DISCLAIMER:

This story is a work of fiction. Any resemblance to any person, place, or written works are purely coincidental. The author retains all rights to the work, and requests that in any use of this material that my rights are respected. Please do not copy or use this story in any manner without author's permission.

The story contains male to male love and some male to male sex scenes. You've found this blog like the rest of the readers so the assumption is that material of this nature does not offend you. If it does, or it is illegal for you to view this content for whatever the reason, please leave the page or continue your blog walking or blog passing or whatever it is called.



Inikah Cinta? - just a Love Story Episode 2

Episode 2 : Predator


Senin!

Entah kenapa selalu saja tergesa-gesa. Aku pun ikut meramaikan ketergesa-gesaan itu dan berusaha mempertahankan rekor tepat waktu. Maksudku, tepat di depan gerbang, tepat Pak Karjo mulai menutup pintunya. Bukannya mau cari alasan, tapi kenyataannya, aku memang berjalan kaki ke sekolah demi berhemat. Tapi kali ini, ternyata aku tak menambah rekor tepat waktuku, karena sepertinya aku sampai lebih cepat dari perkiraan.

Sekolah sudah ramai meski waktu masih menunjukkan pukul, hmm, entahlah, mungkin jam 7 kurang 10 menit. Aku tak punya jam tangan. Setidaknya, kali ini aku bisa berjalan lebih santai saat memasuki halaman sekolah. Tak seperti biasanya.

"Hoi!"

Suara itu, ibarat sebuah alarm jaman perang kemerdekaan. Semua anak sekolah mesti waspada jika mendengar suara yang sangat akrab itu. Begitu juga aku.

Di sekolahku ini, ada 3 jenis murid. Pertama adalah predator, kedua adalah mangsa dan ketiga adalah penonton.
Berdasarkan ciri-cirinya, predator memiliki perawakan yang tinggi besar, ikut ekskul Olah Raga, dan tak sedikit yang memiliki penampilan di atas rata-rata sehingga lebih populer di kalangan kaum hawa. Memang ada satu dua yang melenceng dari ciri-ciri di atas, tapi untuk yang ini, mereka haruslah orang-orang berduit. Mereka seperti penyandang dana bagi the real predator.
Sedangkan mangsa, adalah orang-orang yang bisa salah satu dari ciri-ciri berikut. pendiam, tampang culun, atau tampang aneh, memiliki tubuh yang entah kurus atau terlalu gemuk atau juga kecil, atau memiliki orang tua yang berprofesi rentan untuk jadi bahan lelucon.
Dan penonton adalah mereka yang biasa-biasa saja atau mereka yang dekat dengan guru atau bisa juga mereka yang pintar.

Lalu, dimana aku berada?

Beruntungnya, aku sampai saat ini termasuk dalam golongan penonton. Tapi sesungguhnya, berada pada garis bawah yang setiap saat bisa menjadi mangsa. Ibarat klasemen sepak bola, aku berada pada zona degradasi. Badanku kecil, dan faktor profesi orang tua, bisa setiap saat membuatku menjadi bulan-bulanan para predator.
Faktor penolongku adalah penampilanku yang nampak biasa saja. Tidak aneh. Ah, biasa saja disini maksudku adalah, tidak ada yang bisa dijadikan ciri khas untuk di jadikan bahan lelucon.
Dan faktor terbesar yang membuatku tetap berada golongan ini adalah faktor Niko. Ya, Niko adalah sahabat terbaikku yang cerdas minta ampun. Dan siapapun yang pintar, pasti akan lolos dari para predator. Lagian, siapa yang berani mengganggu aset sekolah? Dan jika kamu bersahabat dengan orang pintar, maka kamu berada pada lingkaran yang aman.

"Hoi kamu!"

Aku langsung terhenti. Pemilik suara itu kini melempar bola basket yang tadi dimainkan dan bergegas menuju ke arahku.
"Ah gawat." kataku dalam hati.

Saat itu juga aku langsung berpura-pura mencari sesuatu di dalam tas dan berusaha agar tak bertatapan mata dengannya. Karena, jika tanpa sengaja bertatapan mata dengan para predator, maka disitulah masalah akan dimulai.

Aku tak melihat mereka, tapi dari suara langkahnya, setidaknya ada 4 orang yang tergesa-gesa menuju arahku.

"Ah, selamat!", kataku lirih.

Para predator itu hanya melewatiku dan langsung menuju seseorang yang berada di belakangku. Entah siapa orang yang tak beruntung itu. Aku tak berani menoleh dan hanya melanjutkan langkah senormal mungkin. Setelah agak jauh, aku beranikan diri untuk melihat meski sekilas.

Ternyata Sapto, anak yang tak beruntung itu. Entah apa kesalahannya, tapi memang tak perlu melakukan salah untuk menjadi korban predator.

Sedangkan 4 predator itu adalah Yosep yang tadi berteriak, yang diikuti Ikhsan, Arfian dan Dodo. Mereka mengerubungi Sapto yang nampak pucat dan menariknya menuju belakang sekolah, tempat eksekusi. Cuma itu yang terlihat, dan keadaan kembali normal.

Saat aku berbalik untuk menuju kelas, aku sempat tertegun, ternyata gak cuma aku yang menonton adegan itu. Beberapa anak nampak tegang menatap tempat terakhir para predator menghilang bersama Sapto.

"Ris! Kamu udah ngerjain PR Fisika belum?"

Niko sedikit mengagetkanku. Tapi sebenernya, dia benar-benar membuatku kaget!

"Astaga, belum Nik. Aku lupa kalo ada PR. Fisika jam pertama ya?", aku panik.
"Ya udah buruan, nih salin!"

Aku cuma bisa nyengir mendapatkan berkah dari dewa penolongku. Dia selalu yang menolongku.

--> bersambung


0 comments:

Post a Comment