DISCLAIMER:

This story is a work of fiction. Any resemblance to any person, place, or written works are purely coincidental. The author retains all rights to the work, and requests that in any use of this material that my rights are respected. Please do not copy or use this story in any manner without author's permission.

The story contains male to male love and some male to male sex scenes. You've found this blog like the rest of the readers so the assumption is that material of this nature does not offend you. If it does, or it is illegal for you to view this content for whatever the reason, please leave the page or continue your blog walking or blog passing or whatever it is called.



Cerita Secangkir Kopi Chapter 2i

Chapter Two Next - Wilujeng Sumping - *Selamat Datang*
by Caramel_machiatto

JUNI 200x




'SELAMAT DATANG DI KOTA BANDUNG' sebuah tulisan berukuran besar terpampang dengan jelas di atas sebuah gapura berkeramik. Tulisan berwarna emas itu seolah-olah menyambut kedatangan dua orang bocah yang pergi dari kampung halamannya yang terletak di kaki gunung ciremai menuju sebuah kota yang belum pernah sekalipun dikunjungi oleh mereka sebelumnya.

Dari dalam bus yang melaju pelan itu, dua bocah kecil itu berlomba-lomba melihat pemandangan yang terhampar di luar kaca. dengan mata yang berbinar-binar, kedua bocah ingusan itu terlihat bersemangat menunjuk setiap bangunan yang mereka lihat di luar sana. sebenarnya tidak ada bangunan yang megah atau bangunan pencakar langit yang mereka lihat, hanya deretan rumah atau toko yang berjajar di pinggir jalan tapi anehnya membuat mereka berdua merasa takjub.
"ngana bae bae toh? muka ngana pucat jo." tanya seorang bocah kepada teman nya.

(kamu baik-baik aja? muka kamu keliatan pucat.)



"iya nih agak pusing. kayanya masuk angin." jawab bocah satunya yang terduduk lemas di samping jendela.



"badan ngana itu kembau, sadiki sadiki sudah sakit. minum obat lah..." ucap anak yang berambut sedikit gondrong itu.

(badan kamu itu agak lemah, sedikit-sedikit sudah sakit. minum obat lah...)



"hei...usahlah ngana bicara manado. torang sudah sampai di bandung ini." balas anak berkepala pelontos yang duduk di samping jendela.

(hei...kamu jangan ngomong bahasa manado lagi. kita sudah sampai di bandung nih.)



"iyo dang..." ucap anak berambut gondrong itu sedikit mengalah.

(iya deh....)



"hey andreas, panji, siap-siap, sebentar lagi kita turun." sahut sebuah suara yang terdengar gagah dari kursi seberang.
kedua anak itu berdiri, mengambil beberapa buah tas besar yang mereka simpan di bagian atas bus yang biasa digunakan untuk menyimpan barang-barang penumpang. masing-masing anak membawa dua buah tas besar yang berisi pakaian dan perlengkapan yang mereka siapkan dari rumah.

bus patas berwarna biru tujuan cirebon-bandung itu bergerak perlahan melewati sebuah pasar tradisional yang ada di daerah ujungberung. bus bergerak perlahan, merayap melewati kemacetan di jalan yang hampir setengahnya tertutup oleh pedagang. dengan rona wajah yang berseri-seri mereka berdua melihat ke arah kaca yang ada di depan, dandengan perasaan yang tidak sabar, keduanya mulai berbicara satu sama lain mengapa bus tak kunjung sampai di terminal.

setelah hampir setengah jam lamanya terjebak kemacetan, bus patas yang membawa mereka berdua akhirnya berhenti di terminal cicaheum, bandung. sambil berlarian, kedua bocah itu berlomba untuk terlebih dahulu menginjakkan kakinya di bandung.

andreas yang keturunan manado-aceh itu ternyata jauh lebih cekatan dari panji yang masih keturunan jawa-sunda. sementara seorang lelaki muda berbadan tegap dan gagah, dengan kulit nya yang coklat menenteng dua buah tas besar kepunyaan dua anak itu terlihat menggeleng-gelengkan kepalanya menyaksikan tingkah bodoh mereka berdua. lelaki muda itu kemudian menyuruh mereka untuk naik ke sebuah angkot berwarna hijau dengan garis merah di bawahnya yang bertuliskan kalapa-aceh.
Mas rizky dengan sabar menjelaskan kepada kami berdua tentang nama gedung, nama jalan dan apapun yang kami tunjuk selama perjalanan di angkot. rasa penasaran kami berdua akan suatu hal memang tinggi, terlebih untuk sebuah kota yang belum pernah kami kenal sebelumnya, bandung.

mas rizky adalah adik kandung dari ibuku yang kebetulan asli orang sukabumi. Mas rizky ditugaskan dan diamanatkan oleh masing-masing kedua orang tua kami di kuningan untuk menemani dan mengurusi segala keperluan yang kami butuhkan selama berada di bandung. pa'e (bapak) sebenarnya tadi mau ikut mengantar kami ke bandung, tapi kebetulan bu'e (ibu) sedang tidak enak badan.

sementara kedua orang tua andreas, teman satu smp-ku di kuningan, kebetulan sedang sibuk membantu mengurusi hajatan besar dari salah satu kerabatnya. walhasil mas rizky seorang lah yang menjadi guide kami selama berada di bandung.

kebetulan mas rizky sudah tinggal hampir lima tahun di bandung. ia adalah seorang tentara yang saat ini sedang dinas di pusdikpassus, sebuah sekolah awal untuk melatih pasukan para komando, khususnya yang akan bergabung ke Kopassus. Memang selama hampir lima tahun mas rizky tinggal di bandung, tetapi ia juga belum hafal betul seluk beluk kota bandung karena selama ini ia tinggal di daerah batujajar, cimahi.
aku dan andreas, dua orang bocah tanggung yang baru saja lulus dari sebuah smp negeri favorit di kota kuningan. kebetulan kami berdua, dan sejumlah anak dari sekolah lain mendapatkan beasiswa untuk melanjutkan sekolah di beberapa buah sma favorit yang ada di pulau jawa.

awalnya aku tidak berniat untuk mendaftar sekolah di bandung, aku lebih memilih untuk mendaftar di sebuah sma semi militer yang ada di kota magelang, sayang seribu sayang, sewaktu menjalani tes akhir, yaitu tes fisik, aku dinyatakan tidak lulus karena di betis kiriku masih terpasang pen, alat penyambung tulang sementara, buah dari kecelakaan motor yang pernah aku alami.

pupus sudah harapanku untuk bisa mengikuti jejak mas rizky yang pernah sekolah disana sebelumnya. tetapi atas saran mas rizky juga, aku diminta untuk mendaftar di sebuah sma yang ada di bandung. kata mas rizky, sma itu juga bagus karena merupakan sekolah unggulan nomor satu di jawa barat.

awalnya aku masih enggan karena aku belum pernah pergi ke bandung, tapi mas rizky terus mendesak dan membujuk aku dengan cerita-cerita jaman dahulu tentang sekolah itu. akhirnya aku mengangguk tanda setuju ketika mas rizky bercerita bahwa dulu, tokoh idolaku, Henkie, atau yang lebih dikenal dengan Sri Sultan Hamengkubuwono IX mengenyam pendidikan sma-nya di sma itu, yang dulu masih bernama HBS (Horgere Burger School).
sementara temanku yang satu lagi, Andreas Hasjmy Parengkuan, seorang anak yang ayahnya berasal kawanua, minahasa (manado). sementara ibunya asli orang langkat, aceh. ia memutuskan untuk hijrah ke bandung karena ada satu cita-cita yang dikejarnya, seorang gadis belia pujaan hatinya, Irene Mokoginta, yang juga keturunan menado tetapi lebih dahulu bersekolah di bandung.

dulu, irene bersekolah di smp yang sama dengan kami di kuningan, tetapi sewaktu menginjak kelas tiga smp, irene pindah ke bandung karena mengikuti ayahnya yang ditugaskan di bandung. bedanya denganku, andreas tidak perduli dengan sekolah apa yang ia pilih yang penting irene ada disitu karena gadis itu adalah cinta pertamanya.

sebenarnya, usia mereka terpaut satu tahun. irene lebih senior dibandingkan andreas, tapi perbedaan umur tak menyurutkan langkahnya mengejar irene. cinta memang gila, mampu menggerakkan hati siapapun bahkan untuk seorang bocah ingusan seperti andreas yang rela meninggalkan ayah ibunya di kuningan demi mendapatkan cintanya itu.
13.30 pm




angkot yang kami tumpangi berhenti di sebuah perempatan dekat sebuah stadion. mas rizky bilang kalau stadion yang ada di belakang kami itu namanya stadion siliwangi, yang biasa dipergunakan untuk pertandingan sepakbola.

dari perempatan itu kami bertiga masih harus berjalan kaki lagi, katanya sih dekat jadi tidak usah naik angkot lagi sekaligus mengenalkan lingkungan baru kepada kami berdua. mas rizky memberitahu kalau jalan yang kami lewati namanya jalan belitung.

yang aku suka dari jalan ini yaitu banyak tumbuh pohon-pohon besar di sisi jalannya sehingga membuat kami merasa teduh berjalan kaki di siang hari bolong. perasaanku ketika pertama kali menginjakkan kaki di terminal cicaheum sebenarnya tidak terlalu spesial, tetapi sewaktu pertama kali menginjakkan kaki di jalan belitung ini aku baru merasakan suasana bandung asli yang sering ibu ceritakan, yaitu teduh dan rindang. udaranya pun masih sejuk padahal jalan begitu ramai dilewati oleh kendaraan bermotor.

selain banyak pohon tinggi nan rimbun, rumah-rumah yang ada di pinggir jalan ini juga membuatku tertarik, hampir semuanya berasitektur jadul, mas rizky berkata kalau rumah disini kebanyakan dihuni oleh mantan petinggi (pensiunan) tentara / militer. karena daerah ini memang dekat dengan markas kodam III siliwangi bandung.

setelah berjalan agak jauh, tibalah kami di depan sebuah gedung berarsitektur art deco, benar-benar gedung tua. bangunannya tinggi bercat putih dengan jendela-jendela kayu super besar berwarna hijau. aku dan andreas dengan bodohnya berteriak dan berlarian di halaman depan gedung, yang di tengahnya terdapat nama sekolah, yaitu SMAN X & Y BANDUNG Jalan Belitung No. 8 Bandung.

aku baru tahu kalau bangunan besar ini dibagi menjadi dua sekolah yang saling bersebelahan tanpa ada pembatas atau pemisah. yang membedakan keduanya adalah pintu masuk masing-masing sekolah, yang satu masuk dari jalan kalimantan, sedangkan yang satunya lagi masuk dari jalan bali.

sementara sekolah yang mas rizky maksud, yang pintu masuknya dari jalan kalimantan. tapi waktu itu, kami masuk dari pintu depan karena untuk pendaftaran siswa baru harus dari pintu depan untuk kedua sekolah.
keadaan di dalam ruangan waktu itu sangat ramai, banyak orang tua yang sedang menunggu di sebuah ruangan besar dengan beberapa meja yang berderet panjang. tiap deretan, terdapat beberapa petugas TU yang bertugas untuk menerima map dari calon siswa yang nantinya akan diurutkan dari nem tertinggi sampai nem terendah.

setelah bertanya sebentar, mas rizky memintaku untuk menyerahkan map berisi ijazah, surat keterangan dari pemda setempat, dll. setelah menyerahkan map kepada petugas, kami menunggu cukup lama di ruang tunggu karena aku masuk melalui jalur beasiswa pemda, jadi banyak dokumen yang harus diperiksa.

sewaktu aku mengamati keadaan di ruang itu, hampir tiapmenit ada orang tua yang bertanya kepada petugas TU berapa passing grade terakhir saat itu. biasanya, tiap kali ada map baru masuk, passing grade pun akan langsung berubah yang langsung diteriakkan oleh salah seorang petugas disana.

sewaktu aku duduk, passing grade nya sudah menyentuh angka 47,00. aku agak khawatir juga karena waktu itu nem aku selisihnya tidak terlalu besar dengan passing grade, masih di kisaran 48. sementara peringkat sepuluh besar dihuni oleh siswa yang nem nya mencapai 49. agak terkejut juga karena waktu aku mendaftar di magelang, sempat masuk peringkat dua puluh besar, tapi disini malah masih belum jelas. melihat wajahku yang mulai panik, mas rizky berusaha menenangkan hatiku kalaupun tidak bisa masuk di sma ini, biasanya berpeluang untuk dipindahkan ke sma sebelah.
setelah map punyaku selesai diurus dan dinyatakan sah, mas rizky menitip pesan kepada petugas disana untuk mengurus map aku sampai tuntas karena kita masih harus pergi ke sma lain, sma yang akan dituju andreas demi mengejar cintanya terhadap irene.

kami pun keluar dari gedung sekolah itu dan berjalan kembali menuju perempatan di dekat stadion, kami menyetop sebuah angkot jurusan stasiun hall-sadang serang, menuju ke arah jalan ciliwung, tempat dimana sekolah irene berada.

sesampainya kita di sekolah yang dimaksud, andreas sempat merasa ragu karena gedung sekolahnya masih kalah bagus dengan gedung sekolah tempatku barusan mendaftar. aku sih sebenarnya suka suasana disekolah ini, sama asrinya dengan sekolah tadi. masih banyak pohon-pohon tinggi besar dipinggir jalan. di sekitar sekolahnya pun ada beberapa pohon terlihat menghiasi lapangan basket nya.

di sekolah ini, andreas boleh bernafas lega karena nem nya sudah dipastikan aman, kebetulan passing grade disini lebih rendah daripada sekolah yang tadi. bahkan andreas sudah mendapatkan selebaran kertas berisi jadwal mos dan perlengkapan yang harus dibawa karena petugas disana sudah menjamin andreas pasti masuk di seolah itu. tanpa berpikir pajang, andreas langsung mengangguk dan mulai mengurus proses administrasi dan biayanya. memang sih kita berdua mendapat beasiswa, tapi itu hanya untuk membayar uang gedung dan spp saja, sementara untuk membayar iuran lain yang tertera disitu, andreas harus merogoh koceknya sendiri.

hanya dalam waktu setengah jam, proses administrasi pun selesai dan saat ini andreas sudah berstatus sebagai calon siswa sma tersebut dan itu artinya, ia akan bersekolah di sekolah yang sama dengan irene. sementara aku masih diliputi perasaan khawatir apakah diterima atau tidak disekolahan tadi. untuk mengalihkan perhatian, mas rizky mengajak kami sholat di masjid besar yang letaknya ada di sebelah sekolah itu kemudian dilanjutkan dengan makan nasi timbel yang letaknya juga tidak jauh dari masjid.

"ndre, emang kamu inget alamatnya irene di bandung?" tanyaku kepada andreas sewaktu kami sedang melahap nasi timbel.



"Dulu tau, sekarang so lupa. nanti mau inga-inga dulu, sapa tau dapa inga." jawab andreas masih dengan logat manado nya yang kental.

(dulu tau, tapi sekarang sudah lupa. nanti mau diingat-ingat dulu, siapa itu bisa diingat.)



"dasar cah gemblung kamu ndre. piye tho carane iso ketemu irene?" tanyaku lagi.

(dasar anak edan kamu ndre. nanti gimana caranya bisa ketemu irene?)



"e do do eee....klo jodoh tak kan lari kemana jo. makang dulu saja lah." jawab andreas sambil melahap ayam ketiga yang dia pesan.

(e do do eee....kalau jodoh tidak akan lari kemana-mana nji. sekarang makan dulu aja lah.)



"Ndre, cepetan makannya ya soalnya kita masih harus pergi lagi ke sekolahnya panji, masih harus memantau keadaan disana." sahut suara mas rizky memecah pembicaranku dengan andreas



"oke mas. torang pigi naik oto jo?" tanya andreas

(oke mas. kita pergi naik mobil <angkot> kan?)
mas rizky menatap heran ke arahku, menanyakan arti dari kata-kata yang andreas sampaikan. lalu aku menjelaskan kalau andreas menanyakan nanti kita pergi ke sekolah itu naik mobil (angkot), bukan dengan berjalan kaki.

setelah paham, mas rizky kemudian mengangguk kepada andreas. sebenarnya aku juga tidak bisa bahasa manado, tapi setelah 3 tahun berteman dengan andreas membuatku sedikit paham maksud dari perkataannya walaupun tidak mengerti betul arti dari tiap kata yang diucapkannya.

seingatku dulu kami berdua tidak begitu akrab sewaktu duduk di bangku kelas satu padahal kami sekelas, tapi lambat laun karena kita memiliki kesamaan : sama-sama tidak mengerti bahasa sunda dan sama-sama orang perantauan, kami pun mulai akrab.

parahnya, dia masih tetap berbicara bahasa manado yang jauh lebih tidak aku pahami dibandingkan bahasa sunda. tapi lucunya, lama-lama aku bisa menangkap sendiri maksud dari omongannya itu. dan yang membuat aku suka berteman dengannya karena cara dia berbicara dengan logat manado nya yang kental terdengar sangat lucu, terkadang dia hanya berkata selamat pagi dalam bahasa manado tapi sudah bisa membuat aku tertawa terpingkal-pingkal karena logatnya yang khas itu.

15.30
kami kembali berjalan ke arah sekolah yang terletak di jalan belitung itu, walaupun waktu sudah mulai bergeser menjadi sore tetapi tetap saja ruangan itu penuh sesak oleh orang tua yang sedang mendaftarkan anaknya sekolah.

memang biasanya saat-saat seperti inilah yang membuat orang tua kelimpungan kesana-kemari mendaftarkan anaknya, berharap anaknya bisa bersekolah di tempat yang terbaik bagaimanapun caranya. ada orang tua yang memaksa-maksa petugas TU, meminta belas kasihan, mengusahakan jalur khusus atau jalur samping, pokoknya cara apapun ditempuh agar anaknya bisa bersekolah di sekolah paling favorit di bandung itu.

sebuah bukti bahwa yang namanya orang tua pasti akan selalu melakukan yang terbaik untuk anaknya walau terkadang mereka sampai rela membuang harga dirinya di depan orang lain, sebuah bentuk pengorbanan yang tidak akan pernah bisa dibalas oleh seorang anak kepada orang tuanya.
pendaftaran hari itu dibuka sampai pukul empat sore saja dan besok adalah hari pengumuman passing grade sekolah ini jadi kalau tidak melakukan keputusan yang tepat di hari ini, bisa-bisa anaknya terlempar ke sekolah lain.

orang tua harus jeli apakah akan tetap mendaftarkan map anaknya atau mengambil map tersebut lalu beralih ke sekolah yang lain. tiba-tiba datang seseorang, yang belakangan aku ketahui sebagai kepala sekolah, memecah kesunyian di ruangan itu.

bapak itu mengumumkan peringkat siswa dari nomor satu sampai seratus dari tiga ratus orang yang akan diterima di sekolahnya. kepala sekolah itu berucap kalau peringkat satu sampai seratus sudah bisa dipastikan aman dan masuk ke sekolahnya karena perubahan passing grade tidak akan terlampau besar. dan bagi orang tua yang anaknya ada di dalam peringkat seratus ke bawah diharapkan untuk tetap datang memantau keesokan harinya.

pengumuman yang singkat itu langsung membuat suasana di ruangan menjadi sangat gaduh, tapi dengan cepat bapak itu bergegas masuk ke dalam ruangannya berusaha menghindari serbuan orang tua yang akan memohon belas kasihan.
tubuh kecilku ikut berdesak-desakkan dalm himpitan tubuh besar lain yang tinggi menjulang, terbawa ke arah kanan dan kiri, seperti berada di atas sampan yang terombang-ambing oleh ombak di laut, aku berusaha menyelinap diantara kerumunan orang dewasa yang semuanya berebut ingin melihat daftar peringkat 100 nem teratas.

dengan seksama aku menelusuri nama yang tertera di sana. aku mulai mencari dari daftar 10 besar sampai dua puluh besar, ternyata tidak ada karena nem yang menghuni peringkat dua puluh besar semuanya diawali dengan angka 49.

aku mulai mencari nem yang awalnya diawali angka 48, cukup banyak memang karena dari peringkat 100 besar itu hanya diisi nem dengan angka 49 dan 48 saja, hanya terpaut selisih koma yang begitu kecil.

setelah lama mencari, akhirnya aku menemukan nama 'Panji Kresna Putra' hinggap di posisi 43. waw, aku sempat terkejut karena disini aku terlempar ke posisi 50 besar. tadinya aku berfikir paling jauh terlempar sampai posisi 20 besar saja, ternyata kesombongan anak kampung ini tidak berlaku di bandung, masih ada 42 orang anak lainnya yang jauh melebihi aku. bolehlah di kampungku sana aku termasuk anak yang paling pintar, tapi disini? tunggu dulu.
segera aku mengabarkan kepada mas rizky kalau namaku ada di dalam daftar itu. dan aku melihat mas rizky dan andreas sedikit bernafas lega, setidaknya posisiku aman walaupun belum seaman andreas yang sudah resmi terdaftar.

aku memberikan selembar kertas berisi jadwal pendaftaran ulang bagi siswa yang akan dimulai lusa, lengkap dengan rincian biaya yang harus dibayarkan. setelah berbicara sebentar sambil mengucapkan uang terima kasih dan memberikan amplop kepada petugas TU, mas rizky langsung mengajak aku dan andreas keluar dari gedung sekolah itu, berjalan melewati lorong sekolah dan ruangan kelas yang mungkin akan kutempati.

aku lihat ada sedikit raut penyesalan terpancar dari muka andreas sewaktu melihat-lihat ke dalam bangunan sekolah ini yang lebih bagus dari sekolah tempat ia mendaftar barusan.
mas rizky kemudian mengajak kami berjalan menyusuri jalan kalimantan, katanya akan mengantarkan kami mencari kos-kosan. disepanjang jalan kalimantan yang teduh itu, berjajar rumah-rumah antik dengan halaman yang luas dan terpelihara.
setelah sampai diujung jalan kalimantan, mas rizky mengajak kami untuk menyebrang, dan kali ini berjalan di bahu jalan yang diberi nama jalan jawa. disini ada seorang kenalan, atau lebih tepatnya kenalan dari atasan mas rizky yang seorang pensiunan tentara membuka kos-kosan di jalan ini.

setelah berjalan beberapa puluh meter, mas rizky mengajak kami untuk masuk ke sebuah rumah yang halaman depannya cukup luas. dari luar, rumah bercat putih pucat itu terlihat sangat antik tapi terawat.

banyak tanaman hias berjajar rapih di halaman depan. berbagai macam pot kembang tertata apik di depan teras rumah yang cukup lega. benar-benar tipe rumah jaman belanda. dindingnya tinggi dengan saluran angin berbentuk bulat di atasnya, sementara kaca mozaik berwarna-warni menghiasi bagian depan dinding rumah itu.
aku dan andreas duduk di kursi rotan yang berlaskan bantal bermotif bunga lili, menunggu sang empunya rumah membukakan pintu. sudah dua kali mas rizky mengetuk pintu rumah dan mengucap salam tapi pintu masih belum dibuka juga.

aku mulai memeperhatikan keadaan di sekeliling, hmm..tegel berwarna merah pualam yang aku injak ini masih terlihat bagus, meja dan kursi rotan nya pun masih terawat, lengkap dengan asbak berbentuk kura-kura dengan tempurungnya yang terbuka.

tiba-tiba bunyi pintu yang dibuka mengagetkan aku dan andreas, nampak seorang wanita yang sudah sepuh (berumur) tapi parasnya masih tetap terlihat ayu, dengan kulit putih bersih nya itu menyambut kami dengan senyuman manis yang khas.

aku langsung yakin kalau ibu itu adalah orang sunda. dengan mengenakan kebaya bermotif bunga dipadu kain simping (songket) yang membelit bagian bawah tubuhnya, wanita yang sudah telihat sepuh itu menyuruh kami bertiga untuk masuk ke dalam. dengan sopan aku dan andreas mencium tangan wanita itu.

ah, melihatnya aku jadi teringat eyang putriku (nenek) yang ada di jogja yang selalu menyambut hangat tiap kali ada tamu yang datang berkunjung
Dengan sopan, beliau menanyakan nama kami satu persatu yang dijawab oleh mas rizky sebagai perwakilan dari kami. mas rizky menjelaskan maksud kedatangan kami secara terperinci dan menjelaskan darimana ia mendapatkan informasi tentang rumah ini yang katanya menerima kos-kosan untuk laki-laki.

setelah paham dan sadar bahwa mas rizky juga seorang tentara seperti suaminya, dengan penuh keanggunan dan kelembutan beliau kemudian menjawab kalau disini masih ada 3 buah kamar yang kosong. tetapi sebelum berbicara lebih lanjut, beliau terlebih dahulu menawarkan kami minum, setelah dijawab oleh mas rizky, beliau pamit sebentar untuk membuatkan minum di belakang dan menyuruh kami untuk menunggu.

jujur, melihat sosok beliau, aku jadi teringat oleh sosok ibuku yang sama-sama berdarah sunda. senyum yang khas, nada bicara yang lemah lembut dan sopan. sebuah keramahan yang dipadu dengan kecantikan khas wanita pasundan benar-benar membuat laki-laki manapun langsung jatuh hati.
aku mengarahkan pandanganku ke seluruh penjuru, menikmati tiap detail bangunan tua yang masih terwat dengan baik ini. tegel bercorak yang khas, langit-langit yang tinggi, meja dan kursi antik berbahan katu jati, lengkap dengan taplak meja dengan gambar sulaman bunga rose merah. lampu gantung antik serta belasan bahkan puluhan pigura yang tergantung di dinding benar-benar membuat suasana antik ruang tamu ini lebih terasa.

rumah jaman dahulu menag terkenal lega dan tanpa sekat antar ruangnya.
ruang tengah yang memanjang panjang, menyatu langsung dengan ruang makan membuat rumah ini terkesan lapang
mas rizky tiba-tiba langsung berdiri dan memberi hormat sewaktu ada seorang kakek-kakek dengan tubuh yang tak kalah tegap berjalan ke arah kami. dengan sikap sempurna, mas rizky masih tetap berdiri sebelum kakek itu duduk di kursi, setelah kakek itu duduk, barulah mas rizky berani duduk di kursi.

ternyata, kakek itu adalah pemilik rumah ini seorang pensiunan tentara berbintang dua yang masih nampak sehat dan gagah di usia yang sudah bisa dibilang senja.

dari banyak foto yang dipajang di ruang tamu, aku tahu kalau kakek yang sedang duduk dihadapanku saat ini dulunya merupakan prajurit TNI Angkatan Darat karena di foto tersebut terlihat baret yang beliau kenakan berwarna hijau dengan lambang Cakra Sapta Agni, lambang khas dari Kostrad (komando cadangan strategis angkatan darat).

dengan suara yang tegas dan berwibawa, beliau menanyakan kepada mas rizky siapa saja yang akan indekost di rumahnya, dengan penuh rasa santun dan hormat, mas rizky memperkenalkan kami berdua, lengkap dengan nama dan sekolah masing-masing yang akan kami tuju.

mas rizky juga sempat bercerita kalau aku dulu sempat mendaftar di sebuah sekolah yang ada di magelang tapi karena masalah kesehatan, aku tidak jadi diterima disana. beliau dengan antusias menanyakan alasan mengapa aku mau masuk ke sekolah semi militer itu. dengan tangkas aku menjawab ingin menjadi tentara seperti mas rizky atau menjadi tentara sehebat beliau.

mendengar jawaban khas anak kecil yang keluar dari mulutku, beliau hanya tertawa dan akhirnya tanpa bertanya macam-macam lagi, beliau langsung menyuruh kami menaruh barang-barang di kamar kosan yang letaknya ada di belakang, terpisah dari rumah induk.
kami berdua kemudian diantar oleh seorang pembantu laki-laki yang mungkin berumur sekitar 30 tahunan. Di belakang rumah, ternyata masih ada halaman yang cukup luas yang memisahkan antara rumah induk dengan kos-kosan. ada sekitar 10 kamar yang berjajar mengelilingi halaman yang ditumbuhi pleh rumput jepang tersebut.

kamar kos-kosan pun tak kalah antiknya dengan bangunan rumah induk, sama-sama bangunan tempo doeloe. bahkan lantai nya pun masih memakai tegel berwarna abu-abu gelap. tapi justru itu yang membuat kamar terasa lebih adem.

pembantu yang bernama mang cecep ini menunjukkan tiga buah kamar kosong yang letaknya cukup berjauhan. aku memilih sebuah kamar yang letaknya paling dekat dengan dapur rumah induk, hanya dibatasi sepetak tanah kosong yang dipakai untuk lahan parkir.

sementara andreas memilih sebuah kamar yang letaknya di tengah. dekat dengan kamar mandi. kebetulan disini kamar mandinya diluar, dan ada tiga buah kamar mandi tersedia, dua kamar mandi berukuran besar dan satu kamar mandi berukuran sedang.

sewaktu aku masuk ke dalam kamar, terlihat ruangan yang cukup
rapih. cat temboknya berwarna hijau agak gelap, ada satu buah ranjang kayu pendek unkuran single bed lengkap dengan spreinya. satu buah lemari kayu antik dan sebuah meja belajar yang terbuat dari kayu jati lengkap dengan kursi berwarna merah.

kamarnya terasa adem, mungkin karena ini bangunan lama dan langit-langitnya cukup tinggi. mang cecep kemudian menjelaskan beberapa peraturan standar kosan, kemudian memberitahu dimana menaruh pakaian kotor,dsb. aku mendengarkan dengan seksama sambil melihat keadaan sekeliling kamar. lumayan asik tempatnya, ucapku dalam hat

19.00 pm





"nji, bagimana deng kamar ngana? betah so?" tanya andreas sambil menghampiriku yang sedang memebereskan baju di lemari.

(nji, gimana dengan kamar kamu? udah betah?)



"hmm...lumayan ndre. kamu sendiri gimana?" jawabku.



"bulum lah...mar ngana sasadiki senang deng ngana punya kamar."

(belum lah...tapi aku sedikit senang dengan kamarku)



"kiapa?" tanya aku sambil duduk di atas kasur.

(kenapa?)



"dingin." jawab andreas singkat.



"ahh...lamu ngana."

(cape dehh...)



"haha...eh nji, kita so lapar..."

(haha...eh nji, aku laper nih...)



"oh iya ndre...tadi ibu kos sama bapak kos ngajak kita makan malem bareng di rumah induk, bareng sama mas rizky juga."



"e dodo eee..dorang baik sakali...ayo mari jo makang!" ajak andreas dengan penuh semangat.

(e dodo eee..mereka baik sekali...ayo kita makan nji!)
kemudian aku dan andreas pergi ke ruang makan yang ada di rumah induk. disana sudah menunggu bapak dan ibu kosan, mas rizky, kedua orang anaknya dan 3 orang cucu nya. awalnya aku merasa agak canggung duduk bersama keluarga mereka, tapi bapak kosan ternyata orangnya ramah dan pandai melucu, jadi suasana kaku pun hilang seketika.

aku dan andreas ditanya macam-macam oleh ibu kosan, asalnya dari mana,
dan lain sebagainya. dan pada akhirnya mereka meminta supaya kami tidak merasa sungkan kepada mereka berdua apabila butuh sesuatu dan menganggap mereka sebagai pengganti orang tua di kampung. Buatku, basa-basi seperti itu sangat berarti, setidaknya bisa membuat hati anak-anak ingusan yang baru pertama kali pergi jauh dari orang tua ini merasa tenang.
"nji, kita tidor lebih dulu neh..." ucap andreas sewaktu kami berdua berdiri di depan pintu kamarku.

(nji, aku tidur duluan ya...)



"dasar kebo, baru jam segini udah ngantuk." jawabku sambil membuka pintu kamar.



"haha..ngana so lala...." jawabnya sambil mencubit pinggangku.

(haha..aku udah cape tau...)



"aw...sakit tau. ya udah sana tidur, nanti mau dibangunin jam berapa?"



"jam lima aja deh nji. makasih ya."



"iya." jawabku singkat sambil menutup pintu kamar lalu menguncinya.

aku merebahkan diri di atas kasur yang terasa begitu empuk, mungkin karena hari ini terasa melelahkan buatku. sambil menatap langit-langit kamar, aku melamun membayangkan wajah pa'e dan bu'e di kuningan.
juga membayangkan wajah kedua adikku yang biasanya kita suka bercanda sehabis makan.

membantu adik perempuanku mengerjakan pr, dan meladeni adikku yang laki-laki bertanding gulat. belum juga genap satu hari, tapi rasa kangen sudah menyelimuti hati ini. seingatku, kemarin malam sewaktu melamun di kamar, aku malah ingin esok hari cepat datang supaya bisa segera pergi ke bandung, eh tapi hari ini malah ingin segera pulang ke kuningan.

memang, ini bukan kali pertama jauh dari orang tua. aku pernah menginap di rumah nenek atau di rumah teman selama beberapa hari, atau pergi berkemah atau hiking bersama kawan selama beberapa hari. tapi tetap saja rasanya lain, sekarang aku seperti merasa kehilangan sesuatu, kehilangan kebersamaan dengan anggota keluarga di rumah. bu'e, pa'e doakan anakmu disini. semoga mampu memberikan yang terbaik buat kalian berdua.

*rrrrt.....rrrrt.....rrrrt*



tiba-tiba hape yang aku simpan di atas meja bergetar. sewaktu aku melihatnya, ternyata telfon dari rumah di kuningan, dengan penuh rasa senang aku langsung mengangkatnya.



"halo asalamualaikum.." jawab aku dengan suara bahagia.



"waalaikumsalam kasep. ini bu'e." sahut suara di ujung sana.



"bu'eeee...aku kangen bu'e sama pa'e. gimana disana bu'e?"



"alhamdulillah baik. iyah, bu'e sama pa'e juga kangen sama kamu. sudah dapat kosan nya?"



"udah bu'e, tempatnya lumayan lah. bapak sama ibu kosan nya baik banget, tadi aja panji sama andre diajakin makan malem bareng."



"syukur alhamdulillah, bu'e daritadi kepikiran kamu terus. urusan daftar ulang sudah beres belum kasep?"



"belum bu'e, besok baru pengumuman pastinya. tapi insyaallah aku dijamin masuk. aku disini cuma masuk 50 besar lho bu'e"



"aduh...syukurlah, hati bu'e jadi reugreug kalau kamu sudah dijamin masuk. nah, berarti disana banyak yang jauh lebih pinter dari kamu. inget pesan bu'e kan?"

(reugreug = tenang)



"iyah, harus rajin belajar."



"jangan lupa sholat dan...?"



"tadarus bu'e. eh iya, gedung sekolahnya bagus lho bu'e. jauh lebih bagus dari sma yang ada di kuningan sana."



"ya iya atuh, itu mah memang sekolahan bagus. ya sudah, bu'e mau istirahat dulu, badan bu'e masih pegal-pegal."



"bu'e masih sakit? istirahat yah, jangan lupa makan sama minum vitamin. nanti bu'e sama pa'e jenguk panji ke bandung kan?"



"insyallah. inget yah kasep, jangan lupa belajar, sholat jangan ketinggalan, tadarus nya jangan sampai terlewat. makan dijaga, jangan kebanyakan tidur, ngga baik."



"iya bu'e. salam buat pa'e, bagas sama nini."



"iya nanti bu'e sampaikan. nanti besok pagi bu'e telfon lagi. assalamualaikum."



"waalaikum salam." balasku sambil menutup pembicaraan di telfon.



aku kembali menaruh hp di atas meja belajar dengan perasaan yang sangat senang. belum pernah aku merasa sesenang ini sewaktu di telfon bu'e. saat sedang tidur-tiduran di kasur, aku kembali teringat oleh bayang-bayang bu'e dan yang lainnya.

entah sudah berapa lama aku melamun sampai akhirnya aku tidak sadarkan diri dan mulai hanyut terbawa ke alam mimpi.

to be continued

0 comments:

Post a Comment