luar kamar. Suara Laura.

“Danny, aku pulang ya….”
“Oh iya mbak, mau bareng?”
“Boleh… Yuk..”

Aku berjalan menyusul Laura. Ku tutup perlahan pintu depan kost kami. Meninggalkan kedua kakak ku yang masih pulas tertidur di kamarku. Kalau ku perhatikan, Laura memang cantik. Wajarlah, kalau ia bisa dekat dan… bisa sedekat itu dengan kak Riko. She deserved it! Bisa kurasakan seperti ada perasaan sesak saat aku harus tau bahwa ia dan kak Riko terlalu dekat. Aku merasa terasing ketika mengingat hal itu.

“Dan… Menurut kamu, Riko orang yang gimana?” ujar Laura.

Aku berfikir sejenak. Mereka-reka seperti apa sosok kak Riko selama ini.

“Kak Riko itu…Hmm, kak Riko itu orang yang spontan, supel, dan suka menolong, cukup keren sih…” jawabku.

Tidak, aku berbohong! Kak Riko lebih dari itu! Ia orang yang hangat, ia orang yang ramah, ia orang yang melindungi. Ia segala-galanya!

“Masa sih? Kayaknya sama kamu beda banget… Dia itu spontan sih iya, supel, juga iya.. Menolong ? iya sih… Tapi kalau keren? Hhaha kayaknya nggak deh” balas Laura sambil tertawa.

Aku tersenyum.

“Mbak, kan kenal nya sudah lama… Jadinya bisa tau deh sifat kak Riko… Mbak, aku mau tanya..”
“Eh, Dan… ga usah pake ‘mbak’ lagi… ah.. Tua banget kesannya… Laura aja langsung, oke?”
“Hihi oke deh Laura…”
“Nah, gitu dong. Emang mau tanya apa?”
“Beneran kak Riko itu playboy?”

Laura terdiam sejenak. Sambil menatap lurus kedepan jalan ia menjawab…
“Mungkin itu satu hal yang membuat dia manusia. Manusia yang memiliki kekurangan, seperti manusia lain…”
“Oh, wajarlah… Orang kayak dia pasti banyak yang suka…”
“Nggak wajar sih menurutku, Dan… Kalo ganteng terus sah punya banyak pacar? Kalo ganteng bisa dapet perlakuan sosial yang istimewa? Nggak. Mungkin itu kekurangan dia, kalau kulihat dia seperti mencari sesuatu, selama ia belum menemukannya… Ia tetap seperti itu”

Aku tertegun. Sepertinya perkataan Laura barusan benar-benar melekat di otak ku. Benar juga, lantas apa yang kamu cari, Kak? Don’t you know I am here? Don’t you know I love you? Ah.. ku tepis untuk kesekian kalinya mimpi ku untuk berdiri disamping kak Riko. Berdiri sebagai seseorang yang ia cintai. Mimpi.
Drrt. HP ku bergetar. Kulihat notifikasi SMS.

“FROM : Kak Wildan
“DEK, SUDAH BERANGKAT YA? HATI-HATI DIJALAN YA. SEMANGAT BUAT KULIAHNYA! HUGS.”

Aku tersenyum membacanya. Andai yang mengirim SMS ini kak Riko. Mungkin aku segera pulang dan memeluknya erat-erat. Eh, apa aku berani? Cuma berkhayal sih.

“Dan, aku duluan ya. Dari sini aku tinggal berapa blok lagi… Kamu semangat ya buat UTS sama ngumpul tugasnya…”
“Laura… makasih banyak ya…”
Laura mengangguk sambil tersenyum. Kuteruskan langkahku dengan perasaan ringan dan masih seperti anak kecil yang baru diberi mainan. Tersenyum sendiri. Tersenyum sepanjang jalan. Tersenyum membayangkan kak Riko.

***

Percakapan dengan Laura tadi pagi membuatku semakin sadar. Aku belum mengetahui seluk beluk kak Riko. Ah, sudahlah… Ku langkahkan kakiku memasuki pekarangan kost. Kuraih gagang pintu dan klek… Terkunci.
Tok… Tok Tok… Ku ketuk perlahan. Kulihat dari kaca jendela depan, kak Riko datang menghampiri. Kak Riko cuma pake handuk!
“Eh, sudah pulang?” tanyanya.
“Iya, ka.. kamu abis ngapain kak?”
“Mandi lah… Ini mau ganti baju, mau ikut?”
“Weeek… Siapa juga yang mau ikut”

Aku meletakkan tas dan buku di kamar sambil terus melirik kak Riko melangkah masuk ke kamar. Mau ikut ganti baju? Ya mau lah! Melihat tubuh atletis kak Riko. Sekali lagi kalau aku mengingatnya, ahhh rasanya muka ku bersemu kemerahan. Dadanya yang bidang dihiasi puting susu kecoklatan. Lengan yang besar dan perut yang rata. Argghh…

“Dan?” tiba-tiba kak Riko menegur. Membuyarkan seluruh lamunanku.
“Ya kak?”
Ku lihat ia memasuki kamarku dan berbaring diatas kasurku. Aku duduk disamping kak Riko.
“Hmmhh..” kak Riko menghela nafas panjang.
“Oh iya, tadi pagi bukan kamu yang buat kopi ya?” Tanya kak Riko.
“Eh.. kok tau?”
“Ya tau lah. Bisa dibedain, rasanya… “
“Laura kak yang buat, aku disuruh buru-buru mandi tadi”
Kak Riko tersenyum. Ahh, kenapa harus membicarakan Laura saat kami tengah berdua? Hufhh…

“Dan, aku lagi suntuk… Skripsiku belum diterima-terima juga… Kayaknya aku mau buat robot aja deh…”
“Wah, kamu sudah ajukan lagi? Kamu mau buat robot apa kak?”
“Belum tau juga, robot sederhana aja, kayak kakak tingkatku dulu… “

Aku terus mendengarkan cerita kak Riko. Banyak istilah anak teknik yang aku tak mengerti. Komponen-komponen seperti PCB dan lain sebagainya yang masih asing ditelingaku. Kalau bukan kak Riko, pasti cerita ini tidak akan menarik. Tapi aku suka mendengarnya. Aku tak punya alasan untuk tidak menyukai suara kak Riko. Untuk apapun yang ia ceritakan, apapun yang ia katakan. Semuanya menarik bagiku.
“Dan, ikut aku yuk…”
“Kemana?”
“Hari ini tanding futsal, kamu mau main?”
“Nggak kak… ehhee aku nonton kamu saja ya”
“Iya dehh, pake motorku saja ya”
“Oke, aku siap-siap ya”

Untuk kali pertama, aku dibonceng naik motor kak Riko. Rasanya aku belum pernah sedekat ini, kurapatkan tubuhku ke punggung kak Riko. Aku ingin berteriak sekeras-kerasnya bahwa aku bahagia! Sesampainya di Sport Center, kulihat Laura sudah lebih dulu duduk.

“Eh, ada Danny! Kamu main juga?”
“Nggak laura, hehe… ga mahir aku”
“Tau nih, si Danny…”
“Hehe, sana main!”

Melihat kak Riko begitu bersemangat mengejar bola dilapangan membuatku semakin terpana. Ia berteriak, ia tertawa, ia bahagia. Sesekali ia menoleh ke arah aku dan Laura, ia tersenyum. Ohhhh aku melting. Sampai akhirnya 1 jam berlalu, dan ia setengah berlari dengan peluh membasahi seluruh tubuhnya.
“Nih” tiba-tiba secara serentak aku dan Laura menawarkan minuman. Aku malu! Oh, seorang Danny menawarkan minuman ke Riko? Jelas,ada Laura disitu. Bego! Pasti kak Riko memilih Laura! Aku langsung meneguk botol air mineral itu untuk menghilangkan rasa gengsi.

“Sini!” tiba-tiba kak Riko menyerobot botol minumku.
Aku melongo. Itu botol minumku. Bekas bibirku. Kini di minum kak Riko. Berbekas kak Riko? Kak Riko memilih botol minumanku? Ga salah?
“Bawa handuk ga?” Tanya kak Riko sambil sedikit tersengal.
Aku menggeleng.
“Nih, aku dah siapin” jawab Laura.

Kak Riko langsung meraihnya dan mengambil handuk kecil itu. Perlahan ia mengelap peluh yang membanjiri tubuhnya. Bagiku ia seksi saat itu.

“Dan, langsung pulang yuk… Aku gerah”
“Laura gimana?”
“Aku masih sama temen Dan, tadi udh bilang juga ke Riko…hehe”
“Oh, oke aku nurut aja”

Yay! Satu motor sama kak Riko lagi! Ku tempelkan badanku dipunggung kak Riko yang terasa hangat. Menciumi aroma tubuh kak Riko yang semakin membuatku menggilainya. Kujatuhkan daguku di bahu kak Riko. Aku tak peduli. Aku benar-benar menyukainya. Menyukai semuanya tentang kak Riko.

Begitu sampai di rumah, aku segera melangkah masuk ke kamar.
“Dan….” Suara kak Riko memanggil dari belakang.

Aku menoleh.

“Dan, apapun yang kamu dengar tentang kakak… Ada banyak hal dan begitu banyak hal yang sangat kompleks yang membuat kakak seperti itu.”
“Maksudnya kak?”
“Ya… Soal kakak dibilang playboy…”
Aku mengernyitkan dahi. Darimana ia tau kalau aku bertanya soal hal itu?
“Aku tau kok, pasti kamu ilfeel ya sama aku…”
“Nggak kak… bukan gitu… Bukan alasan dan aku ga segampang itu membenci orang…”
“Ya, entahlah Dan. Aku juga mulai jenuh seperti itu”
“Then stop it kak, Kamu Cuma menyiksa diri kamu seperti itu…”
“I know… Aku Cuma cari rasa nyaman. Rasa dimana aku dibutuhkan, dan dia membutuhkan. Timbal balik…”
“Pasti ketemu kak, tapi mungkin tidak dengan pencarian yang berlebih, yakinlah, aka nada orang yang mencintaimu seperti kamu mencintainya…”

Kak Riko tersenyum. Iya kak! Itu aku! Orangnya didepan kamu! Batinku…

“Dan, kakak mungkin bukan contoh yang baik, kakak juga bukan siapa-siapa. Kakak harap kamu masih percaya kakak, karena kakak masih ingin menjadi lebih baik.”
“Aku percaya. Kamu juga dong! Harus berubah, harus lebih baik!”
“Pasti… “
Aku tersenyum. Andai kau bisa menyadarinya kak… Andai… Aku melangkah menuju kamar….

“Dan… “
Aku menatap kak Riko.
“Gantungan mistletoe di kamar kamu… Nanti kita buat yang lebih besar ya…”
Aku mengangguk.
Tuhan, mata ku panas. Aku benar-benar menyukainya. Aku benar-benar tak bisa mengingkarinya. Andai aku bisa menyatakannya, andai aku bisa mengutarakannya. Andai aku bisa tau perasaan dia kepadaku…

“Loving you it hurt sometimes
i'm standing here you just don't bye
i'm always there you just don't feel
or you just don't wanna feel
don't wanna be hurt that way
it doesn't mean i'm givin' up
i wanna give you more
and more and more'”

(D’Cinnamons – Loving You)


to be continued...




0 comments:

Post a Comment