DISCLAIMER:

This story is a work of fiction. Any resemblance to any person, place, or written works are purely coincidental. The author retains all rights to the work, and requests that in any use of this material that my rights are respected. Please do not copy or use this story in any manner without author's permission.

The story contains male to male love and some male to male sex scenes. You've found this blog like the rest of the readers so the assumption is that material of this nature does not offend you. If it does, or it is illegal for you to view this content for whatever the reason, please leave the page or continue your blog walking or blog passing or whatever it is called.



Love Under The Mistletoe Chapter 2

CHAPTER II
The Rain


by Tuktuk



Tanpa terasa, seminggu sudah aku lewati sebagai mahasiswa baru jurusan Ilmu Komunikasi. Life has been so good. Bertemu dengan banyak teman-teman, mengikuti kegiatan kemahasiswaan diluar jam kuliah yang memberikan warna baru yang jauh berbeda saat aku masih tinggal bersama Ayah dan Ibu, termasuk berbagi isi rumah dengan kedua ‘kakak’ baru ku itu.

Ku tutup laptopku, kemudian beranjak perlahan meraih handuk dan bergegas mandi. Ku perhatikan keluar jendela, seminggu ini hujan terus. Langit diluar sedikit mendung dan hari ini kuliah perdana dari dosen Pengantar Komunikasi yang minggu lalu kosong, i can’t miss it! Masalahnya, kamar mandi di rumah ini hanya ada 1, jadi kami bertiga harus berbagi. Kak Wildan biasanya kuliah siang, jadi yang suka rebutan pagi antara aku dan... Kak Riko! Entah kenapa kalau mengingat ia, hatiku bersemangat. Kak Riko memang berbeda dengan kak Wildan yang sedikit cool dan berusaha berwibawa, kak Riko itu spontan dan apa adanya, belum lagi mukanya yang sedang tersenyum atau tertawa, God...:)

Ahh, apa yang baru saja aku pikirkan? Tidak... tidak... Dia roommates ku dan aku tak boleh memiliki perasaan apapun untuk itu. No excuses.

Ku raih gagang pintu kamar mandi tersebut... Kreek...Dan sebuah teriakan menyambut dari dalam kamar mandi.

“WOI! Untung gw udah kelar!!!” teriak kak Riko.

Aku bengong. Kak Riko berjalan setengah telanjang dengan dibalut handuk keluar dari kamar mandi, I swear this is hotter than any striptease show~! Dadanya putih padat berisi dengan kedua puting susu kemerahmudaan menghiasi di kedua sisinya, bahu dan lengan yang padat dan kokoh... Arrghhhhh! Pingin peluk!

“Dan? Danny?” ujarnya seraya membuyarkan lamunanku.
“I... Iya kak?” jawabku terbata.
“Lain kali, kalo mau masuk ketok dulu...”
“Yee! Salah siapa yang ga ngunci pintunya! Masa nyalahin Aku?” jawabku sewot.
“Aah, pokoknya salah kamu, Dek! Hukumannya buatin Kakak kopi ya”
“Enak aja! Nyalahin aku... Ogahh!” ujarku sambil masuk ke kamar mandi.

Tuhan! Ada sesuatu yang tertinggal dikepala, sesuatu yang menancap di angan, bayangan kak Riko tadi masih jelas and He is so damn HOT! Arhhhh, Byuurrr aku mengguyur kepalaku dengan air berharap apa yang kulihat tadi tidak terus menerus bersarang diotakku.

Samar-samar dari luar kamar mandi aku dengan suara kak Wildan, si pemalas itu sudah bangun rupanya. Daripada ia mengetuk pintu duluan, lebih baik aku yang buru-buru keluar. Tetapi, baru selangkah berjalan meninggalkan kamar mandi suara kak Riko memanggil.

“Danny! Ayolaaaaah, ga ada kopi kakak ga semangat mau bimbingan skripsinya...”
“Manja nya! Minta sama kak Wildan aja”
“Mana bisa si monyet itu nyeduh kopi, orang masak mie aja dia rela beli di warung”
“Heh sialan lu Ko, udah Danny, coba diturutin aja itu maunya si Riko... lagi manja dia hari ini...Daripada kita dicemberutin seharian?”

Aku tersenyum. Jujur aku senang membuatkan kopi untuk kedua orang ini. Setiap pagi. Ya, setiap pagi. Berawal dari hari pertama aku ngekost dan membuatkan kedua orang ini kopi. Aku terbiasa membuatkan segelas kopi untuk Ayah sebelum berangkat kerja. Kata Ayah, kopi buatanku pas tidak terlalu pahit juga manis, kopi hitam yang pas. Jadi sudah seminggu ini aku rutin membuatkan kopi untuk mereka, entah sampai kapan.

Sruuuuttt... Kedua kakakku itu seperti berlomba menyeruput kopi. Aku jadi geli melihatnya. Roman muka kak Riko terlihat begitu menawan. Rambutnya yang dispiky rapi, mukanya yang bersih dan putih, dan tanpa kusadari, aku sedikit berdebar kali ini...

“Danny, kita bareng yok ke kampusnya...” ajak kak Riko.
“Iya, kebetulan aku udah mau berangkat, yuk...”
“Gue sendirian dong di kost?” sahut kak Wildan.
“Heh, nyet... Elu udh tua kaga perlu diurusin lagi, doain judul skripsi gue diterima yak!” jawab kak Riko.
“Najis lu, Ko...Gw doain dosen pembimbing lu lagi ga ditempat!”
“Ahh udah nyet, males gw pagi-pagi berantem sama elu... Malu sama Danny, udh gede kayak anak kecil”
“Asuuuuu!!!!” jawab kak Wildan sambil melempar sebelah sendalnya.

Kak Riko keluar sambil tertawa kecil, aku tertawa sambil menggelengkan kepalaku. Dasar...

Tik... Tik.. Tik... Kepala ku kuangkat ke kelangit. Hujan!
“Wah, mau hujan nih... Kita mesti lari-lari kak”
“Hahaha, santai aja Danny... Jalan kaki saja kayak biasanya...Ini masih gerimis kecil..”

Aku bermuka masam. Aku malas saat harus berbasah-basah karena hujan, terlebih aku tidak punya payung dan Kak Riko menyadari itu.

“Lha, kok cemberut? Kamu mau naik angkot? Deket gini?”
“Hujan nya itu kak. Aku malas basah-basah, walau cuma gerimis kecil...”
“Hush, hujan itu berkah... Hujan itu hadiah... Kita harusnya seneng dong dikasih hadiah... Manusia itu selalu begitu, saat panas kita memohon hujan. Begitu sudah ada hujan kita memohon panas... Tidak adil.”

Aku terpana. Kak Riko memang tampan saat sedang tak serius, tapi ketika ia berbicara seperti seorang pria dewasa, ia tidak lagi tampan. Tapi lebih dari itu. Dan terus saja setiap kali aku memandangnya, seluruh sel didalam tubuh ini memuji dan mengaguminya. Bodoh!

“Eh, kamu jam berapa pulangnya?”
“Jam 1 kayaknya, kenapa kak?”
“Ya udah, bareng aja... Aku sekalian cari buku di perpus... Sms kk ya kalo udah kelar kuliahmu”
“Oke!”
Tuhan, Aku memang senang bisa berangkat bersama kak Riko pagi ini. Tetapi kenapa mesti hujan ?

***
Drrttt... Drrrttt.. HP ku bergetar. Kulihat isi SMS nya, dari kak Riko.

“DAN, UDH KELAR? KK TUNGGU DIPERPUS YA”
“IYA KAK, UDAH. OKE AKU KESANA DILANTAI 1 YA”

Langit masih mendung, bahkan lebih gelap dari tadi pagi. Hujan masih akan turun dan lebih deras nampaknya. Dari kejauhan aku melihat sosok kak Riko berjalan ke arahku. Mukanya sedikit lebih lesu dari tadi pagi.

“Kok lesu kak?”
“Judulku belum diterima, kata dosenku cari judul lain dulu yang lebih menantang katanya...”
“Hihihi, faktor muka kali kak?”
“Yeeee muka ganteng gini! Eh, kayaknya mau hujan deh...”
Aku menoleh ke halaman kampus dan benar saja. Hujan perlahan turun. Deras sekali, seperti langit sedang meluapkan kemarahan, begitu deras.
“Kamu cemberut lagi tuh!” ledek kak Riko.

Kali ini aku tak menjawab dan kak Riko menyadari hal itu.

“Kita main hujan aja yok!”
“Hah?”
“Main hujan, sambil pulang”
“Ogahh... Hujan deres gini... dingin pula”
“Ayolaaah, biar kamu basah sekalian siapa tau ga sebel lagi sama si hujan”
“Ogaaaah...”

Kak Riko lalu melepas sweaternya, meninggalkan baju kaos tipis yang membuat lekuk tubuhnya semakin menonjol. Dengan cepat ia memasangkan sweater tebal itu ke tubuhku.

“Ayo!!!” katanya sambil mengulurkan tangan.

Aku terdiam. Sedikit ragu, namun akhirnya aku terima sambutan tangan itu. Kedua tangan yang besar dan kuat. Kedua tangan yang menggandengku dan mengajakku berlari dibawah derasnya hujan. Tangan yang hangat. Tangan kak Riko. Aku sudah tak peduli lagi. Hujan memang turun deras, tapi aku tidak peduli. Aku bahagia. Tidak pernah sebahagia ini.

Kami berlarian sambil terus berangkulan pada pundak satu sama lain. Tubuh kak Riko yang terasa begitu rapat, begitu dekat, hangat tubuh kak Riko.

Begitu sampai di kost, aku menggigil. Kak Riko lalu mengambil handuknya, mengusapnya di muka ku, menggosok kepalaku lembut.
“Bilas dulu Danny, trus tunggu di kamar”

Aku membasuh tubuhku, membersihkan dan mengeringkannya. Walau telah berganti pakaian aku terus saja mengigil. Tetapi kak Riko masih basah kuyup, ia ke dapur seperti mengerjakan sesuatu dan datang ke kamarku.

“Ini, ucapan maaf sudah ngajak kamu gila-gilaan” ujarnya sambil menyodorkan segelas cokelat panas.
Kuraih gelas itu dan menyeruput perlahan, nikmat... hangat.

“Pas ga rasanya? Panas ga?” tanya kak Riko.
“Enak kok kak...”
“Masa sih? Aku belum coba lho, sini coba sedikit”

Tangan kak Riko meraih gelas cokelat ku, kemudian ia menyeruput cokelat panas itu.
“Ini baru nikmat..Kakak mandi dulu ya, maaf untuk yang tadi...”

Aku mengangguk. Aku menatap gelas yang kupegang, menatap sisi bekas kak Riko. Sisi gelas bekas kecupan bibir kak Riko. Sisi gelas yang diminum langsung oleh kak Riko. Sisi gelas itu yang kini aku kecup. Aku ingin bersama kak Riko.

“Tuhan, maaf aku telah berprasangka buruk akan hujanmu, aku menarik kata-kataku tadi pagi Tuhan. Terima kasih telah menurunkan hujan hari ini. ^_^”

Begitu kuakhiri isi buku harian itu, aku merebahkan tubuh di kasur sambil terus saja berfikir. Apa mungkin aku telah jatuh cinta?

****


to be continued...

0 comments:

Post a Comment